Dari segi etimologi Hadits Maudhu’ berasal dari dua suku kata bahasa Arab
yaitu al-Hadits dan al-Maudhu’ . secara etimologi al-Hadits mempunyai beberapa
pengertian yakni al-Jadid yang bermakna baru dan al-Khabar yang bermakna berita,
yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.
Bentuk jamaknya adalah al-Ahadits.1
Sesuai dengan latar belakang disiplin keilmuannya para ahli mendefinisikan
kata al-Hadits bermacam-macam. Ta’rif al-Hadits sebagaimana yang dikemukakan
oleh Jumhurul Muhadditsin ialah:
صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َق ْوالً أ َْوفِ ْعالً أ َْو َت ْق ِر ْيًرا أ َْو حَنْ َو َها ِ ُضي
َ ِّ ف للنَّىِب
ِ
َ ْ َما أ
“Ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. baik berupa
perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan yang sebagainya.”2
Sedangkan kata maudhu’ merupakan bentuk isim maf’ul dari kata يضيع- وضع,
sama hal nya dengan al-Hadits kata وضعpun memiliki beberapa makna, yakni االسقاط
ngadakan).3
Demikianlah dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Hadits
Maudhu’ menurut Ajaj Al-Khatib dalam bukunya Ushul al-Hadits ialah:
هو ما نسب أىل الرسول صلّى اهلل عليه وسلّم واختالقا و كذبا هم مل يقله أو يفعله أو يقره
“Sesuatu yang dinisbatkan kepada Raasulullah saw. Dengan cara mengada-
ada dan dusta, yaitu yang tidak pernah beliau sabdakan, beliau kerjakan maupun
beliau taqrirkan”
Tidak jauh berbeda dengan pendapat sebelumnya para muhaditsin juga
berpendapat, Hadits Maudhu’ ialah :
1
Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, (Surabaya: Al-Muna, 2010). Hal, 1
2
Drs. Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits. (Bandung: PT Al Maarif, 1974). Hal, 20
3
Rabiatul Aslamiah, Hadits Maudhu’ dan Akibatnya, ( Alhiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah Vol. 04 No. 07
Januari-juni, 2016). Hal, 24
ِ ِ هوالْمختلَع املصنوع الْمنصو
َ ص َّل اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ُز ْو ًر َاوبُ ْهتَانًا َس َواءٌ َكا َن ذُل
ك ِ ِ
َ ب اىَل َر ُس ْول اللّه
ُ ُْ َْ ُ ْ ُْ َ ُ َْ ُ َ ُ
“Hadits yang dicipta serta dibuat oleh seseorang (pendusta) yang ciptaan itu
dibangsakan kepada Rasulullah saw. secara palsu dan dusta, baik hal itu disengaja
maupun tidak.”
Pernyataan di atas menerangkan bahwasanya yang dimaksud rawi yang
berdusta kepada Rasulullah saw. adalah mereka yang pernah berdusta dalam membuat
hadits, walaupun hanya sekali. Dan hadits yang mereka riwayatkan tidak diterima
walau mereka telah bertaubat sekalipun.4 Tindakan demikian adalah merupakan
pendustaan terhadap Rasulullah saw.
ب َعلَ َّى ُمَت َع ِّم ًدا فَليَتََب َّوأْ َم ْق َع َدهُ ِم َن النَّا ِر
َ َو َم ْن َك َذ
“Siapa yang berdusta terhadapku dengan sengaja maka hendaklah ia
menempati tempatnya di neraka’ (HR. Bukhari)
ِ ٍ ِ من حد َ حِب
َ َح ُد ال َك َّذابِنْي ٌ َّث َديْث َو ُه َو َيَرى أَنَّهُ َكذ
َ ب َف ُه َو أ َ َْ
“Siapa yang menceritakan suatu hadits (tentang aku) dan dia tahu bahwa itu
dusta, maka dia termasuk golongan pendusta.” (HR. Ahmad : 18211)5
Dimana hadits maudhu’ haram hukumnya untuk disampaikan pada masyarakat
umum kecuali hanya sebatas memberi contoh atau penjelasan bahwa hadits tersebut
adalah maudhu’ (palsu).6 Itu sebabnya ia tidak lagi termasuk dalam golongan hadits
dhaif karena seburuk-buruknya hadits.
Hadits Maudhu’ dari segi periwayatan termasuk hadits yang paling jelek dan
buruk diantara hadits-hadits lainnya. Hadits ini menjadi bagian tersendiri diantara
pembagian hadits oleh para ulama muhaditsin yang terdiri dari : shahih, hasan dhaif
dan maudhu’7
4
Drs. Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits. (Bandung: PT Al Maarif, 1974) Hal. 168-169
5
Rabiatul Aslamiah, Hadits Maudhu’ dan Akibatnya, ( Alhiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah Vol. 04 No. 07
Januari-juni, 2016). Hal, 30
6
Rabiatul Aslamiah, Hadits Maudhu’ dan Akibatnya, ( Alhiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah Vol. 04 No. 07
Januari-juni, 2016). Hal, 24
7
Edi Kuswadi, Hadits Maudhu’ dan Hukum Mengamalkannya. (EL-BANAT : Jurnal pemikiran dan Pendidikan
Islam Volume 6, Nomor 1, Januari-Juni 2016). Hal, 81
Namun, pada hakikatnya Hadits Maudhu’ bukanlah sebuah hadits, hanya
karena statemen si pembuat hadits itulah kemudian di katakan dia sebagai hadits
meskipun palsu. Dinamakan hadits juga dalam rangka mempraktiskan kerja ulama
hadits untuk menyelidiki lebih dalam hadits-hadits palsu tersebut.8
12
Prof.Dr. H. Zainul Arifin, MA, Ilmu Hadits Historis & Metodologis. (Surabaya : Pstaka al-Muna, 2014). Hal, 182
menjelajah ke penjuru plosok untuk mengajak orang-orang membela Ali dan Ahli
Bait serta menyampaikan ketidak pantasan Abu Bakar, Umar dan Ustman menduduki
singgasana kekhalifahan.
Aktivitas pemalsuan hadits maudhu’ mulai berkembang pada tahun 41 H,
dimana terbunuhnya Ustman bin Affan dan mulai memanasnya keadaan politik Islam
pada saat itu. Hal ini yang menyebabkan terpecahnya kaum muslimin menjadi
beberapa kelompok, pro-kontra pendapat dalam persoalan polotik yang menyebabkan
Islam terbagi menjadi beberapa sekte utama, Syi’ah, Khawarij, dan golongan yang
berpihak pada Mu’awiyyah.13
Adapun jika di tinjau dari awal kemunculan hadits maudhu’ ini memiliki
motifasi dan tujuan tertentu yang berfarisi, diantaranya:
1. Faktor politik
Terpecahnya umat Islam menjadi beberapa golongan dengan mengklaim
bahwa kelompoknya yang paling benar yang paling sesuai dengan ijtihad mereka,
masing-masing ingin mempertahankan kelompoknya, dan saling berlomba untuk
memperbanyak masa dengan cara mengambil dalil Alquran dan hadits. Mereka
berusaha untuk mentakwilkan dan memberi interpretasi yang terkadang tidak
sesuai dengan aslinya. Bahkan mereka memalsukan hadits dengan mengatas
namakan Rasulullah saw. hadits-hadits yang paling banyak dibuat ialah mengenai
keutamaan para khalifah, pimpinan kelompok, dan aliran-aliran dalam agama.
Dari diantara golongan yang pertama dan yang paling banyak membuat hadits
13
Ibid, 69
14
Triyasyid Nuruddin, Hadits Maudhu’
15
Afrizal Nur, Kontribusi dan Peran Ulama Mencegah Hadits Maudhu’. (An-Nida’ Vol. 38 No.2 Juli-Desember
2013) hal. 69
palsu adalah golongan Syi’ah dan Rafidlah.16 Imam Syafi’i berkata: “saya tidak
melihat suatu kaum yang lebih berani berdusta selain kaum Rafidlah”17
Diantara hadits yang dibuat oleh kelompok Syi’ah ialah hadits tentang wasiat
Nabi bahwa Ali adalah orang yang paling berhak menjadi khalifah dan mereka
menjatuhkan orang-orang yang dianggap lawan politiknya, yaitu Abu Bakar,
Umar, Ustman, dan lain-lain.
علي
ّ سري و خليفيت يف أهلي خري من أخلف بعدي
ّ وصيي وموقع
ّ
Sedangkan dari pihak Mu’awiyah ada pula yang membuat hadits maudhu’
sebagai berikut:
16
Rabiatul Aslamiah, Hadits Maudhu’ dan Akibatnya, ( Alhiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah Vol. 04 No. 07
Januari-juni, 2016). Hal, 26
17
Drs. Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits. (Bandung: PT Al Maarif, 1974) Hal. 175
18
Ibid., 177
“Melihat (memandang) kepada muka yang indah, adalah ibadah”19
Tokoh-tokoh mereka yang terkenal dalam membuat hadits maudhu’
ialah :
a. ‘Abdul Karim bin Abi’l-Auja’, ysng dibunuh oleh Muhammad bin
Sulaiman, Wali kota Basrah, ia mengaku telah membuat 4000 hadits
maudhu’
b. Bayan bin sam’an Al-Mahdy, yang mati dibunuh oleh Khalid bin
‘Abdillah
c. Muhammad bin Sa’idd Al-Mashlub, yang dibunuh oleh Abu Ja’far al-
Manshur.20
3. Menarik minat dan meraih keuntungan melalui nasihat dan cerita.
Seperti mereka yang fanatik (ta’ashshub) kepada bangsa dan bahasa Persi
mengutarakan:
ب اَْنَز َل الْ َو ْح َى بِْل َعَربِيَّ ِة َواِ َذا َر ِض َى اَْنَز َل لْ َو ْحى بِالْ َفا ِر ِسيَّ ِة ِ ِ ِ
َ ا َّن اللَّهَ ا َذا َغض
“sesungguhnya Allah itu apabila marah, menurunkan wahyu dengan
bahasa Arab dan bila rela, menurunkan wahyu dengan bahasa Persi”22
19
Rabiatul Aslamiah, Hadits Maudhu’ dan Akibatnya, ( Alhiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah Vol. 04 No. 07
Januari-juni, 2016). Hal, 26
20
Drs. Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits. (Bandung: PT Al Maarif, 1974) Hal. 178
21
Afrizal Nur, Kontribusi dan Peran Ulama Mencegah Hadits Maudhu’. (An-Nida’ Vol. 38 No.2 Juli-Desember
2013) hal. 71
22
Drs. Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits. (Bandung: PT Al Maarif, 1974) Hal. 180
5. Mempertahankan madzhab dalam masalah khilafiyah-fiqhiyah dan kalamiyah.
Untuk mereka yang menganggap tidak sah shalat dengan mengangkat
kedua tangan, mereka membuat hadits maudhu’ :
ِ َّ من رفَع ي َدي ِه ىِف
ُصاَل ةَ لَه
َ الصالَة فَاَل ْ َ َ َ َْ
“barang siapa yang mengangkat kedua tangannya di dalam shalat, maka
tidak sah shalatnya.”
6. Mencari muka dihadapan para penguasa untuk mencari kedudukan atau mencari
hadiah
7. Kejahilan mereka dalam ilmu agama disertai dengan adanya kemauan keras untuk
berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya.
Untuk mengetahui shahih, hasan, atau dhaifnya suatu hadits, para ulama
tentunya memiliki ketentuan-ketentuan atau kriteria yang harus dipenuhi dalam
menentukan tingkatan hadits. Sama halnya dengan hadits maudhu’, para ulama juga
menentukan ciri-ciri ke-maudhu’an hadits. Yakni dengan menentukan ciri-ciri yang
terdapat pada sanad dan ciri-ciri yang terdapat pada matan hadits.
27
Ibid., 170
menentukan ketidak fasihan lafadz adalah cacatnya makna, cacatnya
makna menunjukkan bahwa hadits itu maudhu’.....”28
2. Hadits maudhu’ yang bertentangan dengan Alquran :
Adapun beberapa kitab yang sengaja disusun oleh para ulama dengan tujuan
memelihara dan menjaga kesucian hadits Nabi Muhammad saw. antara lain :
32
Afrizal Nur, Kontribusi dan Peran Ulama Mencegah Hadits Maudhu’. (An-Nida’ Vol. 38 No.2 Juli-Desember
2013) hal. 74
33
Rabiatul Aslamiah, Hadits Maudhu’ dan Akibatnya, ( Alhiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah Vol. 04 No. 07
Januari-juni, 2016). Hal, 31
34
Drs. Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits. (Bandung: PT Al Maarif, 1974) Hal. 183
35
Rabiatul Aslamiah, Hadits Maudhu’ dan Akibatnya, ( Alhiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah Vol. 04 No. 07
Januari-juni, 2016). Hal, 31
1. Kitab Tadzkirah al-Mawdhu’at, Abu Fadhil Muhammad bin Thahir al-
Maqdisiy (w. 507 H).
2. Kitab al-Maudhu’at al-Kubra, Abu Faraj Abdurrahman bin al-Jawzi (w.
597).
3. Kitab al- Ba’its ‘ala al-Khilash min hawadits al-Qasshas, Hafiz Zainuddin
Abdurrahim al-Iraqi.
4. Kitab al-La’ali al-Masnu’ah fi ahadits al-Maudhu’at, Hafiz Jalaluddin as-
Suyutiy.
5. Kitab al-Fawa’id al-Majmu’ah fi al-Ahadits al-Maudhu’at, oleh Abu
Abdullah Muhammad bin Ali as-Syawkaniy.
6. Kitan al-Mughniy ‘ani al-Hifzi wal Kitab bi Qaulihim Lam Yasih Sya’i fi
Haza Bab, oleh Abu Hafash ‘Al-hafiz Diya’ al-Din Abu Hafs Umar bin
Badr al-Mausili al-Hanafi (w. 623 H).
7. Kitab al-Maudhu’at, oleh Syaikh ‘ala al-Qaariy al-Hanafiy.
8. Tahzir al-Khawas min Akazib al-Qussas, oleh al-Hafiz Jalaluddin al-
Suyutiy (w. 911 H).
9. Silisilah al-Hadits al-Dhaifah wa al-Maudhu’at. Oleh Syaikh Nasir al-Din
al-Bani (w.1420 H)
10. Mausu’at al-Ahadits wa al-Atsar al-Dhaifah wa al-Maudhu’at. Oleh
Syaikh Aki Hasan bin Ali al-Halabi.
11. Al-Lu’lu’ al-Marsu di Ma La ash Lahu au bi Aslihi Maudhu’, oleh
Muhammad bin Abi al-Mahasin al-Hasani.
12. Qanun al-Khabar al-Maudhu’at wa al-Rijal al-Du’afa’, oleh Jamaluddin
Muhammad bin Tahir bin Ali al-Patni (w.986 H)
13. Al-Maudhu’at fi al-Ahadits al-Marfu’at, oleh Abu Abdillah Husain bin
Ibrahim al-Hamdani al- Jauzaqi (w. 543 H).36
1. Aban bin Ja’far telah membuat hadits yang disandarkan kepada perawi
Abu Hanifah jumlahnya 300 hadits.
36
Afrizal Nur, Kontribusi dan Peran Ulama Mencegah Hadits Maudhu’. (An-Nida’ Vol. 38 No.2 Juli-Desember
2013) hal. 75
2. Ibrahim bin Zaid al-Aslami, telah meriwayatkan dari Imam Malik
beberapa hadits yang tidak memiliki asal usul.
3. Ahmad bin Abdullah al-Juwaibariy, telah membuat ribuan hadits untuk
mendukung kelompok al-Karamiah.
4. Jabir bin Yazid al-Ja’fi. Sufyan mengatakan: “aku telah mendengar
hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Jabir sebanyak 30.000, tetapi tidak
ada satupun yang harus aku meriwayatkannya.”
5. Nuh bin Abu Maryam, telah membuat hadits yang berhubungan dengan
kelebihan surah-surah Alquran.
6. Muhammad bin Syuja’ al-Thalji.
7. Al-Harits bin Abdullah al-A’war.
8. Muqatil bin Sulaiman.
9. Muhammad bin Sa’id al-Maslub.
10. Muhammad bin Umar al-Waqidiy.
11. Ibrahim bin Muhammad bin Abu Yahya al-Aslamiy.
12. Wahab bin Wahab al-Qadiy.
13. Muhammad bin al-Sa’ib al-Kalbiy.
14. Abu Daud al-Nakha’i.
15. Ishaq bin Najih al-Malti.
16. Abbas bin Ibrahim al-Nakha’i.
17. Ma’mun bin Abu Ahmad al-Harwi.
18. Muhammad bin ‘Ukkasyah al-Karmani.
19. Muhammad bin al-Qasim al-Taikani.
20. Muhammad bin Ziyad al-Yasykari.
21. Muhammad bin Tamim al-Faryabiy.37
Adanya hadits-hadits dhaif dan hadits palsu merupakan salah satu faktor
penyebab lemahnya periwayatan yang terdapat pada tafsir bil ma’tsur. Al-Dzahabiy,
sebagaimana yang dikutip oleh Shalah Abdul Fattah al-Khalidiy menyatakan :
“Sebab-sebab lemahnya pada beberapa sisi periwayatan tafsir bil matsur, pertama,
berkembang dan tersebarnya hadits-hadits maudhu’ dalam penafsiran, sehingga
37
Ibid., 75
berakibat pada tercampurnya antara periwayatan yang shahih dengan riwayat dari
para pembuat hadits maudhu’ (pendusta). Kedua, masuknya isra’iliyat. Ketiga,
penghapusan sanad.”
Adapun unsur-unsur yag terdapat di dalam al-Dakhil fi Tafsir ialah ada tujuh,
antara lain :
38
Ibid., 70
39
https://asysyariah.com
40
Afrizal Nur, Kontribusi dan Peran Ulama Mencegah Hadits Maudhu’. (An-Nida’ Vol. 38 No.2 Juli-Desember
2013) hal. 76