Anda di halaman 1dari 24

Operasi-operasi Lanjutan pada Himpunan Kabur 31

BAB II

Operasi-Operasi Lanjutan pada Himpuan Kabur,


Representasi Himpunan Kabur dan Prinsip
Perluasan

Dalam Bab I telah dibahas beberapa operasi dasar pada himpunan


kabur, di antaranya komplemen, gabungan dan irisan. Himpunan kabur
tersebut dioperasikan melalui fungsi keanggotaannya. Pada himpunan biasa,
kita hanya dapat membuat satu jenis operator pada suatu operasinya.
Misalnya untuk operasi gabungan, hanya operator max yang dipakai, dan
untuk operasi irisan, hanya operator min yang dipakai. Akan tetapi, pada
himpunan kabur kita dapat memodifikasi atau membuat beberapa jenis
operator untuk suatu operasi. Hal ini dapat dilakukan karena jangkauan dari
derajat keanggotaan pada himpunan kabur lebih luas dari pada derajat
keanggotaan pada himpunan biasa. Jenis-jenis operator tersebut dibahas
dalam bab ini.

2.1 Komplemen Himpunan Kabur


Misalkan k adalah suatu fungsi yang memetakan derajat
keanggotaan himpunan kabur A ke derajat keanggotaan himpunan kabur
komplemen A , yaitu:
k : [0, 1]  [0, 1],
sedemikian sehingga k (μ A (x ))  μ Ac (x ), xU
Agar fungsi k memenuhi persyaratan sebagai suatu operator komplemen,
maka haruslah memenuhi sekurang-kurangnya dua aksioma berikut, yaitu:
k-1: k(0) = 1 dan k(1) = 0
32 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

k-2: jika a  b maka k(a)  k(b) a, b[0, 1]


Fungsi k : [0, 1]  [0, 1] yang memenuhi aksioma k-1 dan k-2 di atas disebut
komplemen kabur.
Aksioma k-1 memperlihatkan bahwa jika suatu elemen himpunan kabur
mempunyai derajat keanggotaan sama dengan nol, maka komplemennya
adalah suatu elemen himpunan kabur yang mempunyai derajat keanggotaan
sama dengan satu, demikian juga sebaliknya. Sementara aksioma k-2
memperlihatkan bahwa kenaikan nilai derajat keanggotaan suatu elemen
himpunan kabur, maka nilai derajat keanggotaan elemen komplemennya
haruslah turun atau tidak berubah.
Salah satu kelas komplemen kabur adalah komplemen kabur
Sugeno, yang didefinisikan sebagai berikut:
1a
k  (a )  , (-1, ) dan a[0, 1] (2.1)
1  a
Untuk masing-masing nilai parameter , kita mendapatkan suatu operator
komplemen kabur khusus. Gambar 2.1 memperlihatkan kelas komplemen
kabur Sugeno untuk berbagai nilai parameter . Jika  = 0 maka komplemen
kabur Sugeno menjadi k(a) = 1 – a, yang sama dengan definisi komplemen
himpunan kabur dasar (1.15).

Gambar 2.1 Kelas komplemen kabur Sugeno k(a) untuk


beberapa nilai 
Operasi-operasi Lanjutan pada Himpunan Kabur 33

Kelas operator komplemen kabur yang lain adalah komplemen kabur


Yager, yang didefinisikan sebagai berikut:
kw (a )  (1  a w ) w , w(0, ) dan a[0, 1]
1
(2.2)
Untuk masing-masing nilai parameter w, kita mendapatkan suatu operator
komplemen kabur khusus. Gambar 2.2 memperlihatkan kelas himpunan
kabur Yager untuk berbagai nilai parameter w. Jika w = 1 maka komplemen
himpunan kabur Yager menjadi k(a) = 1 – a yang sama dengan definisi
komplemen himpunan kabur dasar (1.15).

Gambar 2.2 Kelas komplemen kabur Yager kw(a) untuk beberapa nilai w

2.2 Gabungan Himpunan Kabur


Misalkan s adalah suatu fungsi yang memetakan hasil kali (product)
derajat keanggotaan himpunan kabur A dan B ke derajat keanggotaan
gabungan himpunan kabur A dan B , yaitu :
s : [0, 1][0, 1]  [0, 1] ,
sedemikian sehingga, s(μ A (x ), μ B (x ))  μ A B (x ), xU
34 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

Agar fungsi s memenuhi persyaratan sebagai suatu operator gabungan, maka


haruslah memenuhi sekurang-kurangnya empat aksioma berikut:
s-1 : s(1, 1) = 1, s(0, a) = s(a, 0) = a; a  [0, 1]
s-2 : s(a, b) = s(b, a); a, b  [0,1]
s-3 : jika a  a dan b  b maka s(a, b)  s(a, b)
s-4 : s(s(a, b), c) = s(a, s(b, c)); a, b, c  [0, 1]
Aksioma s-1 menjamin bahwa fungsi s berlaku pada himpunan biasa.
Aksioma s-2 menjamin bahwa urutan dari himpunan kabur yang dioperasikan
tidak mempengaruhi hasilnya. Aksioma s-3 mengindikasikan bahwa
penurunan nilai derajat keanggotaan dalam himpunan kabur A atau
himpunan kabur B tidak mengakibatkan kenaikan nilai derajat keanggotaan
dalam A  B . Aksioma s-4 menjamin bahwa kita dapat mengambil
gabungan dari sejumlah himpunan kabur dalam urutan kelompok pasangan
yang diinginkan. Aksioma s-4 juga membolehkan untuk memperluas operasi
gabungan terhadap lebih dari dua himpunan kabur.
Ada beberapa aksioma tambahan yang digunakan untuk membatasi
kelas-kelas gabungan kabur. Dua di antaranya yang paling sering digunakan,
yaitu:
s-5 : s adalah suatu fungsi kontinu
s-6 : s(a, a) = a ; a  [0, 1]
Aksioma s-5 digunakan untuk mencegah keadaan di mana suatu perubahan
nilai derajat keanggotaan yang sangat kecil dalam himpunan kabur A atau
B menyebabkan perubahan yang besar nilai derajat keanggotaan A  B .
Sementara aksioma s-6 menjamin bahwa gabungan dari sebarang himpunan
kabur dengan dirinya sendiri akan menghasilkan himpunan kabur yang sama.
Fungsi s yang memenuhi aksioma s-1, s-2, s-3 dan s-4 biasa disebut s-
norm. Dengan mudah dapat diperlihatkan bahwa operator max untuk
gabungan kabur (1.13) memenuhi aksioma s-1 – s-4, sehingga operator max
merupakan suatu s-norm, yaitu:
s(μ A (x ), μ B (x ))  max[μ A (x ), μ B (x )]
Berikut ini diberikan lima kelas s-norm yang sering dijumpai dalam
literatur-literatur teori himpunan kabur :
1. Kelas Schweizer dan Sklar :
1

s p (a, b )  1  max 0, (1  a )-p  (1  b )-p  1  , p 


p
0
 
Operasi-operasi Lanjutan pada Himpunan Kabur 35

2. Kelas Hamacher :
a+b  (2   )ab
s (a, b )  ,   (0,  )
1  (1   )ab
3. Kelas Yager :
sw (a, b )  min 1, (a w +b w )w  , w  (0, )
1

 
4. Kelas Dubois dan Prade :
a+b-ab-min (a,b,1-  )
s (a, b )  ,   (0,1)
max (1-a , 1-b,  )
5. Kelas Dombi :
1
s (a , b )  ,   (0, )
  
1

1   a -1   b  1 

 1 1 
 
Untuk masing-masing nilai parameter yang dipilih, kelima kelas s-norm
tersebut masing-masing akan mendefinisikan suatu s-norm khusus.
Beberapa s-norm lain yang sering digunakan dan banyak dibahas
dalam literatur-literatur di antaranya adalah:
1. Jumlah drastis :
max [a, b ] jika min [a, b ]  0
sJD (a, b)  
 1 yang lain
2. Jumlah terbatas :
sJT (a, b )  min[1, a  b ]
3. Jumlah Einstein :
a b
sJE (a, b ) 
1  ab
4. Jumlah aljabar : sJA (a, b )  a  b  ab
Suatu pertanyaan dapat timbul, mengapa begitu banyak s-norm yang
diusulkan oleh para ahli? Alasan teoritisnya adalah bahwa s-norm tersebut
akan menjadi identik jika derajat keanggotaan dibatasi pada nilai nol atau satu
saja. Atau dengan kata lain s-norm tersebut merupakan perluasan dari
gabungan himpunan biasa. Sedangkan alasan praktisnya adalah bahwa
terdapat s-norm yang cocok dipakai pada suatu aplikasi tapi tidak cocok pada
aplikasi yang lain, demikian sebaliknya.
36 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

Contoh 2.1
Pandang kembali himpunan kabur A dan B pada Contoh 1.13. Akan
digunakan keempat s-norm yang disebutkan di atas untuk mendapatkan
A  B , sebagai berikut:
1. Jumlah drastis:
μ A B ( x)  sJD (a, b ), sehingga
A  B = {(a, 1), (b, 1), (c, 1), (d, 0.1), (e, 1)}
2. Jumlah terbatas:
μ A B ( x)  sJT (a, b ), sehingga
A  B = {(a, 0.7), (b, 1), (c, 1), (d, 0.1), (e, 1)}
3. Jumlah Einstein:
μ A B ( x)  sJE (a, b ), sehingga
A  B = {(a, 0.64), (b, 0.83), (c, 1), (d, 0.1), (e, 0.8)}
4. Jumlah aljabar:
μ A B ( x)  sJA (a, b ), sehingga
A  B = {(a, 0.6), (b, 0.79), (c, 1), (d, 0.1), (e, 0.75)}

Dari bebrapa s-norm yang disebutkan di atas, max merupakan s-


norm terkecil sedangkan jumlah drastis merupakan s-norm yang terbesar. Hal
ini dinyatakan dalam teorema berikut yang pembuktiannya diserahkan kepada
pembaca sebagai latihan.
Teorema 2.1
Untuk sebarang s-norm s, maka max (a, b )  s(a, b )  sJD (a, b ),
a, b[0, 1]

2.3 Irisan Himpunan Kabur


Misalkan t adalah suatu fungsi yang memetakan hasil kali (product)
derajat keanggotaan himpunan kabur A dan B ke derajat keanggotaan
irisan himpunan kabur A dan B , yaitu:
t : [0, 1][0, 1]  [0, 1] ,
sedemikian sehingga t (μ A (x ), μ B (x ))  μ A B (x ), xU
Operasi-operasi Lanjutan pada Himpunan Kabur 37

Agar fungsi t memenuhi persyaratan sebagai suatu operator irisan, maka


haruslah memenuhi sekurang-kurangnya empat aksioma berikut:
t-1 : t(0, 0) = 0, t(a, 1) = t(1, a) = a; a  [0, 1]
t-2 : t(a, b) = t(b, a), a, b[0, 1]
t-3 : jika a  a dan b  b maka t(a, b)  t(a, b);
a, b, a, b  [0, 1]
t-4 : t(t(a, b), c) = t(a, t(b, c)); a, b, c  [0, 1]
Ada beberapa aksioma tambahan yang digunakan untuk membatasi kelas-
kelas irisan himpunan kabur, di antaranya adalah:
t-5 : t adalah suatu fungsi kontinu
t-6 : t(a, a) = a ; a  [0, 1].
Penjelasan implikasi dari aksioma t-1 – t-6 adalah sama dengan penjelasan
implikasi aksioma s-1 – s-6.
Fungsi t yang memenuhi aksioma t-1–t-4 biasa disebut t-norm.
Dengan mudah dapat diperlihatkan bahwa operator min untuk irisan
himpunan kabur (1.14) merupakan suatu t-norm, yaitu
t (μ A (x ), μB (x ))  min μ A (x ), μB (x ) .
Untuk sebarang t-norm, maka akan ada suatu s-norm yang bersesuaian,
demikian pula sebaliknya. Dengan demikian, dari s-norm yang telah
disebutkan sebelumnya, maka akan terdapat t-norm yang bersesuaian (dual),
sebagai berikut:
1. Kelas Schweizer dan sklar :
1

t p (a, b )  max (0, a -p  b-p  1) ; p  (, ) .


-p

2. Kelas Hamacher :
ab
t  (a, b )  ;   (0,  ) .
  (1   )(a  b  ab )
3. Kelas Yager :
 w 
1

tw (a, b )  1  min 1, (1  a )w  (1  b )w   ; w  (0,  )


 
4. Kelas Dubois & Prade:
ab
t (a, b )  ;   (0, 1)
max (a, b,  )
38 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

5. Kelas Dombi:
1
t  (a, b )  1
;   (0,  )
1  ( a1  1)  ( b1  1) 

Untuk masing-masing nilai parameter yang dipilih, kelima kelas t-norm


tersebut masing-masing akan mendefinisikan suatu t-norm khusus. t-norm
lain yang bersesuaian dengan s-norm adalah sebagai berikut:
1. Hasil kali drastis:
min[a, b ] jika max [a,b ]  1
t HD (a, b )  
 0 yang lain
2. Hasil kali terbatas:
t HT (a, b )  max[0, a  b  1]
3. Hasil kali Einstein:
ab
t HE (a, b ) 
2  (a  b  ab )
4. Hasil kali aljabar:
t HA (a, b )  a  b

Contoh 2.2
Pandang kembali himpunan kabur A dan B pada Contoh 1.13. Akan
digunakan keempat t-norm yang disebutkan di atas untuk mendapatkan
A  B , sebagai berikut:
1. Hasil kali drastis:
μ A B (x )  t HD (a, b ), sehingga:
A  B = {(c, 0.1)}
2. Hasil kali terbatas:
μ A B (x )  t HT (a, b ), sehingga:
A  B ={(c, 0.1)}
3. Hasil kali Einstein:
μ A B (x )  t HE (a, b ), sehingga
A  B = {(a, 0.71), (b, 0.17), (c, 0.5), (d, 0), (e, 0.2)}
Operasi-operasi Lanjutan pada Himpunan Kabur 39

4. Hasil kali aljabar:


μ A B (x )  t HA (a, b ), sehingga
A  B = {(a, 0.1), (b, 0.21), (c, 0.1), (d, 0), (e, 0.25)}
Dari beberapa t-norm yang disebutkan di atas, hasil kali drastis merupakan t-
norm yang terkecil, sedangkan min merupakan t-norm terbesar. Hal ini
dinyatakan dalam teorema berikut:
Teorema 2.2
Untuk sebarang t-norm, maka t HD ( a , b)  t(a, b )  min(a, b);
a, b [0, 1].
Cara membuktikan teorema ini identik dengan pembuktian Teorema 2.1.
Suatu t-norm dapat dibangkitkan dari suatu s-norm melalui
transformasi t(a, b) = 1 – s(1 – a, 1 – b), a, b  [0, 1] (2.3)
Contoh 2.3
(i) Misalkan s-norm max, s(a, b) = max(a, b), maka:
t(a, b) = 1 – s(1 – a, 1 – b) = 1 – max(1 – a, 1 – b)
Kita tinjau dua kemungkinan, yaitu a  b dan a < b;
Jika a  b maka 1 – a  1 – b, sehingga:
1 – max[1 – a, 1 – b ] = 1 – (1 – b) = b = min(a, b)
Jika a < b maka 1 – a > 1 – b sehingga:
1 – max[1 – a, 1 – b ] = 1 – (1 – a) = a = min(a, b)
Jadi, min(a, b) dapat dibangkitkan dari max(a, b)
(ii) Misalkan s-norm jumlah aljabar, s(a, b)=a + b – ab, maka:
t(a, b) = 1 – s(1 – a, 1 – b) = 1- [(1 – a)+(1 – b) – (1 – a)(1 – b)]
= 1 – [1 – ab]
= ab (hasil kali aljabar).
Jadi, hasil kali aljabar dapat diperoleh dari jumlah aljabar.
Untuk suatu operator komplemen himpunan kabur yang didefinisikan
oleh k(a) = 1 – a, maka pasangan dual t-norm dan s-norm memenuhi
generalisasi hukum De’Morgan berikut:
s(a, b) = k(t(k(a), k(b))) dan
t(a, b) = k(s(k(a), k(b))), a, b[0, 1] (2.4)
Generalisasi Hukum De’Morgan di atas dapat dibuktikan dengan
mengambil suatu pasangan dual dari s-norm dan t-norm. Misalkan kita
buktikan dengan mengambil pasangan dual s-norm max dan t-norm min,
sebagai berikut:
40 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

Kita akan tinjau dua kemungkinan, yaitu a  b dan a > b:


Jika a  b maka 1 – a  1 – b,
ruas kiri: s(a, b) = max(a, b) = b
ruas kanan: k(t(k(a), k(b)))
= 1 – (t(1 – a, 1 – b))
= 1 – min(1 – a, 1 – b)
= 1 – (1 – b) = b
= ruas kiri.

ruas kiri: t(a, b) = min(a, b) = a


ruas kanan: k(s(k(a), k(b)))
= 1 – (s((1 – a), (1 – b)))
= 1 – max(1 – a, 1 – b)
= 1 – (1 – a) = a
= ruas kiri
Jika a > b maka 1 – a < 1 – b, sehingga:
ruas kiri: s(a, b) = max(a, b) = a
ruas kanan: k(t(k(a), k(b)))
= 1 – (t(1 – a, 1 – b))
= 1 – min(1 – a, 1 – b)
= 1 – (1 – a) = a
= ruas kiri.

ruas kiri: t(a, b) = min(a, b) = b


ruas kanan: k(s(k(a), k(b)))
=1 – (s((1 – a), (1 – b)))
= 1 – max(1 – a, 1 – b)
= 1 – (1 – b) = b
= ruas kiri
Untuk membuktikan generalisasi hukum De’Morgan dengan menggunakan
pasangan dual yang lain diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.

2.4 Operator Rata-rata


Dalam Teorema 2.1 dan 2.2, terlihat bahwa tidak ada operator yang
menghasilkan himpunan kabur yang terletak diantara operator min dan
Operasi-operasi Lanjutan pada Himpunan Kabur 41

operator max. Operator yang dapat membangkitkan himpunan kabur yang


terletak diantara min dan max biasa disebut operator rata-rata, yang
didefinisikan sebagai berikut:
Definisi 2.1.
Misalkan A dan B adalah himpunan kabur dalam U, maka operator rata-rata
yang dinyatakan dengan r, adalah suatu fungsi
r : [0, 1][1, 0]  [0, 1], sedemikian sehingga memenuhi:
r-1 : r(a, b) = r(b, a), a, b[0, 1]
r-2 : r adalah suatu fungsi naik
r-3 : min(a, b)  r(a, b)  max(a, b), sedemikian sehingga
r  {min, max}.
Beberapa operator rata-rata yang terdapat dalam literatur-literatur teori
himpunan kabur di antaranya adalah:
 Rata-rata max-min, yaitu
r(a, b) = max(a, b) + (1 – )min(a, b); [0, 1].
 Rata-rata aritmetik, yaitu
a b
r(a, b) =
2
 Rata-rata geometrik, yaitu
r(a, b) = a.b
 Rata-rata diperumum, yaitu
1
 a   b  
r(a, b) =   ,   – {0}
 2 
 Rata-rata terboboti terurut (RTT),
Misalkan w = (w1, w2,) adalah suatu vektor pembobot sedemikian
sehingga w1, w2  [0, 1] dan w1 + w2 = 1. Maka operator RTT adalah
fungsi r(a, b) = w1c1 + w2c2, di mana c1 adalah elemen terbesar dari
a, b, dan c2 adalah elemen terkecil dari a, b.
42 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

2.5 Operasi Pengkombinasian Lebih dari


Dua Himpunan Kabur
Operasi pengkombinasian pada himpunan kabur adalah operasi di
mana beberapa himpunan kabur dikombinasikan untuk menghasilkan suatu
himpunan kabur tunggal. Secara formal, operasi pengkombinasian pada n
himpunan kabur (n  2) didefinisikan oleh suatu fungsi
h : [0, 1]n  [0, 1]
yang sekurang-kurangnya harus memenuhi syarat berikut:
h-1 : h(0, 0, ..., 0) = 0 dan h(1, 1, ..., 1) = 1
h-2 : h(a1, a2, ...,an) = h( ai1 ,ai2 ,...,ain ) untuk suatu permutasi i1, i2, ..., in dari
1, 2,..., n.
h-3 : Untuk suatu pasangan (a1, a2, ..., an) dan (b1, b2, ..., bn) sedemikian
sehingga ai, bi  [0, 1], jika ai  bi maka
h(a1, a2, ..., an)  h(b1, b2, ..., bn), in.
Suatu operator pengkombinasian h disebut operator jenis irisan atau jenis
gabungan jika salah satu dari syarat berikut terpenuhi:
h-4a : h(a1, a2, ..., an)  min(a1, a2, ..., an).
h-4b : h(a1, a2, ..., an)  max(a1, a2, ..., an).
Suatu operator pengkombinasian h disebut pengkombinasian rata-rata jika
memenuhi:
h-5 : h(a, a, ..., a) = a , a[0, 1] (idempoten)
Berikut ini diberikan beberapa contoh dari operator pengkombinasian
rata-rata yang sering dijumpai dalam literatur-literatur, yaitu:
 Rata-rata diperumum, yaitu
1
 n a 
h(a1, a2, ..., an) =   i  ,   - 0 (2.5)
 i 1 2 
Apabila dipilih  = 1, maka (2.5) menjadi rata-rata aritmetik, dan apabila
dipilih  = –1 maka (2.5) menjadi rata-rata harmonik.
 Rata-rata terboboti terurut (RTT),
Misalkan vektor (ai1 , ai2 ,..., ain ) adalah suatu permutasi dari vektor (a1,
a2, ..., an) di mana elemen-elemen vektor permutasi adalah berurut, yaitu
ai1  ai2  ...  ain . Kemudian dimisalkan w = (w1, w2, ..., wn) adalah
Operasi-operasi Lanjutan pada Himpunan Kabur 43

suatu vektor pembobot sedemikian sehingga wk [0, 1], kn dan


n
 wk  1 , maka operator pengkombinasian RTT adalah fungsi
k 1
n
h(a1, a2, ..., an) = (w1ai1  w2ai2  ...  wnain )   wk a ik
k 1
Beberapa kasus khusus pada operator pengkombinasian rata-rata terboboti
terurut, antara lain:
- Jika w=(1, 0, 0, ...,0) maka h(a1, a2, ...,an) = max(a1, a2,..., an).
- Jika w=(0, 0, ..., 1) maka h(a1, a2, ..., an) = min(a1, a2, ..., an).
n
- Jika w = ( n1 ,..., n1 ) maka h(a1, a2, ..., an) = 1
n  ak .
k 1

2.6 Representasi Himpunan Kabur

Salah satu penggunaan potongan- dan potongan- kuat dalam teori


himpunan kabur adalah untuk merepresentasikan himpunan-himpunan kabur.
Setiap himpunan kabur direpresentasikan secara tunggal oleh keluarga
semua potongan- nya atau keluarga semua potongan- kuatnya. Untuk
menjelaskannya akan diberikan suatu contoh sederhana bagaimana suatu
himpunan kabur dapat direpresentasikan oleh potongan- nya, sebagai
berikut:
Misalkan himpunan kabur A = {(a, 0.2), (b, 0.4), (c, 0.6), (d, 0.8), (e, 1)}.
Maka terdapat lima potongan- pada A , yaitu:
A0.2 = {(a, 1), (b, 1), (c, 1), (d, 1), (e, 1)}
A0.4 = {(a, 0), (b, 1), (c, 1), (d, 1), (e, 1)}
A0.6 = {(a, 0), (b, 0), (c, 1), (d, 1), (e, 1)}
A0.8 = {(a, 0), (b, 0), (c, 0), (d, 1), (e, 1)}
A1 = {(a, 0), (b, 0), (c, 0), (d, 0), (e, 1)}
Misalkan masing-masing potongan- tersebut di atas diubah menjadi suatu
himpunan kabur A dengan fungsi keanggotaan yang didefinisikan sebagai
μ A (x )   μ A (x ) (2.6)

44 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

sehingga kita peroleh himpunan kabur A sebagai berikut:


A0.2 ={(a, 0.2), (b, 0.2), (c, 0.2), (d, 0.2), (e, 0.2)}
A0.4 ={(a, 0), (b, 0.4), (c, 0.4), (d, 0.4), (e, 0.4)}
A0.6 ={(a, 0), (b, 0), (c, 0.6), (d, 0.6), (e, 0.6)}
A0.8 ={(a, 0), (b, 0), (c, 0), (d, 0.8), (e, 0.8)}
A1 ={(a, 0), (b, 0), (c, 0), (d, 0), (e, 1)}
Dengan menggabungkan kelima himpunan kabur tersebut menggunakan
gabungan operator max (standar), maka didapatkan himpunan kabur A
kembali, yaitu:
A = A0.2  A0.4  A0.6  A0.8  A1
Representasi sebarang himpunan kabur A oleh potongan- nya biasa
disebut dekomposisi A . Suatu teorema yang menjamin bahwa contoh di atas
berlaku secara umum, biasa disebut Teorema Dekomposisi, yaitu:
Teorema 2.3 (Teorema Dekomposisi)
Misalkan A adalah himpunan kabur dalam , maka
A = A (2.7)
 [ 0,1]

di mana A didefinisikan oleh (2.6) dan  adalah gabungan kabur


standard.
Bukti
Misalkan a = μ A (x ) , untuk x U, maka
μ A
( x )  sup μ A ( x ) = max[ sup μ A ( x ), sup μ A ( x )]
 0,1
  
 0 ,1  [ 0, a ]  ( a,1]

Untuk masing-masing   (a, 1], maka μ A (x ) =a < , yang berarti x A,


sehingga μ A (x ) = 0. Di lain pihak, untuk masing-masing   [0, a], maka

μ A (x ) =a  , yang berarti x  A, sehingga μ A (x ) = , dengan


demikian,
μ A
( x )  sup μ A ( x ) = a = μ A (x ) ■

 0 ,1  [ 0,a ]
Operasi-operasi Lanjutan pada Himpunan Kabur 45

Misalkan himpunan kabur A didefinisikan dengan fungsi keanggotaan


μ A (x )   μ A (x ) , atau ekivalen dengan

 jika x  A
μ A (x ) = 

0 x yang lain
Kemudian misalkan diambil tiga nilai , yaitu 1, 2 dan 3, maka akan
didapatkan himpunan kabur A1 , A 2 dan A3 seperti diperlihatkan dalam
Gambar 2.3. Jika diambil semua nilai   [0, 1] maka akan didapatkan A ,
dan jika A digabungkan untuk semua   [0, 1] maka akan diperoleh
himpunan kabur A kembali.
Contoh 2.4

Misalkan A adalah suatu himpunan kabur pada dengan fungsi


keanggotaan berbentuk segitiga:
x  1 ; x  [1, 2]

μ A ( x ) = 3  x ; x  [2, 3] (2.8)
0 yang lain

Untuk masing-masing   (0, 1], potongan- dari A dapat diperoleh
sebagai berikut:
Dari fungsi keanggotaan A pada (2.8), maka  = a1 – 1 dan  = 3 – a2,
sehingga a1 =  + 1 dan a2 = 3 – . Jadi, A=[a1, a2] = [ + 1, 3 – ].
46 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

 A x 
1
A1
1
A 2
2
A 3
3

0 ~ x
A 1
~
A
~ 2
A 3

Gambar 2.3 Ilustrasi Teorema Dekomposisi

2.7 Prinsip Perluasan


Prinsip perluasan merupakan suatu prinsip dasar yang dapat
memperluas domain suatu fungsi dari himpunan biasa dalam U ke himpunan
kabur dalam U. Misalkan f adalah suatu fungsi yang memetakan himpunan U
ke himpunan V, yaitu:
f:UV
Kemudian misalkan terdapat suatu himpunan kabur A dalam U dan kita ingin
menentukan suatu himpunan kabur B =f( A ) dalam V. Jika f merupakan
fungsi satu-satu, maka kita dapat mendefinisikan bahwa:
μB (y )  μ A ( f 1(y )), yV (2.9)
Akan tetapi jika f bukan fungsi satu-satu, maka akan terjadi ambiguity karena
ada kemungkinan terdapat dua atau lebih elemen dalam U di mana derajat
keanggotaannya dalam A berbeda, dipetakan ke elemen yang sama dalam
V. Sebagai contoh, misalkan f(x1) = f(x2) = y dengan x1x2 dan
μ A (x1 )  μ A (x2 ) , maka μB (y ) akan mempunyai dua nilai, yaitu:
μ A (x1  f 1(y )) dan μ A (x2  f 1(y )) . Untuk mengatasi keadaan yang
demikian maka ditetapkan salah satu dari derajat keanggotaan yang terbesar
Operasi-operasi Lanjutan pada Himpunan Kabur 47

untuk μB (y ) , sehingga derajat keanggotaan himpunan kabur B


didefinisikan sebagai berikut:
μ B (y )  max
1
 A (x ) , yV (2.10)
x f (y )

Pendefinisian (2.10) tersebut dapat diperluas lagi sebagai berikut:


Misalkan U adalah suatu hasil kali kartesian himpunan semesta U1,U2,…,Un ,
yaitu U=U1U2…Un dan A1, A2 , ..., An berturut-turut adalah himpunan
kabur dalam U1, U2, …,Un. Kemudian misalkan f suatu fungsi yang
memetakan himpunan U ke himpunan V dengan y = f(x1, x2, …, xn), yV dan
(x1, x2, …, xn)U, maka derajat keanggotaan himpunan kabur B dalam V
didefinisikan sebagai:
μ B (y )  max 1 [min { μ A (x1 ),..., μ A (xn )}] (2.11)
( x1 ,x2 ,...,xn ) f (y ) 1 n

Jika n = 1, maka (2.11) akan menjadi (2.10). Identitas (2.10) dan (2.11) biasa
disebut prinsip perluasan.

Contoh 2.5
Misalkan f adalah fungsi yang memetakan pasangan berurut U1={a, b, c} dan
U2={x, y} ke V={p, q, r}, di mana fungsi f didefinisikan dalam bentuk matriks
berikut:
x y
a p p

b q r 
c  r p 
Misalkan A1 adalah himpunan kabur pada U1 dan A2 adalah himpunan
kabur pada U2, sedemikian sehingga:
A1 ={(a, 0.3), (b, 0.9), (c, 0.5)} dan
A2 ={(x, 0.5), (y, 1)}
maka derajat keanggotaan p, q, dan r dalam himpunan kabur
B  f (A1, A2 ) dapat dihitung dengan menggunakan prinsip perluasan
sebagai berikut:
μB ( p) = max[min{0.3, 0.5}, min{0.3, 1}, min{0.5, 1}] = 0.5
μ B (q ) = max[min{0.9, 0.5}] = 0.5
48 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

μ B (r ) = max[min{0.5, 0.5}, min{0.9, 1}] = 0.9


sehingga himpunan kabur B pada V adalah:
B = {(p, 0.5), (q, 0.5), (r, 0.9)}
Contoh 2.6
Misalkan himpunan kabur A didefinisikan sebagai A = {(-1, 0.5), (0, 0.8),
(1, 1), (2, 0.4)} dan fungsi f didefinisikan sebagai f (x )  x 2 , maka himpun-
an kabur B  f (A ) pada V dapat diperoleh dengan menggunakan prinsip
perluasan sebagai berikut:
μ B (y1 ) = μB ( f (x1 )) = μ B (1) = max { μ A (1), μ A (1)} =1
μB ( y2 )  μB ( f ( x2 ))  μ B (0)  μ A (0) = 0.8
μB (y3 )  μB ( f (x3 ))  μB (4)  μ A (2) = 0.4
sehingga B = {(0, 0.8), (1, 1), (4, 0.4)}
Gambar 2.4 berikut memperlihatkan hubungan tersebut di atas.

f x   x 2
4 4

Fungsi keang-
~
gotaan B
1 1

x
0  A~ 0

 B~ 0 1 Fungsi keang-
1 0,8 0,4 0,8
gotaan A
0,5
0,4
0
-1 0 1 2

Gambar 2.4 Prinsip perluasan pada himpunan kabur A (Contoh 2.6)


Operasi-operasi Lanjutan pada Himpunan Kabur 49

Berikut ini diberikan beberapa contoh prinsip perluasan untuk


himpunan kabur dengan semesta kontinu.

Contoh 2.7
Misalkan diberikan fungsi y  f (x )  x dan didefinisikan himpunan kabur
A =“bilangan riil sekitar 3” pada bilangan rill dengan fungsi keanggotaan:
 x21 ; 1  x  3

μ A (x )   52 x ; 3  x  5 , x  
0 yang lain

maka himpunan kabur B yang dipetakan oleh f, yaitu B  f (A ) ,
mempunyai fungsi keanggotaan yang dapat diperoleh melalui proses berikut:
Untuk 1  x  3, maka akan dipetakan oleh f menjadi 1  y  3 . Invers dari
f adalah x = f 1(y ) = y2, sehingga diperoleh:
y2  1
μ B (y )  , jika 1  y  3
2
Untuk 3 < x  5 maka dengan cara yang serupa diperoleh:
5  y2
μ B (y )  , jika 3 < y  5
2
sehingga:
 y 2 ; 1  y  3
 22
 5 y
μ B (y )   2 ; 3  y  5 , y
0 yang lain


Gambar 2.5 berikut memprlihatkan hubungan tersebut.


50 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

y
f (x )  x
5
3

0 x
 B~ 1 0
 A~
1

0
1 3 5
~
Gambar 2.5 Prinsip perluasan pada himpunan A (Contoh 2.7)

Contoh 2.8.
Misalkan diberikan fungsi y = f(x) = x2 – 6x + 11 dan didefinisikan himpunan
kabur C = ”bilangan riil sekitar 4” dengan fungsi keanggotaan:
 x 22 ; 2  x  4

μC (x )   62x ; 4  x  6 x
0 yang lain

Himpunan kabur D yang dipetakan oleh f , yaitu D = f (C ) , mempunyai
fungsi keanggotaan yang dapat diperoleh melalui proses berikut:
Untuk 2  x  4, akan dipetakan oleh f menjadi 2  y  3, dan invers dari
fungsi f adalah x = f -1(y ) =  y  2 + 3, sehingga:
Operasi-operasi Lanjutan pada Himpunan Kabur 51

 y  2  1  y  2  1
μ D (y )  max  , 
 2 2 
y  2 1
 ; jika 2  y  3
2
Untuk 4 < x <6, akan dipetakan oleh f menjadi 3 < y < 11, dan invers dari
fungsi f adalah x = f 1(y ) = y  2 + 3, sehingga:
3 y 2
μ D (y ) = jika 3 < y < 11
2
sehingga diperoleh:
 y 2 1 ; 2  y  3
 2
 3  y 2
μ D (y )   2 ; 3  y  11 y
0 yang lain

Gambar 2.6 berikut memperlihatkan hubungan tersebut.


y
f(x)
11

3
2
x
B 1 0,5
0

 A~
1

x
2 3 4 5 6

~
Gambar 2.6 Prinsip perluasan pada himpunan kabur D (Contoh 2.8)
52 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

Soal-Soal Latihan

 2 (1  a )
2.1. Perlihatkan bahwa fungsi k(a) = , a[0, 1], 0
a   2 (1  a )
adalah suatu komplomen kabur. Gambar grafik fungsi tersebut untuk
beberapa nilai .
2.2. Kesetimbangan suatu komplemen kabur k didefinisikan sebagai suatu
nilai a[0, 1] sedemikian sehingga k(a) = a.
a) Tentukan kesetimbangan komplemen kabur Sugeno.
b) Buktikan bahwa setiap komplemen kabur mempunyai sekurang-
kurangnya satu kesetimbangan.
c) Buktikan bahwa suatu komplemen kabur kontinu mempunyai
kesetimbangan yang tunggal.
2.3. Suatu komplemen kabur disebut involutif jika k[k(a)] = a, a[0, 1].
Perlihatkan bahwa komplemen kabur Sugeno dan komplemen kabur
Yager serta komplemen kabur standard adalah involutif.
2.4. Buktikan generalisasi hukum De’Morgan dengan mengambil pasangan
dual operator:
a) Hasil kali terbatas dan jumlah terbatas
b) Hasil kali drastis dan jumlah drastis
c) Hasil kali Einstein dan jumlah Einstein.
d) Hasil kali Hamacher dan jumlah Hamacher.
2.5. Misalkan t adalah suatu t-norm sedemikian sehingga
t(a, b + c) = t(a, b) + t(a, c) a, b, c  [0, 1], b + c  1. Perlihatkan
bahwa t(a, b) adalah hasil kali aljabar.
2.6. Buktikan Teorema 2.1.
2.7. Perlihatkan bahwa rata-rata diperumum (2.5) akan menjadi operator
max jika    dan akan menjadi operator min jika   -.
2.8. Misalkan A dan B adalah himpunan kabur yang didefinisikan pada
, yaitu: A = {(-1, 0.5), (0, 1), (1, 0.5), (2, 0.3)}
B = {(2, 0.5), (3, 1), (4, 0.5), (5, 0.3)}
Diberikan suatu fungsi f :    yang didefinisikan sebagai
f(x, y)=x.y, x, y. Tentukanlah f ( A, B) .
Operasi-operasi Lanjutan pada Himpunan Kabur 53

2.9. Jika fungsi f pada soal no. 2.8 diganti menjadi f(x, y) = x+y, tentukanlah
f ( A, B) .
2.10. Misalkan diberikan himpunan kabur A = { (-1, 0.5), (0, 0.8), (1, 1),
(2, 0.4)} dan fungsi f(x) = x2 – 1, x. Tentukanlah f ( A) .
54 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

Anda mungkin juga menyukai