Anda di halaman 1dari 4

B Lalampa

®
Buletin

Memetik Hikmah dari Kisah Edisi Perdana , Mei 2021

L
Pemimpin Redaksi Sekapur Sirih
Abu Yazid Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sekretaris
Asrori Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan ke
dalam hati kita iman dan menghiasi tubuh kita
Editor dengan kesehatan. Sholawat serta salam tetap
Ahmad Subki tercurahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad
Redaktur Pelaksana Saw. Semoga diri kita semua tetap berada di dalam
lindungan Allah sehingga bisa menjalankan hidup
Imam Suyuthi sesuai dengan apa yang Ia perintahkan.

Menjadi manusia yang sholeh dan alim tentu


memerlukan proses yang terus menerus dan tak
Alamat Redaksi: boleh mengenal kata berhenti. Proses ini baru akan
Musholla KH. Baiquni selesai dengan sendirinya bila riwayat kita sudah
berakhir dalam kehidupan. Bahkan rupanya, dari
Usymuni JL. Timur Gunung, riwayat hidup manusia sebelum kita, kita masih
Gunung Sereng, Kwanyar, bisa memetik pelajaran demi hidup kita yang lebih
baik. Oleh sebab itu, sebagai salah satu cara untuk
Bangkalan kita berproses, kami segenap pemuda Bani Ghazali
berinisiatif untuk menulis riwayat-riwayat atau
kisah-kisah kehidupan para sesepuh dalam bentuk
Redaksi menerima segala jenis buletin. Penulisan ini bertujuan sebagaimana
disebutkan di atas, yakni sebagai salah satu media
tulisan mengenai kisah untuk belajar menjadi manusia yang sholeh dan
sesepuh. Silahkan alim, serta tentu demi mencapai ridho Allah
subhanahu wata’ala. Amin.
menghubungi nama-nama
yang tertera di atas. Buletin ini merupakan edisi perdana, maka yang
pasti terdapat kekurangan yang tak terhitung
jumlahnya, baik dari unsur instrinsik dan atau dari
unsur ekstrinsik penulisan. Maka dari itu, kepada
segenap masyarakat pembaca dan para sesepuh
 Keistimewaan Kiai Nawawi untuk bersedia mengoreksi. Koreksi dari pembaca
(khususnya sesepuh) adalah cambuk bagi kami
untuk semakin dewasa dan menyempurkan buletin
 Kesederhanaan Bhuju’ Shiddiq pada edisi mendatang. Demikian dari redaksi.
Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

1
Keistimewaan Kiai Nawawi Mungkin karena sikap Sumri yang
terus terang inilah yang
Hari Rabu, Rowi segera pulang ke menyebabkan Kiai Nawawi
kampungnya. Langsung menuju menyukainya. Suatu saat Kiai
rumah Sumri untuk diajaknya ke Nawawi menyarankan Sumri untuk
Murgunung. Karena ia tahu, bahwa membuka meubel, dan alhamdulillah
Sumrilah yang biasa mengantarkan berhasil. Sampai kini, banyak
sejumlah orang untuk bertemu pelanggan dari golongan orang kaya
dengan Kiai Nawawi demi memercayakan rumahnya kepada
mengutarakan masalahnya, dan tentu Sumri.
demi mendapatkan jalan keluar.
“Beh, jhe’ beghi, Cong, carokin yeh!
“Mun hedeh, Sumri, tak arapah Bengal hedeh acarok? Carokin yeh?
makke entara denna’ lo’ jebeje. Tok- Ngiding, Cong? Senga’, carokin le!”
tok tang labeng riah tello’ kaleh.
Engko’ paste nemmunih.” “Insya Allah, Minggu nika lakona se
e rampase sareng oreng, Kiae.
Demikianlah Kiai Nawawi pernah Lagghuna Rowi mangkatteh de’
berpesan kepada Sumri. Sejak saat Jakarta.”
itu, Sumri sering kali dipanggil oleh
Kiai Nawawi. Begitu pula Sumri, “Ee, iyeh la mangkat. Ken senga’
seperti tak selesai-selesai membawa carokin yeh!”
seseorang yang hendak sowan
kepada beliau. Sumri pun berpamitan sambil
berharap Rowi diberi semacam jimat
“Sapah jiah, Sumri?”, tanya kiai oleh Kiai Nawawi. Sumri berharap
Nawawi. Rowi tak berani berucap jimat tersebut diselipkan saat salam
apa pun. Hanya Sumri yang songkem Rowi dengan kiai Nawawi.
menyampaikan semua keperluannya. Karena demikianlah yang Sumri
tahu, bila ada sesuatu yang
“Ka’dinto Rowi, oreng Tello’, lakona mendesak, kiai Nawawi akan
e Jakarta e pondhuta oreng, Kiaeh.” memberikan jimat dengan sembunyi-
Seperti biasa, Sumri memberi sembunyi.
jawaban yang blak-blakan. Ia tak
biasa memoles pembicaraan agar “Wi, e berri’ apa hedeh bi’ Kiae?”
terdengar lirih dan bernada rendah. Sumri mengawali percakapannya

2
dengan Rowi dalam perjalanan menyambut mereka dengan
pulang sambil menyalakan motornya pertanyaan yang sama tiga hari lalu.
yang sejak tadi diparkir di Sumur
Bindung. “Bhunten tak burung kainto, Kiaeh.”

“Tade’, Ri, tak e ri’-berri’. Ghun e “Mak tak loka sakale hedeh, Cong?”
pakon acarok ruah!”
Sumri mulai menceritakan masalah
“Pagenna, Wi. Ariyah Kiae ken Rowi selama tak lebih dari 24 jam di
loppa. Marah abheli ka dhelem.” Jakarta, sebagaimana yang telah ia
dengar dari Rowi dalam perjalanan
“Ella, Ri, majuh mule. Engko’ la tadi.
mantep satiyah. E caroka dhegghi’
bi’ sengko’.” “Oreng se mundhute lakona Rowi
ampon kala, Kiae. Mateh e tananga
*** oreng lain. Sebelum hari Minggu,
areh Jumat beri’ nika mundhuta
Hari Sabtu, Rowi sudah mendarat di lakona oreng lain jhugen. Oreng nika
kampungnya kembali. Tanpa se acarok sampe musona Rowi nika
berlama-lama dia menuju ruma mateh.”
Sumri lalu memboncengnya ke
Murgunung. Dia ceritakan semua Sumri begitu bersungut-sungut
yang terjadi selama sehari di Jakarta. dengan cerita yang ia sampaikan.
Sumri tampak bersemangat Rowi hanya menundukkan kepala di
menyimaknya. Ada wajah yang kursi sebelahnya. Sementara Kiai
sangat gembira di wajah Rowi ketika Nawawi dengan rokok Gudang
tanpa dinyana, motornya sudah Garam kolobot di tangan,
sampai ke Sumur Bindung. Sekitar memperhatikan dengan raut wajah
300 meter mereka melangkah yang riang, teduh dan tenang.
membelah jalan setapa ke dhalem
Kiai Nawawi. Kini dengan raut muka “Mandhih kiyah kancana hedeh jiah,
yang sumringah. Sumri. Bhegus palahirah. Hahaha…”

“Beh, la bedeh e dinna’ yeh? Burung Penulis Ahmad Subki. Diadopsi dari
se acaroka?” Kiai Nawawi kisah H. Sumri (pelaku sejarah).

3
Kesederhanaan Bhujuk Shiddiq menjaga jadwal makan. Namun
beliau tetap dalam kebiasaan itu
Di awal-awal mengarungi kehidupan dalam kesehariannya.
rumah tangga, Bhuju' Siddiq
bertempat tinggal di beih, di rumah Pada suatu hari, setelah mertuanya
mertuanya. Lebih kurang selama 6 berkali-kali mengingatkan jadwal
tahun beliau disana menjalani makannya, beliau meminta untuk
kehidupan dengan penuh kesabaran disediakan makanan kira-kira untuk
dan kesyukuran. Sementara untuk porsi sembilan orang. Setelah
menafkahi diri dan keluarganya makanan terhidang beliau
beliau membuka jasa servis jam. menghabiskannya seorang diri. Lalu
Beliau mempunyai keahlian dibidang beliau berkata "kalau hanya makan
tersebut. Suatu keahlian yang masih saya juga tau".
jarang dimiliki oleh masyarakat desa
pada masa itu. Diceritakan oeh Hariri Londuwa’
bahwa setiap kali Bhuju’ Siddiq
Lama berselang beliau menekuni bersilaturrahim ke rumah para
bidang itu, keahlian beliaupun santrinya di daerah Banyubunih,
tersohor baik di daerah nungsereng Kelbung dan Talagah beliau tidak
atau bahkan sampai ke luar daerah kasokan di suguhi hidangan nasi.
nungsereng. Itu terbukti dari luasnya Beliau berkenan makan hanya jika
pelanggan beliau. Konon katanya disuguhi sedikit bubur se-lepean.
pelanggan beliau ada yang datang
dari daerah kecamatan Blega. Dari kak Ali dari adik man Basari.
Editor Abu Yazid
Bisa disimpulkan bahwa beliau
mempunyai penghidupan yang
cukup. Beliau adalah orang yang
taqwa, gigih dan rajin bekerja.
Namun, meskipun beliau
berkecukupan, beliau tetap memilih
kehidupan yg sederhana dan
bersahaja. Hal itu bisa dilihat dari
keseharian beliau yang jarang makan.
Sehingga pada suatu waktu beliau
diingatkan oleh mertuanya agar

Anda mungkin juga menyukai