Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PAI

Menghormati dan Menyayangi Orang Tua


XI IPA 3

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 :


1. DAFHA RAMADHAN
2. DINI YULIYANI
3. LAULA INNA LUTFIYAH
4. RIZKY RAMDHANI
5. SEPTI FITRI AINI
6. TANIA MEIDI PUTRI
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................

B. Rumusan Masalah ......................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Kisah Uwais al-Qarni..................................................................

B. Pengertian Adab.........................................................................

C. Dalil Al Qur’an ..........................................................................

D. kriteria yang menunjukkan bentuk bakti seorang

anak kepada kedua ……………………………………………..

E.Hadist ..........................................................................................

F. Menunjukkan contoh perilaku yang mencerminkan hormat dan patuh kepada orang tua

G. Sikap, menghormati, kepada guru

BAB III PENUTUP

A. Simpulan……………………………………………..............

B. Saran……………………………………………....................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Islam telah mengajarkan kepada kita agar taat dan berbakti kepada orang tua, mengingat
banyak dan besarnya pengorbanan serta kebaikan orang tua terhadap anak, yaitu memelihara dan
mendidik kita Sejak kecil tanpa perhitungan biaya yang sudah dikeluarkan dan tidak
mengharapkan balasan sedikit pun dari anak, meskipun anak sudah mandiri dan bercukupan
tetapi orang tua tetap memperlihatkan kasih sayangnya, oleh karena itu seorang anak memiliki
macam-macam kewajiban terhadap orang tuanya menempati urutan kedua setelah Allah Swt, dan
kita juga dilarang durhaka kepada orang tua.

Di antara kelaziman hidup bermasyarakat adalah budaya saling hormat menghormati,


saling menghargai satu sama lain, dalam keluarga sangatlah penting di tanamkan abad dan
tatakrama yang sopan terhadap kedua orang dan santun apabila berbicara terhadap keduanya.

Di zaman yang modern seperti sekarang ini telah banyak pergeseran tentang adab atau
prilaku sehingga menjurus kepada dekadensi moral, anak dengan orang tua tiada jarak yang
memisahkan seperti layaknya teman sebaya, murid dengan guru sudah tidak bisa lagi dibedakan
baik dalam perkataan, perbuatan ataupun prilaku dalam kehidupan sehari-hari yang seakan-akan
tidak mencerminkan prilaku seorang guru ataupun peserta didik. Dalam kehidupan sehari-hari
seringkali kita temukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kaidah islamiyyah yang menjunjung
tinggi rasa saling menghargai, menghormati. Dalam berkehidupan saling berdampingan dalam
satu kawasan ataupun daerah individualisme lah yang sering dimunculkan di mana rasa gotong
royong, membantu satu sama lain sudah sangat sulit sekali kita temukan, terlebih di kota-kota
besar yang memang notabene memiliki beragam etnis, kebiasaan, dan budaya yang berbeda beda.

Dengan adanya makalah ini penyusun mencoba menjelaskan tentang pandangan islam
tentang adab/tatakrama/ prilaku yang seharusnya dijunjung tinggi dan diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini kami akan membahas

A. kisah Uwais Al-Qarni

B. Pengertian Adab

C. Dalil Al Qur’an

D. kriteria yang menunjukkan bentuk bakti seorang anak kepada kedua

E. Hadist

F. Menunjukkan contoh perilaku yang mencerminkan hormat dan patuh kepada orang tua
Kisah Uwais Al-Qarni

Pemuda bernama Uwais Al-Qarni. Ia tinggal dinegeri Yaman. Uwais adalah seorang fakir
terkenal, hidupnya sangat miskin. Uwais Al-Qarni adalah seorang anak yatim. Bapaknya sudah
lama meninggal dunia. Ia hidup bersama ibunya yang sudah tua lagi lumpuh. Apalagi, mata
ibunya telah buta. Kecuali ibunya, Uwais tidak lagi mempunyai sanak keluarga sama sekali.

Dalam kehidupannya sehari-hari, Uwais Al-Qarni bekerja mencari nafkah dengan


menggembalakan domba-domba orang pada waktu siang hari. Upah yang diterimanya cukup
buat nafkahnya dengan ibunya. Bila ada kelebihan, terkadang ia digunakan untuk membantu
tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti dia dan ibunya. Demikianlah
pekerjaan Uwais Al-Qarni setiap hari.

Uwais Al-Qarni terkenal sebagai seorang anak yang taat kepada ibunya dan juga
beribadah. Uwais Al-Qarni seringkali melakukan puasa. Bila malam tiba, dia selalu berdoa,
memohon petunjuk kepada Allah. Alangkah sedihnya hati Uwais Al-Qarni setiap melihat
tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka telah bertemu dengan Nabi Muhammad,
sedang ia sendiri belum pernah bertemu dengan Rasulullah. Berita tentang Perang Uhud yang
menyebabkan Nabi Muhammad cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-
musuhnya, juga telah didengar oleh Uwais Al-Qarni. Segera Uwais mengetok giginya dengan
batu hingga patah. Hal ini dilakukannya sebagai ungkapan rasa cintanya kepada Nabi
Muhammad Saw, meskipun ia belum pernah bertemu dengan beliau. Hari demi hari berlalu, dan
kerinduan Uwais untuk menemui Nabi melihat semakin dalam. Hatinya selalu bertanya-tanya,
kapankah ia bisa bertemu Nabi Muhammad saw dan memandang wajah beliau dari dekat? Ia
rindu mendengar suara Nabi saw, rindu karena iman.

Tapi kekalahannya adalah dia memiliki seorang ibu yang sudah tua renta dan buta, lagi
pula lumpuh? Bagaimana mungkin dia tega meninggalkannya dalam keadaan yang demikian?
Hatinya selalu gelisah. Siang dan malam pikirannya diliputi perasaan rindu memandang wajah
nabi Muhammad saw.
Akhirnya, kerinduan kepada Nabi saw yang selama ini dipendamnya tak dapat
ditahannya lagi. Pada suatu hari ia datang mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan
mohon izin kepada ibunya agar ia diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Ibu
Uwais Al-Qarni walaupun telah meninggal, merasa terharu ketika mendengar permohonan
anaknya. Ia memaklumi perasaan Uwais Al-Qarni sambil berkata, “pergilah wahai Uwais,
anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah bertemu dengan Nabi, segeralah engkau
kembali pulang.”

Betapa gembiranya hati Uwais Al-Qarni mendengar ucapan ibunya itu. Segera ia
berkemas untuk berangkat. Namun, ia tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan
ditinggalkannya, serta berpesan kepada tetangganya agar bisa menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil mencium ibunya, berangkatlah Uwais Al-Qarni menuju Madinah.

Uwais Ai-Qarni Pergi ke Madinah

Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais Al-Qarni sampai juga dikota
madinah. Segera ia mencari rumah nabi Muhammad saw. Setelah ia menemukan rumah Nabi,
diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang sambil membalas
salamnya. Segera saja Uwais Al-Qarni menanyakan Nabi saw yang ingin ditemuinya. Namun
ternyata Nabi tidak berada dirumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al-
Qarni hanya dapat bertemu dengan Siti Aisyah ra, istri Nabi saw. Betapa kecewanya hati Uwais.
Dari jauh ia datang untuk bertemu langsung dengan Nabi saw, tetapi Nabi saw tidak dapat
ditemuinya.

Dalam hati Uwais Al-Qarni bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi melihat
dari medan perang. Tapi kapankah Nabi pulang? Sedangkan masih terngiang di telinganya pesan
ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman, “engkau harus lekas
pulang”.

Akhirnya, karena kepatuhannya kepada ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan
kemauannya untuk menunggu dan bertemu dengan Nabi saw. Karena hal itu tidak mungkin,
Uwais Al-Qarni terpaksa pamit kepada Siti Aisyah ra untuk segera pulang kembali ke Yaman,
dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi saw. Setelah itu, Uwais Al-Qarni pun segera
berangkat mengayunkan langkahnya dengan perasaan sangat haru.
Peperangan telah usai dan Nabi saw pulang menuju Madinah. Sesampainya di rumah,
Nabi saw menanyakan kepada Siti Aisyah ra tentang orang yang mencarinya. Nabi mengatakan
bahwa Uwais Al-Qarni anak yang taat kepada ibunya, adalah penghuni langit. Mendengar kata-
kata Nabi saw, Siti Aisyah ra dan para sahabat tertegun. Menurut keterangan Siti Aisyah ra,
memang benar ada yang mencari Nabi saw dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya
sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak bisa meninggalkan ibunya terlalu lama. Nabi
Muhammad saw melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit itu,
kepada para sahabatnya., “Kalau kalian ingin bertemu dengan dia, perhatikanlah ia memiliki
tanda putih di tengah tangan talapak.”

Setelah itu Nabi saw menatap Ali ra dan Umar ra seraya berkata, “suatu ketika apabila
kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan
orang bumi.”

Waktu terus berganti, dan Nabi saw kemudian meninggal. Kekhalifahan Abu Bakar pun
telah dipatuhi pula oleh Umar bin Khatab. Suatu ketika, khalifah Umar merasa akan sabda Nabi
melihat tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kembali sabda
Nabi saw itu kepada sahabat Ali bin Abi Thalib ra. Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang
dari Yaman, Khalifah Umar ra dan Ali ra selalu menanyakan tentang Uwais Al Qarni, si fakir
yang tak punya apa-apa itu, yang kerjanya hanya menggembalakan domba dan unta setiap hari?
Mengapa khalifah Umar ra dan sahabat Nabi, Ali ra, selalu menanyakan dia?

Rombongan kalifah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan
mereka. Suatu ketika, Uwais Al-Qarni ikut serta bersama mereka. Rombongan kalifah itu pun
tiba di kota Madinah. Melihat ada rombongan kalifah yang baru datang dari Yaman, segera
khalifah Umar ra dan Ali ra mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al-Qarni ikut
bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni ada bersama
mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu,
khalifah Umar ra dan Ali ra segera pergi menjumpai Uwais Al-Qarni.

Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, khalifah Umar ra dan Ali ra memberi salam.
Tapi rupanya Uwais sedang shalat. Setelah mengakhiri shalatnya dengan salam, Uwais
menjawab salam khalifah Umar ra dan Ali ra sambil mendekati kedua sahabat Nabi saw ini dan
mengarahkan tangannya untuk bersalam. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar ra dengan segera
memindahkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak
tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan oleh Nabi saw. Memang benar! Tampaklah tanda
putih di telapak tangan Uwais Al-Qarni.

Wajah Uwais Al-Qarni tampak bercahaya. Benarlah seperti sabda Nabi saw bahwa dia
adalah penghuni langit. Khalifah Umar ra dan Ali ra menanyakan namanya, dan menjawab,
“Abdullah.” Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan berkata, “Kami juga Abdullah,
yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama
saya Uwais Al-Qarni”.

Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais Al-Qarni telah meninggal
dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat ikut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya,
Khalifah Umar dan Ali ra memohon agar Uwais membacakan do'a dan istighfar untuk mereka.
Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “saya lah yang harus meminta doa pada kalian.”

Mendengar kata-kata Uwais, khalifah berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan
istighfar dari anda.” Seperti yang dikatakan Rasulullah sebelum wafatnya. Karena desakan kedua
sahabat ini, Uwais Al-Qarni akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan membacakan istighfar.
Setelah itu Khalifah Umar ra berjanji untuk membayar jaminan uang negara dari Baitul Mal
kepada Uwais untuk jaminan hidup. Segera saja Uwais menampik dengan berkata, “Hamba
mohon supaya hari ini saja hamba mengetahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba
yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”

Fenomena Ketika Uwais Al-Qarni Wafat

Beberapa tahun kemudian, Uwais Al-Qarni pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat
dia akan dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan
ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang
menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali
kuburannya, disana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai.
Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk
membawanya.
Meninggalnya Uwais Al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak
hal yang terjadi sangat mengejutkan. Sedemikian banyaknya orang yang tak kenal berdatangan
untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais Al-Qarni adalah seorang fakir yang
tidak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke
dalam kubur, disitu selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.

Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “siapakah sebenarnya


engkau wahai Uwais Al-Qarni? Adegan Uwais yang kita kenal hanyalah seorang fakir, yang tak
memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari hanyalah sebagai penggembala domba dan unta?
Tapi, ketika hari wafatmu, engkau menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-
manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah yang sangat banyak.
Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk merawat jenazah
dan pemakamanmu.”

Berita meninggalnya Uwais Al-Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi ketika


wafatnya telah tersebar ke mana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa
sebenarnya Uwais Al-Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya
Uwais Al-Qarni disebabkan permintaan Uwais Al-Qarni sendiri kepada Khalifah Umar ra dan
Ali ra, agar merahasiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya mereka mendengar sebagaimana
yang telah disabdakan oleh Nabi saw, bahwa Uwais Al-Qarni adalah penghuni langit.

"Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu, durhaka pada ibu dan menolak
kewajiban, dan meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah,
membenci kamu banyak bicara, dan banyak bertanya demikian pula memboroskan harta
(menghamburkan kekayaan).” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pengertian Adab

Adab memiliki sebuah arti kesopanan, keramahan, dan kehalusan budi pekerti. Adab erat
kaitannya dengan akhlak atau perilaku terpuji. Ahli bahasa juga kebanyakan menyebutkan bahwa
adab merupakan kepandaian dan ketepatan dalam mengurus segala sesuatu. Begitupun sebagian
ulama lainnya juga turut berpendapat bahwa adab merupakan suatu kata atau ucapan yang
mengumpulkan segala perkara kebaikan di dalamnya.

Adab adalah norma atau aturan mengenai sopan santun berdasarkan aturan agama.
Norma tentang adab seringkali digunakan dalam pergaulan yang terjadi antar manusia, antar
tetangga, dan antar kaum.Sebutan orang beradab sesungguhnya berarti bahwa orang itu
mengetahui aturan tentang adab atau sopan santun yang ditentukan dalam agama Islam. Tetapi
seiring berkembangnya waktu, kata beradab dan tidak beradab dikaitkan dengan segi kesopanan
secara umum dan tidak khusus digabungkan dalam agama Islam.

Adab sangat penting dalam kehidupan manusia. Bagi orang-orang yang memiliki adab
biasanya akan terjaga dari perbuatan tercela. Maka tidak heran jika adab sangat penting. Adab
tentu perlu diajarkan sedari kecil. Anak-anak yang sudah diberi bekal pelajaran mengenai adab
akan tumbuh menjadi pribadi lebih baik dari teman-teman sebayanya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertrian Hormat

Dalam KKBI (Kammus Besar Bahasa Indonesia) hormat adalah, menghargai (takzim,
khidmad, sopan). Jadi hormat adalah suatu sikap sopan yang di tujukan kepada orang yang lebih
tua.

Sikap hormat merupakan nilai dan norma dalam masyarakat, karena nilai adalah suatu perangkat
keyakinan/ perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak khusus pada
pola pemikiran, perasaan, keterikatan maupun perilaku. Sedangkan norma adalah pelaksana dari
nilai tersebut. Oleh sebab itu budaya hormat merupakan bagian dari nilai dan norma.

Hormat Terhadap Orang Tua

Orang tua adalah ayah dan ibu kandung dari anak. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KKBI) orang tua artinya ayah dan ibu. Sedangkan dalam bahasa Arab sering disebut
Al Walid.[1]

Islam mengatur hubungan antara orang tua terhadap anak, termasuk tata cara
pergaulannya antara orang tua dan anak masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang diatur
dalam Islam. Diantara kewajiban orang tua terhadap anak adalah merawat dan mendidik dengan
sebaik-baiknya sesuai syariat Islam. Proses pendidikan di lingkungan keluarga sangat
berpengaruh terhadap perkembangan mental dan spiritual Oleh karena itu orang tua harus
memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya.

Dalam agama Islam, kedua orang tua memiliki kedudukan yang tinggi. Setiap anak
diwajibkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua (Birrul Walidain). Birrul Walidain juga
diartikan sebagai berbakti kepada kedua orang tua. Perilakumenghormati dan mematuhi nasihat-
nasihatnya termasuk BirrulWalidain. Seorang anak wajib menghormati dan mematuhi semua
nasihat orang tuanya selama keduanya tidak memerintahkan kemaksiatan atau kemusyrikan.
Bahkan seorang anak tetap harus menghormati kedua orang tuanya meskipun orang tuanya kafir.
Kewajiban menghormati dan mematuhi kedua orang tua termaktub di dalam Al-Qur’an .
Ada banyak ayat yang berbicara tentang hal ini, diantaranya surat An-Nisaa’ ayat 36:

Terjemahannya, Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan


sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil
dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri.

Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa perintah berbuat baik kepada kedua orang tua
merupakan perintah langsung dari Allah Swt. Perintah berbuat baik kepada kedua orang tua
diletakkan setelah perintah untuk menyembah Allah Swt dan larangan syirik. Ini menjadi bukti
bahwa kedua orang tua menempati kedudukan mulia dalam pandangan Islam. Maka, sebagai
anak kita harus menghormati dan mematuhi nasihat dan perintah orang tua sebagai wujud bakti
kita kepada keduanya. Baik itu orang tua masih hidup ataupun sudah meninggal dunia.

Cara menghormati kedia orang tua ketika masih hidup:

Mendengarkan semua perkataannya dengan rasa penuh rasa hormat dan rendah hati.

Membantu pekerjaan rumah atau pekerjaan lain yang dapat meringankan beban orang tua.

Senantiasa meminta do’a restu.

B. Dalil Al-Qur'an

Terdapat banyak ayat yang mendudukkan ridha orang tua setelah ridha Allah dan keutamaan
berbakti kepada orang tua adalah sesudah keutamaan beriman kepada Allah, antara lain :

ٍّ ُ ‫َِّل اِيااهُ َو ِب ْال َوا ِلدَي ِْن ِاحْ سٰ نً ۗا اِ اما َي ْبلُغ اَن ِع ْندَكَ ْال ِك َب َر ا َ َحدُهُ َما ْٓ ا َ ْو ك ِٰل ُه َما فَ ََل تَقُ ْل لا ُه َما ْٓ ا‬
‫ف او ََّل ت َ ْن َه ْرهُ َما َوقُ ْل لا ُه َما‬ ْٓ ‫ضى َربُّكَ ا َ اَّل ت َ ْعبُد ُْْٓوا ا ا‬ ٰ َ‫َوق‬
‫َق ْو ًَّل ك َِر ْي ًما‬

Artinya : “dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di
antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.”(QS. Al Isra 23)

‫ص ِغي ۗ ًْر‬
َ ‫ار َح ْم ُه َما َك َما َرب ٰاينِ ْي‬
ْ ‫ب‬ ‫ِض لَ ُه َما َجنَا َح الذُّ ِل مِنَ ا‬
ِ ‫الر ْح َم ِة َوقُ ْل ار‬ ْ ‫َو‬
ْ ‫اخف‬

Artinya, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil.” (QS. al-Isra: 24)

Surat Al-Isra ayat 23-24 memiliki kandungan mengenai pendidikan berkarakter. Definisi
dari karakter adalah satu kesatuan yang membedakan satu dengan yang lain atau dengan kata lain
karakter adalah kekuatan moral yang memiliki sinonim berupa moral, budipekerti, adab, sopan
santun dan akhlak. Akhlak dan adab sumbernya adalah wahyu yakni berupa Al-Qur’an dan
Sunah. Sedangkan budi pekerti, moral, dan sopan santun sumbernya adalah filsafat. Kembali
kepada pengertian dari Surah Al-Isra ayat 23 disebutkan bahwa yang pertama Allah
memerintahkan kepada hamba-hambanya untuk menyembah Dia semata, tidak ada sekutu bagi-
Nya.yang kedua, kita harus berbakti kepada orang tua. Lalu pada ayat 24 disebutkan bahwa anak
hendaknya mendoakan kedua orang tuanya. Ulama menegaskan bahwa doa kepada kedua orang
tua yang dianjurkan adalah bagi yang muslim, baik yang masih hidup atau telah meninggal.
Sedangkan bila ayah atau ibu yang tidak beragama islam telah meninggal, maka terlarang bagi
anak untuk mendoakannya. Dari penjelasan di atas sangat jelas bahwa ketika kita menghargai
dan menyayangi orang tua kita dengan baik maka akan menumbuhkan akhlak serta moral yang
baik pula bagi anak sedangkan jikalau kita acuh maka akan timbuh akhlak dan moral yang tidak
baik. Dengan kata lain, hal ini sangat berpengaruh dalam pendidikan karakter. Antara orangtua
sebagai pendidik dan anak. Segala sesuatu yang diajarkan dengan baik pada mulanya akan
menanamkan karakter yang baik pula pada anak. Untuk itu berbakti kepada orang tua merupakan
suatu cara yang harus dilakukan.

C. Kriteria yang menunjukkan bentuk bakti seorang anak kepada kedua

Ada lima kriteria yang menunjukkan bentuk bakti seorang anak kepada kedua orang tuanya.

1. Tidak ada komentar yang tidak mengenakkan dikarenakan melihat atau tercium dari
kedua orang tua kita sesuatu yang tidak enak. Akan tetapi memilih untuk tetap bersabar
dan berharap pahala kepada Allah dengan hal tersebut, sebagaimana dulu keduanya
bersabar terhadap bau-bau yang tidak enak yang muncul dari diri kita ketika kita masih
kecil. Tidak ada rasa susah dan jemu terhadap orang tua sedikit pun.

2. Tidak menyusahkan kedua orang tua dengan ucapan yang menyakitkan.

3. Mengucapkan ucapan yang lemah lembut kepada keduanya diiringi dengan sikap sopan
santun yang menunjukkan penghormatan kepada keduanya. Tidak memanggil keduanya
langsung dengan namanya, tidak bersuara keras di hadapan keduanya. Tidak menajamkan
pandangan kepada keduanya (melotot) akan tetapi hendaknya pandangan kita kepadanya
adalah pandangan penuh kelembutan dan ketawadhuan. Urwah mengatakan jika kedua
orang tuamu melakukan sesuatu yang menimbulkan kemarahanmu, maka janganlah
engkau menajamkan pandangan kepada keduanya. Karena tanda pertama kemarahan
seseorang adalah pandangan tajam yang dia tujukan kepada orang yang dia marahi.

4. Berdoa memohon kepada Allah agar Allah menyayangi keduanya sebagai balasan kasih
sayang keduanya terhadap kita.

5. Bersikap tawadhu’ dan merendahkan diri kepada keduanya, dengan menaati keduanya
selama tidak memerintahkan kemaksiatan kepada Allah serta sangat berkeinginan untuk
memberikan apa yang diminta oleh keduanya sebagai wujud kasih sayang seorang anak
kepada orang tuanya.

Perintah Allah untuk berbuat baik kepada orang tua itu bersifat umum, mencakup hal-hal
yang disukai oleh anak ataupun hal-hal yang tidak disukai oleh anak. Bahkan sampai-sampai al-
Qur’an memberi wasiat kepada para anak agar berbakti kepada kedua orang tuanya meskipun
mereka adalah orang-orang yang kafir.

ْٓ َ‫وا ِْن جا َه ٰدك‬


‫ي ث ُ ام اِ َل ا‬
‫ي‬ ‫َاب اِلَ َّۚ ا‬ َ ‫صاحِ ْب ُه َما فِى الدُّ ْن َيا َم ْع ُر ْوفًا اۖواتابِ ْع‬
َ ‫سبِيْلَ َم ْن اَن‬ َ ‫ع ٰلى ا َ ْن ت ُ ْش ِركَ بِ ْي َما لَي‬
َ ‫ْس لَكَ بِ ٖه ع ِْل ٌم فَ ََل تُطِ ْع ُه َما َو‬ َ َ َ
‫َم ْر ِجعُكُ ْم فَاُن َِبئُكُ ْم ِب َما كُ ْنت ُ ْم ت َ ْع َملُ ْو َن‬

Artinya : “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu
yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergauilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-
Ku, kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan.” (QS. Lukman:15).

D. Hadist

Hadis Abdullah ibnu Umar tentang ridho Allah terletak pada ridho orang tua.

‫س َخطُ هللا فى‬


َ ‫الوا ِلدَي ِْن و‬
َ ‫ضى‬ َ ‫ ِر‬:‫ع ْم ٍّرو رضي هللا عنهما قال قال رسو ُل هللا صلى هللا عليه وسلم‬
َ ‫ضى هللاُ فى ِر‬ َ ‫ع ْن‬
َ ‫ع ْبد ُ هللا بن‬ َ
َ ُ‫س َخط‬
)‫الوا ِلدَي ِْن ( اخرجه الترمذي وصححه ابن حبان والحاكم‬ َ

Artinya: dari Abdullah bin ‘Amrin bin Ash r.a. ia berkata, Nabi SAW telah bersabda:
“ Keridhoaan Allah itu terletak pada keridhoan orang tua, dan murka Allah itu terletak pada
murka orang tua”. ( H.R.A t-Tirmidzi. Hadis ini dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim.

Ridhonya Orang Tua adalah Ridho-Nya Allah, Murkanya Orang Tua adalah Murka-Nya Allah.

Sebagai seorang anak, sebaiknya kita selalu mengharap keridoan dari keduanya dan
memenuhi perintah-perintahnya, sepanjang tidak untuk berbuat maksiat. Juga anak harus selalu
mementingkan keduanya dengan mendahulukan keinginan– keinginannya dari pada kepentingan
dan keinginan pribadi .

Pernahkah anda membayangkan saat pulang kerumah mendapati orang tua kita sudah
terbaring kaku dibungkus dengan kain kafan. Perasaan menyesal terbesit dalam hati karena
sebagai anak belum cukup berbakti. Untuk itu tunaikanlah kewajiban kita selagi kedua orang tua
masih hidup. Berbuat baiklah pada kedua orang tua.

Berbakti kepada kedua orang tua sering sekali disebutkan dalam Al-Quran, bahkan
digandengkan dengan tuntunan menyembah Allah. Hal ini menunjukan bahwa berbakti kepada
Kedua orang tua (Ibu – Bapak) adalah wajib. Anak berkewajiban berbuat baik kepada kedua
orang tuanya yang harus ditunaikan semaksimal mungkin. Apalagi jkia sering menyakitinya
dengan cara membantah dan berkata kasar pada mereka. Termasuk durhaka kepada kedua orang
tua, adalah menyakitinya dengan tidak mau memberikan hal yang baik kepada keduanya, sesuai
dengan kemampuan. Kemudian bagaimanakah kita sebagai anak tega memalingkan muka dan
berkata kasar kepadanya.
Hadis Al-Mughirah bin Su’bah tentang Allah mengharamkan durhaka kepada ibu, menolak
kewajiban, meminta yang bukan haknya.

‫ ان هللا حرم عليكم عقوق اَّلمهات ووأد البنات ومنع وهات وكره لكم قيل‬: ‫عن المغيرة بن شعبة قال النبي صلى هللا عليه وسلم‬
)‫وقال وكثرة السؤال واضاعة المال (اخرجه البخاري‬

Artinya: dari Al-Mughirah bin Syu’ban r.a. ia berkata, Nabi Saw telah bersabda: “ Sungguh
Allah ta’ala mengharamkan kalian durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta yang
bukan haknya dan mengubur hidup-hidup anak perempuan. Allah juga membenci orang yang
banyak bicara, banyak pertanyaan dan menyia-nyiakan harta.

Setelah orang muslim mengetahui hak kedua orang tua atas dirinya dan menunaikannya
dengan sempurna karena mereka mentaati Allah Ta’ala dan merealisir wasiat-Nya, maka juga
menjaga etika-etika berikut ini terhadap kedua orang tuanya :

1. Taat kepada kedua orang tua dalam semua perintah dan larangan keduanya, selama di
dalamnya tidak terdapat kemaksiatan kepada Allah, dan pelanggaran terhadap syariat-
Nya, karena manusia tidak berkewajibab taak kepada manusia sesamanya dalam
bermaksiat kepada Allah, berdasarkan dalil-dalil berikut :

2. Hormat dan menghargai kepada keduanya, merendahkan suara dan memuliakan


keduanya dengan perkataan dan perbuatan yang baik, tidak menghardik dan tidak
mengangkat suara di atas suara keduanya, tidak berjalan di depan keduanya, tidak
mendahulukan istri dan anak atas keduanya, tidak memanggil keduanya dengan namanya
namun memanggil keduanya dengan panggilan, “Ayah, ibu,” dan tidak berpergian
kecuali dengan izin dan kerelaan keduanya.

3. Berbakti kepada keduanya dengan apa saja yang mampu ia kerjakan, dan sesuai dengan
kemampuannya, seperti memberi makan-pakaian keduanya, mengobati penyakit
keduanya, menghilangkan madzarat dari keduanya, dan mengalahkan untuk kebaikan
keduanya.

4. Menyambung hubungan kekerabatan dimana ia tidak mempunya hubungan kecuali dari


jalur kedua orang tuanya mendoakan dan memintakan ampunan untuk keduanya,
melaksanakan janji (wasiat), dan memuliakan teman-teman keduanya.
E. Menunjukkan contoh perilaku yang mencerminkan hormat dan patuh kepada orang tua

1. Pengertian Birrul Walidain

Istilah Birrul Walidain terdiri dari kata Birru dan al-Walidain. Birru atau al-birruartinya
kebajikan dan al-walidain artinya kedua orang tua atau ibu bapak. Jadi, Birrul Walidain adalah
berbuat kebajikan terhadap kedua orang tua.

2. Kedudukan Birrul Walidain

Birrul Walidain mempunyai kedudukan yang istimewa dalam ajaran Islam. Allah dan Rasul-
Nya menempatkan orang tua pada posisi yang sangat istimewa, sehingga berbuat baik pada
keduanya juga menempati posisi yang sangat mulia, dan sebaliknya durhaka kepada keduanya
menempati posisi yang sangat hina. Karena mengingat jasa ibu bapak yang sangat besar sekali
dalam proses reproduksi dan regenerasi umat manusia.

Secara khusus Allah juga mengingatkan betapa besar jasa dan perjuangan seorang ibu dalam
mengandung, menyusui, merawat dan mendidik anaknya. Kemudian bapak, sekalipun tidak ikut
mengandung tapi dia berperan besar dalam mencari nafkah, membimbing, melindungi,
membesarkan dan mendidik anaknya, sehingga mempu berdiri bahkan sampai waktu yang sangat
tidak terbatas.

Berdasarkan semuanya itu, tentu sangat wajar dan logis saja, kalau si anak dituntut untuk
berbuat kebaikan kepada orang tuanya dan dilarang untuk mendurhakainya.

3. Bentuk-Bentuk Birrul Walidain

Adapun bentuk-bentuk Birrul Walidain di antaranya:

Taat dan patuh terhadap perintah kedua orang tua, taat dan patuh orang tua dalam nasihat,
dan perintahnya selama tidak menyuruh berbuat maksiat atau berbuat musyrik, bila kita
disuruhnya berbuat maksiat atau kemusyrikan, tolak dengan cara yang halus dan kita tetap
menjalin hubungan dengan baik.

Senantiasa berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap hormat, sopan santun, baik dalam
tingkah laku maupun bertutur kata, memuliakan keduanya, terlebih di usia senja.
Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik masalah
pendidikan, pekerjaan, jodoh, maupun masalah lainnya. Selama keinginan dan saran-saran itu
sesuai dengan ajaran Islam.

Membantu Ibu Bapak secara fisik dan materil. Misalnya, sebelum berkeluarga dan mampu
berdiri sendiri anak-anak membantu orang tua terutama ibu. Dan mengerjakan pekerjaan rumah.

Mendoakan Ibu Bapak semoga diberi oleh Allah kemampuan, rahmat dan kesejahteraan hidup di
dunia dan akhirta.

Menjaga kehormatan dan nama baik mereka.

Menjaga, merawat ketika mereka sakit, tua dan pikun.

Setelah orang tua meninggal dunia, Birrul Walidain masih bisa diteruskan dengan cara
antara lain:

 Mengurus jenazahnya dengan sebaik-baiknya

 Melunasi semua hutang-hutangnya

 Melaksanakan wasiatnya

 Meneruskan sillaturrahmi yang dibinanya sewaktu hidup

 Memuliakan sahabat-sahabatnya

 Mendoakannya.

4. 4.Doa Anak untuk Orang Tua

Seorang anak yang ingin mendoakan kedua orang tuanya dapat mengambil contoh dari ayat
suci Alquran yaitu, doa Nabi Ibrahim as ketika mengajukan permohonan kepada Allah Swt agar
dapat lah kiranya Allah memberi ampunan pada kedua orang tuanya dari dosa-dosa yang telah
mereka perbuat.
Doa Nabi Ibrahim as dalam Q.S.Ibrahim:41

"Ya Tuhan Kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang
mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”.

Permohonan Nabi Ibrahim dalam Q.S. Al-Israa’: 24

dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil”.

5. ‘Uququl Walidain

‘Uququl Walidain artinya mendurhakai kedua orang tua. Durhaka kepada kedua orang tua
adalah dosa besar yang dibenci oleh Allah Swt, sehingga adzabnya disegerakan oleh Allah di
dunia ini. Hal ini mengingat betapa istimewanya kedudukan kedua orang tua dalam ajaran Islam
dan juga mengingat betapa besarnya jasa kedua orang tua terhadap anaknya, jasa itu tidak bisa
diganti dengan apapun.

Adapun bentuk pendurhakaan terhadap orang tua bermacam-macam dan bertingkat-tingkat,


mulai dari mendurhaka di dalam hati, mengomel, mengatakan “ah” ( uffin, berkata kasar,
menghardik, tidak menghiraukan panggilannya, tidak pamit, tidak patuh dan bermacam-macam
tindakan lain yang mengecewakan atau bahkan menyakitkan hati orang tua.) di dalam Q.S. A-
Israa:23 di ungkapkan oleh Allah dua contoh pendurhakaan kepada orang tua yaitu,
mengucapkan kata “uffin” dan menghardik ( lebih-lebih lagi bila kedua orang tua sudah berusia
lanjut)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut bahasa Adab memiliki arti kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti,
akhlak. M.Sastra Praja menjelaskan bahwa, adab yaitu tata cara hidup, penghalusan atau
kemuliaan kebudayaan manusia.Sedangkan menurut istilah Adab adalah suatu ibarat tentang
pengetahuan yang dapat menjaga diri dari segala sifat yang salah.

Pengertian bahwa adab ialah mencerminkan baik buruknya seseorang, mulia atau hinanya
seseorang, terhormat atau tercelanya nilai seseorang. Maka jelaslah bahwa seseorang itu bisa
mulia dan terhormat di sisi Allah dan manusia apabila ia memiliki adab dan budi pekerti yang
baik.

1. Bahwa berbakti kepada kedua orang tua adalah amal yang paling utama.

2. Bahwa ridla Allah tergantung kepada keridlaan orang tua.

3. Bahwa berbakti kepada kedua orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang
dialami yaitu dengan cara bertawasul dengan amal shahih tersebut.

4. Dengan berbakti kepada kedua orang tua akan diluaskan rizki dan dipanjangkan umur.

5. Manfaat dari berbakti kepada kedua orang tua yaitu akan dimasukkan ke jannah (surga)
oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Di dalam hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam disebutkan
bahwa anak yang durhaka tidak akan masuk surga. Maka kebalikan dari hadits tersebut yaitu
anak yang berbuat baik kepada kedua orang tua akan dimasukkan oleh Allah Subhanahu wa
Ta'ala ke jannah (surga).

Berbakti kepada kedua orang tua sering sekali disebutkan dalam Al-Quran, bahkan
digandengkan dengan tuntunan menyembah Allah. Hal ini menunjukan bahwa berbakti kepada
Kedua orang tua (Ibu – Bapak) adalah wajib. Anak berkewajiban berbuat baik kepada kedua
orang tuanya yang harus ditunaikan semaksimal mungkin. Apalagi jkia sering menyakitinya
dengan cara membantah dan berkata kasar pada mereka.

Termasuk durhaka kepada kedua orang tua, adalah menyakitinya dengan tidak mau
memberikan hal yang baik kepada keduanya, sesuai dengan kemampuan. Kemudian
bagaimanakah kita sebagai anak tega memalingkan muka dan berkata kasar kepadanya.

B. Saran

Sebagai seorang anak, sebaiknya kita selalu mengharap keridoan dari keduanya dan memenuhi
perintah-perintahnya, sepanjang tidak untuk berbuat maksiat. Juga anak harus selalu
mementingkan keduanya dengan mendahulukan keinginan– keinginannya dari pada kepentingan
dan keinginan pribadi .

Anda mungkin juga menyukai