Anda di halaman 1dari 5

Nama : Berliana Maula Puyri

No/Kelas : 06/XI MIPA 1

Robohnya Surau Kami

Unsur Intrinsik

1. Tema :
kelaiaian seorang kepala keluarga dalam menghidupi keluarganya. Dibuktikan dalam kutipan
berikut : “Sedari mudaku aku disini, bukan? Tak ku ingat punya istri, punya anak, punya keluarga
seperti orang-orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya, bikin
rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, ku serahkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Tak
pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya. Tapi kini aku
dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka…. Tak ku pikirkan hari esokku, karena aku yakin
Tuhan itu ada dan pengasih penyayang kepada umatNya yang tawakkal. Aku bangun pagi-pagi.
Aku bersuci. Aku pukul bedug membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud
kepadaNya. Aku bersembahyang setiap waktu. Aku puji-puji dia. Aku baca KitabNya.
“Alahamdulillah” kataku bila aku menerima karuniaNya. “Astaghfirullah” kataku bila aku terkejut.
” Masa Allah bila aku kagum. Apakah salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia
terkutuk.”

2. Alur :

Alur Mundur, ini terbukti dalam kutipan: “Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang kekota
kelahiranku dengan menumpang bis, tuan akan berhenti depan pasar.”

3. Tokoh dan perwatakan:

Kutipan Nama Tokoh Watak Cara Penggambaran


1 Aku Selalu ingin tahu Lalu aku tanya Kakek lagi. “Apa
ceritanya,Kek?”

Dan ingin tahuku menyadikan aku


nyinyir bertanya.

2 Kakek Mudah percaya “Dan di pelaantaran kiri surau itu akan


terhadap perkataan Tuan temui seorang tua yang biasanya
orang lain, mudah duduk di sana dengan segala tingkah
dipengaruhi, pendek ketuaannya dan ketaatannya beribadat”
akal, taat namun
imannya lemah, “ Sedari mudaku aku di sini, bukan ? tak
mementingkan diri kuingat punya istri, punya anak, punya
sendiri
keluarga seperti orang-orang lain, tahu?
Tak terpikirkan hidupku sendiri

3 Ajo Sidi Suka membual Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu.
Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan
aku ingin ketemu dia lagi. Aku senang
mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa
mengikat orang-orang dengan
bualannya yang aneh-aneh sepanjang
hari. Tapi ini jarang terjadi karena ia
begitu sibuk dengan pekerjaannya.
Sebagai pembual, sukses terbesar
baginya ialah karena semua pelaku-
pelaku yang diceritakannya menjadi
pemeo akhirnya. Ada-ada saja orang di
sekitar kampungku yang cocok dengan
watak pelaku-pelaku ceritanya
4 Haji Saleh Rajin beribadah, “Ya, Tuhanku, taka da pekerjaanku selain
mengabdikan diri hanya daripada beribadat menyembah-Mu,
pada Allah SWT Tetapi menyebut-nyebut nama-Mu. Bahkan
terlalu membanggakan dalam kasih-Mu, ketika aku sakit, nama-
segala tindakannya Mu menjadi buah bibirku juga. Dan aku
hingga gelap mata pada selalu berdoa, mendoakan kemurahan
hal lainnya, egois dan hati-Mu untuk menginsafkan umat-Mu.”
keras kepala.

4. Latar :

Kutipan Jenis Latar


Waktu Tempat Suasana
Pada suatu waktu,” kata Haji Saleh tidak mengerti Api neraka tiba-tiba
Ajo Sidi memulai, “..di kenapa ia di bawa ke menghawakan
Akhirat Tuhan Allah neraka kehangatannya ke tubuh
memeriksa orang-orang Haji Saleh
yang sudah berpulang ….”
Sedari mudaku aku di sini Kalau beberapa tahun yang Tapi setiap air matanya
bukan? lalu Tuan datang ke kota mengalir, diisap kering oleh
kelahiranku dengan hawa panas neraka itu
menumpang bis, Tuan akan
berhenti di dekat pasar
Sebagai penjaga surau, “Benar. Benar. Benar.”
Kakek tidak mendapatkan Sorakan yang lain
apa-apa membenarkan Haji Saleh
5. Sudut pandang :
Pengarang memposisikan dirinya sebagai tikoh utama dalam cerpen robohnya surau kami karya
A.A Navis, berarti ia menggunakan sudut pandang orang pertama (aku). Hal ini terbukti dalamm
kutipaan :
“Aku bangun pagi-pagi dan aku bersuci.”
“Aku sembahyang setiap pagi dan aku sembah dia.”

6. Gaya Bahasa :
Di dalam cerpen ini pengarang benar-benar memanfaatkan kata-kata yang biasa digunakan dalam
bidang keagamaan (Islam), seperti garin, Allah Subhanau Wataala, Alhamdulillah, Astagfirullah,
Masya-Allah, Akhirat, Tawakal, dosa dan pahala, Surga, Tuhan, beribadat menyembah-Mu,
berdoa, menginsyafkan umat-Mu, hamba-Mu, kitab-Mu, Malaikat, neraka, haji, Syekh, dan Surau
serta fitrah Id, juga Sedekah. Pengarang menggunakan majas alegori karena di dalam cerita ini
cara berceritanya menggunakan lambang, yakni tokoh Haji Saleh dan kehidupan di akhirat, atau
lebih tepatnya menggunakan majas parabel (majas ini merupakan bagian dari majas alegori)
karena majas ini berisi ajaran agama, moral atau suatu kebenaran umum dengan mengunakan
ibarat. , dan majas sinisme sebuah kritik untuk masyarakat kita sekarang ini seperti yang
diucapkan tokoh aku: ”…Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak
hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi”.

7. Amanat :
a. Jangan mudah percaya dengan bualan seseorang
b. Jangan cepat bangga akan perbuatan baik yang kita lakukan karena hal ini bisa saja baik di
hadapan manusia tetapi tetap kurang baik di hadapan Tuhan itu.
c. Kita jangan terpesona oleh gelar dan nama besar sebab hal itu akan mencelakakan diri
pemakainya.
d. Jangan menyia-nyiakan apa yang kamu miliki, untuk itu cermati sabda Tuhan.
e. Jangan mementingkan diri sendiri, seperti yang disabdakan Tuhan dalam cerpen ini.

Unsur Ekstrinsik

1. Nilai-nilai dalam cerita (social, moral,agama dan adat/budaya)


a. Nilai sosial : Kita harus saling membantu jika orang lain dalam kesusahan
b. Nilai moral : Kita sebagai sesama manusia jangan saling mengejek
c. Nilai agama : kita harus rela dan menerima apa yang telah dikehendaki Allah
d. Nilai adat/budaya : Kita harus berpegang teguh pada nilai-nilai yang ada di masyarakat.

2. Biografi penulis
Nama : Ali Akbar Navis
TTL : Padang Panjang Sumatera Barat, 17 November 1924
Meninggal : 22 Maret 2003
Karya-karya : Cerpen Bianglala, hujan panas, kemarau, dan Saraswati
3. Latar belakang penuulis :
Penulis bermaksud untuk mengkritik robohnya nilai-nilai agama yang sudah disalah artikan oleh
beberapa orang terutama di Indonesia.

Ciri Kebahasaan

1. Menggunakan kata ganti orang pertama


a. Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya
b. Tapi aku berjumpa dengan istrinya saja

2. Menggunakan kalimat bermakna lampau


a. Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis,
Tuan akan berhenti di dekat pasar

3. Menggunakan kata yang menyatakan urutan waktu (konjungsi kronologis)


a. Lalu mereka berangkatlah Bersama-sama menghadap Tuhan
b. ‘Bagaimana Tuhan kita ini?’ kata Haji Saleh kemudian
c. Lalu aku tanya dia

4. Menggunakan kata kerja yang menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi


a. Dan yakinlah mereka sekarang, bahwa Tuhan telah silap menjatuhkan hukuman kepada
mereka itu
b. Merek mulai menjawab serentak
c. Dan sekali setahun orang-orang mengantarkan fitrah Id kepadanya.
d. Biasanya Kakek gembira menerimaku, karena aku suka memberinya uang.

5. Menggunakan kata kerja yang menunjukan kalimat tak langsung


a. Dan Ketika ia melihat orang yang masuk ke surga, ia melambaikan tangannya, seolah hendak
mengatakan “selamat bertemu nanti”.
b. Ketika ia menceritakan bagaimana sifat seekor katak dan kebetulan ada pula seorang yang
ketagihan menjadi pemimpin berlakuan seperti katak itu, maka untuk selanjutnya pimpinan
tersebut kami sebut pimpinan katak
c. Lalu Haji Saleh mendekati mereka, dan bertanya kenapa mereka dinerakakan semuanya
d. Ia telah menceritakan segala yang ia kerjakan

6. Menggunakan kata kerja yang menyatakan sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan oleh tokoh
a. Api neraka tiba-tiba mengahawakan kehangatannya ke tubuh Haji Saleh
b. Ketika dilihatnya orang-orang masuk yang masuk neraka, bibirnya menyunggingkan senyum
ejekan.
c. Sudah begitu lama aku menyerahkan diri kepada-Nya
d. Tak pernah aku menyusahkan

7. Menggunakan banyak dialog :


“Kita protes. Kita resolusikan,” kata Haji Saleh
“Setuju. Setuju. Setuju.” Mereka bersorak beramai-ramai
“Kalian di dunia tinggal di mana?” tanya Tuhan
Ketika Kakek terdiam agak lama, aku menyelakan tanyaku, "la katakan Kakek begitu, Kek?"

8. Menggunakan kata sifat untuk menggambarkan tokoh,tempat, atau suasana :

Alangkah tercengang Haji Saleh, karena di neraka itu banyak teman-temannya di dunia
terpanggang hangus, merintih kesakitan. Dan ia tambah tak mengerti dengan keadaan dirinya,
karena semua orang yang dilihatnya di neraka itu tak kurang ibadatnya dari dia sendiri. Bahkan
ada salah seorang yang telah sampai empat belas kali ke Mekah dan bergelar syekh pula.

Anda mungkin juga menyukai