Anda di halaman 1dari 10

Pemikiran pendidikan K.

H Ahmad Dahlan

Artikel

untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat pendidikan islam yang diampu oleh

Bapak Rasidi M.Pd.I

Disusun oleh: Aisyah Amini Syarif (22381062019)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

2023
Pemikiran Pendidikan K.H Ahmad Dahlan

Email: aisyahsyarif8@gamil.com

Abstrac

This article aims to analyze and compare KH. Ahmad Dahlan and about Islamic education
reform and its correlation with the current education system. The results of the research show
that the concept of Islamic education from KH. Ahmad Dahlan is similar, namely: educational
goals, educational materials, teaching models, teaching and learning processes, teaching
materials, teaching staff and management, and the influence of relevance and contribution in the
current context. According to K.H. A. Dahlan a strategic effort to save Muslims from a static
pattern of thinking towards dynamic thinking is through education
Abstrak

Artikel ini bertujuan menganalisis dan membandingkan pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan
tentang reformasi pendidikan Islam serta korelasinya dengan sistem pendidikan saat ini. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa konsep pendidikan Islam dari KH. Ahmad Dahlan serupa, yaitu:
tujuan Pendidikan, materi pendidikan, model mengajar, proses belajar mengajar, bahan ajar,
tenaga pendidik dan manajemen, dan pengaruh relevansi dan kontribusi dalam konteks kekinian.
Menurut K.H. A. Dahlan upaya strategis untuk menyelamatkan umat islam dari pola berpikir
yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan.

A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu bagian terpenting dalam proses perkembangan suatu
bangsa. Munculnya tokoh pemikir yang peduli terhadap pendidikan bangsa Indonesia
menjadi faktor pendorong pergerakan nasional di Indonesia. Ahmad Dahlan salah satu
tokoh yang peduli terhadap pendidikan bangsa Indonesia. Dia melihat terdapat perbedaan
antara sistem pendidikan kolonial Belanda dan sistem pendidikan Islam tradisional yang
berpusatkan di pondok pesantren sehingga berkembang dualisme dalam sistem
pendidikan di Indonesia. Melihat perbedaan pendidikan yang terjadi pada saat itu maka
timbulah ide dari Ahmad Dahlan untuk melakukan pembaharuan. Dalam melakukan
pembaruan Ahmad Dahlan tidak hanya mendirikan sekolah, tetapi ikut membantu
mengajar ilmu keagamaan di sekolah lain.
Merasa prihatin terhadap perilaku masyarakat Islam di Indonesia yang masih
mencampur-baurkan adat istiadat yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran umat islam,
inilah yang menjadi latar belakang pemikiran Ahmad Dahlan untuk melakukan
pembaruan, yang juga melatar belakangi lahirnya Muhammadiyah. Pemikiran Ahmad
Dahlan tentang pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai awal kebangkitan pendidikan
Islam di Indonesia. Gagasan pembaruannya sempat mendapat tantangan dari masyarakat
waktu itu, terutama dari lingkunagan pendidikan tradisional. Kendati demikian, bagi
Dahlan, tantangan tersebut bukan merupakan hambatan, melainkan tantangan yang perlu
dihadapi secara bijaksana. Arus dinamika pembaharuan terus mengalir dan bergerak
menuju kepada berbagai persoalan kehidupan yang semakin kompleks. Dengan
demikian, peranan pendidikan Islam menjadi semakin penting dan strategis untuk
senantiasa mendapat perhatian yang serius. Hal ini disebabkan, karena pendidikan
merupakan media yang sangat strategis untuk mencerdaskan umat.
Gerakan organisasi sosial keagamaan di Indonesia memiliki peran yang sangat penting.
Salah satu diantaranya adalah persyarikatan Muhammadiyah yang dibangun oleh Ahmad
Dahlan. Muhammadiyah memiliki tridimensi gerakan yakni keIslaman, dakwah dan
pembaharuan. Muhammadiyah terbukti mampu menyentuh semua bidang kehidupan, dan
mendapat simpati banyak orang, sehingga tidak heran jika ormas ini untuk selanjutnya
mendulang jumlah anggota yang selalu menunjukkan grafik naik pada tiap tahunnya.
Praktek keagamaan masyarakat saat itu yang dianggap menyimpang dari nilai-nilai Islam
seperti praktek takhayul, bid’ah dan khurafat,maka Ahmad Dahlan berusaha mendobrak
dan memerangi kemapanan tradisi yang sudah berurat akar dalam masyarakat tersebut
dengan meniscayakan adanya tajdid (pembaruan) sebagai soko guru gerakannya. Corak
pemikiran Islam dari Ahmad Dahlan pada umumnya berkisar pada penekanan praktik
Islam salaf sebagai kritik atas Islam tradisional (taqlid) yang bercorak sinkretis karena
pengaruh adat istiadat lokal. Dengan kata lain, singularitas Islam direkonstruksi lagi
menjadi Islam sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, pembaruan dalam
Muhammadiyah berarti memperbarui pemahaman (Islam) dengan kembali kepada
keaslian Islam
B. Pembahasan
1. Riwayat Hidup Singkat Kiyai Ahmad Dahlan
K.H A. Dahlan dilahirkandi kauman Yogyakarta pada tahun 1868 dan meninggal pada
tanggal 23 februari 1923. Beliau adalah pendidri Muhammadiyah. Beliau adalah putera
keempat dari tujuth bersaudara dari keluarga K.H Abu Bakar. K.H Abu Bakar adalah
seorang ulama dan khatib terkemuka di masjid besar kasultanan Yogyakarta pada masa
itu. Ibu dari K.H Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat
sebagai penghulu kasultanan Yogyakarta pada masa itu K.H Ahmad Dahlan meninggal
dunia pada di Yogyakarta, tanggal 23 23 februari 1923. Beliau juga dikenal sebagai
seorang pahlawan nasional Indonesia.
Nama kecil K.H A. Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat
dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhannya saudara perempuan, kecuali adik
bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang keuda belas dari Maulana Malik
Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantra walisongo , yang
merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan islam di tanah jawa,
adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy ( K.H A. Dahlan ) bin K.H Muhmmad
Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kiyai Ilyas bin Demang Djurung Djurung Kapindo bin
Demang Djurung Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin
Maulana Muhammad Fadullah (prapen) bin Maulana Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin
Maulana Malik Ibrahim.
Pada umur 15 tahun beliau pergi haji dan tinggal di makkah selama lima tahun. Pada
periode ini K.H A. Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran pemikiran pembaharu
dalam islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah.
Ketika pulamg kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi K.H.
A. Dahlan. Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke mekkah dan menetap selama dua
tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syekh Ahmad Khatib yang juga guru
dari pendiri NU, K.H Hasyim Ashari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di
kampong kauman, Yogyakarta. Sepulang dari mekkah ia menikah dengan Siti Walidah,
sepupunya sendiri, anak kiyai penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai
K.H. A. Dahlan, seorang pahlawan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya
dengan Siti Walidah, K.H. A. Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj
Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dalan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Di samping itu K.H. A.
Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H.Abdullah. Ia juga pernah menikahi
nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. K.H. A. Dahlan juga mempunyai putera dari
perkawinannya dengan Ibnu Nyai Aisyah ( adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang
bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman
Yogyakarta. Beliau dimakamkan di Karangkajen, Yogyakarta.
2. Konsep Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan
Menurut K.H. A. Dahlan upaya strategis untuk menyelamatkan umat islam dari pola
berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan.
Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam prosespembangun
umat. Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut maka konsep pendidikan K.H. A.
Dahlan meliputi:
1. Tujuan Pendidikan
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknyadiarahkan pada usaha
membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur,alim dalam agama, luas
pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk
kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan
dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan
pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan
pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang salih dan mengalami
ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan
pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agma sama sekali. Akibat
dialisme pendidikan tersebut lahirlah dua kutub intelegensia : lulusan pesantren
yang menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan sekolah Belanda
yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.
Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan
pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu
agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi KH.
Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-
akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang
menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan
ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.
2. Materi Pendidikan
Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut KH. Ahmad Dahlan berpendapat
bahwa kurikulum atau materi pendidikan hendaknya meliputi:[4]
a. Pendidikan moral, akhalq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia
yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran
individu yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan
gagasan, antara keyakinan dan intelek serta antara dunia dengan akhirat.
c. Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan
kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
3. Model Mengajar
Di dalam menyampaikan pelajaran agama KH. Ahma dahlan tidak menggunakan
pendekatan yang tekstual tetapi konekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup
hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai
situasi dan kondisi.
a.Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan Sorogal,
madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem masihal seperti sekolah Belanda.
b. Bahan pelajaran di pesantren mengambil kitab-kitab agama. Sedangkan di
madrasah Muhammadiyah bahan pelajarannya diambil dari buku-buku umum.
c. Hubungan guru-murid. Di pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan
otoriter karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Sedangkan
madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan guru-murid yang
akrab.
4. Proses Belajar Mengajar
KH. Ahmad Dahlan melakukan pembaharuan sistem belajar mengajar yang
berbeda dengan system tradisional yaitu :
1.Dengan sistem klasikal model Barat, yang meninggalkan metode weton dan
sorogan dalam sistem tradisional.
2.Rencana pelajaran yang teratur dan integral sehingga hasil belajar lebih dapat
dievaluasi.
3.Hubungan guru dan murid lebih akrab, bebas, dan demokratis, yang berbeda
dengan lembaga pendidikan tradisional yang mengesankan guru bersifat otoriter
dengan keilmuannya.
4.Menggunakan bahasa daerah dan bahas Indonesia, juga memakai bahasa
Belanda sebagai bahasa pengantar.
5.Tempat mengajar berada di dalam sebuah gedung yang dibagi dalam kelas–
kelas, tiap kelas dilengkapi dengan bangku untuk tempat duduk para pelajar,
papan tulis, serta meja dan kursi untuk guru.
6. Lama waktu mengajar lima sampai enam jam sehari, pelajaran diatur secara
efisien, lama pelajaran ditentukan beberapa tahun menurut jenis sekolah dan
dibagi dengan kenaikan tingkat tiap – tiap tahun, yang telah menamatkan sekolah
diberi ijazah
7.Menerapkan sistem ulangan, absensi murid dan kenaikan kelas dan kecakapan
murid dinilai melalui ulangan yang diberikan, pendidikan juga diberikan di luar
jam pelajaran
5. Bahan Ajar
Bahan ajar yang digunakan KH.Ahmad Dahlan selain kitab-kitab klasik berbahasa
Arab, kitab-kitab kontemporer berbahasa Arab juga dipelajari yang dipadukan
dengan pendidikan umum. KH. Ahmad Dahlan telah menciptakan lembaga
pendidikan Muhammadiyah sebagai lembaga yang mengajarkan pendidikan
agama sebagai mata pelajaran wajib. Ilmu bahasa dan ilmu pasti disampaikan
dalam Muhammadiyah sebagai mata pelajaran yang mengimbangi mata pelajaran
agama (Akidah, Al-Quran, Tarikh, dan akhlak).
6. Tenaga Pendidik Dan Manajemen
Selama tahun 1923 Muhammadiyah sudah berhasil mendirikan 5 jenis sekolah,
yang terdiri dari 32 Volkschool (sekolah dasar lima tahun), 8 sekolah Hollands
Inlandse School (HIS), 1 Schakelschool (Sekolah 5 tahun untuk menyambung ke
MULO), 14 Madrasah dan 1 sekolah pendidikan guru, dengan 4.000 murid dan
119 guru. Selain itu, Muhammadiyah juga mendirikan sekolah agama seperti
Madrasah Diniyah di Minangkabau. Pada tanggal 8 Desember 1921 didirikan
Pondok Muhammadiyah yang merupakan sekolah khusus untuk guru agama.
Untuk memajukan pendidikan, Muhammadiyah bersifat koperatif dan mau
menerima sibsidi keuangan dari kolonial Belanda, walaupun jumlahnya sangat
sedikit dan tidak sebanding dengan dana yang diberikan kepada sekolah-sekolah
Kristen kala itu, hal ini mendapat kritikan tajam dari Taman Siswa dan Syarikat
Islam. Namun Muhammadiyah beralasan, subsidi pendidikan yang diberikan
kolonial berasal dari pajak yang diperas kolonial dari pribumi khususnya umat
Islam dan tidak ada salahnya jika subsidi tersebut digunakan untuk memajukan
pendidikan masyarakat. Jika menolak maka maka subsidi tersebut akan dialihkan
ke sekolah-sekolah Kristen.
Menurut KH. Ahmad Dahlan lembaga pendidikan Islam harus dikelola sebaik
mungkin, beliau lantas membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan
didukung oleh organisasi yang bersifat permanen. Hal tersebut dimaksudkan
untuk menghindari nasib seperti pesantren tradisional yang terpaksa tutup bila
kyai sebagai pemimpinnya meninggal dunia.
7. Pengaruh, Relevansi dan Kontribusi Dalam Kontek Kekinian
Setelah Indonesia merdeka pemikiran K.H Ahmad Dahlan tentang konsep
kurikulum pendidikan Islam tersebut sebagian diadopsi dalam pendidikan
Nasional. Apalagi pemerintah orde baru membuat kebijakan yang sangat penting.
Pendidikan agama merupakan studi wajib di semua jenjang dan jenis pendidikan.
Siswa di sekolah umum wajib mengikuti pelajran agama sesuai dengan
keyakinannya. Selain itu, pemerintah juga mulai mengembangkan sistem
pendidikan madrasah yang di dalamnya diajarkan studi agama dan sains.

Dalam perkembangannya pemikiran pendidikan KH.Ahmad Dahlan pada saat ini


dimodofikasi sehingga lahirlah sekolah-sekolah islam diantaranya sekolah islam
terpadu, pondok modern, serta lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Relevansi
pemikiran KH. Ahmad Dahlan pada konteks pendidikan Islam di abad 21 nampak
sebagiannya masih ada yang sesuai yaitu aspek tujuan pendidikan Islam dan
kurikulum pendidikan Islam, karena pemikiran KH. Ahmad Dahlan hendak
menyinergikan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Apalagi di abad
21, arah pendidikan Islam itu sendiri tidak hanya menjadikan manusia memiliki
kemampuan secara kognitif, afektif, dan psikomotorik tetapi dalam diri seseorang
tertanam sikap dan pribadi yang berakhlak karimah.

C. Kesimpulan
Pendidikan merupakan suatu bagian terpenting dalam proses perkembangan suatu
bangsa. Munculnya tokoh pemikir yang peduli terhadap pendidikan bangsa Indonesia
menjadi faktor pendorong pergerakan nasional di Indonesia. Ahmad Dahlan salah satu
tokoh yang peduli terhadap pendidikan bangsa Indonesia. . Pemikiran Ahmad Dahlan
tentang pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai awal kebangkitan pendidikan Islam di
Indonesia. Gagasan pembaruannya sempat mendapat tantangan dari masyarakat waktu
itu, terutama dari lingkunagan pendidikan tradisional. Kendati demikian, bagi Dahlan,
tantangan tersebut bukan merupakan hambatan, melainkan tantangan yang perlu dihadapi
secara bijaksana. Arus dinamika pembaharuan terus mengalir dan bergerak menuju
kepada berbagai persoalan kehidupan yang semakin kompleks. Dengan demikian,
peranan pendidikan Islam menjadi semakin penting dan strategis untuk senantiasa
mendapat perhatian yang serius. Hal ini disebabkan, karena pendidikan merupakan media
yang sangat strategis untuk mencerdaskan umat. Gerakan organisasi sosial keagamaan di
Indonesia memiliki peran yang sangat penting. Salah satu diantaranya adalah
persyarikatan Muhammadiyah yang dibangun oleh Ahmad Dahlan. Muhammadiyah
memiliki tridimensi gerakan yakni keIslaman, dakwah dan pembaharuan.
Daftar Pustaka

Kuntowijoyo, “Jalan Baru Muhammadiyah” pengantar untuk Abdul Munir Mulkhan, Islam
Murni dalam Masyarakat Petani (Cet. I; Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2000), hlm. xii-
xvi.

Abdul Munir Mulkhan, Islam Murni dalam Masyarakat Petani (Cet. I; Yogyakarta: Yayasan
Bentang Budaya, 2000), hlm. 43-44.

Syamsul Hidayat dan Mahasri Shobahiya, Studi Kemuhammadiyahan (Surakarta: Lembaga


Pengembangan Ilmu-Ilmu Dasar, 2009), hal.155.

Asrofie, Yusron. 2005. Kyai Haji Ahmad Dahlan Pemikiran & Kepemimpinannya.
Yogyakarta:MPKSDI PP Muhammadiyah.

Anda mungkin juga menyukai