Anda di halaman 1dari 6

REVIEW BUKU BIOGRAFI

K.H. AHMAD DAHLAN (1868-1923)


Mahfudzoh Diyanati
(121811433027)
I. IDENTITAS BUKU

Judul K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)

Penulis Dr. Abdul Mu’thi, M.Ed


Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan,
Prof. Dr. Djoko Marihandono,
Tim Museum Kebangkitan Nasional

Penerbit Museum Kebangkitan Nasional


Direktorat Jenderal Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

ISBN 978-602-14482-8-1

Tahun Terbit 2015

II. REVIEW BUKU


Bagian I
Pembaharuan Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan
Pendidikan dalam perspektif Islam adalah upaya mempersiapkan manusia supaya
hidup dengan sempurna dan bahagia, sehat jasmaninya, sempurna budi pekertinya,
teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, dan manis tutur
katanya, baik lisan maupun tulisan. Sejak awal didirikannya, Muhammadiyah telah
menggariskan perjuangannya sebagai gerakan Islam yang menempuh medan perjuangan
terutama melalui jalur pendidikan. KH. Ahmad Dahlan (Kiai Dahlan), pendiri organisasi
ini, sangat memahami bahwa dengan pendidikanlah masyarakat Indonesia dapat bangkit
dari keterpurukan. Merealisasikan ide progresif ini, Kiai Dahlan kemudian merombak
ruang tamu rumahnya menjadi sebuah ruang kelas. Dari ruang kecil inilah awal mula
lahirnya Amal Usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan yang di kemdian hari
berkembang beratus bahkan beribu Amal Usaha di seluruh penjuru tanah air. Rintisan
Kiai Dahlan ini di kemudian hari terus berkembang seiring dengan berkembangnya
cabang-cabang Muhammadiyah di seantero Indonesia.
Hingga saat ini, di usianya yang telah mencapai satu abad, Muhammadiyah telah
memiliki lebih dari 15.000 lembaga pendidikan mulai dari tingkat pendidikan dasar
sampai perguruan tinggi yang tersebar di seluruh tanah air, Hal ini menjadi salah satu
bukti nyata kontribusi Muhammadiyah untuk bangsa Indonesia pada khususnya dan

1
untuk kemanusiaan secara luas yang sekaligus menjadikan Muhammadiyah sebagai
organisasi social ke masyarakat dan basis organisasi masyarakat sipil (civil society)
terbesar dan terkuat di dunia dengan dukungan sumberdaya daya struktur organisasi yang
mapan.
Saat itu, di Indonesia berkembang 2 (dua) sistem pendidikan; pendidikan Barat
dengan sekolah-sekolah formalnya yang didirikan oleh pemerintah Hindia-Belanda dan
pendidikan non formal berupa pesantren yang diasuh oleh para ahli agama (baca: kiai).
Kedua sistem pendidikan ini tidak hanya berbeda dari secara formalitas dan legalitasnya.
Akan tetapi keduanya mempunyai karakteristik yang berbeda dari segi kurikulum,
proses, maupun tujuannya. Pendidikan Barat adalah sistem pendidikan sekular yang tidak
memasukkan agama di dalamnya. Sebaliknya, pendidikan pesantren tidak memasukkan
“materi-materi umum” di dalamnya. Di tengah situasi semacam inilah pendidikan
Muhammadiyah lahir. KH. Ahmad Dahlan merintis jalan baru sistem pendidikan
Indonesia dengan memadukan antara sistem pendidikan Barat dan pesantren. Terobosan
baru pendidikan Muhammadiyah ini berhasil mengakhiri dikotomi pendidikan umum
dan pendidikan agama di Indonesia. KH. Ahmad Dahlan telah menorehkan karya nyata
untuk bangsa dengan melakukan pembaharuan di bidang pendidikan.
Gagasan pendidikan yang disuguhkan oleh Ahmad Dahlan merupakan bentuk
terobosan baru di bidang pendidikan pada masa itu. Dahlan merintis pendidikan dengan
corak integralistik, yaitu menyandingkan pendidikan agama dan pendidikan umum.
Dengan demikian diharapkan akan lahir individu-individu dengan kepribadian utuh,
menguasai ilmu agama dan ilmu umum atau dengan kata lain melahirkan ulama yang
intelek dan intelek yang ulama. Untuk itu, secara kelembagaan Ahmad Dahlan telah
meletakkan pendidikan modern dengan menggabungkan antara sistem pendidikan
pesantren dan sistem pendidikan model Barat. Secara kelembagaan, Ahmad Dahlan telah
berhasil meletakkan landasan lahirnya pendidikan modern. Sistem sekolah Islam dan
madrasah yang sekarang ini merupakan model lembaga pendidikan Islam yang paling
dominan yang merupakan pengembangan yang lebih lanjut dari sistem sekolah dan
madrasah yang dikembamgkan oleh Ahmad Dahlan.
Gagasan Ahmad Dahlan yang cerdas dan cemerlang ini merupakan wujud dari
pemahaman agama Islam yang sangat mendalam, wujud kemampuan dan komitmen
yang sangat tinggi dalam memecahkan masalah umat dan bangsa. Melalui pemahaman
agama yang mendalam, Ahmad Dahlan dengan sangat kritis mengadopsi sistem
pendidikan Barat yang sering dianggap kafir ke dalam pendidikan Islam. Dalam konteks
ini, ia melihat Barat tidak sebagai representasi “kafir” dan Arab sebagai representasi
“Islam”. Namun masingmasing dapat diambil kebaikannya untuk kemudian dipadukan
menjadi sesuatu yang produktif dan membawa manfaat bagi umat

Bagian II
Kiai Ahmad Dahlan Mengganti Jimat, Dukun, Dan Yang Keramat Dengan Ilmu
Pengetahuan Basis Pencerahan Umat Bagi Pemihakan Terhadap Si Ma’un

2
Di masa lalu, sebelum gerakan pembaruan dilakukan Kiai Ahmad Dahlan, ajaran
Islam itu misterius, penuh mistik, tahyul, gugon tuhon, hanya terkait persoalan sesudah
mati. Selain itu, tidak setiap orang bebas memperoleh pembelajaran ajaran Islam karena
memperolehnya memerlukan persyaratan yang rumit. Dunia sosial pemeluk Islam
dipenuhi selimut tebal jimat, perdukunan, benda dan orang keramat, serta kisahkisah
membingungkan sehingga hubungan sosial antar pemeluk Islam sulit dikoordinasikan.
Tiap orang lebih sibuk dengan diri sendiri tanpa pemimpin yang memberi arah, bahkan
cenderung saling bertikai.
Pembaruan Kiai Ahmad Dahlan, membuat ajaran Islam menjadi sederhana. Tiap
orang bisa dengan mudah memperoleh sumber belajar dengan guru yang setiap saat siap
bersedia mendatangi tempat-tempat umat tinggal, melalui apa yang disebut tabligh
(pengajian), sekarang dikenal sebagai majlis taklim. Kiai Ahmad Dahlan memulai
membuka kegiatan tabligh menjadi kegiatan terbuka, bisa dilakukan siapa saja asal
bersedia. Gerakan yang dikembangkan Kiai Ahmad Dahlan membuat ajaran Islam
menjadi agama rakyat bagi si Ma’un (orang pinggiran) sekaligus berfungsi bagi
pemecahan persoalan kehidupan yang dihadapi umat dalam kehidupan sehari-hari.
Peran sentral Kiai Ahmad Dahlan dalam perkembangan Muhammadiyah, sebagai
pendiri, juga dalam kaitan dengan pembaruan keagamaan Islam, dilukiskan dalam
catatan budayawan, Kuntowijoyo. Sejarahwan yang budayawan ini, menyatakan tentang
apa dan bagaimana warisan Kiai Ahmad Dahlan. Gambarannya tentang sosok Kiai
Ahmad Dahlan berikut bisa dijadikan dasar melihat peran sentral Kiai Ahmad Dahlan
dalam pembaruan keagamaan Islam. Juga tentang strategi mengembangkan pembaruan
keagamaan tersebut.
Akhir abad 19, warga negeri ini berada dalam cengkeraman kolonialisme,
perangkap kemiskinan, dan kebodohan. Ilmu gaib, jimat, dukun, pemujaan orang dan
benda keramat, dan tahyul menyelimuti kehidupan umat di tengah ajaran Islam yang
penuh mistik, hingga mereka terasing dengan realitas kehidupan. Ajaran agama Islam
kehilangan fungsi mencerahi dan memecahkan problem yang dihadapi umat pemeluk
sebagai mayoritas warga negeri ini. Dalam suasana itulah kehadiran pembaruan
keagamaan Kiai Ahmad Dahlan menjadi berarti. Gagasan utama pembaruan yang
dipeloporinya, ialah mengembangkan pemahaman tentang ajaran Islam yang berfungsi
praktis bagi pemecahan berbagai persoalan kehidupan yang dihadapi pemeluk Islam dan
kemanusiaan universal. Praktik ajaran Islam yang selama ini cenderung elitis, kurang
menyentuh hajat hidup umat lapis bawah, diubah menjadi ajaran fungsional bagi
pemecahan persoalan objektif kehidupan umat dan manusia universal.
Berbagai ragam ibadah yang seharusnya berfungsi sosial, seperti; zakat, zakat
fitrah, dan penyembelihan hewan korban, dijadikan pemerintah kolonial sumber
pendapatan dan gaji pejabat keagamaan (penghulu dan pengurus masjid). Sementara
kebencian atas bangsa Barat meluas menjadi anti pendidikan modern, ilmu pengetahuan
& teknologi. Perempuan terpasung menjadi pelayan domestik budaya patriarkhi,
terperangkap dalam kebodohan. Islam yang semestinya menjadi ajaran hidup di dunia
objektif, menjadi ajaran menuju kematian dan untuk mati. Kebencian pada bangsa Barat,

3
berkelindan dengan sikap anti pengetahuan modern, dan anti kehidupan duniawi. Sikap
hidup uzlah atau menyingkir dari kehidupan objektif demikian itu menjadi perangkap
umat yang seolah lestari hidup dalam kebodohan, kemiskinan, kepenyakitan, nyaris
tanpa kesatuan organisasional. Seluruhnya diselimuti ajaran-ajaran mistik, berikut
selimut misteri yang tidak pernah jelas.

Bagian III
Muhammadiyah di Era Kolonial: Antara Pro dan Kontra
Pada awal abad XX muncul pemikiran Islam intelektual yang dipusatkan pada
perkembangan Islam modernis. Pemikiran ini pertama kali muncul dan dikembangkan di
Timur Tengah tatkala Muhamad Abduh (1905) dan Muhamad Rashid Rida (1935)
menyebarkan pemikiran intelektual ini hingga pertengahan abad XX. Sementara itu, di
Asia Tenggara yang mayoritas wilayahnya dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda,
Inggris, Prancis dan Thailand memiliki dampak yang sangat luas. Namun sejak
pertengahan abad XX, pengaruh itu mulai berkurang. Bahkan di wilayah Serawak,
Borneo Utara dan Filipina Selatan hampir tidak terkena pengaruh itu.
Ideologi baru yang mereka bawa merupakan pemikiran yang merupakan kritikan
terhadap praktek animisme yang dijalankan oleh ummat, yang diyakini akan
menghambat penerimaan ajaran Islam standar dan modernisasinya. Untuk menyebarkan
ideologinya yang baru itu, pada 1906, mereka menerbitkan surat kabar yang berjudul Al-
Imam. Surat kabar itu dijadikan corong dalam menyebarkan pesan modernisme, agar
dapat dipahami pula oleh ilmuwan agama lainnya, atau bagi ummat muslim yang tertarik
akan pandangan itu.
Di Sumatera Barat, gerakan serupa juga muncul yang dipimpin oleh Haji Rasul,
yang wafat pada 1944. Haji Rasul mengusulkan agar khotbah Jumat disampaikan dalam
bahasa daerah, karena hanya segelintir orang saja yang memahami bahasa Arab.
Pandangan Haji Rasul dapat dilihat dalam majalah yang diterbitkannya, yang berjudul Al
Moenir, yang kala itu memperoleh tanggapan yang luar biasa dari para petinggi agama di
wilayah itu. Selain tokoh Haji Rasul, juga muncul tokoh Haji Agus Salim, yang wafat
pada 1954. Tokoh ini juga berasal dari Sumatera Barat yang dididik dalam sistem
pendidikan Belanda. Pandangan Haji Agus Salim tertuju pada eksploitasi orang Asia
Tenggara sebagai dampak dari sistem kolonial. Agar gagasannya dapat dipahami oleh
kaum bumi putera, ia mendorong kaum intelektual muda Islam untuk mengikuti sekolah
Belanda.
Gagasan modernisme Islam lainnya muncul dari seorang tokoh yang dampaknya
masih berlanjut hingga saat ini. Tokoh ini bernama Ahmad Dahlan (1868-1923), yang
mulai bergerak sejak 1912 di kota Yogyakarta. Ia menekankan pentingnya aktivitas
Islam dengan mendirikan sekolah-sekolah baru yang memadukan antara metode
pengajaran modern Barat dan ajaran Islam yang standar. Selain mendirikan sekolah, ia
pun juga mendirikan klinik dan rumah sakit dengan menggunakan metode pengobatan
baru ala Barat. Dari karya yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat saat itu, Ahmad

4
Dahlan mulai mendirikan organisasi Muhammadiyah yang saat itu menari perhatian
masyarakat yang berasal dari kelompok Islam kelas menengah.
Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, beberapa tahun setelah
wafatnya (tepatnya pada 1930) organisasi ini telah memiliki anggota sebanyak 24.000
orang lebih, dengan 4.000 lebih siswa di 50 sekolah yang dibuka oleh Muhammadiyah.
Dengan demikian Muhammadiyah menjadi organisasi sosial yang memusatkan
perhatiannya pada kebutuhan ummat Islam yang tinggal di kota, seperti poliklinik,
perpustakaan, masjid, dan tabligh. Hampir bersamaan dengan Ahmad Dahlan, muncul
seorang Arab Sunda yang bernama Ahmad Surkati, yang wafat pada 1943. Ahmad
Surkati memusatkan perhatiannya pada ummat Islam yang tinggal di Batavia dan bekerja
dalam komunitas Arab. Ia mulai mengajarkan ideologinya melalui pembaharuan sistem
pendidikan di Batavia. Tujuannya adalah ingin mengubah ajaran Islam klasik yang
dianggapnya tidak sesuai dengan modernisasi Islam.
Banyak hal yang sudah dikembangkannya, baik dari sistem pendidikan yang
mengadopsi pendidikan ala Barat, memajukan organisasi wanita, pemuda, olah raga,
bahkan tidak luput dariperhatiannya mendirikan Dahlan Fonds yang akan membeayai
para pemuda yang akan melanjutkan pendidikannya di luar negeri. Dengan azas
keagamaan dan anti-politik, Muhammadiyah bukannya kebal akan kritik. Organisasi-
organisasi lain yang berhaluan politik menuding bahwa Muhammadiyah adalah
organisasi yang setengah-setengah. Namun hal itu tidak membuat organisasi ini
menyurut semangatnya. Muhammadiyah berkembang sesuai dengan zamannya.
Muhammadiyah menjadi sangat popular dan menjadikan organisasi keagamaan
ini menjadi sebuah lembaga pendidikan yang mengikuti perkembangan zaman. Dalam
melaksanakan karya nyatanya itu, diperlukan biaya untuk menopang pendidikan yang
modern. Oleh karena itu, banyak bantuan yang mengalir ke Muhammadiyah baik yang
berasal dari kelompok masyarakat, swasta, maupun pemerintah kolonial Belanda. Hal
inilah yang menjadikan ketidaksepakatan organisasi bumi putera lainnya yang
menuduhnya sebagai organisasi yang setengah-setengah, karena sebagian anggotanya
memang merupakan anggota dari orgnisasi politik.
Sepeninggal Ahmad Dahlan, semua tatanan organisasi tetap berjalan seperti
kongres, rapat tahunan, maupun propaganda menyebar luaskan prinsip Muhammadiyah.
Sementara beberapa pengamat memandang bahwa sepeninggal pendirinya, organisasi ini
tidak berkembang pesat tatkala pendirinya masih ada. Namun, dengan tetap fokus
mengembangkan pendidikan, Muhammadiyah tetap eksis dan tetap berkembang
mengikuti aliran zaman, hingga saat ini.

Bagian IV
Biografi Kyai Haji Ahmad Dahlan
Kyai Haji Ahmad Dahlan merupakan tokoh yang memiliki peran penting dalam
sejarah perjuangan bangsa khususnya pada masa kebangkitan nasional. Melalui
organisasi Muhammadiyah Kyai Haji Ahmad Dahlan melakukan gerakan pembaharuan

5
dalam bidang agama, pendidikan, sosial dan budaya. Kerja keras Kyai Haji Ahmad
Dahlan dalam melakukan pembaharuan berhasil merubah pandangan masyarakat
terhadap gagasan-gagasan barunya, mereka yang semula menolak berlahan-lahan mulai
menerima dan mengikuti.
Keberhasilan Kyai Haji Ahmad Dahlan dalam memperkenalkan dan melakukan
pembaharuan terletak pada keikhlasan dan strategi yang diterapkannya. Ia selalu
membuka ruang dialog dengan pihak kawan maupun lawan, sehingga permasalahan
yang muncul bisa didiskusikan dengan jelas. Kyai Haji Ahmad Dahlan juga dikenal
sebagai pribadi yang konsisten, sehingga terjadi keselarasan antara ucapan dan
tindakannya.
Keteladanan Kyai Haji Ahmad Dahlan dalam melaksanakan pembaharuan
menarik anggota masyarakat untuk terlibat dan mendukung kegiatan-kegiatan yang
dilakukannya, termasuk pada saat mendirikan dan mengembangkan organisasi
Muhammadiyah. Seiring dengan perkembangan zaman anggota Muhammadiyah terus
bertambah, yang kemudian menjelma menjadi salah satu organisasi terbesar di tanah air.
Pemikiran dan perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan dalam mewujudkan masyarakat
yang makmur dan sejahtera perlu dipahami dan diteladani oleh masyarakat.
Kyai Haji Ahmad Dahlan berhasil mengadakan pembaharauan-pembaharuan
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama. Masyarakat yang hidup dalam
kemiskinan dan keterbelakangan mulai menyadari pentingnya perubahan-perubahan agar
kehidupannya menjadi lebih baik dan bermartabat. Kebiasaan-kebiasaan lama yang
menghambat kemajuan ditinggalkan, digantikan dengan gagasan baru Kyai Haji Ahmad
Dahlan yang mengarah pada proses kemajuan hidup yang lebih baik.
Kesuksesan Kyai Haji Ahmad Dahlan dalam melaksanakan pembaharuan dalam
kehidupan masyarakat dikarenakan sikap dan perilakunya yang layak untuk diteladani.
Masyarakat menilai perkataan dan tindakan Kyai Haji Ahmad Dahlan selalu selaras,
sehingga tidak ada alasan untuk menolak gagasan-gagasannya. Dukungan dari
masyarakat luas ini menjadikan gagasan-gagasan Kyai Haji Ahmad Dahlan terus
berkembang dan menyebar ke seluruh pelosok daerah di Nusantara. Kyai Haji Ahmad
Dahlan berusaha untuk meluaskan jangkauan dakwahnya dengan mendirikan
perkumpulan Muhammadiyah pada 18 November 1912. Masyarakat mendukung
berdirinya perkumpulan tersebut, karena aktivitasnya langsung bersentuhan dengan
kehidupan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai