Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH TARIKH

SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA PADA


MASA KOLONIAL BELANDA

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :
1. AMELIA ANDRIYANI
2. ARTIKA NABILA SYAFITRI
3. DINI NOVITA SARI
4. KALYA CARIN
5. NURHASINA
6. SINTIA BELLA
SMA MUHAMMADIYAH PANGKALPINANG JL KH AHMAD DAHLAN , KEC. RANGKUI KOTA
PANGKALPINANG PROV.KEPULAUAN BANGKA BELITUNG.
XII MIPA 1 ( KELOMPOK V)
4.Perguruan Muhammadiyah: Konsep Sekolah Agama

Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan (1869- 1923), tanggal 18 November 1912 di
Yogyakarta. Muhammadiyah didirikan sebagai reaksi terhadap kondisi umat Islam di Hindia
Belanda (Indonesia), terutama di Jawa ketika itu dinilai tidak mampu menghadapi tantangan
zaman karena lemah dalam berbagai bidang kehidupan.
Setelah delapan tahun berdiri, Muhammadiyah telah tersebar ke seluruh pulau Jawa, dan tahun
1921 organisasi ini telah meliputi seluruh Indonesia. Di tiap-tiap cabang didirikan sekolah-
sekolah Muhammadiyah. Sekolah-sekolah terdiri atas sekolah diniyah yang khusus mengajarkan
agama dan sekolah-sekolah model pemerintah yang memberikan pengajaran agama dan
pengajaran umum. Tetapi sekolah diniyah Muhammadiyah berbeda dengan metode belajar
halagah, model pesantren Muhammadiyah ini mengambil sistem pendidikan Barat, yaitu sistem
klasikal. Adapun kurikulumnya yang diterapkannya mendekati kurikulum pemerintah. Yakni
penggabungan kurikulum pemerintah dan kurikulum madrasah.

5. Santi Asromo: Konsep Pesantren Kerja


• Santi Asromo didirikan oleh K.H. Abdul Halim Iskandar, tahun 1932 terletak di desa Pasir Ayu
Kabupaten Majalengka.
Di antara tujuan didirikannya Santi Asromo adalah:
a) Pembentukan akhlak yang mulia (setia, jujur, lurus, kewajiban terhadap Allah dan Rasul-Nya
serta terhadap ibu bapak).
b) Pembentukan intelek.
c) Pembentukan rasa dan sikap sosial.
d) Pembentukan warga negara yang baik (mengerti terhadap kewajiban tumpah darah, berlaku
adil terhadap sesama makhluk Allah)
Menurut Abdul Halim, pendidikan yang dibutuhkan harus menyangkut faktor yang mesti
diperhatikan yakni: pendidikan batin (akhlak), pendidikan sosial (ijtima'), dan pendidikan
ekonomi (iqtishad). Untuk mencapai kehendak tersebut, disusun materi kurikulum, meliputi
ketiga faktor dimaksud.

6. Persatuan Islam (PERSIS): Konsep Pendidikan Dakwah dan Publikasi


Persatuan Islam (Persis) didirikan secara resmi pada tanggal 12 September 1923 di Bandung
oleh sekelompok orang Islam yang berminat dalam studi dan aktifitas keagamaan yang
dipimpin oleh Zam-Zam dan Muhammad Yunus.
Didirikan Persis adalah untuk membentuk kader-kader yang mempunyai keinginan untuk
menyebarkan agama.

PENDIDIKAN MHD SUMBER LAIN :


Suara Muhammadiyah-Pendidikan yang dikembangkan Muhammadiyah sejak awal adalah
pendidikan holistik. Berupa pencerahan kesadaran dengan menyiapkan lingkungan yang
memungkinkan seseorang Suara Muhammadiyah-Pendidikan yang dikembangkan
Muhammadiyah sejak awal adalah pendidikan holistik. Berupa pencerahan kesadaran dengan
menyiapkan lingkungan yang memungkinkan seseorang tumbuh sebagai manusia yang
menyadari Allah sebagai rabb, dan menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Dengan
bekal itu, mampu menghidupkan, mencerdaskan, dan membebaskan manusia dari semua
belenggu kebodohan dan keterbelakangan. Hal itu dikatakan Ketua Umum PP Muhammadiyah
Haedar Nashir dalam Rapat Koordinasi Nasional Bidang Akademik dan Al Islam
Kemuhammadiyahan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah, di Hotel Grand Inna
Garuda Yogyakarta, pada Jumat, 18 Oktober 2019. Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan 165
Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah dari seluruh Indonesia. Logo Milad
Muhammadiyah ke-111
Sampah Ancaman Bagi Kehidupan “Konsep pendidikan holistik menjadi karakter dari
pendidikan Muhammadiyah. Perspektif yang berangkat dari asumsi bahwa manusia itu dapat
menemukan makna kehidupannya melalui jalinan interaksi dengan orang lain dan juga
perkembangan akal budinya,” tutur Haedar. Output dari pendidikan holistik ini adalah
melahirkan manusia unggulan yang berakhlak mulia. Menurut Haedar, akhlak seseorang itu
bertumpu pada perkembangan akal budinya. Pendidikan seharusnya melahirkan manusia yang
sesuai fitrah kemanusiaannya. Pendidikan holistik yang dijalankan secara terintegrasi dengan
semua komponen dan lingkungan, akan mampu melahirkan harmoni sosial dan keadaban
publik. “Perjalanan pendidikan saat ini cenderung parsial dan pragmatis. Dalam setiap tahapan
modern itu ada kekuatan-kekuatan determinan yang membuat manusia hanya fokus pada titik
tertentu.” Salah satu kekuatan yang ikut menggerus naluri kemanusiaan adalah teknologi.
Perkembangan revolusi industri 4.0 telah mengubah banyak tatanan, menciptakan disrupsi
dengan ciri otomatisasi di semua bidang. “Teknologi seharusnya tidak menjadi kekuatan
determinan yang menjadikan manusia sebagai korban. Dasar akal budinya menjadi tumpul
ketika teknologi jadi kekuatan determinan. Bukan kita yang mengendalikan alat, tetapi alat ini
yang mengendalikan kita. Lepas HP sebentar saja, timbul kepanikan,” urai Guru Besar bidang
sosiologi ini. Herbert Marcuse pada tahun 1964 menulis buku One-Dmensional Man yang
menjabarkan tentang kecanggihan teknologi membuat dimensi kemanusiaan tereduksi. “Akal
budi, rasa, akal pikiran, menjadi terhegemoni dengan teknologi.” Alvin Toffler mengenalkan
istilah ‘the modular man’, yang menjebak manusia untuk berperilaku dan berpikir layaknya
robot dengan nalar teknis dan instrumental. Teknologi, kata Haedar mengutip Edmund
Carpenter, juga telah membunuh manusia secara budaya, melahirkan manusia yang
technetronic etnocide. “Rasa menjadi hilang. Nilai-nilai komunalitasnya tergerus,” urainya.
Haedar Nashir berharap pendidikan AIK di PTMA harus masuk ke area ini. “Pendidikn holistik
dengan AIK sebagai basic,” tukasnya. Pendidikan yang diselenggarakan Muhammadiyah harus
melahirkan manusia yang utuh dan tidak tercerabut dari akar budayanya. Selain pendidikan
holistik, pendidikan Muhammadiyah adalah pendidikan Islam modern, yang menurut
Kuntowijoyo, mengintegrasikan antara iman dan kemajuan. Kemajuan itu nilai duniawi yang
bersifat profan, sementara iman itu wilayah transenden yang sifatnya sakral. Kedua hal itu
harus diintegrasikan. Tauhid itu, kata Haedar, harus melahirkan kesatuan teologi yang
bertumpu pada Allah.
Wahyu pertama turun berkaitan dengan ini. “Iqra itu bukan hanya literasi membaca, namun
keseluruhan kerja akal pikiran dan akal budi,” urainya. Wahyu menginginkan umat Islam
menjadi ulul albab, yang diajari untuk berpikir kritis dan selalu terbuka. “Allazina yastami’una
al-qaul, wa yattabi’una ahsana.” Berkarakter kuat dan berakhlak mulia itulah konsep
pencerahan akal. Akal adalah kebutuhan dasar hidup manusia. Dalam Matan Keyakinan dan
Cita-Cita Hidup Muhammadiyah disebutkan bahwa, “Penjelasan dan palaksanaan ajaran-ajaran
Al-Qur’an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai
dengan jiwa ajaran Islam.” Pendidikan Muhammadiyah juga harus memasukkan ilmu logika
atau ilmu mantiq. Dalam pidato Kiai Ahmad Dahlan berjudul “Kesatuan Hidup Manusia”,
disebutkan, “Setinggi-tingginya pendidikan akal ialah pendidikan dengan ilmu mantiq (salah
satu cabanh Filsafat/pen) ialah suatu ilmu yang membicarakan sesuatu yang cocok dengan
kenyataan sesuatu itu.” Haedar berharap sistem pendidikan Muhammadiyah ikut
membangkitkan etos tersebut. “Tinggal kita menerjemahkannya dalam metode.” Untuk itu,
diperlukan upaya integrasi-interkoneksi keilmuan yang menyentuh pada substansi pendidikan.
“Akidah tidak cukup ditanamkan secara verbal, tetapi harus pada substansi. Mukti Ali
menawarkan Muhammadiyah memperkenalkan teologi asmaul husna, Allah yang sesuai
dengan semua asmaul husna secara utuh.” Selama ini, ungkapnya, sifat rahman dan rahim Allah
jarang diperkenalkan. “Pola pemahamannya mengikuti pendekatan bayani, burhani, irfani, yang
dimiliki majelis tarjih.” Bayani itu teks yang dipahami menyeluruh. Burhani berupa akal pikiran,
ilmu pengetahuan dan konteks. Irfani dasarnya pada ihsan. Di era post modern, manusia
membutuhkan spiritualitas. “Nilai-nilai Islam harus menjadi alam pikiran dan sekaligus praktek
hidup di ruang publik. Agama harus menjadi sumber nilai.” Muhammadiyah harus mampu
memberi alternatif jawaban atas problem manusia modern ini. Tugas perguruan tinggi adalah
memberikan pencerahan, bergerak di area moral. Bergerak pada hal-hal yang bersifat
eksistensialis. “PTMA bantulah PP Muhammadiyah dengan pikiran-pikiran alternatif.” Haedar
menyebut bahwa bangsa ini punya banyak masalah yang harus diselesaikan bersama. Berhenti
mengeluh dan jangan asal tidak setuju atau mengkritik, namun harus mengajukan solusi
alternatif. Haedar berharap warga Muhammadiyah adil dalam memperlakukan realitas. “Politik
dan medsos membuat kita menjadi dungu. Politik tidak boleh masuk ke relung hati. Ingat, kita
pembawa misi dakwah dan tajdid.” Lingkungan pendidikan Muhammadiyah harus menciptakan
aura dan keteladanan yang membawa pada keadaban public (ribas).

SEJARAH LEMBAGA PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH


Melansir laman Majelis DIKDASMEN PP Muhammadiyah, tonggak awal berdirinya lembaga
pendidikan Muhammadiyah dihitung sejak KH Ahmad Dahlan mendirikan Madrasah Ibtidaiyah
Diniyah Islamiyah (MIDI) pada 1 Desember 1911.
MIDI adalah sekolah pertama yang didirikan oleh Muhammadiyah, yang menggabungkan
sistem pendidikan Barat-Belanda dengan pendidikan Islam. Alasan Muhammadiyah mendirikan
lembaga pendidikan bermula dari keinginan KH Ahmad Dahlan untuk mengamalkan ilmu agama
Islam yang ia peroleh untuk memajukan kehidupan kaum pribumi yang masih terjajah.

CIRI CIRI LEMBAGA PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH :


Perkembangan lembaga pendidikan Muhammadiyah dapat dibagi ke dalam empat periode :
MASA PERINTISAN (1900-1923)
Masa perintisan lembaga pendidikan Muhammadiyah dimulai dari tahun 1900, ketika KH
Ahmad Dahlan berusaha mencari konsepsi baru sistem pendidikan alternatif, yang dapat
mengentaskan rakyat Indonesia dari kebodohan, kemelaratan, dan kemunduran.
Selain MIDI, pada masa perintisan Muhammadiyah juga merintis sekolah menengah bernama
Qismul Arqa. Dua tahun setelah didirikan, atau pada 1920, Al-Qismul Arqo berubah nama
menjadi Pondok Muhammadiyah, yang merupakan cikal bakal pendidikan kader
Muhammadiyah Mualimin dan Mualimat.
Masa perintisan berakhir dengan wafatnya KH Ahmad Dahlan sebagai pendiri lembaga
pendidikan sekaligus organisasi Muhammadiyah pada 1923.
MASA PENGEMBANGAN (1923-1970)
Setelah KH Ahmad Dahlan wafat pada 1923, eksperimen sistem pendidikan baru yang
dirintisnya telah tumbuh di beberapa daerah, bahkan telah merambah wilayah di luar pulau
jawa.
Meski urusan pendidikan belum menjadi perhatian utama pemerintah maupun masyarakat,
penerimaan atas pengintegrasian sistem pendidikan sekuler ke dalam lembaga pendidikan
Islam semakin besar. Bahkan muncul lembaga pendidikan Islam di luar Muhammadiyah.MASA
PELEMBAGAAN (1970-1998)
Perkembangan sekolah Muhammadiyah terus meluas seiring dengan cakupan dakwah
organisasi Muhammadiyah. Memasuki era Orde Baru (1966-1998), periode pelembagaan
sekolah Muhammadiyah pun dimulai.
Muhammadiyah bahkan mampu menembus daerah-daerah di mana pemerintah kesulitan
mendirikan sekolah. Pendidikan Muhammadiyah semakin terlembagakan-birokratis, menjadi
alternatif sekolah negeri dengan tawaran sekolah plus agama, dan memperluas akses
pendidikan anak bangsa.
MASA TRANSFORMASI (1998-SEKARANG)
Pada masa transformasi, sekolah Muhammadiyah dihadapkan pada dua tantangan, yakni
secara vertikal berhadapan dengan kebijakan pendidikan populis-desentralistik dengan isu
sekolah gratis, dan secara horizontal berhadapan dengan kompetitor baru. Untuk menghadapi
perkembangan tersebut, sekolah Muhammadiyah bertransformasi menjadi sekolah
berkemajuan yang menjanjikan masa depan dengan jalan menemukan kembali nilai-nilai
keunggulan Muhammadiyah.
CIRI CIRI LEMBAGA PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH
Berikut ini ciri-ciri yang dimiliki lembaga pendidikan Muhammadiyah.
# Adanya pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan
# Tata kelola pendidikan dengan model kepemimpinan kolektif-kolegial
# Adanya kader Muhammadiyah sebagai penggerak
# Adanya pelibatan masyarakat dan orang tua siswa
FUNGSI LEMBAGA PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH
Fungsi lembaga pendidikan ada 3 di antaranya :
# Fungsi pendidikan, artinya setiap lembaga pendidikan naungan Muhammadiyah mampu
menjadi pusat ilmu, teknologi, dan kajian untuk membedah ilmu pengetahuan maupun ilmu Al
Quran.
#Fungsi dakwah, lembaga pendidikan Muhammadiyah berfungsi sebagai pusat dakwah Islam di
lingkup pendidikan.
#Fungsi pengaderan, untuk mewariskan semangat dakwah dan perjuangan Muhammadiyah
kepada generasi muda.

Santri Asromo :
Pondok Pesantren Santi Asromo yang terletak di Desa Pasirayu, Kecamatan Sindang,
Majalengka, Jawa Barat, didirikan oleh seorang pahlawan nasional bernama KH. Abdul Halim
pada 3 April 1932. Sejak didirikan, Pondok Pesantren Santi Asromo telah banyak berperan
dalam pengembangan pendidikan Islam di Majalengka.
Didirikannya Pondok Pesantren Santi Asromo ini berawal dari gagasan yang tercetus dalam
Muktamar Perikatan Oelama (PO) di Majalengka pada tahun 1931.
Saat itu KH. Abdul Halim mencetuskan gagasan puncak untuk mendirikan lembaga pendidikan
yang menjadikan peserta didiknya agar mampu mandiri di tengah masyarakat pada suatu
tempat khusus.
Jadi Ponpes Santi Asromo ini didirikan oleh seorang pahlawan nasional, KH. Abdul Halim tokoh
bangsa yang gandrung pada persatuan umat tanggal 3 April 1932," kata pimpinan Pondok
Pesantren Santi Asromo Ustadz Asep Zaki Mulyatno saat berbincang dengan detikcom, belum
lama ini.
Ustadz Zaki yang juga merupakan cicit dari KH. Abdul Halim menjelaskan didirikannya Pondok
Pesantren Santi Asromo sempat dianggap aneh pada masanya. Pasalnya kata Zaki, nama yang
diambil untuk pesantren ini tidak menggunakan bahasa arab seperti pesantren lainnya.
Nama Santi Asromo sendiri diambil dari bahasa sansekerta yang memiliki arti tempat yang
sunyi. Hal itu karena lokasi Santi Asromo yang berada di tengah-tengah perbukitan dan jauh
dari keramaian .
"Jadi ketika didirikan tahun 1932 dianggap pondok yang aneh, karena tidak menggunakan nama
arab seperti pondok lain, tapi justru menggunakan nama dari bahasa sansekerta, Santi
Asromo," ujar Zaki.
Perjalanan Pondok Pesantren Santi Asromo dalam mengembangkan pendidikan Islam di
Majalengka harus melalui jalan terjal. Zaki menceritakan pesantren buyutnya itu sempat
dibakar oleh penjajah.
Tidak hanya sekali, Santi Asromo pernah dibakar sebanyak 2 kali. Hal itu disebabkan karena
penjajah merasa tercancam dengan gerakan yang dilakukan oleh KH. Abdul Halim saat itu.
Bahkan KH. Abdul Halim juga sempat akan dibunuh pada masa pemberontakan DI/TII.
"Pondok ini pernah dibakar pada zaman setelah dan sebelum kemerdekaan. Mbah Halim
dianggap mengganggu kepentingan mereka (penjajah). Kemudian masa DI/TII Mbah sempat
akan dibunuh, tapi beliau selamat. Beliau mengungsi ke daerah Gunung Ciremai," ungkapnya.

Masih kata Zaki, Santi Asromo sejak awal didirikan telah menerapkan metode pembelajaran
modern. Menurutnya KH. Abdul Halim dalam mengajar sudah menggunakan bangku, kursi dan
mengharuskan santrinya memakai celana serta baju.
"Kita itu dari awal pondok modern. Jadi tahun 1932 itu Mbah Halim kalau mengajar sudah
memakai kursi dan meja. Kalau dulu definisi modern itu seperti itu. Jadi saat itu wujud
modernisasi Mbah Halim itu mengajar pakai meja kursi, anak-anak pakai celana, baju dan dasi,"
kata Zaki.
Saat ini Pondok Pesantren Santi Asromo telah berkembang pesat. Setidaknya ada 1300-an
santri yang kini menuntut ilmu disini. Untuk lembaga pendidikannya, selain
pesantrenSantiAsromo juga menyediakan pembelajaran formal mulai dari tingkat RA, MI,
SMP,Mts dan SMA.

Persis :
Lahirnya Persatuan Islam (Persis) sebagai organisasi social keagamaan merupakan solusi
permasalahan umat Islam di Indonesia yang terkerangkeng oleh kejumudan, khurafat, bid’ah,
takhayul dan kemusyrikan serta merosotnya akhlak umat manusia. Untuk itu, Persis melakukan
perubahan berbagai hal melalui media dakwah dan lembaga pendidikan. Kajian ini bertujuan
untuk mengetahui peran Persis dalam bidang pendidikan khususnya dalam hal pengembangan
Lembaga Pendidikan Islam Pesantren di Indonesia. Metode penelitian adalah deskriptif
kualitatif melalui penelusuran data kepustakaan ( library research) , menggunakan metode
content analysis. Berdasarkan kajian ditemukan bahwa garapan utama Persis pada sektor
pendidikan dasar dan menengah berhasil merealisasikan lembaga pendidikan Islam Pesantren
Persatuan Islam 230 pesantren di seluruh Indonesia, bahkan Persis juga berhasil mendirikan
Lembaga Pendidikan Islam tingkat perguruan tinggi yaitu Universitas Pendidikan Islam. Persis
juga menyelenggrakan kursus-kursus dan kelompok-kelompok diskusi yang mengkaji masalah
masalah keagamaan. Persis juga menerbitkan buku-buku dan majalah-majalah untuk
menyebarluaskan ide dan pemikiran mengenai dakwah pembaruan dan Pendidikan Islam. Pada
aspek kurikulum pendidikannya, Persis mengintegrasikan pendidikan keislaman dan pengkajian
Alquran dan Hadits dengan pendidikan umum (mata pelajaran umum). Namun dalam
penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Islam tersebut, Persis perlu berbenah karena masih
terdapat kelemahan dalam hal manajemen dan minimnya sarana pendidikan, serta kualitas
SDM yang belum memadai. Kata Kunci: Persis, Lembaga Pendidikan Islam, Pesantren.
Lahirnya Persatuan Islam (Persis) sebagai organisasi sosial keagamaan merupakan solusi
permasalahan umat Islam di Indonesia yang terkerangkang oleh kejumudan, khurafat, bid'ah,
takhayul dan kemusyrikan serta merosotnya akhlak umat manusia. Untuk itu, Persis melakukan
perubahan berbagai hal melalui media dakwah dan lembaga pendidikan. Kajian ini bertujuan
untuk peran mengetahui Persis dalam bidang pendidikan khususnya dalam hal pengembangan
Lembaga Pendidikan Islam Pesantren di Indonesia. Metode penelitian adalah deskriptif
kualitatif melalui penelusuran data kepustakaan (library study), menggunakan metode analisis
isi. Berdasarkan kajian ditemukan bahwa garapan utama Persis pada sektor pendidikan dasar
dan menengah berhasil merealisasikan lembaga pendidikan Islam Pesantren Persatuan Islam
230 pesantren di seluruh Indonesia, bahkan Persis juga berhasil mendirikan Lembaga
Pendidikan Islam tingkat perguruan tinggi yaitu Universitas Pendidikan Islam. Persis juga
menyelenggrakan kursus-kursus dan kelompok-kelompok diskusi yang mengkaji masalah
masalah keagamaan. Persis juga menerbitkan buku-buku dan majalah-majalah untuk
menyebarkan ide dan pemikiran mengenai dakwah pembaruan dan Pendidikan Islam. Pada
aspek kurikulum pendidikannya, Persis mengintegrasikan pendidikan keislaman dan pengkajian
Alquran dan Hadits dengan pendidikan umum (mata pelajaran umum). Namun dalam
penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Islam tersebut, Persis perlu berbenah karena masih
terdapat kelemahan dalam hal manajemen dan minimnya sarana pendidikan, serta kualitas
SDM yang belum memadai. Kata Kunci: Persis, Lembaga Pendidikan Islam, Pesantren

Anda mungkin juga menyukai