Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MERESUME

Mata kuliah:
PKN

Dosen pengampu:
Dra. Nurhasanah Leni, M.Hum

Disusun oleh:
Setia Walhikmah: 2211080100
Prodi/Kelas: BKPI E
Nomor Absen: 25

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN RADEN INTAN
PENDAHULUAN
Pahlawan Pendidikan Kyai Haji Ahmad Dahlan
KH. Ahmad Dahlan dilahirkan pada tahun 1869 di Kauman Yogyakarta dengan nama
Muhamad Darwis. Ayahnya bernama Kiai Haji Abu Bakar bin Kiai Sulaiman, seorang khatib
tetap di masjid Sultan. Sementara ibunya bernama Siti Aminah, adalah anak seorang
penghulu di Kraton Yogyakarta, Haji Ibrahim. Kauman adalah suatu tempat yang biasanya
berada di sekitar kraton atau kompleks penguasa seperti bupati, atau kepala daerah, yang
dilengkapi dengan alun-alun dan masjid besar. Penduduknya terkenal sangat taat beragama.8
KH. Ahmad Dahlan berasal dari keluarga berpengaruh dan terkenal di lingkungan kesultanan
Yogyakarta, yang secara biografis silsilahnya dapat ditelusuri sampai pada Maulana Malik
Ibrahim. Silsilah KH. Ahmad Dahlan hingga Maulana Malik Ibrahim melalui 11 keturunan,
yaitu Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana Muhamad Fadlullah, Maulana
Sulaiman, Ki Ageng Giring (Jatinom),Demang Jurang Juru Sapisan, Demang Jurang Juru
Kapindo, Kiai Ilyas, Kiai Murtadha, Kiai Muhammad Sulaiman, Kiai Haji Abu Bakar dan
KH. Ahmad Dahlan.
(journal.staidarussalamlampung.ac.id/index.php/assalam/article/download/53/1)

KH. Ahmad Dahlan mempunyai saudara sebanyak 7 orang, yaitu Nyai Ketib Harum, Nyai
Mukhsin atau Nyai Nur, Nyai Haji Saleh, Ahmad Dahlan, Nyai Abdurrahim, Nyai
Muhammad Pakin dan Basir. KH. Ahmad Dahlan pernah nikah dengan Nyai Abdullah, janda
dari H. Abdullah. Pernah juga nikah dengan Nyai Rumu (bibi Prof. A. Kahar Muzakir) adik
ajengan penghulu Cianjur, dan beliau juga pernah nikah dengan Nyai Solekhah putri kanjeng
Penghulu M. Syari’ adiknya kiai Yasin Paku Alam Yogyakarta. Dan terakhir KH. Ahmad
Dahlan nikah dengan Nyai Walidah binti Kiai penghulu Haji Fadhil (terkenal dengan nama
Nyai KH. Ahmad Dahlan) yang mendampinginya hingga beliau meninggal dunia. KH.
Ahmad Dahlan adalah tipe man of action. Beliau dikenal dikenal sebagai pemimpin yang
amat demokrat, terbuka serta sangat menghargai kaum intelektual dari golongan mana pun.
Beliau tidak meninggalkan pemikiran dalam bentuk tulisan, karena dikhawatirkan kelak
warga Muhammadiyah hanya berpegang teguh pada apa yang ditulisnya tanpa
mengembangkan inisiatif dalam mencari yang terbaik terhadap berbagai segi kehidupan umat
Islam. (journal.staidarussalamlampung.ac.id/index.php/assalam/article/download/53/1)

2
Cita-citanya sebagai seorang ulama adalah tegas, yaitu hendak memperbaiki masyarakat
Indonesia berlandaskan cita-cita agama Islam. Perkumpulan Muhammadiyah yang
didirikannya lebih menekankan usahanya kepada perbaikan hidup beragama dengan amal-
amal pendidikan dan sosial. Muhammadiyah adalah garda depan (mainstream) gerakan civil
society Indonesia. Satu abad usianya menandakan bahwa organisasi ini telah lulus melewati
ujian zaman yang sekaligus menggambarkan eksistensi kekuatan gerakan yang didirikan oleh
K.H. Ahmad Dahlan ini. Di antara sekian banyak kontibusi Muhammadiyah terhadap bangsa
ini, pendidikan adalah yang paling menonjol. Sejak awal didirikannya, Muhammadiyah telah
menggariskan perjuangannya sebagai gerakan Islam yang menempuh medan perjuangan
terutama melalui jalur pendidikan. Hal ini tertuang misalnya dalam Anggaran Rumah Tangga
(ART) Muhammadiyah yang menjadikan pendirian lembaga pendidikan sebagai syarat
pendirian Cabang/Wilayah/ Daerah. Muhammadiyah juga membentuk 2 (dua) majelis khusus
untuk menangani bidang pendidikan yaitu Majelis Pendididikan Dasar dan Menengah
(Majelis Dikdasmen) dan Majelis Pendidikan Tinggi (Majelis Dikti). Pada waktu KH. Ahmad
Dahlan sakit menjelang wafat, dokter beristirahat dan sementara waktu menghentikan
berbagai aktivitasnya, tetapi kenyataanya KH. Ahmad Dahlan tetap bekerja keras, kendatipun
istrinya berkali-kali memperingatkannya agar beristirahat. Setelah perkumpulan
Muhamadiyah yang didirikannya teratur dan kuat, maka KH. Ahmad Dahlan berpulang ke
rahmatulla. (journal.staidarussalamlampung.ac.id/index.php/assalam/article/download/53/1)

Latar belakang keluarganya memberikan pengaruh yang besar dalam pendidikan awal KH.
Ahmad Dahlan. Semenjak kecil, KH. Ahmad Dahlan diasuh dan dididik sebagai putra kiyai.
Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji al Quran dan kitab-
kitab agama. KH.Ahmad Dahlan tidak pernah mengenyam pendidikan formaldi sekolah-
sekolah model pendidikan Belanda. Malahan beliau mendapatkan pendidikan tradisional di
Kauman Yogyakarta, di mana ayahnya sendiri menjadi guru utamanya yang mengajarkan
pelajaran-pelajaran dasar mengenai agama Islam, seperti juga anak-anak kecil lain ketika itu.
KH. Ahmad Dahlan dikirim ke pesantren di Yogyakarta danpesantren- pesantren lain di
beberapa tempat di Jawa, di antaranya KH. Ahmad Dahlan belajar pelajaran nahwu kepada
KH. Muhsin, qiraatkepada syekh Amin dan sayyid Bakri, fiqih kepada KH. Muhamad Saleh,
ilmu hadits kepada KH. Mahfudz dan syekh Khayyat Sattokh, dan KH. R. Dahlan.
(journal.staidarussalamlampung.ac.id/index.php/assalam/article/download/53/1)

3
Pendidikan KH. Ahmad Dahlan
Sebagaimana telah disinggung di atas, Ahmad Dahlan mempunyai perhatian serius pada
masalah pendidikan. Pendidikan adalah faktor utama yang menyebabkan bangsa Indonesia
terpuruk dan sekian lama berada dalam penguasaan Belanda. Persoalan ini harus segera
diatasi, dan penjajah harus dilawan. Namun demikian kelihatannya Ahmad Dahlan sangat jeli
dalam melihat situasi politik. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di madrasah dan
pesantren di Yogyakarta dan sekitarnya, di saat usianya mencapai 22 tahun KH. Ahmad
Dahlan berangkat ke Mekkah untuk pertama kali pada tahun 1890. Selama setahun beliau
belajar dan memperdalam ilmu agama diMekkah. Dalam kesempatan tersebut, KH. Ahmad
Dahlan banyak belajar ilmu agama dari para ulama terkenal. Di antara gurunya adalah Sayyid
Bakri Syata’, salah seorang mufti Madzhab Syafi’i yang bermukim di Makkah. Bahkan
Sayyid Bakri Syata’-lah yang memberikan atau mengganti nama Muhammad Darwis menjadi
AhmadDahlan.
(journal.staidarussalamlampung.ac.id/index.php/assalam/article/download/53/1)

Pada awal abad ke-20, dunia pendidikan Islam masih ditandai oleh adanya sistem pendidikan
yang dikotomis antara pendidikan agama dengan pendidikan umum. Di satu segi terdapat
madrasah yang mengajarkan pendidikan agama tanpa mengajarkan pengetahuan umum, dan
di satu sisi terdapat lembaga pendidikan umum yang tidak mengajarkan agama. Pada saat itu
pendidikan Islam juga tidak memiliki visi, misi dan tujuan yang jelas, terutama jika
dihubungkan dengan perkembangan masyarakat. Umat Islam berada dalam kemunduran yang
diakibatkan oleh pendidikannnya yang tradisional.KH. Ahmad Dahlan adalah tokoh pembaru
atau pelopor pendidikan Islam dari Jawa yang berupaya menjawab permasalahan umat
tersebut di atas. Beliaulah tokoh yang berusaha memasukkan pendidikan
umumkedalamkurikulum madrasah, dan memasukkan pendidikan agama ke dalam lembaga
pendidikan umum. Melalui pendidikan, KH. Ahmad Dahlan menginginkan agar umat dan
bangsa Indonesia memiliki jiwa kebangsaan dan kecintaan kepada tanah air. Beliaulah tokoh
yang telah berhasil mengembangkan dan menyebarluaskan gagasan pendidikan modern ke
seluruh pelosok tanah air menggunakan imannya dalam menjawab tantangan hidup dan
mampu memanusiakan sesamanya dengan berbagai kehidupan.
(journal.staidarussalamlampung.ac.id/index.php/assalam/article/download/53/1)

4
Dengan kata lain, kurikulum pendidikan Islam abad 21 mengambil bagian secara aktif,
kreatif, dan kritis. Kurikulum yang didesain KH. Ahmad Dahlan hendakmengintegrasikan
ilmu agama dan ilmu umum menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan juga menjaga
prinsip keseimbangan. Dalam konsep KH. Ahmad Dahlan, ilmu agama yang masuk dalam
kurikulum harus diajarkan pada semua lembaga-lembaga pendidikan, baik lembaga
pendidikan agama maupun umum. Begitu sebaliknya, ilmu umum harusdiajarkan pada semua
lembaga, termasuk lembaga pendidikan Islam sehingga dengan demikian pembekalan
keagamaan bukan hanya menjadi tanggung jawab lembaga- lembaga pendidikan Islam, tetapi
menjaditanggung jawab lembaga- lembaga Pendidikan Nasional. Dengan kurikulum
semacam ini, akan menghasilkan sarjana-sarjana yang tidak hanya memiliki otoritas di
bidangnya, tetapi juga otoritas dalam ilmu-ilmu keIslaman di tingkat nasional dan
internasional sehingga akan lahir Intelektual Muslim, Insinyur Muslim dan Dokter Muslim
yang akan menyiarkan risalah Islam dan merealisasikan tujuan dakwah sesuai dengan
spesialisasinya dan metode masing-masing saling melengkapi.
(journal.staidarussalamlampung.ac.id/index.php/assalam/article/download/53/1)

Sebagai penutup, penulis dapat memberi contoh bahwasanya sebenarnya usaha pembaharuan
yang dibawa KH. Ahmad Dahlan merupakan tawaran yang relatif bagus dalam konteks inilah
pengkajian terhadap pemikiran para tokoh pendidikan, yang relevan untuk terus dilakukan.
Kajian terhadap pemikirantersebutmerupakanwacana yang mampu memperkaya langkah
untuk meyempurnakan pendidikan Islam di abad 21 dan di masa depan. Usia pemikiran KH.
Ahmad Dahlan yang digagas dalam bentuk pendidikan Muhammadiyah kini telah mencapai
satu abad. Dalam rentang waktu yangcukup panjang itu, pendidikan Muhammadiyah yang
didalamnya terdapatgagasan pemikiran KH. Ahmad Dahlan menghadapi berbagai gelombang
perubahan; perubahan sosial-budaya dan perubahan sosial ekonomi. Perubahan-perubahan itu
dari waktu ke waktu kian cepat dan tidak jarang mengejutkan. Karena itu, pendidikan
Muhammadiyah dituntut selalu siap mengantisipasi segala kecenderungan global yang terjadi
di luar lingkungan lembaga. Oleh karena itu, KH.
(journal.staidarussalamlampung.ac.id/index.php/assalam/article/download/53/1)

5
Ahmad Dahlan tidak meninggalkan pemikiran dalam bentuk tulisan, karena dikhawatirkan
kelak warga Muhammadiyah hanya berpegang teguh pada apa yang ditulisnya tanpa
mengembangkan inisiatif dalam mencari yang terbaik terhadap berbagai segikehidupan umat
Islam.Ada indikasi bahwa pendidikan Muhammadiyah mengalami kebekuan (jumud) dalam
tiga dasawarsa terakhir ini. Spirit pembaruan yang dulu diwariskan KH. Ahmad Dahlan tidak
lagi dihidupkan. Dengan perkataan lain, bahwa telah terjadi diskontinuitas pembaruan dalam
tubuh pendidikan Muhammadiyah. Yang berjalan saat ini, di abad 21 adalah sekedar
melanjutkan gagasan awal pendidikan. Gagasan-gagasan segar yang berusaha melakukan
pembaruan dalam ukuran tertentu memang sudah ada, tetapi sering hanya berhenti pada
tataran pemikiran, belum sampai pada aksi seperti yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan.
Usaha-usaha yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan meski diakui sangat terbatas, tetapi
gerakannya dalam rangka memperbarui sistem pendidikan boleh dikatakan sebagai revolusi
besar dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia. Di abad 21, usaha-usaha pembaruan KH.
Ahmad Dahlan secara praktisnya sebagai berikut; memindahkan model pendidikan langgar
dan pesantren ke sekolah-sekolah, yaitu dengan memperkenalkan ruangan yang memakai
kursi, bangku, kurikulum yang terdiri dari pengetahuan umum dan agama. Dalam abad 21,
boleh dikatakan hampir tidak ada kekhasan yang membedakan antara pendidikan
Muhammadiyah dengan pendidikan lain.
(journal.staidarussalamlampung.ac.id/index.php/assalam/article/download/53/1)

Pendidikan Muhammadiyah sangat konvensional dan kehilangan daya pembaruannya. Hal ini
jelas terlihat dari sikap konservatif yang mengukur pembaruan pendidikan dari format
pembaruan yang dilakukan Sang Suhu (KH. Ahmad Dahlan), dan bukan pada spirit
pembaruannya. Akibatnya, pendidikan Muhammadiyah kurang mampu merespon dinamika
eksternal karena tidak mampu menawarkan solusi kreatif terutama pada tingkat kelembagaan
dan kurikuler.Format pembaruan pendidikan yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan memang
tergolong modern dan kreatif untuk masa itu, tetapi semuanya segera menjadiusang seiring
dengan perkembangan waktu yang sudah modern. Amal dan Perjuangan KH. Ahmad Dahlan
dikenal sebagai sosok seorang ulama yang sedikit berbicara tetapi banyak beramal; sedikit
berteori tapi banyak berbuat.
(journal.staidarussalamlampung.ac.id/index.php/assalam/article/download/53/1)

6
Karenanya dia tidak dikenal sebagai ulama yang produktif berkarya dalam bentuk tulisan,
tetapi hasil pemikirannya lebih banyak dituangkan melalui amal dan perbuatan yang sampai
sekarang dapat dirasakan oleh umat. Salah satu contohnya adalah dalam memahami tafsir
surah al-Mā’ūn. Disebutkan bahwa KH. Ahmad Dahlan suatu ketika mengajarkan surah al-
Mā’ūn kepada murid-muridnya dengan cara membacanya berulang-ulang. Kemudian salah
seorang muridnya bernama Sudjak bertanya, mengapa surat al-Mā’ūn terus dibaca berulang-
ulang setiap hari dan tidak menambah tafsir surat yang lain. Mendengar pertanyaan itu dia
balik bertanya, apakah anda sudah hafal ayat tersebut ? jika sudah hafal, apakah sudah
diamalkan?. Jawaban tersebutmembuat muridnya sadar bahwa al-Qur’an bukan sekedar
untuk dibaca, akan tetapi hendaknya diamalkan dalam wujud nyata. Salah satu contoh bentuk
konkrit aplikasi dari maknasurat al-Mā’ūn adalah gerakan membangun panti asuhan bagi
anak yatim dan menolong fakir miskin, yang di dalam organisasi Muhammadiyah dikenal
dengan sebutan “Gerakan al-Mā’ūn”. Bagi KH. Ahmad Dahlan surat al-Mā’ūn menjadi
landasan penting dalam membangkitkan kesadaran solidaritas kaum Muslimin terhadap kaum
dhuafa dan fakir miskin. Amal dan perjuangan yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan seperti
contoh di atas merupakan salah satu contoh dari sekian banyak perjuangan yang beliau
lakukan semasa hidupnya. Sebelum wafatnya, KH. Ahmad Dahlan meninggalkan pesan yang
sangat sederhana, namun sarat dengan makna dan memiliki nilai kreatif yang cukup tinggi
:“Berbuat dan bekerja itu lebih baik dan lebih penting daripada berbicara”.
(journal.staidarussalamlampung.ac.id/index.php/assalam/article/download/53/1)

Bidang Keagamaan
Ide serta gagasan pembaharuan KH. Ahmad Dahlan dalam bidang keagamaan
dilatarbelakangi oleh keprihatinannya melihat realita masyarakat Islam yang pada waktu itu
hidup seperti masajahiliyah. Pada saat itu masyarakat Islam didalam menjalankan ibadahnya
banyak dipengaruhi unsur syirik, tahayul, khurafat, dan bid’ah. Pada saat itu umat Islam
memeluk agama Islam bukan karena keyakinan hidupnya, melainkan sebagai kepercayaan
hidup yang diturunkan dari nenek moyangnya. Dan ajaran Islam yang diturunkan tersebut
telah bercampur dengan ajaran-ajaran animisme, dinamisme, hinduisme, dan sebagainya. Di
samping itu, pola pikir yang demikian juga mengakibatkan terjadinya kekolotan
(konservatifisme), taqlid (fanatisme). (Dr.Abdul Mu`thi, M.Ed. 2018. K.H. AHMAD
DAHLAN (1868-1923). Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional.)

7
Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kebekuan didalam pemahaman ajaran
Islam, serta kebodohan dan keterbelakangan umat Islam saat itu. Fenomena itulah yang
menjadi salah satu sebab pentingdan menjadi motivasi bagi KH. Ahmad Dahlan untuk
melakukan pembaharuan. Upaya ini tentu saja dirasakan tak mudah, karena dia harus
merubah pola pikir masyarakat yang sekian lama sudah turun menurun. Namun hal ini tidak
membuatnya gentar dan dia memilih untuk mengajak umat untuk kembali kepada kemurnian
ajaran agama Islam,serta menegakkan kembali tauhid. Karena menurutnya,tauhid inilah tiang
dasar dari agama Islam, dan manakala tiang dasar ini retak, maka akan goyahlah sendi-sendi
kehidupan yang lainnya. (Dr.Abdul Mu`thi, M.Ed. 2018. K.H. AHMAD DAHLAN (1868-
1923). Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional.)

Disamping upayanya untuk memberantas penyakit masyarakat Islam saat itu yakni tahayul,
bid’ah, dan khurafat, KH. Ahmad Dahlan juga melakukan upaya untuk meluruskan arah
kiblat yang dinilainya tidak lagi sesuai dengan arah yang seharusnya. Pada saat itu banyak
masjid di Jawa yang menurutnya arah kiblatnya tidak tepat ke arah Masjidil Haram di
Mekkah, dan bangunan masjid itu kebanyakan mengikuti rentetan jalan yang sudah ada.
Malah ada masjid yang menghadap ke arah timur laut, dan kiblatnya ke arah barat daya.
Padahal hal tersebut menyimpang dari syarat sahnya shalat. Oleh karena itu, berbekal ilmu
falak yang pernah dipelajarinya dan keyakinannya bahwa selama ini arah masjid-masjid yang
berada di daerahnya khususnya di Yogyakarta adalah salah dan kiblatnya tidak tepat menuju
ke arah Masjidil Haram, dia kemudian berusaha untuk meluruskannya. Ketegasan sikap KH.
Ahmad Dahlan untuk meluruskan persoalan arah kiblat ini merupakan salah satu bentuk
nyata dari prinsipnya yang anti taqlid dalam memahami ajaran Islam. Dia ingin mengajarkan
cara-cara beribadah yang Taqlid adalah sikap yang mengikuti pendapat oranglain tanpa
mengetahui landasan dalilnya. Sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Menurutnya, ibadah tidak
dibenarkan kalau hanya mengikuti perintah seseorang tanpa berfikir apakah yang
disampaikannya benar atau tidak, meskipun yang memerintahkan adalah orang tua, guru atau
penguasa sekalipun. (Dr.Abdul Mu`thi, M.Ed. 2018. K.H. AHMAD DAHLAN (1868-1923).
Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional.)

8
Sikap ini mencerminkan sikap pembaharu yang mencoba untuk terbuka dalam berfikir serta
tidak serta merta mengikuti dan meniru pemikiran dan tata cara yang sudah biasa dilakukan
bahkan berakar urat menjadi tradisi dan rutinitas. Ide pembaharuan KH. Ahmad Dahlan
dalam masalah kiblat mulai disosialisasikan ketika dia menjabat khatib di Masjid Agung
Kesultanan.Salah satunya adalah dengan menggarisi lantai masjid dengan penggaris miring
241/2 derajat ke utara. Menurut arah kiblat yang beliau pelajari, arah kiblat tidak lurus ke
barat seperti arah masjid di Jawa pada umumnya, tetapi miring sedikit 241/2 derajat. Akan
tetapi pembaharuan ini mendapat perlawanan dan protes keras jama’ah masjid, bahkan Kyai
Kanjeng Penghulu memerintahkan untuk menghapusnya.Semenjak peristiwa itu hubungan
KH. Ahmad Dahlan dengan pihak masjid mulai merenggang, karena KH. Ahmad Dahlan
dianggap telah merubah kiblat yang selama turun-temurun belum pernah ada yang berani
mengubahnya. Agar terhindar dari hal-hal yang diinginkan. (Dr.Abdul Mu`thi, M.Ed. 2018.
K.H. AHMAD DAHLAN (1868-1923). Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional.)

Langkah-langkah yang dilakukan untuk membetulkan arah kiblat tersebut dianggap sesat bagi
mereka yang tidak sefaham dengannya, dan para pengkritiknya menganggap KH. Ahmad
Dahlan sudah keluar dari garis dakwah yang berlaku pada saat itu. Menurut Dr. Alfian, dari
peristiwa tersebut ada beberapa poin yang dapat dijelaskan. Pertama, KH. Ahmad Dahlan
telah menjadikan dirinya sebagai pejabat agama muda Masjid Sultan yang kontroversial
versus ulama tradisionalis kraton yang mapan. Sikap reaksioner tersebut menjadi pelajaran
pentingpertama baginya dan membuatnya menjadi lebih waspada dan matang dalam
memperjuangkan misi dan kegiatannya dikemudian hari. Kedua, tindakannya tersebut adalah
indikasi kemampuan intelektualnya untuk melaksanakan pemikiran bebasnya mengenai
agama dan kondisi umat Islam. Kemampuannya untuk menghindarkan diri dari taqlid
terhadap tradisi agama yang ada dalam masyarakat memungkinkan dia melakukan ijtihad
sendiri mengenai agama Islam. Ketiga, tindakannya yang terlihat sangat kuat menunjukan
watak sebenarnya sebagai seorang praktisi yang berorientasi pada amal. Tidak mudah bagi
KH. Ahmad Dahlan untuk mensosialisasikan ide pembaharuannya. (Dr.Abdul Mu`thi, M.Ed.
2018. K.H. AHMAD DAHLAN (1868-1923). Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional.)

9
Di samping karena masyarakat belum siap dengan sesuatu yang dianggap berbeda dari tradisi
yang telah ada, juga karena ia belum punya wadah untuk mensosialisasikan gagasannya
tersebut. Kegagalan KH. Ahmad Dahlan merubah arah kiblat, tidak menyurutkan nyalinya
untuk memperjuangkan apa yang diyakininya. Hikmah dari peristiwa tersebutadalah pada
tahun 1903 atas biaya Sultan Hamengkubuwono VII, KH. Ahmad Dahlan dikirim ke Mekkah
untuk mempelajari kembali masalah kiblat secara lebih mendalam sambil menunaikan ibadah
haji yang kedua kalinya. Perubahan atau lebih tepat penyesuaian arah kiblat tersebut bukan
saja menjadi bukti integritas pemikiran KH Ahmad Dahlan dan kepribadiannya, tetapi juga
kehadiran ilmu pengetahuan dengan metode ilmiahnya mulai menjadi bagian dari
pemahaman dan pengamalan Islam yang sebelumnya asing bagi masyarakat Islam termasuk
para ulamanya. Dari berbagai upaya dan perjuangannya untuk melakukan ide pembaharuan
tersebut dapat disimpulkan bahwa dia mendorong untuk membuka akal serta fikiran dalam
menjalankan ajaran agama menurut al-Qur’an dan Sunnah, sehingga dapat terbebas dari
faham taqlid. (Dr.Abdul Mu`thi, M.Ed. 2018. K.H. AHMAD DAHLAN (1868-1923).
Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional.)

Bidang Pendidikan
Perhatian KH. Ahmad Dahlan terhadap dunia pendidikan sangat besar. Hal ini dibuktikannya
lewat perhatian serta perjuangannya terhadap bidang tersebut baik sebelum berdirinya
Muhammadiyah, maupun sesudahnya. Bahkan sesudah Muhammadiyah berdiri, perhatian
dan kegiatannya dalam lapangan pendidikan berperan penting untuk mempersiapkan kader-
kader Islam yang terdidik. Menurutnya, untuk memajukan umat Islam dari keterbelakangan
butuh suatu perjuangan. Dan perjuangan itu akan berhasil manakala ditopang oleh dua
kompenen utama yang melandasinya, yakni pendidikan dan dakwah. Jika dicermati, tampak
bahwa KH. Ahmad Dahlan begitu semangat untuk melakukan terobosan pembaharuan
melalui dua elemen tersebut. Sebab lembaga pendidikan masih dianggap sebagai media yang
paling strategis dalam menyampaikan cita-cita pembaharuan. Sebagai bentuk lain dari
perhatiannya dalam bidang pendidikan, semasa hidupnya dia pernah mengabdi sebagai
tenaga pengajar agama di kampungnya. (Dr.Abdul Mu`thi, M.Ed. 2018. K.H. AHMAD
DAHLAN (1868-1923). Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional.)

10
Dia mengajar anak-anak yang menjadi murid ayahnya di waktu siang dan sore di Mushola.
Dialah yang selalu menggantikan ayahnya jika berhalangan hadir. Di samping itu, ia juga
mengajar di sekolah negeribagi calon para guru, seperti sekolah Kweekschool di Jetis
Yogyakarta dan Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA, sekolah pendidikan
untuk pegawai pribumi/ Pamong Praja) di Magelang. Salah satu upaya pembaharuan yang
dilakukannya dalam bidang pendidikan adalah pada tanggal 1 Desember 1911, berkat usaha
dan tekadnya untuk memajukan pendidikan Islam, KH. Ahmad Dahlan mendirikan Sekolah
Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Dr. Alfian menyebutkan bahwa sekolah ini merupakan benih
dari apa yang kemudian menjadi sistem sekolah modern Muhammadiyah. Berbeda dengan
sistem sekolah yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda yang pada saat
itumengajarkan pelajaran ilmu- ilmu umum saja, begitu pun dengan sistem pendidikan
pesantren yang kala itu hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama saja, sekolah yang didirikan
KH. Ahmad Dahlan ini justru menggabungkan kedua sistem pendidikantersebut (pendidikan
pesantren dan pendidikan Kolonial Belanda). Dengan modal ruang tamu yang berukuran 2,5
m x 6 m, dengan tiga meja dan tiga bangku sekolah serta satu papan tulis, maka lahirlah
sekolah pertama Muhammadiyah. (Dr.Abdul Mu`thi, M.Ed. 2018. K.H. AHMAD DAHLAN
(1868-1923). Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional.)

Pada awal berdirinya, murid-muridnya adalah kerabat KH. Ahmad Dahlan sendiri,dan
diayang menjadi gurunya. Walaupun tak sedikit dikalangan masyarakat yang mencemooh
KH. Ahmad Dahlan karena dianggap membangun sistem sekolah ala Barat yang mereka
anggap sebagai sistem sekolah kafir, akan tetapi dia tetap tegar dan menganggap semua itu
adalah cobaan, dan dia tetap sabar serta beranggapan bahwa orang yang mencemoohnya itu
suatu saat akan mengerti. Pernah ada seorang Kyai yang berasal dari Kresidenan Magelang
datang menemui KH. Ahmad Dahlan untuk menanyakan alasan mengapa diamengadopsi
sistem pengajaran seperti orang kafir. Dengan tenang Kyai Dahlan balik bertanya, “Maaf
Kyai saya ingin bertanya dulu, saudara dari Magelang ke sini tadi berjalankah atau memakai
kereta api ?”. “Pakai kereta api, Kyai”. Jawab Kyai tersebut.“Kalau begitu nanti kalau Kyai
pulang dengan berjalan kaki saja”. Pembaharuan yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan dalam
bidang pendidikan memberikan pengaruh perubahan yang besar terhadap sistem pendidikan
saat itu. (Dr.Abdul Mu`thi, M.Ed. 2018. K.H. AHMAD DAHLAN (1868-1923). Jakarta:
Museum Kebangkitan Nasional.)

11
Sebelumnya, sistem pendidikan saat itu memisahkan antara ilmu agama dan ilmu umum,
kemudian oleh KH. Ahmad Dahlan diintegrasikan menjadi suatu kesatuan ilmu dalam suatu
lembaga pendidikan. Sebagai salah satu implikasinya, sistem pendidikan pesantrenyang
hanya sebatas mempelajari ilmu-ilmu agama yang menekankan kepada penguasaan kitab-
kitab klasik, kemudian dalam sistemnya memasukkan pelajaran ilmu-ilmu umum. Setelah
terbentuknya organisasi Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan pun mendirikan sekolah guru
yang kemudian berkembang dan dikenal dengan Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah
(Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu’allimat Muhammadiyah. Di sekolah ini,
dia merealisasikan perjuangan serta cita-cita ide pembaharuannya dalam bidang pendidikan
Islam. Pada perkembangannya, ide serta gagasannya dalam pendidikan kemudian dilanjutkan
melalui organisasi yang didirikannya yakni Muhammadiyah.
(Dr.Abdul Mu`thi, M.Ed. 2018. K.H. AHMAD DAHLAN (1868-1923). Jakarta: Museum
Kebangkitan Nasional.)

Menurut Abdul Munir Mulkhan, satu tahun sebelum KH. Ahmad Dahlan wafat yakni pada
tahun 1922, sudah tercatat 8 sekolah yang telah didirikan Muhammadiyah dengan 73 guru
dan 1.019 orang siswa. Selain sekolah, pada tahun 1918, KH. Ahmad Dahlan bersama
Muhammadiyah mendirikan organisasi kepanduan yang pertama di Indonesia, bernama
Hizbul Wathon. Dorongan untuk mendirikan Hizbul Wathon bermula dari gagasan KH.
Ahmad Dahlan yang tertarik ketika menyaksikan demonstrasi keterampilan kepanduan
Kraton Mangkunegaran Solo yang disebut Javansche Padvinders Organisatie. Nama Hizbul
wathon sendiri merupakan nama pergantian dari nama semula Padvinders Muhammadiyah,
atas usul KRH. Hadjid.Organisasi kepanduan inimenjadi ciri khasdi lembaga pendidikan
Muhammadiyah. Tahun demi tahun, karya dan amal usaha KH. Ahmad Dahlan dan
Muhammadiyah semakin berkembang. Perkembangan serta perluasan tersebut menjadi
petunjuk kreatifitas dan ketajaman analisa KH. Ahmad Dahlan terhadap problema sosial yang
dihadapi bangsa dan umat Islam Indonesiapada saat itu. Hal itu juga merupakansalah satu
indikasi keberhasilannya dalam menerjemahkan nilai-nilai ajaran al-Qur’an dalam bentuk
kearifan sosial. (Dr.Abdul Mu`thi, M.Ed. 2018. K.H. AHMAD DAHLAN (1868-1923).
Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional.)

12
Sampai saat ini sudah banyak lembaga pendidikan yang didirikan oleh Muhammadiyah,
bahkan hampir di setiap provinsi di Indonesia mulai dari taman kanak-kanak sampai
perguruan tinggi menjadi salah satu bukti betapa besar kontribusi yang diberikan
Muhammadiyah kepada bangsa ini, khususnya dalam bidang pendidikan. Lewat lembaga
pendidikan yang didirikan Muhammadiyah,tentunya telah turut mencerdaskan kehidupan
bangsa. Dilihat dari kontribusi KH. Ahmad Dahlan dalam dunia pendidikan yang telah
berhasil merubah sistem pendidikan Islam dari yang sebelumnya bersifat konvensional ke
arah sistem yang lebih modern, dan belum lagi institusi- institusi pendidikan yang
didirikannya yang terus berkembang pesat sampai sekarang, dapat dikatakan bahwa KH.
Ahmad Dahlan merupakan salah satu tokoh pendidikan yang berperan penting dalam sejarah
perkembangan pendidikan Islam di Indonesia. (Dr.Abdul Mu`thi, M.Ed. 2018. K.H. AHMAD
DAHLAN (1868-1923). Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional.)

Bidang Sosial Politik


Selain dikenal sebagai seorang ulama, KH. Ahmad Dahlan termasuk sosok yang pandai
bersosialisasi dan bergaul. Dia mempunyai banyak teman, mulai dari orang biasa, para kyai,
para priyayi, para bangsawan keraton sampai para pendeta Kristen. Dalam sejarah perjalanan
hidupnya, KH. Ahmad Dahlan pernah memasuki organisasi Budi Utomo yang merupakan
organisasi nasional yang kemudian menjadi awal kebangkitan semangat kebangsaan
Indonesia. Awalnya, secara personal KH. Ahmad Dahlan mengenal organisasi Budi Utomo
melalui pembicaraan atau diskusi dengan Joyosumarto, salah seorang anggota Budi Utomo di
Yogyakarta sekaligus pembantu di bidang kedokteran dr. Wahidin Sudirohusodo yang
merupakan salah seorang pimpinan Budi Utomo di Ketandan Yogyakarta. Joyosumarto
mempunyai banyak keluarga di Kauman.Suatu hari ketika dia bersilaturrahim di Kauman,
KH. Ahmad Dahlan mengajaknya untuk singgah ke rumah. Dari pertemuan itulah ia mulai
mengenal Budi Utomo,dan keinginannya untuk bertemu dengan pengurus Budi Utomo pun
disampaikan kepadanya. Melalui Joyosumarto inilah, KH. Ahmad Dahlan berkenalan dengan
dr. Wahidin Sudirohusodo secara pribadi dan kemudian sering menghadiri rapat anggota
maupun pengurus yang diselenggarakan oleh Budi Utomo di Yogyakarta.
(Dr.Abdul Mu`thi, M.Ed. 2018. K.H. AHMAD DAHLAN (1868-1923). Jakarta: Museum
Kebangkitan Nasional.)

13
Walaupun secara resmi ia belum menjadi anggota organisasi ini, setelah banyak mendengar
tentang aktivitas dan tujuan organisasi Budi Utomo melalui pembicaraan pribadi dan
kehadirannya dalam pertemuan-pertemuan resmi, KH. Ahmad Dahlan kemudian secara resmi
menjadi anggota Budi Utomo pada tahun 1909. Keterlibatan secara langsung di dalam Budi
Utomo memperkaya pengetahuannya tentang bagaimana berorganisasi secara modern.
Baginya kesempatan ini jugamerupakan salah satu bentuk upayanya mengemban misi
dakwah secara aktif kepada anggota dan pengurus Budi Utomo.Dan ternyata, para aktivis
Budi Utomo pun menghargai terhadap langkah-langkah dakwahnya, yaitu mengajak kepada
kebajikan dan menjauhi segala bentuk kemunkaran. Hubungan antara KH. Ahmad Dahlan
dan Budi Utomo sangat baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan setelah berdirinya
Muhammadiyah, tepatnya pada tahun 1917, rumah KH. Ahmad Dahlan di Kauman
Yogyakarta, menjadi tempat kongres Budi Utomo. Dalam kongres itu ia bertabligh yang
mempesona para peserta kongres. Pada akhirnya, setelah kongres selesai banyak surat yang
dikirim dari berbagai tempat ke pengurus besar Muhammadiyah dan meminta untuk didirikan
cabang-cabang Muhammadiyah di berbagai tempat. (Dr.Abdul Mu`thi, M.Ed. 2018. K.H.
AHMAD DAHLAN (1868-1923). Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional.)

Selain ikut serta dalam organisasi Budi Utomo, pada tahun 1910, KH. Ahmad Dahlan juga
bergabung dengan organisasi Jāmi‫׳‬at Khair. Salah satu hal yang mendorongnya memasuki
organisasi ini adalah keinginannya untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan
dunia Islam, khususnya Timur Tengah, dan Jāmi’at Khairlah satu-satunya organisasi Islam
yang mempunyai hubungan baik dengan negara- negara Islam pada saat itu. KH. Ahmad
Dahlan juga aktif di Sarekat Islam (SI). Bahkan dia merupakan komisariat sentral Sarekat
Islam dan Advisor (penasehat pusat) SI. Dia juga termasuk rombongan yang mewakili
pengurusan pengesahan Badan Hukum Sarekat Islam bersama Cokroaminoto. Ketiga
organisasi tersebut di atas dimasuki KH. Ahmad Dahlan, di samping karena terdorong oleh
rasa kebangsaan, juga karena menurut pandangannya ketiganya dapat dijadikan wadah untuk
menyampaikan dakwahnya yang mengandung ide-ide pembaharuan. Pada tanggal 18
Nopember 1912 M/8 Dzulhijjah 1330 H,52 KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi yang
dikenal dengan nama Muhammadiyah. (Dr.Abdul Mu`thi, M.Ed. 2018. K.H. AHMAD
DAHLAN (1868-1923). Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional.)

14
Golongan Moderen Islam dan Sistem Pendidikan Sekolah
Golongan moderen Islam tidak berhasil membangun satu macam sistem pendidikan. Sistem
pendidikan Indonesia yang dualistis seperti dicerminkan oleh adanya sistem Barat dan
Pesantren, dalam batas tertentu juga terdapat di kalangan moderen Islam. Adanya madrasah
dan sekolah sejenis dengan sekolah yang didirikan Belanda kecuali tentang pelajaran Agama
Golongan moderen tidak berhasil menyediakan buku pelajaran untuk sekolah mereka buku-
buku dari Mesir untuk agama dan bahasa Arab dan buku-buku Belanda yang digunakan di
sekolah-sekolah Belanda terpaksa dimanfaatkan. Mereka juga tidak berhasil untuk
menyediakan seluruh tenaga pengajar dari kalangan sendiri, terutama untuk mengajar mata
pelajaran bukan agama sehingga mereka memanfaatkan alumni sekolah yang didirikan oleh
Belanda seperti HIK, Sekolah Normal, AMS dan sekolah-sekolah tinggi lain. Maksud
Muhammadiyah umpamanya mempercayakan pimpinan sekolah gurunya (HIK) kepada
Sukarno yang tergolong netral agama. K.H. Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) memenuhi
harapan Muhammadiyah untuk memindahkan tempat pembuangan Sukarno dari Bengkulu ke
Yogyakarta. (Asrofie, M. Yusron. 2018. Kyai Haji Ahmad Dahlan: Pemikiran dan
Kepemimpinannya. Yogyakarta: MPKSDI PP Muhammadiyah.)

Untuk mata pelajaran agama dan bahasa Arab terutama sekolah-sekolah menengah dari
lembaga moderen Islam tersebut, lulusan Mesir mendapat tempat tetapi berbeda untuk tahun-
tahun pertama untuk dua tiga puluh tahun selanjutnya tidak tercatat adanya pengambilan guru
dari Timur Tengah. Al-Irsyad memang beruntung mempunyai Syaikh Ahmad Surkati yang
merupakan ulama terkemuka di staf mereka. Jumlah lulusan Indonesia dari Mesir tidak cukup
banyak, diantaranya lebih berpartisipasi dalam bidang politik sehingga perhatian mereka
terhadap pendidikan tidak penuh serta termasuk kalangan moderen bukanlah hasil dari
lembaga pendidikan agama di Indonesia maupun di luar negara. Hassan merupakan seorang
otodidak hasil belajar sendiri Syaikh Djambek, Haji Rasul dan Syaikh Parabek, ulama besar
Minang Kabau serta Ahmad Dahlan belajar di Mekah secara tradisional. Mereka merupakan
pengikut setia dari Hadis yang sering dijadikan pedoman oleh kalangan moderen Islam:
Carilah ilmu dari masa buaian sampai ke liang kubur. Mencari ilmu adalah wajib bagi setiap
muslim. Siapa berada dalam usaha mencari ilmu berada pada jalan Allah, sampai ia kembali.
(Asrofie, M. Yusron. 2018. Kyai Haji Ahmad Dahlan: Pemikiran dan Kepemimpinannya.
Yogyakarta: MPKSDI PP Muhammadiyah.)

15
Mereka terus berada di bawah tingkat ulama tadi baik dari segi prestise maupun
pengetahuannya. Mereka terpaksa berinisiatif untuk belajar sendiri. Kurangnya kemungkinan
mengganti pemimpin gerakan moderen terutama disebabkan oleh ketidakmampuan mereka
mendirikan Universitas dalam tahun tigapuluhan persiapan dilakukan untuk mendirikan
Universitas namun tidak terwujud. Tidak hanya Universitas mengakibatkan kurang
tersedianya sumber tenaga pimpinan dalam organisasi moderen. Cendekiawan yang diakui
baik mereka yang berasal dari sekolah agama maupun sekolah Belanda yaitu Haji Agus
Salim dan Muhammad Natsir. Yang merupakan pelopor dalam mempelajari gerakan
pembaharuan di Indonesia. Pemikiran moderen dan Islamnya menjadi lebih jelas setelah ia
menjadi anggota Sarekat Islam. (Asrofie, M. Yusron. 2018. Kyai Haji Ahmad Dahlan:
Pemikiran dan Kepemimpinannya. Yogyakarta: MPKSDI PP Muhammadiyah.)

Tersebarnya Tauhid dan Aqidah yang Shahih, Sebagaimana telah diketahui, bahwa mayoritas
umat Islam di Indonesia pada saat itu sedang tenggelam dalam kubangan kesyirikan,
kebid’ahan, khurafat dan keyakinan-keyakinan lain yang sangat bertentangan dengan Aqidah
Islam. Syekh Ahmad dan KH. Ahmad mulai memberantas penyakit ini setelah mereka berdua
merasa cukup menimba ilmu di kota Makkah. Syekh Ahmad lebih fokus memberantas
penyakit tersebut di kalangan kaum Arab. Syekh Ahmad menemukan gambaran
penyimpangan beragama kaum Arab sebagai berikut: Kepercayaan adanya tafadhul atau
hirarki tidak hanya berhenti di dunia ini, tapi posisinya berkelanjutan di alam lain setelah
meninggal dunia. Bahkan mereka percaya rohnya terjadi dari cahaya Allah dan dengan
demikian sesungguhnya tidak meninggal dunia dan berpengaruh terhadap mereka yang masih
hidup; Sebagai kelanjutannya, perlu adanya upacara-upacara untuk arwah mereka demi
memperoleh keselamatan, rizki dan sebagainya; Simbol-simbol keagamaan muncul bagi
mereka yang ‘Alawi, yang diakui sebagai wali, bahkan lebih tinggi derajatnya dari para wali
yang mana pun, lebih tinggi derajatnya dari alim manapun, dan jauh di atas derajat para
Syekh dalam jaringan kepercayaan golongan sufi yang mana pun. Simbol-simbol tersebut ada
yang tertulis berupa jimat, ada yang harus diucapkan berupa doa dan mantera, ada yang dari
singgungan tubuh berupa ludah dan air bekas pemandian mayatnya. (Asrofie, M. Yusron.
2018. Kyai Haji Ahmad Dahlan: Pemikiran dan Kepemimpinannya. Yogyakarta: MPKSDI
PP Muhammadiyah.)

16
Menghadapi situasi semacam ini, Syekh Ahmad memulai aksinya dengan berporos pada
pendidikan tauhid. Batasan pengertian tauhid yang diusung oleh Syekh Ahmad mengandung
tiga aspek, yaitu : Tauhid Rububiyah, yaitu keyakinan akan kesendirian Allah dalam
melaksanakan penciptaan, pemeliharaan dan penertiban alam semesta. Termasuk penciptaan-
Nya yang khusus berupa para Nabi dengan risalah-risalah-Nya masing-masing; Tauhid
Uluhiyah, yaitu keyakinan bahwa Allah saja yang harus disembah serta dihadirkan dalam
melaksanakan berbagai bentuk ibadah. Keikhlasan beragama hanya untuk Allah semata;
Tauhid al-Asma wa al-Shifat, yaitu keyakinan akan kemandirian Allah dalam kesempurnaan
sifat-sifat-Nya yang mutlak ditinjau dari segi manapun, sebagaimana yang tercantum dalam
al-Qura` n dan Sunnah Rasulullah. Dan di antara ketiga aspek tersebut, titik berat perhatian
Syekh Ahmad adalah pada Tauhid Uluhiyah. Hal yang sama juga dialami oleh KH. Ahmad
yang lebih fokus pada umat Islam pribumi. Beliau mengajarkan tauhid melalui surat al-
Ma’un yang memang mengandung ayat tentang tauhid, yaitu mengikhlaskan ibadah hanya
untuk Allah, bukan untuk dipertontonkan kepada orang lain. Gencarnya sosialisasi Tauhid
yang diusung oleh keduanya berimplikasi pada tersebarnya pendidikan Tauhid di sekolah-
sekolah, utamanya Al-Irsyad dan Muhammadiyah. (Asrofie, M. Yusron. 2018. Kyai Haji
Ahmad Dahlan: Pemikiran dan Kepemimpinannya. Yogyakarta: MPKSDI PP
Muhammadiyah.)

Tersebarnya Manhaj Salaf


Baik Syekh Ahmad maupun KH. Ahmad sama-sama mengajak manusia untuk berpegang
teguh dengan pemahaman para salaf dalam beragama. Dengan ajakan ini mereka bermaksud
untuk melepaskan manusia dari belenggu taqlid buta yang selama ini. mengakar kuat pada
umat Islam di Indoensia akibat ajaran tarekat- tarekat sufi. Jerih payah mereka akan hal ini
ternyata juga memiliki implikasi positif bagi pendidikan nasional setelahnya, terutama di
sekolah-sekolah Al-Irsyad dan Muhammadiyah. Konsep Kurikulum Pendidikan Islam
menurut KH. Ahmad Dahlan Dalam buka yang berjudul K.H. Ahmad Dahlan Sang Pencerah,
Pendidik dan Pendiri Muhammadiyah. Landasan ini merupakan kerangka filosofis untuk
merumuskan konsep dan tujuan ideal pendidikan Islam, baik secara vertikal maupun
horizontal. (jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/TARLIM/article/download/1704/13Da)

17
Islam paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan manusia, yaitu ‘abd Allah (hamba Allah) dan
khalifah fi al- ardh (wakil Allah di bumi).” Agar konsep tersebut tercapai, maka materi
pendidikan menurut Dahlan, adalah pengajaran Al-Qur’an, Hadits, membaca, menulis,
berhitung, ilmu bumi dan menggambar. Materi Al-Qur’an dan Hadits meliputi ibadah,
persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam menentukan nasibnya, musyawarah,
pembuktian pembenaran Al-Qur’an dan Hadits menurut akal, kerjasama antara agama-
kebudayaan-kemajuan peradaban, hukum kausalitas perubahan, nafsu dan kehendak,
domokratisasi dan liberalisasi, kemerdekaan berpikir, dinamika kehidupan dan peranan
manusia di dalamnya, dan akhlaq (budi pekerti). Dengan demikian muatan kurikulum dalam
sekolah Muhammadiyah terdapat dua aspek, yaitu muatan kurikulum umum dan muatan
kurikulum agama. Dalam hal kurikulum K.H. Ahmad Dahlan juga merintis pembelajaran
agama Islam sebagai studi ekstra kurikuler di sekolah- sekolah gubernemer (pemerintah).
Setelah Indonesia merdeka pemikiran K.H Ahmad Dahlan tentang konsep kurikulum
pendidikan Islam tersebut sebagian diadopsi dalam pendidikan Nasional. Pada masa orde
lama, pemerintah tetap mempertahankan pendidikan ala Belanda. Sekolah Pemerintah tidak
mengajarkan pendidikan agama sebagai pelajaran wajib.
(jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/TARLIM/article/download/1704/13Da)

Lembaga pendidikan Islam tetap tidak mengajarkan sains modern, perubahan signifikan
terjadi pada orde baru. Berangkat dari pengalaman politik dan visi pembangunan bangsa,
pemerintah orde baru membuat kebijakan yang sangat penting. Pendidikan agama merupakan
studi wajib di semua jenjang dan jenis pendidikan. Siswa di sekolah umum wajib mengikuti
pelajran agama sesuai dengan keyakinannya. Selain itu, pemerintah juga mulai
mengembangkan sistem pendidikan madrasah yang di dalamnya diajarkan studi agama dan
sains. Sejak diberlakukannya Surat Keputusan tiga Menteri, Komposisi studi sains (pelajaran
non agama) justru lebih banyak di bandingkan dengan studi agama (Karel A. Steenbrink,
1986: 3). Secara sosiologis, kebijakan pendidikan pemerintah Orde Baru memiliki pengaruh
positif dalam masyarkat Islam.
(jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/TARLIM/article/download/1704/13Da)

18
Konfergensi sosial, politik dan keagamaan yang memulai teramati pada awal 1990-an,
sebagiannya disebebkan oleh faktor pendidikan (Kuntowijoyo, 1997). Sekat-sekat sosial
antara priyayi, santri, abangan memudar karena putra putri keluarga santri, priyayi dan
abangan belajar dibangku pendidikan yang sama, belajar dari guru yang sama dan referensi
pembelajran yang relatif sama. Bagi Muhammadiyah, realitas sosial tersebut memiliki dua
sisi yang berbeda. Disatu sisi, cita-cita ideal manusia dan masyarakat yang dicita- citakan
Muhammadiyah mulai tercapai. Benih-benih yang disemaikan Muhammadiyah tumbuh dan
berkembang dalam kehidupan bangsa. Pada sisi lainnya, “penyeragaman” pendidikan era
Orde Baru berakibat pada hilangnya ciri khusus atau identitas pendidikan Muhammadiyah.
Apa yang membedakan sekolah atau madrasah Muhammadiyah dengan yang lainnya?
Jawaban yang seringkali dikemukakan adalah di Muhammadiyah terdapat studi Al-Islam dan
Kemuhammadiyahan. Karena itulah secara implisit kedua mata pelajaran tersebut
dinamankan muatan atau Muhammadiyah.
(jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/TARLIM/article/download/1704/13Da)

Pemikiran Pendidikan Islam.


Pemikiran-pemikiran K.H Ahmad Dahlan dalam dunia pendidikan
Islam diantaranya: Mendirikan Sekolah, Tujuan pendidikan menurut KH. Ahmad Dahlan
yaitu mem- bentuk manusia yang alim dalam ilmu agama, berpandangan luas dengan
memiliki pengetahuan umum, siap berjuang mengabdi untuk Muhammadiyah dalam me-
nyantuni nilai-nilai keagamaan pada masyarakat. Rumusan tujuan pendidikan tersebut
merupakan sikap pembaruan terhadap tujuan pendidikan pesantren, yang hanya menciptakan
individu shaleh dan mengajarkan ilmu agama saja. Dalam pendidikan pesantren, murid tidak
diajarkan sama sekali ilmu umum serta tidak menggunakan tulisan latin. Semua kitab dan
tulisan yang diajarkan menggunakan bahasa dan tulisan Arab. Sebaliknya, pendidikan
sekolah model Belanda merupakan pendidikan “sekuler” yang tidak diajarkan ilmu agama
sama sekali serta pelajaran di sekolah ini menggunakan huruf latin. Akibat dualisme
pendidikan tersebut di- lahirkan dua kutub inteligensia; lulusan pesantren yang menguasai
agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan lulusan sekolah Belanda yang menguasai ilmu
umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.
(jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/TARLIM/article/download/1704/13Da)

19
Melihat ketimpangan tersebut, K.H Ahmad Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan
yang utuh adalah membentuk individu yang paham ilmu agama serta ilmu umum. Ini
merupakan satu kesatuan ilmu yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Atas jasa-jasa KH.
Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan
pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan
Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961.Dasar-dasar penetapan itu
ialah: KH. Ahmad Dahlan. Keinginannya mendirikan sekolah juga dilatarbelakangi
kelemahan pesantren yang biasanya ikut mati jika kiainya meninggal. Untuk itu tanggal 18
Nopember 1912 K.H Ahmad Dahlan mulai mendirikan sekolah (Madrasah Ibtidaiyah dan
Madrasah Diniyah) yang bertempat di rumahnya dengan ukuran yang sederhana. Madrasah
tersebut merupakan madrasah pertama yang dibangun dan dikelola secara mandiri oleh
pribumi. Meskipun berlabel sekolah Islami, namun pembelajarannya menggunakan dua ilmu,
yaitu ilmu agama dan ilmu umum. Madrasah tersebut dilengkapi dengan fasilitas yang cukup
memadai seperti papan tulis, meja dan kursi, yang mana hal ini merupakan perombakan baru
dari sistem pesantren sehingga kontrapun muncul dan menganggap Dahlan kafir. Dalam
madrasah tersebut K.H Ahmad Dahlan menerapkan Q.S 96 ayat 1 yang menekankan kepada
murid-muridnya untuk membaca. Melalui pendidikan, Ahmad Dahlan berpikir tidak ada lagi
buta huruf, mereka akan mudah menerima informasi lewat tulisan mengenai agamanya.
(jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/TARLIM/article/download/1704/13Da)

K.H. Ahmad Dahlan mengabdikan diri sepenuhnya dalam bidang pendidikan. Titik bidik
pada dunia pendidikan mampu mengantarkannya memasuki jantung persoalan umat yang
sebenarnya. Lahir “ulama-intelek” atau“intelek-ulama”. Cita-cita pendidikan yang
digagasnya adalah lahir manusia- manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama-intelek”
atau “intelek- ulama”, yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang
luas, kuat jasmani dan rohani. Ide K.H. Ahmad Dahlan tentang model pendidikan
integralistik yang mampu melahirkan muslim ulama- intelek masih terus dalam proses
pencarian. Dalam rangka menjamin kelangsungan sekolah yang ia dirikan, maka atas saran
murid- muridnya ia akhirnya mendirikan persyarikatan Muhammadiyah tahun 1912.
(jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/TARLIM/article/download/1704/13Da)

20
Metode pembelajaran yang dikembangkan K.H Ahmad Dahlan bercorak kontekstual melalui
proses penyadaran. Contoh klasik adalah ketika ia menjelaskan surat al-Ma’un kepada santri-
santrinya secara berulang-ulang hingga santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan
supaya kita memperhatikan dan menolong fakir- miskin, dan harus mengamalkan isinya.
Setelah para santri mengamalkan perintah itu, baru diganti surat berikutnya. Gagasan Abdul
Mukti Ali, sistem pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia ini yang paling baik
adalah sistem pendidikan yang mengikuti sistem pondok pesantren karena didalamnya
diresapi dengan suasana keagamaan. Dalam semangat yang sama, belakangan ini sekolah-
sekolah Islam tengah berpacu menuju peningkatan mutu pendidikan. Salah satu model
pendidikan terbaru adalah full day school, sekolah sampai sore hari tidak terkecuali di
lingkungan Muhammadiyah. Kerjasama dengan pemerintah Belanda. K.H. Ahmad Dahlan
menerapkan sistem kooperatif dalam bidang pendidikan dengan pemerintah Belanda.
Keduanya sama-sama memperoleh keuntungan. Pertama, dari sikap non oposisional. Kedua,
mendukung program pembaharuan keagamaan termasuk di dalam bidang pendidikan.
Sikapnya yang akomodatif dan kooperatif memberikan ketentuan mutlak untuk bertahan
hidup di tengah iklim yang sangat tidak ramah terhadap gerakan nasionalis pribumi dan
disaat tidak satupun gerakan yang sebanding dengannya dapat bertahan saat itu. Sehingga
K.H Ahmad Dahlan dapat masuk lebih dalam pada lingkungan pendidikan kaum misionaris
yang diciptakan oleh pemerintah Belanda, yang saat itu lebih maju kedepan dari pada sistem
pendidikan pribumi yang tradisional.
(jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/TARLIM/article/download/1704/13Da)

Wafatnya KH Ahmad Dahlan


Ahmad Dahlan meninggal di usia 43 tahun di Yogyakarta dan dimakamkan di pemakaman
Karangkanjen. Kiprahnya dalam membentuk dan mengembangkan Muhammadiyah sudah
tidak diragukan lagi. Dia adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang merupakan
pendiri Muhammadiyah.Pada periode inilah, dia mulai berinteraksi dengan pemikiran-
pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha
dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, dia berganti nama
menjadi Ahmad Dahlan.
(jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/TARLIM/article/download/1704/13Da)

21
Atas jasa-jasa K.H. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia
melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka pemerintah republik Indonesia
menetapkannya sebagai pahlawan nasional dengan surat keputusan presiden tahun no 657
tahun 1961 Muhammadiyah tetap menjadi organisasi sosial Islam dan membawa banyak
manfaat; atas desakannya, sekretarisnya Haji Fachrodin telah dikirim ke Jeddah untuk
memahami perbuatan para jamaah haji di atas kapal-kapal haji. Haji Fachrodin diminta untuk
membuat laporan tentang hal tersebut. Di samping itu, diterangkan pula berbagai terobosan
yang dibuat Kiai Dahlan agar para jamaah haji bisa naik haji dengan aman dan nyaman. Dia
juga mendirikan sekolah yang kemudian diberi subsidi oleh pemerintah. Oleh masyarakat,
sosok Ahmad Dahlan dianggap berpengaruh sehingga kepadanya diberi gelar ‘kijahi’ alias
Kiai.
(jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/TARLIM/article/download/1704/13Da)

22
DAFTAR RUJUKAN

Asrofie, M. Yusron. 2018. Kyai Haji Ahmad Dahlan: Pemikiran dan


Kepemimpinannya. Yogyakarta: MPKSDI PP Muhammadiyah.

Dr.Abdul Mu`thi, M.Ed. 2018. K.H. AHMAD DAHLAN (1868-1923). Jakarta:


Museum Kebangkitan Nasional.

jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/TARLIM/article/download/1704/13

journal.staidarussalamlampung.ac.id/index.php/assalam/article/download/53/111

23

Anda mungkin juga menyukai