Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MERESUME

Mata kuliah:
PKN
Dosen pengampu:
Dra. Nurhasanah Leni, M.Hum

Disusun oleh:
Meldi Giovanni Putra: ( 2211080169 )
Kelas: BKPI E
Nomor Absen: 14

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN RADEN INTAN
PENDAHULUAN

Pahlawan Pendidikan Kyai Haji Hasyim Aay`ari

KH Hasyim Asy'ari lahir pada Selasa Kliwon, 24 Zulkaidah 1287 Hijriah, bertepatan dengaan
tanggal 14 Februari 1871 Masehi, di pesantren Gedang, Tambakrejo, Kabupaten Jo
Dia merupakan anak ketiga dari 11 bersaudara, putra dari pasangan Kiai Asy'ari dan Nyai
Halimah. Dari jalur ayah, nasab Kiai Hasyim bersambung kepada Maulana Ishak hingga
Imam Ja'tar Shadiq bin Muhammad Al-Bagir. Sedangkan dari jalur ibu, nasabnya
bersambung kepada pemimpin Kerajaan Majapahit, Raja Brawijaya VI (Lembu Peteng), yang
berputra Karebet atau Jaka Tingkir. Dalam sejarah tercatat Jaka Tingkir adalah raja Pajang
pertama (tahun 1568 M) dengan gelar Sultan Pajang atau Pangeran Adiwijaya. Belajar ke
pesantren Pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang, KH. Abdul Hakim Mahfudz
mengungkapkan, Kiai Hasyim mulai berkelana untuk belajar ke sejumlah pesantren di usia
15 tahun. Dia pernah menjadi santri di Pesantren Wonorejo Jombang, Pesantren Wonokoyo
Probolinggo, kemudian Pesantren Langitan Tuban, dan Pesantren Trenggilis Surabaya. "Pada
usia 15 tahun, beliau mulai meninggalkan rumah, menjadi santri dan tinggal di beberapa
pesantren," ungkap Hakim Mahfudz kepada Kompas.com, Rabu (22/4/2021).
(Akarhanaf. 2018. Kiai Hasyim Asy’ari Bapak Ummat Islam Indonesia. Jombang :
Pondok Pesantren Tebu Ireng.)

Merujuk pada buku "Profil Pesantren Tebuireng", KH Hasyim Asy'ari melanjutkan mencari
ilmu ke Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura, di bawah asuhan Kiai Kholil bin Abdul
Latif. Kemudian pada tahun 1307 Hijriah atau tahun 1891 Masehi, Kiai Hasyim kembali ke
tanah Jawa dan belajar di Pesantren Siwalan, Panji, Sidoarjo, di bawah bimbingan Kiai
Ya'qub. Memperdalam ilmu agama Pada usia 21 tahun, Hasyim Asy'ari menikah dengan
Nafisah, salah seorang puteri Kiai Ya'qub. Pernikahan itu dilangsungkan pada tahun 1892
M/1308 H. Tidak lama kemudian, Kiai Hasyim bersama istri dan mertuanya berangkat ke
Mekkah guna menunaikan ibadah haji. Kesempatan di tanah suci juga digunakan untuk
memperdalam ilmu pengetahuan. Hampir seluruh disiplin ilmu agama dipelajarinya, terutama
ilmu hadis. Namun, saat berada di Mekah, istri Hasyim Asy'ari meninggal dunia. (Akarhanaf.
2018. Kiai Hasyim Asy’ari Bapak Ummat Islam Indonesia. Jombang : Pondok Pesantren
Tebu Ireng.)

2
Pada periode kedua kembali ke Mekah, Kiai Hasyim rajin menemui ulama-ulama besar untuk
belajar dan mengambil berkah dari mereka. Karena keilmuannya yang dinilai sudah
mumpuni, KH Hasyim Asy'ari dipercaya untuk mengajar di Masjidil Haram bersama tujuh
ulama Indonesia lainnya, antara lain Syekh Nawawi al-Bantani dan Syekh Anmad Khatib al-
Minakabawi. Di Mekah, KH Hasyim Asy'ari memiliki banyak murid dari berbagai negara.
Beberapa muridnya, antara lain Syekh Sa'dullah al-Maimani (mufti di Bombay, India), Syekh
Umar Hamdan (ahli hadis di Mekkah), serta Al-Syihab Ahmad ibn Abdullah (Syiria).
Kemudian murid dari tanah air, antara lain KH Abdul Wahab Chasbullah (Tambakberas,
Jombang), K.H.R. Asnawi (Kudus), KH Dahlan (Kudus), serta KH Bisri Syansuri (Denanyar,
Jombang), dan KH Shaleh (Tayu). Pada tahun ketujuh di Mekah, tepatnya tahun 1899 (1315
H), KH Hasyim Asy'ari menikah dengan Khadijah, putri Kiai Romli dari desa Karangkates,
Kediri. Setelah pernikahan itu, Kiai Hasyim bersama istrinya kembali ke Indonesia.
Mendirikan pesantren Pada 1899, KH Hasyim Asy'ari mendirikan Pesantren Tebuireng.
(Akarhanaf. 2018. Kiai Hasyim Asy’ari Bapak Ummat Islam Indonesia. Jombang :
Pondok Pesantren Tebu Ireng.)

Awalnya, santri berjumlah delapan, lalu tiga bulan kemudian meningkat menjadi 28 orang.
Dua tahun setelah mendirikan pesantren, Khadijah, istri KH Hasyim Asy'ari meninggal
dunia, tanpa meninggalkan putra. KH Hasyim kemudian menikah dengan Nafiqoh, putri Kiai
Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan, Madiun, yang dikaruniai 10 anak. Pada akhir 1920-an,
Nyai Nafiqoh wafat. Kiai Hasyim kemudian menikah dengan Nyai Masyruroh, dan
dikaruniai empat anak. Mendirikan Nahdlatul Ulama Setelah mendapatkan masukan dari
beberapa kiai pengasuh pesantren, serta petunjuk gurunya, KH Kholil bin Abdul Latif
Bangkalan, KH Hasyim Asy'ari mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama. Organisasi
kebangkitan ulama itu secara resmi didirikan pada 16 Rajab 1344 hijriyah atau bertepatan
dengan 31 Januari 1926 Masehi, dengan KH Hasyim Asy'ari dipercaya sebagai Rois Akbar.
Menurut KH Abdul Hakim Mahfudz, pengasuh Pesantren Tebuireng, berdirinya NU bukan
sekedar keinginan untuk membangun barisan. NU berdiri untuk merespons situasi dunia
Islam kala itu, yang sedang dilanda pertentangan paham, antara paham pembaharuan dengan
paham bermadzhab. Dalam situasi pertentangan paham yang kian meruncing, kata Hakim
Mahfudz. (Akarhanaf. 2018. Kiai Hasyim Asy’ari Bapak Ummat Islam Indonesia. Jombang :
Pondok Pesantren Tebu Ireng.)

3
NU hadir dengan pemikiran yang lebih moderat. Cicit KH Hasyim Asy'ari itu menjelaskan,
pandangan NU yang lebih moderat, pada akhirnya membuat interaksi dan komunikasi dunia
Islam menjadi lebih mudah. "Sehingga orang muslim di Indonesia, terutama orang NU itu
kalau bertemu dan berinteraksi dengan orang muslim di dunia bisa nyambung. Dibanding
dengan sebelum ada NU," kata Hakim Mahfudz. Melawan penjajah Di masa penjajahan, KH
Hasyim Asy'ari memiliki pengaruh besar yang membuat Belanda dan Jepang segan. Saat
Belanda menjajah, KH Hasyim Asy'ari pernah diberi anugerah bintang jasa. Namun
pemberian dari Belanda ditolak olehnya. Pada masa Belanda pula, Kiai Hasyim pernah
mengeluarkan fatwa jihad melawan penjajah, serta fatwa haram pergi haji dengan naik kapal
milk Belanda. Menurut Achmad Zubaidi, Dosen UIN Jakarta, Dalam buku KH Hasyim
Asy'ari; Pengabdian Seorang Kiai untuk Negeri, fatwa tersebut membuat Belanda
kelimpungan. Fatwa jihad melawan penjajah memantik perlawan terhadap Belanda di
berbagai tempat. Kemudian fatwa haram pergi haji dengan naik kapal milk Belanda,
membuat banyak jemaah calon haji yang membatalkan keberangkatan ke tanah suci.
Sementara pada masa pendudukan Jepang, KH Hasyim Asy'ari pernah ditahan karena
menolak melakukan penghormatan ke arah Tokyo setiap pagi. (Akarhanaf. 2018. Kiai
Hasyim Asy’ari Bapak Ummat Islam Indonesia. Jombang : Pondok Pesantren Tebu Ireng.)

Mencetuskan resolusi jihad Di masa awal Indonesia merdeka, Belanda dengan membonceng
NICA bermaksud kembali menduduki Indonesia. Untuk menyelamatkan kemerdekaan
Indonesia, KH Hasyim Asy'ari bersama para ulama mengeluarkan resolusi jihad untuk
melawan pasukan Belanda dan sekutu. Resolusi jihad yang ditandatangani di Surabaya
tersebut mampu membangkitkan spirit perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan
Indonesia. Pada waktu selanjutnya, fatwa jihad itu memunculkan gerakan perlawanan di
mana-mana terhadap tentara Belanda dan sekutu. Salah satu yang terbesar dan heroik, yakni
pertempuran di Surabaya oleh arek-arek Suroboyo, pada 10 November 1945. KH Hasyim
Asy'ari wafat pada 25 Juli 1947. Jenazahnya dikebumikan di Pesantren Tebuireng Jombang.
Satu dari sekian banyak kontribusi besar KH Hasyim Asy'ari terhadap bangsa Indonesia,
yakni menyatukan dua kubu yang berseteru untuk menentukan dasar Negara Indonesia yang
baru lahir. (Akarhanaf. 2018. Kiai Hasyim Asy’ari Bapak Ummat Islam Indonesia. Jombang :
Pondok Pesantren Tebu Ireng.)

4
Perjuangan KH Hasyim Asy’ari dalam melawan penjajah

KH. Hasyim Asy’ari juga dikenal dengan tokoh par-excellence yang mampu mewariskan
khazanah khas ala Indonesia. Melalui karya-karyanya, KH. Hasyim Asy’ari berhasil
mengkontruksikan pemikiran dan perilaku masyarakat Indonesia dengan konsep
keberagamaan khas Indonesia yang di satu sisi tidak lepas dari akar- akar tradisi yang
berkembang di Indonesia, dan di sisi lain KH. Hasyim Asy’ari tetap berpegang teguh kepada
khazanah salafusshalih sunni. Inilah yang membuat keunikan dan perbedaan dengan tokoh-
tokoh agama lainnya. KH. Hasyim Asy’ari dapat dikatakan sebagai seorang ulama besar yang
kharismatik dan mempunyai pemikiran yang besar dalam bidang keagamaan dan kebangsaan.
Ia telah menjadi uswatun hasanah baik dalam pemikiran, sikap, tingkah laku, maupun tutur
bahasanya, sehingga dapat dijadikan panutan bagi masyarakat, baik pada masa lalu maupun
untuk masa saat ini. Ia mempunyai peranan yang sangat besar dalam pemberdayaan umat
sejak zaman penjajahan Belanda, Jepang maupun pada saat memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Menurut ketua PBNU KH. Said Aqil Siradj, KH. Hasyim Asy’ari sangat patut
sekali dijadikan referensi dari ulama pesantren yang berjuang demi bangsa dan negara, baik
dalam ranah keagamaan maupun kebangsaan.
(jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/khazanah/article/download/3433/2147)

Menurut Tim Pusat Kajian Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari Tebu Ireng, akhir- akhir ini terjadi
fenomena yang menimpa terhadap kehidupan bangsa Indonesia, dengan kembali munculnya
golongan-golongan yang mempertentang keislaman dan kebangsaan (keindonesiaan). Ada
satu pihak mengarah dengan gerakan radikal berusaha membawa bangsa ini kepada negara
agama secara skriptualis dengan munculnya istilah NKRI bersyariah. Sementara pihak lain
dari kelompok gerakan liberal dan kiri yang berusaha menjadikan bangsa ini menjadi bangsa
sekuler dan komunisme. Padahal masalah keagamaan dan kebangsaan tidak bisa
dipertentangkan begitu saja, keduanya harus saling melengkapi demi kesejahteraan bangsa
dan kenyaman dalam menjalankan perintah agama. KH. Hasyim Asy’ari sendiri telah
membuktikan bahwa antara keislaman dengan keindonesiaan tidak boleh dipertentangkan,
sebab keduanya berada dalam satu konsep perjuangan.
(jurnal.uin antasari.ac.id/index.php/khazanah/article/download/3433/2147)

5
Nilai- nilai Islam harus hadir dalam kebudayaan dan kebhinekaan yang sudah mengakar kuat
dalam jati diri dan memori kolektif bangsa Indonesia. Sebagaimana Islam datang ke bumi
Nusantara melalui para pendakwah yang bersifat toleran dan damai. Berdasarkan latar
belakang tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini perlu menelaah kembali tentang
pemikiran KH. Hasyim Asy’ari mengenai keislaman dan kebangsaan. Karena saat ini masih
ada kelompok-kelompok tertentu yang ingin memisahkan antara keislaman dan kebangsaan
yang mengkhawatirkan dapat memicu pecah belahnya umat. Dengan demikian, pemikiran
KH. Hasyim Asy’ari dalam artikel ini dapat dijadikan refleksi kita semua dan khazanah
pembelajaran bagi bangsa. Dalam artikel ini membahas biografi KH. Hasyim Asy’ari dan
pemikirannya tentang keislaman dan kebangsaan.
(jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/khazanah/article/download/3433/2147)

Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan (library research).
Metode ini merupakan metode pengumpulan data dengan cara memahami dan mempelajari
teori-teori dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian. Menurut Mestika Zed
ada empat tahap metode kepustakaan yaitu menyiapkan perlengkapan alat yang diperlukan,
menyiapkan bibliografi kerja, mengorganisasikan waktu dan membaca serta mencatat bahan
penelitian. Pengumpulan data dengan cara mencari dan merekonstruksi dari berbagai sumber
seperti buku, arsip, majalah, dokumen-dokumen tua, jurnal, dokumentasi, surat-surat kabar
dan lain-lain yang berkaitan dengan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari. Metode analisis
menggunakan analisis konten dan analisis deskriptif. Bahan kepustakaan yang didapat dari
berbagai referensi dianalisis secara kritis dan mendalam agar dapat mendukung proposisi dan
gagasan penelitian. Dalam penelitian kepustakaan ini peneliti memperhatikan langkah-
langkah dalam meneliti kepustakaan, memperhatikan metode penelitian dalam rangka
mengumpulkan data, membaca dan mengolah bahan pustaka serta peralatan yang harus
dipersiapkan dalam penelitian.
(jurnal.uin antasari.ac.id/index.php/khazanah/article/download/3433/2147)

6
Pemikiran Keislaman KH. Hasyim Asy’ari

KH. Hasyim Asy’ari merupakan seorang penulis yang produktif. Sebagian besar ia menulis
dalam bahasa Arab, tema-tema yang dibahas dari berbagai bidang seperti tasawuf, fiqh dan
hadis. Sampai sekarang pun kitab-kitab yang ditulisnya masih dipelajari di berbagai
pesantren. Diantara tulisannya adalah At-Tibyan in Nahi’an Muqatha’atil Arham wal Aqarib
wal Akhawan (Penjelasan mengenai larangan memutuskan hubungan kerabat dan
persahabatan), Adabul ‘Alim wal Muta’alim (Etika guru dan murid) mengenai etika belajar
dan urgensi ilmu pengetahuan, Al-Risalah Al- Jami’ah (kitab lengkap) menjelaskan berbagai
topik seperti kematian dan hari kebangkitan, arti sunnah dan bidah, Al-Qanun al-Asasi li
Jam’iyah Nahdlah al-‘Ulama (Aturandasar perkumpulan Nahdlatul Ulama) membicarakan
prinsip-prinsip utama organisasi NU, Al-Mawa’iz (Nasihat) mengajak umat muslim untuk
bersatu dan bekerja sama, Hadits al-Mawt wa Ashrah al-Sa’ah (Hadits mengenai kematian
dan kiamat)22, Al-Durar Al-Muntathirah fit Tis’ ‘Asyarah (Mutiara-mutiara mengenai
sembilan belas masalah) mengenai tasawuf, Al-Risalah At-Tauhidiyyah (Catatan tentang
teologi) mengenai Ahlussunah Wal Jama’ah dan sebagainya. Sebenarnya karya-karya KH.
Hasyim Asy’ari masih banyak selain yang tertulis di atas, bahkan pidato-pidato KH. Hasyim
Asy’ari pun banyak yang diterbitkan dalam surat kabar.
(PesanDuaPemimpinBesarIslamIndonesia,Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Kyai Haji Hasyim
Asy’ari. Yogyakarta : LKPSM.)

Pemikiran keislaman KH. Hasyim Asy’ari terbagi di beberapa bidang ilmu Islam seperti
tasawuf, teologi dan fikih. Dalam pemikiran keislaman, KH. Hasyim Asy’ari menggunakan
corak Islam tradisional, corak Islam tradisonal dipandang sebagai ajaran yang telah diajarkan
oleh pendahulu yaitu walisongo. Ia tetap mempertahankan corak Islam tradisional ini, sebab
paham ini sudah mulai tergerus oleh paham-paham modernis. Oleh karena itu, dalam
pemikiran-pemikiran KH. Hasyim Asy’ari bercorak pada Islam tradisional yang sangat
berbeda dengan paham- paham modernis, sampai karya-karya yang ditulisnya beranut pada
paham Islam tradisional. Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang fiqh yang paling menonjol
adalah tentang ijtihad dan taqlid, menurutnya hal yang sangat penting yaitu mengikuti salah
satu dari empat mazhab sunni (mazahib). (PesanDuaPemimpinBesarIslamIndonesia,Kyai
Haji Ahmad Dahlan dan Kyai Haji Hasyim Asy’ari. Yogyakarta : LKPSM.)

7
KH. Hasyim Asy’ari menjelaskan tentang ini dan hal-hal lainnya di dalam Muqaddimat al-
Qanun al-Asasi al-Nahdlah al-‘Ulama (pengantar terhadap aturan-aturan dasar Nahdlatul
Ulama), menurut Bruinessen (1999) kitab ini merupakan hasil dari ijtihad KH. Hasyim
Asy’ari bersama ulama lainnya, yang berdasarkan Al-qur’an dan Sunnah Rasul. Ijtihad disini
merupakan sarana paling efektif untuk mendukung tetap tegak dan eksistensinya hukum
Islam serta menjadikan sebagai tatanan hidup yang up to date agar dapat menjawab tantangan
zaman. Sedangkan taqlid adalah mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui sumber
atau alasannya. Seperti seseorang telah mengikuti pendapat Imam Syafi’i tanpa mengetahui
dalilnya atau hujjahnya, orang seperti ini disebut Muqallid.45 Keduanya ini harus berkaitan,
taqlid untuk mengisi kekosongan ketika ijtihad tidak bisa diterapkan. Kalau tidak, itu akan
menjadi beban yang tidak semestinya untuk meminta semua orang menjadi seorang mujtahid
(orang yang melakukan ijtihad). Dengan demikian, taqlid disini awalnya dilarang, menjadi
boleh apabila seseorang tidak mampu untuk berijtihad dan menggunakan potensi akalnya
dalam memahami nash-nash Al-qur’an dan As-Sunnah. Hal ini sejalan dengan pemikiran
KH. Hasyim Asy’ari mengenai larangan taqlid hanya ditujukan kepada seseorang yang
mampu melakukan ijtihad, meskipun kemampuannya hanya pada satu bidang, sehingga KH.
Hasyim Asy’ari berpendapat bagi siapa saja yang tidak mampu melakukan ijtihad maka harus
mengikuti salah satu dari empat mazhab. Sebaliknya jika para mujtahid dilarang bertaqlid
pada hasil ijtihad hukum orang lain. (pesanDuaPemimpinBesarIslamIndonesia,Kyai Haji
Ahmad Dahlan dan Kyai Haji Hasyim Asy’ari. Yogyakarta : LKPSM.)

Pendapat tersebut dipegang oleh organisasi NU yang terus menekankan bahwa persyaratan
melakukan ijtihad tidaklah sederhana. Meskipun demikian, NU menganjurkan para
anggotanya untuk meningkatkan pengetahuan agama mereka agar meningkat dari status
taqlidnya. Organisasi NU menganggap bahwa untuk orang biasa yang tidak mampu
melakukan ijtihad, diperbolehkan bertaqlid pada salah satu dari empat mazhab Sunni (Hanafi,
Maliki, Syafi’i dan Hanbali) sebab, sebagaimana yang disabdakan Rasul bahwa perbedaan
pendapat di kalangan masyarakat muslim adalah rahmat dan memaksakan suatu pendapat
dibenci Tuhan. KH. Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa mengikuti salah satu empat mazhab
Sunni itu bermanfaat bagi umat Islam, karena setiap generasi ulama mengambil manfaat dan
mengembangkan pemahaman keislamannya dari usaha generasi pendahulunya. (jurnal.uin-
antasari.ac.id/index.php/khazanah/article/download/3433/2147)

8
sementara para tabi’at tabi’in bersandar kepada tabi’in dan seterusnya. Oleh karena itu,
penyandaran terus menerus dan penerimaan ilmu pengetahuan dan generasi pendahulu ini
merupakan sumber informasi yang tak habis-habisnya bagi para ilmuwan muslim. Hal ini
terutama mengingat ajaran Islam tidak dapat dipahami kecuali dengan wahyu (naqli) atau
sistem pengambilan hukum tertentu (istinbath). Wahyu harus secara terus- menerus
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui teks, sedangkan istinbath harus
dilaksanakan dengan bantuan ajaran-ajaran mazhab hukum. Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari
dalam fiqh siyasah (tata cara politik dalam Islam),47 bahwa fiqh siyasah bisa dikatakan
sebagai ilmu politik pemerintahan dan ketatanegaraan dalam Islam yang mengkaji aspek-
aspek yang berkaitan dengan dalil- dalil umum dalam Al-qur’an dan hadits serta tujuan dalam
syariat. Pada saat itu KH. Hasyim Asy’ari harus aktif ikut campur dalam urusan kenegaraan,
sebab ia khawatir terhadap bangsa Indonesia yang akan terpecah belah. Maka, sikap yang
diambil KH. Hasyim Asy’ari adalah ajakan kepada seluruh umat Islam Indonesia untuk
bersatu dalam aksi bersama. Menurut KH. Hasim Asy’ari menerangkan bahwa perpecahan
merupakan penyebab kelemahan, kekalahan, dan kegagalan di sepanjang zaman. Bahkan,
pangkal kehancuran dan kemacetan, sumber keruntuhan dan kebinasaan, dan penyebab
kehinaan dan kenistaan. Ajakan persatuan tersebut disampaikan di berbagai kesempatan
mengingat kondisi umat yang terpecah belah ketika itu, dan dibutuhkannya akan persatuan
yang mendesak bagi Indonesia.
(jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/khazanah/article/download/3433/2147)

Menurut Nizar alasan ajakan persatuan berdasarkan Pertama, persatuan kebangsaan yang
artinya persatuan yang dilandasi dengan kesamaan kebangsaan. Kedua, persatuan keagamaan
yaitu persatuan yang dilandasi kesamaan agama. Pemikiran kebangsaan KH. Hasyim Asy’ari
sebenarnya mengarah ke ide-ide politik (fiqh Siyasah). Secara umum pemikiran politik KH.
Hasyim Asy’ari sejalan dengan doktrin politk Sunni sebagaimana yang telah dikembangkan
oleh Al-Mawardi dan Al-Ghazali. menjelaskan pada dasarnya doktrin ini sangat akomodatif
terhadap penguasa, hal ini dikarenakan pada saat itu dirumuskannya doktrin ini ketika dunia
politk Islam mengalami kemunduran yang pada gilirannya akan memunculkan anggapan
bahwa posisi rakyat sangat lemah dan mereka harus tunduk terhadap penguasa. (jurnal.uin-
antasari.ac.id/index.php/khazanah/article/download/3433/2147)

9
Pada masa awal karier kehidupannya, KH. Hasyim Asy’ari bukanlah seorang aktivis politik
dan bukan pula musuh penjajah. Ketika itu ia belum peduli untuk menyebarkan ide-ide
doktrin politik dan umumnya tidak keberatan dengan kebijakan- kebijakan penjajah, selama
tidak membahayakan keberlangsungan ajaran-ajaran Islam. Khuluq mengatakan dalam kaitan
ini, KH. Hasyim Asy’ari tidaklah seperti tokoh- tokoh nasionalis-sekuler, Soekarno sebagai
pendiri Partai Nasional Indonesia dan Presiden, Cokroaminto dan Agus Salim pemimpin
Syarekat Islam yang memfokuskan diri pada isu-isu politik dan bergerak secara terbuka
selama beberapa tahun untuk kemerdekaan Indonesia. Meskipun demikian, KH. Hasyim
Asy’ari dapat dianggap sebagai pemimpin spritual bagi sebagian tokoh politik. Aktivitas
politiknya sendiri bersifat low profile sampai akhir hanyatnya. KH. Hasyim Asy’ari juga
tidak pernah secara terbuka bersikap konfrontasi terhadap penjajah. Dengan demikian untuk
mengerti lebih dalam pemikiran kebangsaan KH. Hasyim Asy’ari dalam perkembangan
politik dan pengaruhnya kepada para pemimpin muslim saat itu harus diperhatikan. Seluruh
hidup KH. Hasyim Asy'ari bisa dikatakan hanya dihabiskan untuk mengabdi menyebarkan
agama Islam, perkembangan pendidikan dan kemerdekaan Indonesia. Kehidupan
kesehariannya dipenuhi dengan kegiatan dakwah dan mengajar di pondok pesantren yang ia
dirikan (Tebuireng). Sesekali ia juga disibukkan dengan organisasi perkumpulan para ulama
sejawa Timur dan Jawa Tengah yang disebut organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama yang
mana ia menjabat sebagai Rais Am.
(jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/khazanah/article/download/3433/2147)

Setelah KH. Hasyim Asy’ari mengembara ilmu di berbagai Pesantren dan di tanah Hijaz, ia
kembali ke Indonesia untuk mendirikan pesantren Tebuireng. Pada 1926, KH. Hasyim
Asy’ari bersama muridnya KH. Abdul Wahab Hasbullah mendirikan suatu organisasi
tradisionalis yakni Nahdlatul Ulama. Sebelum ia mendirikan oraganisasi NU, meminta izin
terlebih dahulu kepada salah satu gurunya yakni KH. Kholil Bangkalan. Setelah mendapat
restu dari gurunya ia diberikan sebuah tasbih dan tongkat sebagai simbol tugas dan
kepemimpinan atas berdirinya NU. Tujuan berdirinya NU bukan semata-mata untuk mencari
popularitas dan kekuasaan semata. Organisasi Nahdlatul Ulama berusaha mempertahankan
nilai-nilai tradisional Islam yang selama ini diikuti dan mulai tergerus dengan adanya
pemikiran- pemikiran modern.
(jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/khazanah/article/download/3433/2147)

10
Nilai-nilai tradisional yang di pandang oleh sejumlah kalangan merupakan ajaran dan metode
yang sukses di lakukan oleh walisongo sudah mulai di usik kemapanannya. Oleh karena itu,
K.H Hasyim Asy’ari dan sejumlah ulama di Jawa Timur dan Jawa Tengah membuat
organisasi yang berusaha melestarikan ajaran tradisional dan tetap bernafaskan ahlus sunnah
wal jama’ah. Hal tersebut berhasil dan sampai sekarang organisasi ini menjadi salah satu
organisasi terbesar di Indenesia. Kelahiran NU selain sebagai upaya menjaga prinsip dan
khazanah Islam tradisional dan penetrasi yang dilakukan oleh Islam modernis, juga
mengusung motif sosial dalam melakukan pembelaan kepentingan golongan Islam
tradisional. NU juga didirikan merupakan wadah perjuangan untuk menentang segala bentuk
penjajahan dan merebut kemerdekaan negara Republik Indonesia dari penjajah Belanda dan
Jepang, sekaligus aktif melakukan dakwah-dakwahnya untuk senantiasa menjaga kesatuan
negara Republik Indonesia dalam wadah NKRI. Motif nasionalisme timbul karena NU lahir
dengan niatan kuat untuk menyatukan para ulama dan tokoh-tokoh agama dalam melawan
penjajahan. Semangat nasionalisme itu pun terlihat juga dari nama Nahdlatul Ulama itu
sendiri yakni “Kebangkitan Para Ulama”. NU pimpinan Hadhratus Syaikh K.H. Hasyim
Asy'ari sangat nasionalis.
(jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/khazanah/article/download/3433/2147)

Perjuangan KH. Hasyim Asy’ari Melawan Kolonial Belanda

KH Hasyim Asy’ari merupakan salah satu tokoh perjuangan yang mewakili umat Islam
dalam perlawanan terhadap kolonial Belanda. Penderitaan yang dialami bangsa Indonesia dan
pengekangan terhadap kebebasan menjalankan perintah agama, mendorong KH. Hasyim
Asy’ari untuk mengeluarkan fatwa tentang jihad melawan Belanda. Jihad yang
dideklarasikannya dicatat dalam sejarah sebagai jihad kebangsaan. Bangsa Indonesia yang
saat itu dalam posisi terjajah mempunyai hak untuk memerdekakan diri dari berbagai
penindasan yang dilakukan para penjajah. Sebagai ulama kharismatik dan tokoh umat, maka
KH. Hasyim Asy’ari menggelorakan semangat perjuangan untuk menentang penjajahan
Belanda terutama dikalangan anak muda atau para santri. Beliau mengajak mereka untuk
berjihad melawan penjajah dan menolak kerjasama dengan penjajah tersebut. (jurnal.uin-
antasari.ac.id/index.php/khazanah/article/download/3433/2147)

11
Gerakan perlawanan ini disambut umat untuk membebaskan mereka dari ketertindasan yang
menghinakan menuju kemuliaan yang membahagiakan. Perjuangan KH. Hasyim Asy’ari
melawan penjajah sebenarnya sudah dimulai pada saat menata Pesantren Tebuireng, di mana
banyak rintangan, halangan dan hambatan dan pemerintah kolonial Belanda.
(jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/khazanah/article/download/3433/2147)

Pemerintah kolonial Belanda senang melihat kaum Muslim dalam posisi terbelakang
sehingga tidak dapat melakukan perlawanan terhadapnya. Bentuk perjuangan K.H. Hasyim
Asy’ari ketika negaranya Indonesia dijajah Belanda adalah ketika beliau berikrar di
Multazam, sewaktu melakukan haji untuk kedua kalinya. Beliau berikrar bersama teman-
temannya yang bukan hanya berasal dan Indonesia, tapi juga dari Malaysia, Brunei, benua
Afrika, dan Timur Tengah. Mereka mengikrarkan diri untuk mengabdikan keilmuan- nya
mereka pada kejayaan Islam dan masyarakat di negaranya masing-masing agar segera
terlepas dan penjajah. Misrawi mengemukakan bahwa jihad kebangsaan yang dideklarasikan
oleh KH. Hasyim Asy’ari tersebut terbukti sangat efektif dalam membakar patriotisme umat,
sehingga para penjajah dapat dilenyapkan dari Bumi Pertiwi. Faktanya, para penjajah
menunjukkan sikap intoleransi terhadap rakyat Indonesia. Pesantren Tebuireng merupakan
salah satu sasaran tindakan represif penjajah. Pada tahun 1913, Intelijen Belanda membuat
sebuah modus licik dengan cara mengirim seorang pencuri ke Tebuireng. Lalu, para santri
menangkap pencuri tersebut dan memukulinya hingga tewas.
(jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/khazanah/article/download/3433/2147)

Jihad menjadi ikatan solidaritas yang mampu mengetuk setiap hati kaum muslim untuk
melakukan perlawanan kepada pemerintah kolonial. Konsep ini pertama kali didengungkan
pada akhir abad ke-17, ketika kerajaan Mataram dan Banten jatuh ke tangan Belanda. Kaum
Muslim Nusantara telah mengenal konsep ini sejak lama, lewat buku-buku tentang Islam atau
lewat pengajian-pengajian dan ceramah-ceramah di masjid. Tapi sebelum itu tidak begitu
jelas apa makna jihad dan bagaimana menerapkannya. Baru setelah mereka berhadapan
secara nyata dengan “kaum kafir londo” arti jihad menjadi jelas.
(jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/khazanah/article/download/3433/2147)

12
jumlah besar untuk menghancurkan fasilitas Pesantren Tebuireng dengan dibakar, baik
bangunan maupun kitab-kitab milik pesantren. Bahkan, kitab-kitabnya jugat dibakar.
Perlakuan tidak manusiawi seperti itu berlangsung hingga tahun 1940-an. KH. Hasyim
Asy’ari dan pesantrennya terus diawasi oleh intelijen-intelijen penjajah. Bahkan, karena sikap
keras beliau menyebabkan penjajah akhirnya berusaha membunuhnya dan membakar habis
pesantrennya. (jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/khazanah/article/download/3433/2147)

Namun, hal itu tidak pernah menyurutkan perjuangan beliau, karena dengan segera pesantren
itu dibangun kembali dan beliau masih bisa bersikap keras terhadap penjajah. KH. Hasyim
Asy’ari menjabat sebagai ketua federasi organisasi organisasi Islam, MIAI (Majelis Islam
A’la Indonesia) pada akhir 1930-an. Beliau berperan dalam penggabungan MIAI dengan
gerakan nasionalis lain yang menghasilkan federasi politik GAPI (Gabungan Politik
Indonesia) yang menuntut Belanda agar membentuk perwakilan rakyat yang representatif
(Indonesia Berparlemen) bagi rakyat pribumi. Beliau juga mengeluarkan fatwa agar umat
Islam menolak wajib militer dan pemerintah Belanda dalam usahanya mempersiapkan diri
menghadapi Jepang pada 1940-an, serta fatwa lain yang melarang donor darah untuk
kepentingan perang Belanda. KH. Hasyim Asy’ari dianggap sebagai provokator yang cukup
berbahaya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, sehingga seluruh aktivitas yang dijalani
KH. Hasyim Asy’ari tidak pernah lepas dan pengawasan Belanda. Dalam situasi tersebut,
KH. Hasyim Asy’ari tetap menjalankan segala aktivitas sosial-keagamaannya dengan penuh
semangat. KH. Hasyim Asy’ari terus memberikan semangat dan motivasi kepada rakyat
Indonesia untuk terus berjuang hingga tetes darah penghabisan. Perjuangan KH. Hasyim
Asy’ari tidak surut, tetapi terus menggelorakan semangat jihad dan berdampak pada
bangkitnya perlawanan umat Islam dan pembentukan laskar-laskar jihad, seperti Hizbullah
dan Sabilillah dalam perlawanan bersenjata melawan Belanda. Peran KH Hasyim Asy’ari
dalam ikut mewujudkan Indonesia merdeka dan berdaulat secara politik tidaklah kecil.
Melalui pesantren yang didirikannya, kemudian juga lewat jam’iyah NU, KH. Hasyim
Asy’ari menanamkan nasionalisme dan patriotisme sehingga mengobarkan api perlawanan
rakyat terhadap kolonialisme yang telah berlangsung berabad-abad lamanya. Cengkeraman
imperialisme dan hegemoni kolonial terhadap rakyat, tidak hanya terbatas pada aspek lahir
seperti ekonomi, politik dan sebagainya.
(jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/khazanah/article/download/3433/2147)

13
Reaksi KH. Hasyim Asy’ari Terhadap Jepang
Reaksi perlawanan yang ditunjukkan oleh KH. Hasyim Asy’ari terhadap kolonial Belanda
juga ditunjukkan ketika Jepang menjajah Indonesia. Ketika Jepang berkuasa, umat Islam
masih harus berhadapan dengan pemerintah yang zalim, tetapi yang melihat mereka dengan
cara pandang yang sangat berbeda. Begitu Jepang berhasil mengusir Belanda keluar dari
Jawa, prioritas pertama mereka adalah mengontrol warga, melarang segala aktivitas politik,
memadamkan setiap gejolak dan mengatur ketertiban masyarakat. Ketika mereka merasa
bahwa prioritas tersebut telah tercapai, mereka mengalihkan prioritas mereka untuk
memobilisasi rakyat Jawa, sehingga memperkokoh pertahanan Jepang terhadap kemungkinan
serangan balasan dan tentara Sekutu yang pada akhirnya tidak terjadi. Bentuk reaksi KH.
Hasyim Asy’ari sebagai pejuang sejati dan pahlawan terhadap pendudukan Jepang adalah
ketika ia menolak segala bentuk niponisasi, seperti menyanyikan lagu Kimigayo dan
mengibarkan bendera Jepang serta melakukan Seikerei (kewajiban memberikan
penghormatan dengan cara membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 sebagai
simbol penghormatan kepada Kaisar Hirohito dan ketundukan kepada Dewa Matahari). Sikap
tersebut mendapatkan respons represif dari tentara Jepang, akibatnya KH. Hasyim Asy’ari
serta sejumlah putra dan sahabatnya diringkus dalam penjara, ia dipenjara selama tiga bulan.
(Jurnal.nasional.okezone.com/amp/2022/04/13/337/2578582/kisah-wafatnya-kh-hasyim-
asyari-di-bulan-ramadan-jatuh-saat-mengajar-ngaji)

Bustami menjelaskan perintah tersebut bukan hanya ditolak oleh KH. Hasyim Asy’ari,
namun beliau juga menyerukan kepada seluruh penduduk Indonesia terutama warga NU
untuk tidak melakukannya karena dianggap sama dengan perbuatan menyekutukan Tuhan.
Maka terjadilah perlawanan secara massif terutama di kalangan pesantren, dan bahkan
pengurus NU perlu bertemu secara khusus untuk membahas penahanan tersebut serta
membahas penentuan sikap akan upaya perlawanan terhadap Jepang. Pada Agustus 1942
Jepang kemudian membebaskan KH. Hasyim Asy’ari setelah menyadari bahwa tindakannya
itu justru kontraproduktif dan menimbulkan keresahan yang luas terutama di kalangan ulama
dan warga NU. Reaksi tegas KH. Hasyim Asy’ari mengakibatkan Jepang marah besar
sehingga ia dipenjara.
(Jurnal.nasional.okezone.com/amp/2022/04/13/337/2578582/kisah-wafatnya-kh-hasyim-
asyari-di-bulan-ramadan-jatuh-saat-mengajar-ngaji)

14
Penahanan tersebut berakibat pada terhentinya aktivitas Pesantren Tebuireng, termasuk
aktivitas. Ketokohan KH. Hasyim Asy’ari diakui oleh semua kalangan, bahkan pemikirannya
dapat diterima oleh kalangan umat Islam dari berbagai organisasi yang sebelumnya berbeda
orientasi ideologis, tetapi menginspirasi dan sekaligus diterima sebagai landasan bersikap
menghadapi kekuatan imperialisme saat itu. Kredibilitas KH. Hasyim Asy’ari merupakan
perpaduan antara karakter keulamaannya yang kuat, juga komitmen kebangsaan,
kepemimpinan, dan wawasan kenegaraannya yang luas sebagai rasa cintanya kepada negara.
Sehingga fatwa jihad yang ia keluarkan, mencerminkan dengan jelas komitmennya yang kuat
pada kemaslahatan umat Islam. Hampir setiap hari umat Islam melakukan gerakan batin di
samping kesiapsiagaan militer. Tiap-tiap sembahyang dilakukan qunut nazilah, sebuah doa
khusus untuk memohon kemenangan dalam perjuangan. Sebab serangan pada 21 Juli 1947
itu, daerah RI semakin menciut. Istilah KH Saifuddin Zuhri tinggal selebar godong kelor
(daun kelor). Daerah tersebut hanya meliputi garis Mojokerto di sebelah Timur dan Gombong
(Kebumen) di sebelah barat dengan Yogyakarta sebagai pusatnya saat itu.
(Jurnal.nasional.okezone.com/amp/2022/04/13/337/2578582/kisah-wafatnya-kh-hasyim-
asyari-di-bulan-ramadan-jatuh-saat-mengajar-ngaji)

Hampir setiap hari umat Islam melakukan gerakan batin di samping kesiapsiagaan militer.
Tiap-tiap sembahyang dilakukan qunut nazilah, sebuah doa khusus untuk memohon
kemenangan dalam perjuangan. Sebab serangan pada 21 Juli 1947 itu, daerah RI semakin
menciut. Istilah KH Saifuddin Zuhri tinggal selebar godong kelor Kota Malang jatuh dalam
agresi Belanda 21 Juli 1947 tersebut. Jatuhnya kota perjuangan pusat markas tertinggi
Hizbullah-Sabilillah ini cukup mengejutkan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Ketika
berita musibah itu disampaikan oleh Kiai Gufron (Pemimpin Sabilillah Surabaya), Kiai
Hasyim Asy’ari sedang mengajar ngaji. Begitu berita buruk itu disampaikan, Kiai Hasyim
Asy’ari seketika memegangi kepalanya sambil berzikir menyebut nama Allah SWT:
“Masyaallah, Masyaallah!” lalu pingsan tak sadarkan diri. Hadratussyekh mengalami
pendarahan otak setelah diperiksa. Dokter yang didatangkan dari Jombang tidak bisa berbuat
apa-apa karena keadaannya telah parah. Utusan Panglima Besar Soedirman dan Bung Tomo
khusus datang untuk menyampaikan berita jatuhnya Malang tidak sempat ditemui oleh

15
Hadratussyekh. (Jurnal.nasional.okezone.com/amp/2022/04/13/337/2578582/kisah-wafatnya-
kh-hasyim-asyari-di-bulan-ramadan-jatuh-saat-mengajar-ngaji)

Malam itu tanggal 7 Ramadhan 1366 H, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari mengembuskan


nafas terakhirnya. Untuk mencapai tujuan-tujuan di atas, pesantren hadir sebagai kiblat
pendidikan keagamaan-kebangsaan bagi bangsa ini. Model yang mereka adopsi adalah
pendidikan model para Wali Songo, para ulama-waliyullah penyebar agama Islam di Tanah
Jawa hingga ke Nusantara. Tradisi Wali Songo yang kini terpelihara adalah penghargaan
terhadap leluhur, para ulama, para pejuang yang berjuang untuk bangsa ini serta para
pendahulu yang berjasa. Pamantingan (tirakat dateng ing Pamantingan) sebelum ikut bersama
dengan para Wali lainnya membangun Mesjid Demak. Sunan Kalijaga dikenal sebagai tipe
santri kelana, “muballigh keliling”, yang akrab dengan tradisi-tradisi pra-Islam, dan, seperti
ditulis KH. Saifuddin Zuhri, kerap “mengunjungi tempat- tempat bersejarah”. Perjuangan
Wali Songo ini dilanjutkan oleh kalangan pesantren dalam membantu anak-anak bangsa ini
memelihara segenap memori kolektif bangsa ini dari masa lalu tentang kejayaannya, tentang
segenap pengalamannya berhadapan dengan bangsa-bangsa asing, hingga membantu mereka
mengingat kembali perjuangan orang-orang yang berkorban untuk bangsa dan tanah air ini.
Mekanisme untuk itu dilakukan dengan memelihara sejumlah tradisi, ritual, upacara dan
segenap praktik-praktik keagamaan, kesenian dan berkebudayaan.
(Jurnal.nasional.okezone.com/amp/2022/04/13/337/2578582/kisah-wafatnya-kh-hasyim-
asyari-di-bulan-ramadan-jatuh-saat-mengajar-ngaji)

Seperti tradisi ziarah makam, penghormatan terhadap petilasan tokoh- tokoh penyebarIslam
pertama atau nenek moyang pembuka desa pertama. Praktik-praktik ini menghubungkan satu
generasi ke generasi berikutnya, dari satu komunitas ke komunitas lainnya, sehingga
solidaritas berbangsa, persatuan dan kebersamaan di antara komponen bangsa ini, ikut
terjaga. Selain itu, tradisi-tradisi ini juga dipelihara oleh pesantren melalui mekanisme
penghormatan dan perlindungan terhadap tanah, air, laut, hutan, gunung dan sumber-sumber
daya alam yang dimiliki Nusantara ini. Keberadaan makam-makam keramat di dekat mata
air, di hutan, di gunung. (Jurnal.nasional.okezone.com/amp/2022/04/13/337/2578582/kisah-
wafatnya-kh-hasyim-asyari-di-bulan-ramadan-jatuh-saat-mengajar-ngaji)

16
semuanya dirawat oleh orang-orang pesantren untuk kepentingan menjaga kesinambungan
sumber-sumber air bagi kehidupan umat manusia. Demikian pula tempat-tempat tertentu
yang dianggap keramat (dalam bahasa awam, “angker”, “ada penghuninya”), juga dipelihara
oleh pesantren karena keterkaitan historis tempat-tempat tersebut dengan sejumlah jejak para
tokoh ulama atau wali. Tempat-tempat keramat seperti makam atau petilasan sejumlah
pendakwah Islam pertama. Mengapa pesantren mengajarkan pendidikan semacam ini? Ya,
karena segenap kekayaan alam yang berhimpun di dekat tempat-tempat keramat tersebut
menjadi bagian dari ketahanan ekonomi-kultural masyarakat, tanpa dikavling-kavling,
diliberalisasi, atau diswastanisasi untuk kepentingan pemodal atau untuk investasi asing.
Karena proses swastanisasi itu akan berdampak merugikan hajat hidup sebagian besar bangsa
ini. Di sana akan terjadi proses pemiskinan masyarakat di sekitar proyek-proyek liberalisasi-
swastanisasi tersebut. Masyarakat desa turun pangkat dari pemilik lahan atau tuan di atas
tanahnya sendiri, menjadi buruh atau kuli. Sementara orang-orang pesantren juga
dipinggirkan melalui proses modernisasi dan puritanisasi beragama orang-orang sekitar
pesantren. Mereka kemudian tidak lagi percaya kepada pesantren yang dianggapnya sebagai
sarang takhayul dan khurafat.
(Jurnal.nasional.okezone.com/amp/2022/04/13/337/2578582/kisah-wafatnya-kh-hasyim-
asyari-di-bulan-ramadan-jatuh-saat-mengajar-ngaji)

Pendidikan Pesantren untuk Kemaslahatan Bangsa

Ada satu lagi jenis pendidikan karakter yang dibangun KH. Hasyim Asy’ari dari pesantren.
Yakni pendidikan untuk kemaslahatan bangsa. Ini terlihat dari cara beliau dan ulama kita
lainnya di pesantren mengutip dan mengembangkan ucapan Imam al-Ghazali dalam Kitab
Ihya Ulumiddin: ulama itu harus faqih atau paham lebih mendalam tentang kemaslahatan
umat manusia. Mengapa pendidikan kemaslahatan? Di sini peran KH. Hasyim Asy’ari
sebagai “warana” (penjaga, pelindung) kearifan ke-Nusantara-an kita. Seperti halnya warana
yang menjaga dan melindungi sebuah keris. Banyak orang sering mengeluh soal karakter
peradaban Arab sebagai kumpulan biji-biji pasir yang kian tinggi dan beranak-pinak, tapi
kehilangan daya perekat, semen atau lemnya.
(Akarhanaf. 2018. Kiai Hasyim Asy’ari Bapak Ummat Islam Indonesia. Jombang : Pondok
Pesantren Tebu Ireng.)

17
Mereka ibarat hidup dalam kultur “pulau-pulau pemikiran” atau bangsa-bangsa “biji-biji
pasir”. meski sama sama ngaji Quran dan Hadis. Karena itu ide maslahat penting diangkat
kembali dalam konteks kekinian umat Islam agar terbangun satu peradaban baru berbasis
harmoni dan suasana guyub antar berbagai elemen bangsa Arab dan Muslim itu. Itulah
sebabnya ulama kita mengangkat wacana ke- Nusantara-an dalam kajian keislaman global.
Bicara kemaslahatan berarti bicara tentang kondisi dan realitas kekinian umat yang
nyambung dengan tradisinya, dengan kebudayaan masyarakatnya. Ini untuk mengenal lebih
jauh kepentingan kemanusiaan mereka di dunia ini sebagai bekal menuju akhirat. Bukan
sebaliknya membuat mereka terperosok ke masa lalu, hingga tidak bisa bangkit lagi.
Selanjutnya, dari sana kita membangun solusi untuk persoalan-persoalan masa kini dan masa
depan kita. Wawasan ulama-ulama Nusantara tentang maslahat dimulai sejak awal
pengislaman dari abad 13. Mereka mengembangkan satu metodologi yang menjaga kesatuan
ontologis dan epistemologis “satu badan, satu jiwa” ke- Nusantara-an sebagai basis dan
sumber ilmu. Ke-Nusantara- an diibaratkan sebagai wadah yang “berberkah” tempat “Islam
tumbuh dan bangkit kembali” (“seger maning manah iki”, seperti disebut dalam Serat Carub
Kandha dari Cirebon tentang proses Islamisasi Nusantara di tangan Syekh Jumadil Kubro dan
putranya, Syekh Ibrahim Asmorokandi, abad 14). al-Ghazali menggali etika keadilan
normatif dari akar Persia yang non-Muslim (seperti etika keadilan Raja Anusyarwan atau
Khusraw I, 531-570). (Akarhanaf. 2018. Kiai Hasyim Asy’ari Bapak Ummat Islam
Indonesia. Jombang : Pondok Pesantren Tebu Ireng.)

Kiai Ghufron yang juga pimpinan Laskar Sabilillah Surabaya. Sang utusan menyampaikan
surat dari Jendral Sudirman yang berisi tiga pesan pokok. Kepada utusan kepercayaan dua
tokoh penting tersebut Kiai Hasyim meminta waktu semalam untuk berpikir dan selanjutnya
memberikan jawaban. Isi pesan tersebut adalah, pertama bahwa di wilayah Jawa Timur,
Belanda melakukan serangan militer besar-besaran untuk merebut kota-kota di wilayah
Karesidenan Malang, Besuki, Surabaya, Madura, Bojonegoro, dan Madiun. Kedua, Kiai
Hasyim dimohon berkenan untuk mengungsi ke Sarangan, Magetan, agar tidak tertangkap
oleh Belanda. Sebab, jika tertangkap, beliau akan dipaksa membuat statemen mendukung
Belanda. Jika hal itu terjadi, maka moral para pejuang akan runtuh. (Akarhanaf. 2018. Kiai
Hasyim Asy’ari Bapak Ummat Islam Indonesia. Jombang : Pondok Pesantren Tebu Ireng.)

18
Pesan ketiga adalah jajaran TNI di sekitar Jombang diperintahkan untuk membantu
pengungsian Kiai Hasyim. Keesokan harinya, Kiai Hasyim memberikan jawaban bahwa
beliau tidak berkenan menerima tawaran yang disampaikan. Empat hari kemudian, tepatnya
pada tanggal 7 Ramadan 1366 M, sekitar pukul 21.00 WIB datang lagi utusan Jendral
Sudirman dan Bung Tomo. Kedatangan utusan tersebut dengan membawa surat untuk
disampaikan kepada Kiai Hasyim. Secara khusus Bung Tomo memohon kepada Kiai Hasyim
mengeluarkan komando jihad fi sabilillah bagi umat Islam Indonesia, karena saat itu Belanda
telah menguasai wilayah Karesidenan Malang dan banyak anggota Laskar Hizbullah dan
Sabilillah yang menjadi korban. Kiai Hasyim kembali meminta waktu semalam untuk
memberi jawaban. Tidak lama berselang, Kiai Hasyim mendapat laporan dari Kiai Ghufron
selaku pimpinan Sabilillah Surabaya bersama dua orang utusan Bung Tomo, bahwa wilayah
Singosari, Malang yang juga merupakan basis pertahanan Hizbullah dan Sabilillah telah jatuh
ke tangan Belanda. Kondisi para pejuang semakin tersudut, dan korban rakyat sipil kian
meningkat. Mendengar laporan itu, Kiai Hasyim berujar: “Masya Allah, masya Allah…..”
sambil memegang kepalanya. (Akarhanaf. 2018. Kiai Hasyim Asy’ari Bapak Ummat Islam
Indonesia. Jombang : Pondok Pesantren Tebu Ireng.)

Lalu Kiai Hasyim tidak sadarkan diri. Kala itu putra-putri beliau sedang tidak berada di
Tebuireng. Tapi tidak lama kemudian mereka mulai berdatangan setelah mendengar sang
ayahanda tidak sadarkan diri. Menurut hasil pemeriksaan dokter, Kiai Hasyim mengalami
pendarahan otak (asemblonding) yang sangat serius. Pada pukul 03.00, bertepatan dengan
tanggal 25 Juli 1947 atau 7 Ramadan 1366, Kiai Hasyim dipanggil Sang Maha Kuasa. Inna
lillahi wa inna ilahi raji’un. Kepergian KH Hasyim Asyari menjadi duka mendalam di awal
bulan Ramadan. Tidak hanya bagi keluarga besar Pesantren Tebuireng, tapi juga warga
Nahdlatul Ulama (NU), bahkan bangsa Indonesia. Tiga Fatwa KH Hasyim Asy'ari dalam
Melawan Penjajahan di Indonesia. Sebelum wafat, KH Hasyim Asyari pada tahun 1947
silam, sempat dimintai fatwa oleh Bung Tomo mengeluarkan komando jihad fi sabilillah bagi
umat Islam Indonesia. Namun, belum sempat mengeluarkan fatwa baru KH Hasyim Asy'ari
sudah menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya. Namun, ada fatwa KH Hasyim Asy'ari
yang telah ucapkan saat melawan dan mengusir penjajahan dalam kurun waktu 1945 hingga
1947. (Akarhanaf. 2018. Kiai Hasyim Asy’ari Bapak Ummat Islam Indonesia. Jombang :
Pondok Pesantren Tebu Ireng.)

19
DAFTAR RUJUKAN

Akarhanaf. 1950. Kiai Hasyim Asy’ari Bapak Ummat Islam Indonesia.


Jombang :Pondok Pesantren Tebu Ireng.

Mulkan,AbdulMunir.1994.PesanpesanDuaPemimpinBesarIslamIndonesia,Kya
i Haji Ahmad Dahlan dan Kyai Haji Hasyim Asy’ari. Yogyakarta : LKPSM.

jurnal.uinantasari.ac.id/index.php/khazanah/article/download/343

Jurnal.nasional.okezone.com/amp/2022/04/13/337/2578582/kisah-wafatnya-kh-
hasyim-asyari-di-bulan-ramadan-jatuh-saat-mengajar-ngaji

20

Anda mungkin juga menyukai