Anda di halaman 1dari 15

KIPRAH DAN PEMIKIRAN KH HASYIM ASY’ARI

Oleh
Jibran Muhammad (G000150022)
Jibranm111@gmail.com
1. Pendahuluan
Bangsa Indonesia dalam perjalanan sejarahnya tercatat memiliki beberapa
ulama’ besar, salah satunya adalah Hasyim Asy’ari, bahkan Hasyim Asy’ari di
sebut oleh Abdurrahman Mas’ud sebagai master plan dari banyak pesantren yang
ada di Indonesia.1 Muhammad Hasyim, begitulah nama sebutan beliau pada saat
masih kecil. Pada 14 Februari 1871 M, beliau lahir di sebyah desa yang bernama
Gedang, timur Jombang. Pesantren Tembak Beras, Jombang menjadi tempat
beliau dalam menuntut ilmu, terutama ilmu agama. Hasyim Asy’ari, karena
keluasan ilmunya beliau sangat dihormati kolega dan kawan-kawannya, bahkan
Kyai Khalid Bangkalan juga menaruh rasa hormat kepada beliau, bahkan sering
menghadiri pengajian KH Hasyim .2
Kiyai Hasyim Asy’ari, beliau adalah tokoh agama maupun nasional yang
mempunyai beberapa andil pemikiran serta memiliki pergerakan dan aktivitas
yang sangat beragam. Kiprah beliau merupakan suatu konsekuensi yang masuk
akal serta sejarah hidup yang begitu lama, di mulai dari tahun 1871 hingga tahun
1947, dan pada masa itu juga terjadi beberapa peristiwa di Indonesia. Seperti
pergolakan pemikiran Islam yang terjadi pada akhir abad ke 19 M, yang pada
akhirnya kembali kepada gerakan kebangkitan melalui modernisasi islam, sejak
Boedi Oetomo pada tahun 1908 yang di dirikan, dan politik etis Belanda pada
tahun 1900. Serta gerakan pemuda yang menghendaki Indonesia merdeka yang di
lalui dengan Soempah Pemuda pada tahun 1928 serta revolusi kemerdekaan
Indonesia 1945. Serangaian peristiwa sejarah tadi, terjadi pada saat Kyai Hasyim
masih hidup. Dan dapat dipastikan bahwa rangkaian peristiwa sejarah Indonesia
tadi, baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi pengaruh dalam
pemikiran Kyai Hasyim.3

1
Mas’ud Abdurrahman, Intelektual Pesantren : perhelatan agama dan tradisi, (Yodyakarta: 2004),
hlm.207.
2
Deliyar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1942-1900, (Jakarta: 1900-1942), hlm. 249-
250
3
Nur Ahid, “Berguru ke Sang Kyai” Kalimedia, 27 Maret 2017. Hlm 35.
Untuk mengetahui landasan pemikiran pendidikan Kyai Hasyim tidak cukup
dengan hanya fokus terhadap bacaan yang bersifat tekstual terkait pokok-pokok
pemikiran pendidikannya sebagaimana yang tercantum dalam karya tulisnya yang
berjudul Adab Al-‘Alim wal Muta’allim.4 Dengan hal ini, hasil yang disimpulkan
bisa jadi bertentangan dengan pemikiran, pandangan, serta perilaku KH Hasyim
selama menjadi pengajar Pesantren Tebu Ireng dengan para sahabatnya sampai
beliau meninggal. Apabila tidak bisa dilkukan dengan hanya memfokuskan
terhadap pemikiran pendidikannya di Pesentren tebu Ireng, yang dilihat lebih
banyak memberikan kesempatan berinovasi terhadap banyak sahabatnya.
Dari pada itu, dengan ciri khas pesantren sebagai tempat pendidikan Islam,
dalam hal ini juga melihat usaha pembaharuan pendidikan yang di pimpin oleh
komunitas reformis, yang meletakkan dirinya sebagai target utama.5 Pendapat
mereka, selain pesantren yang dinilai heterodok serta terkesa tidak mengikuti
perkembangan zaman modern, tidak lagi menjadi lembaga pendidikan yang
efektif dalam rangka meningkatkan pendidikan umat. Karena dengan melihat
kemungkinan tersebut, pesantren perlu diganti dengan lembaga pendidikan yang
lebih tersistem dan tetap islami, yaitu lembaga pendidikan “madrasah”.6

2. Studi Pustaka
Sosok masyhur Hasyim Asy’ari, sudah menjadi tokoh masyarakat bahkan
kiprahnya telah menjadikan masyarakat lebih faham akan pentingnya tauhid,
pendidikan, serta sosial kemasyarakatan.
Di sini telah di temukannya beberapa tulisan berupa buku, makalah, serta
jurnal yang membahas mengenai pemikiran serta perjuangan beliau mengenai
kemajuan agama Islam, salah satunya yaitu buku yang berjudul “berguru ke sang
kyai”, dimana di jelaskan kiprah beliau dalam membangun bangsa Indonesia serta
agama Islam yaitu melalui berbagai aktifitas beliau dengan menciptakan berbagai

4
Syaifullah Ma’shum, Kharisma Ulama’, Hlm 76
5
Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Ciputat: Logos Wacana
Ilmu,1999), hlm 145.
6
Penamaaan “madrasah” sebagai lembaga pendidikan baru dimaksudkan untuk upaya islamisasi
pesantren yang dinilai heterodok, karena di dalamnya mengandung unsur Hindu-Budha. Secara
kelembagaan ia merupakan antitesa bagi sistem pendidikan tradisional islam dan adaptasi dari
sistem persekolahan yang diperkenalkan Pemerintah Kolonial. Inovasi yang menonjol darinya
mencakup pengajaran ilmu-ilmu umum, pengelompokan belajar berdasar tingkatan (kelas).Deliar
Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1988), Hlm 95.
gerakan sosial kemasyarakatan, pimpinan suatu lembaga pendidikan, serta
menulis berbagai literature ilmiah.7
3. Kerangka Teori
Pada pembahasan makalah ini yaitu mengambil kajian dari teori kependidikan
KH Hasyim Asy’ari serta kiprah perjuangan beliau. Merelevansikan antara
perjuangan dalam bidang agama serta sosial kemasyarakatan.
Di ambil dari kiprah KH Hasyim Asy’ari dalam perjuanagannya untuk
meluruskan pemahaman masyarakat, terutama dalam bidang aqidah serta
membangun sosial. Serta andil beliau dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Dengan demikian kerangka teori berfikir beliau, di pengaruhi oleh rengkaian
sejarah Indonesia, terutama dalam reformasi kemerdekaan Indonesia.8
Kiprah dalam bidang pemikiran pendidikan, beliau menghasilkan karya yang
terdiri dari tujuh bab etika pendidik, yang di muat dalam kitab Adab al-alim wa
al-muta’allim fi ma yahtaj ilaih al-muta’allim fi ahwal ta’limihi wa ma yatawaqaf
‘alaih al-muta’allim fi maqamat ta’limihi.9

4. Biografi
Beliau mempunyai nama lengkap yaitu Muhammad Hsyim Asy’ari ibn ‘Abd
al-Wahid ibn ‘Abd al-Halim yang mempunyai gelar Pangeran Bona ibn Abdur ar-
Rohman yang dikenal dengan Jaka Tingkir, Sultan Hadiwijaya ibn Abdullah ibn
Abdul Aziz ibn ‘Abd al-Fatih ibn Mulana Ishaq dari raden ‘Ainul Yaqin yang
disebut Sunan Giri. Beliau lahir di Gedang, yang merupakan salah satu desa
didaerah Jombang, Jawa Timur pada hari Selasa Kliwon, 24 Dzulqa’dah 1287 H
yang bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871 M. KH. Hasyim Asy’ari wafat
tanggal 25 Juli 1947 M, pada pukul 03.45 dini hari yang bertepatan dengan
tanggal 7 Ramadhan tahun 1366 H, dengan usia 79 tahun.10
KH Hasyim membagi sistem pemikirannya kepada pribumi Indonesia menjadi
dua bagian, Pertama ialah sistem pendidikan yang khusus diberikan kepada para
santri, yang inti pengajarannya di tekankan kepada ilmu-ilmu agama Islam. Kedua
ialah sistem pendidikan barat yang dibawa oleh para kolonialisme Belanda dengan

7
Ibid, hlm.35
8
Ibid, hlm. 36
9
Ibid, hlm. 50
10
Suwendi, M.Ag. Konsep Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari. (Jakarta: 2005) hlm. 13
tujuan untuk menghasilkan para alumni yang bisa menggantikan sistem
pemerintahan Belanda, baik tingkat kepegawaian rendah hingga menengah.11
Keseharian KH Hasyim, terkait dengan pendidikan, beliau mendapatkan dari
ayahnya sendiri, Abd al-Wahid, terlebih dalam pendidikan tentang penguasaan Al
–Qur’an serta sebagian dari pada literatur keagamaan. Kemudian beliau pergi
dalam rangka menuntut ilmu ke beberapa pondok pesantren, diantaranya yaitu
Shona, Siwalan Baduran, Langitan Tuban, Denabgan Bangkalan, Madura, serta
Sidoarjo. Kemudian setelah menuntut ilmu di pesantren Sidoarjo, KH Hasyim
semakin terkesan dengan indah dan luasnya ilmu pengetahuan dan terus
melanjutkan pendidikannya. Beliau kemudian menemui KH Ya’qub yang juga
merupakan kyai pesantren di Sidoarjo. Dengan lamanya KH Hasyim berguru
dengan Kyai Ya’qub, kemudian Kyai Ya’qub memberikan rasa antusias dan
simpati terkait kegigihan KH Hayim dalam menuntut ilmu, hingga kemudian
beliau menikahkan KH Hasyim dengan putrinya, Khadijah. KH Hasyim menikah
pada usia 21 tahun.
Hari-hari dilalui KH Hasyim dengan istrinya dengan indah. Kemudian beliau
berdua bersama-sama menunaikan ibadah haji. Sepulang dari ibadah haji, beliau
dianjurkan oleh Kyai Ya’qub untuk menimba ilmu di tanah suci. Salah satu cita-
cita yang di dawamkan oleh kalangan santri dijawa adalah bisa menuntut ilmu
ditanah suci mekah. Dilihat dari segi sosial, santri yang bisa menuntut ilmu di
mekah di pandang lebih terhomat daripada dengan orang yang belum pernah
menuntut ilmu atau bermukim ditanah suci mekah, walaupun dari status
penguasaan ilmu belum teruji.
Di saat proses menuntut ilmu di mekah, KH Hasyim menjumpai beberapa
tokoh untuk kemudian beliau jadikan sebagai gurunya dalam berabgai disiplin
ilmu. Diantara guru beliau di makkah yaitu, pertama, Syaikh Mahfudh al-Tarmisi,
yang merupakan putra dari kyai Abdullah, pemimpin pesantren Termas. Syaikh
Mahfudh al-Tarmisi, dikenal sebagai guru yang ahli Hadits Bukhari. Kedua,
Syaikh Ahmad Khatib yang berasal dari Minangkabau, yang merupakan seorang
ulama dan guru besar di Makkah, dan menjadi salah satu imam id Masjidil Haram
bagi yang beraliran Mazhab Syafi’i. Ketiga, beliau juga berguru dengan beberapa
alim ulama di Makkah, di antaranya yaitu Syaikh al-Allamah Abdul Hamid al-

11
Drs. Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama-Biografi KH. Hasyim Asy’ari (Jogjakarta: PT.
LkiS Pelangi Aksara, 2008), hlm. 26
Darutsani serta Syaikh Muhammad Syuaib al-Maghribi. Selain itu, beliau juga
berguru kepada Syaikh Ahmad Amin al-Athar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid
Ahmad ibn Hasan al-Attar, Syaikh Sayid Yamay, Sayyid Alawi ibn Ahmad as-
Saqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Abdullah al-Zawawy, Syaikh Shaleh
Bafadhal serta Syaikh Sultan Hasyim Dagatsani.12
Beberapa ilmu yang dipelajari KH Hasyim Asy’ari selama di tanah suci adalah
ilmu Fiqih mazhab sayfi’i ulum al-Hadist, tauhid, tafsir,  tasawuf, dan ilmualat
(nahwu, sharaf,  mantiq, balaghah dan lain-lain). Diantara disiplin ilmu tersebut,
yang menjadi daya tarik beliau adalah disiplin ilmu Hadits Imam Muslim. Karena
jika seorang muslim ingin mempelajari ilmu hukum islam, selain mandalami Al-
Qur’an dan kandungannya, juga memiliki pengetahuan yang luas terkait hadits
dengan syarh dan hasyiyah serta asbabul wurudnya. Dengan demikian ulumul
hadits merupakan salah satu disiplin ilmu yang sangat penting untuk didalami.
KH Hasyim Asy’ari menempuh proses pendidikannya di makkah selam tujuh
tahun. Rentang waktu ini manjadikan beliau menjadi seorang intelek muslim yang
menguasai beberapa ilmu pengetahuan terutama ilmu agama islam. Dengan
demikian, pada tahun 1900 M, beliau memutuskan untuk kembali ke kampung
tempat lahirnya. Menurut tulisan Zamarkhasyi Dhofier, selang beberapa bulan di
Jawa, beliau kemudian mnegbdikan diri dengan mengajar di Pesantren Gedang,
yang merupakan pesantren yang didirikan oleh kakeknya, KH Usman. Selepas
beliau mengajar dipesantren ini, baliau merangkul 28 santri dengan tujuan
mendirikan sebuah pesantren atas izin kyainya.
Atas dukungan kyainya, KH Hasyim berhaluan peran dengan berpindah
tempat didaerah yang penuh tantangan dan terkenal sebagai daerah “hitam”.
Bertepatan pada tanggal 26 Rabi’ul Awwal 1320 H atau 6 Februari 1906 M,
beliau KH Hasyim mendirikan pondok pesantren Tebuireng. Disinilah beliau
menciptakan gerakan sosial-kemasyarakatan, yang tentu menjadikan beliau bukan
hanya sebagai pimpinan pondok pesantren secara umum, tetapi juga berperan
sebagai pemimpin masyarakat di luar keumuman.
Dengan kiprahnya sebagai pemimpin pesantren, beliau selalu melakukan
usaha untuk memajukan pesantrennya, salah satunya dalam hal kurikulum
pengajaran. Waktu itu keumuman pesantren di Indonesia menggunakan sistem

12
H. Abu Bakar Atjeh, Sejarah Hidup KH A Wahid Hasyim dan Karang Tersiar, (Jakarta: Panitia
Buku Peringatan KHA Wahid Hasyim, 1975), hlm. 35
halaqah di dalam pengajarannya. Maka beliau menerapkan sistem klasikal yang
berbentuk madrasah dan menambahkan kurikulum pendidikan umum, dengan di
sandingkan dengan pendidikan agama.
Kiprah besar KH Hasyim dalam bidang sosial kemasyarakatan yaitu dengan
mendidrikan organisasi Nahdlatul Ulama, bersama ulama besar yang lain, seperti
Syaikh Abdul Wahab dan Syaikh Bishri Syamsuri, tanggal 31 Januari 1926
bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H. Tujuan dari pendirian organisasi ini adalah
untuk membentuk pemahaman islam yang benar kepada mesyarakat, seperti yang
terdapat pada Statuten Perkoempoelan Nahdlatoul-‘Oelama’ Fatsal 2.Adapoen
maksoed perkoempoelan ini jaitoe:”memegang dengan tegoeh pada salah satoe
dari mazhabnja Imam empat, jaitoe Imam Moehammad bin Idris asj-Sjafi’i, Imam
Malik bin Anas, Imam Aboe Hanifah an-Noeman, atau Imam bin Hambal, dan
mengerdjakan apa sadja jang mendjadikan kemaslahatan Agama Islam”.
Banyak Ulama yang mendukung pendirian organisasi Nahdlatul ‘Ulama’,
seperti kalangan Ulama’ Jawa dan warga pesantren. Dari awal pendirinnya,
organisasi ini di bentuk untuk merespon pendirian negara khilafah dan gerakan
purifikasi yang dipimpin oleh Rasyid Ridha di Mesir. Namun, dalam proses
pergerakannya organisasi ini melakukan rekontruksi sosial keagamaan yang lebih
komprehensif. Hingga sekarang, Nahdlatul Ulama’ merupakan organisasi gerakan
sosial keagamaan terbesar di Indonesia.
Dengan kiprahnya yang begitu besar dan bermakna bagi bangsa Indonesia
serta agama Islam, beliau menghabiskan waktu untuk membangun semua
karyanya, baik yang bersifat pendidikan, sosial kemsyarakatan, serta keagamaan.
KH Hasyim Asy’ari wafat pada tanggal 7 Ramadhan 1366 H di Tebuireng,
Jombang. Yang kemudian dimakamkan di Pesantren yang beliau pimpin.13
a. Karya tulis KH Hasyim Asy’ari
Di dalam hidupnya, KH Hasyim telah memberi manfaat terhadap masyarakat
indonesia. Dengan demikian beliau juga melahirkan beberapa karya yang
kemudian bisa menjadi referensi pembelajaran bagi para kader bangsa, seperti
literatur sosial dan keagamaan. Berikut literature yang beliau tulis:
1. Adab al-alim wa al-muta’allim, dengan penjabaran terkait ilmu dan adab
orang yang menuntut ilmu dan bagi guru.

13
KH.M. Hasyim Asy’ari, Menjadi Orang Pinter dan Bener (Adab al-Alim wa al-Muta’alim), cet.
pertama (Yogyakarta: CV. Qalam, 2003), hlm. 16
2. Ziyadat Ta’liqat, yang berisi tanggapan atas argumen Syaikh Abdullah bin
Yasin Pasuruan yang berbeda argumen terkait organisasi NU.
3. At Tanbihat al Wajibat Liman Yasna’ul  al Maulid bi al Munkarat, mengupas
kebiasaan masyarakat terkait perayaan maulid nabi yang disertai
kemungkaran.
4. Ar Risalah al Jami’ah, yang menjabarkan keadaan orang yang meninggal
dunia, tanda-tanda kiamat, dan penjelasan antara sunnah dan bid’ah.
5. Annur al Mubin fi Mahabbati Sayyid al Mursalin, yang mengupas terkait cinta
terhadap Rasul serta hal yang berhubungan, sebagai pengikutnya, dan
menjalankan sunnahnya.
6. Ad Durar al Muntasirah fi al masail at Tis’a ’Asyarata, berkaitan dengan
masalah tarekat, dan wali.14

b. Deskripsi Pemikiran Pendidikan KH Hasyim Asy’ari


1. Mahakarya KH Hasyim Asy’ari : Adab al-Alim
Karya kependidikan KH. Hasyim Asy’ari berjudul Adab al-alim wa al-
muta’allim fi ma yahtaj ilaih al-muta’allim fi ahwal ta’limihi wa ma
yatawaqaf ‘alaih al-muta’allim fi maqamat ta’limihi. Karya yang luar biasa ini
berhasil di selesikan KH Hasyim pada Ahad 2 Jumadi al- Tsani 1343 H. Dasar
dari beliau menulis kitab ini yaitu adanya kesadaran dengan hadirnya kiab
yang mengulas mengenai adab (etika) dalam menuntut ilmu. Menuntut ilmu
merupakan amalan yang sangat mulia dalam islam, dengan demikian dalam
proses pengamalnnya harus memperhatikan adab-adab yang telah
disyari’atkan oleh Allah dan Rasulnya. Terkait hal ini, menurut beliau
sangatlah penting ketika sesorang mengamalkan agama harus di sertai
ketakwaan yang kuat dan perlakuan sosial atau akhlaq yang terpuji.
Kitab ini juga menjadi literature yang di gunakan oleh para santri di
pesantren. Khususnya pesantren di daerah jawa timur, yang menjadikan kitab
ini sebagai buku Dars dalam pengkajian agama. Kitaab ini juga telah
diperbanyak dan untuk terbitan pertama dicetak tahun 1415 H. Oleh maktabah
al-turats al-islamy pondok pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.15
2. Kandungan ‘Adab al-‘Alim

14
Ibid, hlm. 22
15
Suwendi, op. Cit. Hlm. 42
Kitab Adab al-alim wa al-mta’allim, didalam isi kandungannya terdiri
dari 7 bab, yaitu sebagai berikut:
1) Kelebihan ilmu dan ilmuwan.
Ilmu pengetahuan mempunyai tujuan yaitu agar sesorang dapat
mengaplikasikannya dalam bentuk perbuatan dan pengajaran. Aktifitas
yang di dasarkan kepada ilmu pengetahuan akan menjadikan sesorang
bermanfaat bagi orang lain, dan menjadi bekal dalam kebahagiaan
kehidupan di dunia maupun di akhirat. Dengan demikian, islam
memerintahkan seluruh umatnya agar tidak membedakan jenis kelamin
di dalam proses menuntut ilmu pengetahuan. KH Hasyim
mengemukakan pendapat bahwa didalam menuntut ilmu harus
memperhatikan dua hal, yaitu: Pertama, para penuntut ilmu harus
mempunyai niat yang ikhlas dalam menuntut ilmu dan semata-mata
hanya mengharapkan ridha dari Allah. Kedua, juga berlaku bagi ulama’
atau guru yaitu dalam pengabdian untuk mengajarkan ilmu pengetahuan
agar mempunyai niat mengajarkannya dengan ikhlas, tidak
mengharpakan imbalan dan juga mencapai ridha Allah. Dan yang di
perhatikan oleh guru yaitu, adanya relevansi antara yang di ajarkan dan
perbuatan sehari-hari. Dengan demikian, antara ulama dan orang awam
yaitu bagaikan cahaya bulan dan langit malam. Cahaya bulam mampu
menerangi gelapnya malam, dan balasan mulai yang di terima oleh
pencari ilmu yaitu ditinggikan derajatnya oleh Allah.16
2) Etika yang harus dicamkan dalam diri peserta didik
Dalam mencari ilmu, tentunya seseorang akan membutuhkan tuntunan
atau petunjuk. Dan KH Hasyim mengemukakan sepuluh petunjuk etika
yang hendaknya di perhatikan oleh para pencari ilmu, yaitu:
(1) Mensucikan hati dengan banyak bertakwa kepada Allah, dan
membuang seluruh kecintaannya dengan hal duniawi dan materi.
Serta segala sesuatu yang dapat merusak aqidah.
(2) Meluruskan niat, bahwa mencari ilmu semata-mata untuk Allah
dan menggapai ridhanya.
(3) Memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin untuk beibadah
dan mencari ilmu.
16
Ibid, hlm. 46
(4) Merasa cukup dan bersyukur kepada Allah dan memanfaatkan
sesuatu yang lebih mudah terlebih dahulu sehingga tidak merasa
kesulitan.
(5) Bisa memanajemen waktu dengan baik.
(6) Bisa mengatur pola makan dan minum.
(7) Selalu menjaga kehormatan (wara’).
(8) Menghindari makanan dan minuman haram, sehingga
mengakibatkan kemalasan dan kebodohan.
(9) Tidak tidur berlebihan.
(10) Menghindari syubhat serta sesuatu yang tidak bermanfaat.17
3) Etika seorang peserta didik terhadap Pendidik/guru
KH Hasyim mengemukakan, setidaknya terdapat 12 etika yang harus
di perhatikan oleh seorang peserta didik, yaitu:
(1) Berfikir dan berdo’a kepada Allah agar di beri petunjuk dalam
memilih guru.
(2) Belajar dengan tekun, dengan cara menemui guru secara
langsung dan menghadiri kajiannya, bukan hanya dengan
membaca karya tulisannya semata.
(3) Patuh terhadap guru, terutama dalam hal pemikiran.
(4) Memuliakan guru.
(5) Mengedepankan hak seorang guru.
(6) Menerima kekerasan guru.
(7) Bersilaturahmi di kediaman guru, dengan meminta ijin terlebih
dahulu.
(8) Duduk dengan sopan dan ta’dzim ketika di hadapannya.
(9) Berbicara dengan penuh penghormatan.
(10) Memperhatikan seluruh ilmu yang di sampaikan oleh guru.
(11) Tidak menyela ketik guru sedang menjelaskan.
(12) Menggunakan tangan kanan ketika menerima sesuatu dari
guru.18
4) Etika Peserta didik tehadap Pelajaran

17
Ibid, hlm. 47
18
Ibid, hlm. 48
Terhadap pelajaran, hendaknya penuntut ilmu memperhatikan hal-hal
berikut:
(1) Memprioritaskan ilmu agama dari pada ilmu yang lain.
(2) Di samping ilmu agama, juga mempelajari ilmu umum yang lain.
(3) Pandai terhadap ikhtilaf para ulama’.
(4) Mengulang hasil belajar serta menyetorkannya kepada guru.
(5) Tekun dalam mendalami dan memaknai ilmu pengetahuan,
terutama ilmu Al-Qur’an, hadits, serta ushul fiqih.
(6) Mempunyai cita-cita yang tinggi.
(7) Berusaha berkumpul dengan guru dan teman yang sholeh dan
alim.
(8) Mengucapkan salam ketika di majlis ilmu.
(9) Menanyakan ilmu yang belum di pahami kepada guru.
(10) Selalu membawa catatan guna menulis hal yang penting, serta
belajar dengan istiqomah dan semangat dalam mencari ilmu.19
5) Etika Pendidik terhadap dirinya
Saran KH Hasyim kepada penuntut ilmu, hendaknya memiliki etika
sebagai berikut:
(1) Senantiasa takwa dan mengingat Allah.
(2) Selalu merasa takut akan ancaman Allah.
(3) Merasa tenang akan persoalan yang dihadapi.
(4) Wara’ dan menjaga diri.
(5) Senantisa tawadhu’ dan menghindari sifat sombong.
(6) Tuma’ninah dan istiqomah.
(7) Selalu menggantungkan diri kepada Allah.
(8) Ilmu yang di miliki tidak untuk mecari kenikmatan dunia.
(9) Bersikap lembut terhadap siapapun, termasuk kepada murid.
(10) Menanamkan sifat zuhud dalam kehidupan sehari-hari.
(11) Menghindarkan diri dari hal yang berbau maksiat.
(12) Menjaga diri dari hal yang dapat mengurangi wibawa.
(13) Memikirkan hal yang dapat memajukan peradaban islam.
(14) Menghidupkan sunnah nabi.

19
Ibid, hlm. 49
(15) Senantiasa menyebarkan salam, bersikap ramah, santun, serta
pemaaf.
(16) Menjauhi larangan Allah dan hal yang di benci oleh Allah.
(17) Senang dengan ilmu.
(18) Membiasakan diri dengan tradisi keilmuan.20
6) Etika Pendidik terhadap Pelajaran
KH Hasyim mengemukakan wacana etika yang harus dimiliki oleh
seorang pendidik terhadap pelajaran, yaitu:
(1) Hendaknya sebelum mencari ilmu membersihkan diri dari najis
dan hadats.
(2) Menggunakan pakaian yang sopan dan wangi-wangian.
(3) Berniat ibadah ketika menuntut ilmu.
(4) Ketika mendapatkan suatu ilmu, hendaknya di ajarkan.
(5) Menghidupkan tradisi membaca, guna menambah wawasan ilmu
pengetahuan.
(6) Mengucapkan salam, ketika masuk ruangan dan berjumpa
dengan orang.
(7) Ketika mengajar hendaknya mendo’akan para ulama’ terdahulu.
(8) Berpenampilan yang tidak berlebih-lebihan.
(9) Tidak tertawa secara berlebihan.
(10) Menghindari marah ketika mengajar.
(11) Memilih tempat duduk yag sopan dan nyaman ketika mengajar.
(12) Menguasai bidang pengajaran yang di ampu.
(13) Menghindari hal syubhat ketika menyampaikan pelajaran.
(14) Memperhatikan kemampuan masing-masing murid, dan tidak
terlalu lama di dalam menyampaikan ilmu pengetahuan.
(15) Menjadikan suasana yang tenang ketika mengadakan proses
pembelajaran.
(16) Menasehati murid yang kurang beretika dalam pembelajaran.
(17) Tidak bersikap tertutup terhadap murid.
(18) Mengulangi sebagian pembelajaran bagi murid yang datang
terlambat ketika pembelajaran.

20
Ibid, hlm. 53
(19) Memberi kesempatan kepada murid untuk bertanya terkait
pembelajaran yang belum di pahami.
7) Etika Pendidik terhadap Peserta didik
KH Hasyim, memberi saran terkait etika terhadap peserta didik, yaitu
sebagai berikut:
(1) Mendidik dan menyampaikan ilmu di niatkan untuk Allah dan
meluruskan syari’at islam.
(2) Ikhlas dalam mengajarkan ilmu.
(3) Mencintai murid bagai mencintai anaknya sendiri.
(4) Mendampingi peserta didik yang merasa kesulitan.
(5) Menunjukkan sikap bijaksana (arif) serta tawadhu’ terhadap
peserta didik.
(6) Memperlakukan peserta didik dengan baik, dengan memanggil
nama yang sesuai.21
c. Capaian Pemikiran Pendidikan KH Hasyim Asy’ari
Ilmu pengetahuan serta kemajuan teknologi, dari kurun waktu sejarah
peradaban islam banyak mengalami mengalami kajian yang lebih mendalam serta
teoriyang lenih kritis. Dari banyaknya pemikiran tersebut, di pengaruhi oleh gaya
hidup serta tradisi keilmuan masyarakat. Menurut Hasan Langgung, tokoh
pemikiran pendidikan modern, pemikiran pendidikan Islam di lihat dari beberapa
aspek yang mendasar. Pertama, aspek pemikiran pendidikan Islam yang pada
awalnya mengkaji dalam porsi ilmu fiqih, tafsir, dan hadits selanjutnya
memperoleh perhatian dari dunia pendidikan dengan mengembangkan porsi sajian
ilmu pengetahuan ynag lebih luas. Sajian ini dinukil oleh Ibn Hazm (384-456 H).
Kedua, apsek pendidikan yang mengkaji sastra. Misalnya sastra dari Abdullah bin
al-Muqaffa’ (106-142 H/724-759M). Ketiga, aspek pemikiran filosofis. Misalnya
teori yang diusung oleh aliran Mu’tazilah, Ikhwanushafa, serta para filsuf.
Keempat, pemikiran pendidikan Islam yang independen, dalam artian pemikiran
yang berdiri sendiri tanpa mengikuti definisi pengertian pemikiran pendidikan
Islam diatas, tanpa meninggalkan tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jika
mengikuti definisi pemikiran Hasan Langgulung diatas, maka Adab al-Alim wa al-
Muta’allim merupakan corak pemikiran yang terakhir. Hal ini karena jika dilihat
dari kandungan dalam kitab tersebut, maka tidak ditemukan pembahasan yang
21
Ibid, hlm. 54
spesifik mengenai fiqih, sastra, dan filsafat. Adab ’al-Alim menjadi rujukan bagi
siapa saja yang mendalami dunia pendidikan, sebgaimana yang dikemukakan oleh
KH Hasyim Asy’ari terkait latar belakang penulisannya.
Di samping itu, pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari termasuk dalam ranah
mazhab Syafi’i. Hal ini karena dengan adanya karya dan argumen beliau yang
sering menggunakan pendapat para tokoh Ulama’ Syafi’iyyah. Dan ketika di lihat
dari aspek ilmiahnya, antara Adab ‘al-Alim dengan Ta’lim al-Muta’alim karya
Zarnuji terdapat banyak kesamaan di antara keduanya.
KH Hasyim Asy’ari juga memiliki pemikiran yang bernafaskan nilai-nilai
sufistisme. Dalam meyakinkan hal tersebut, yang menjadikan ilmu istimewa bagi
pemiliknya yaitu ketika ditempuh dengan mengharapkan ridha Allah serta lillahi
ta’ala. Ilmu dapat di terima dengan mudah manakala sesorang menjauhkan hati
dan hatinya dari sifat yang kotor dan di benci Allah.

Kesimpulan
KH Hasyim Asy’ari adalah tokoh nasional yang memiliki nama lengkap
Muhammad Hsyim Asy’ari ibn ‘Abd al-Wahid ibn ‘Abd al-Halim . Beliau lahir di
salah satu desa di kabupaten Jombang, Jawa Timur, yaitu di Gedang pada hari
Selasa Kliwon tahun Jawa, 24 Dzulqa’dah 1287 H. bertepatan pada tanggal 14
Februari 1871. Dan beliau wafat pada waktu dini hari, tanggal 25 Juli 1947 dan
bertepatan tanggal 7 Ramadhan 1366, pada usia 79 tahun.
Konsep pemikiran KH Hasyim Asy’ari terdapat dalam kitab Adab al-alim wa
al-muta’allim fi ma yahtaj ilaih al-muta’allim fi ahwal ta’limihi wa ma yatawaqaf
‘alaih al-muta’allim fi maqamat ta’limihi. Kitab ini menjelaskan terkait adab serta
etika yang harus dipenuhi oleh seorang murid dengan guru dan begitu pula
sebaliknya, yaitu antara lain, Kelebihan ilmu dan ilmuwan, etika yang harus
dicamkan dalam diri murid, etika seorang murid terhadap guru, etika seorang
murid terhadap pelajaran, etika guru terhadap dirinya, etika guru terhadap
pelajaran, etika guru terhadap murid.
Kemudian dalam penjabaran lasifikasi ilmu menurut Hasan Langgulung, yaitu
Adab al-Alim wa al-Muta’allim merupakan pemikiran pendidikan Islam yang
berdiri sendiri atau berbeda dari corak klasifikasi pemikiran pendidikan yang
sebelumnya, akan tetapi masih tetap berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As
Sunnah.
Daftar Pustaka

M.Ag, Suwendi, 2005, Konsep Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari, Jakarta


Khuluq, Drs. Lathiful, 2008, Fajar Kebangunan Ulama-Biografi KH. Hasyim
Asy’ari, Jogjakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara
Bakar Atjeh, Abu, 1975, Sejarah Hidup KH A Wahid Hasyim dan Karang
Tersiar, Jakarta: Panitia Buku Peringatan KHA Wahid Hasyim
Asy’ari, KH.M. Hasyim, 2003,  Adab al-Alim wa al-Muta’alim,Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai