Disusun Oleh :
Kelas : 4C
2020
A. KH. Ahmad Dahlan
Kyai Haji Ahmad Dahlan mempunyai nama kecil Muhammad Darwis. Beliau lahir di
Kauman Yogyakarta yakni anak dari pasangan Kyai Haji Abu Bakar dengan Siti Aminah pada
tahun 1285 H (1868 M). Ayah beliau menjadi khatib di Masjid Agung Kesultanan Yogyakarta,
sedangkan ibunya adalah penghulu besar di Yogyakarta. Dilahirkan di tempat berlingkungan
keagaamaan yang sangat kuat membuat Muhammad Darwis menjadi sosok yang sangat cerdas
dan bebas memiliki akal budi yang bersih dan baik. Sudah sejak kanak-kanak KH. Ahmad
Dahlan diberikan pelajaran dan pendidikan agama oleh orang tuanya, oleh para guru (ulama)
yang ada di dalam masyarakat lingkungannya. Beliau mulai masuk pesantren pada tahun 1875
dan juga belajar mengaji.
Waktu menjelang dewasa KH. Ahmad Dahlan belajar Ilmu Fiqih kepada KH. Muhammad
Shaleh, belajar Ilmu Nahwu di KH. Muhsin, belajar Ilmu Falaq di KH. Raden Dahlan, belajar
Ilmu Hadist di Kyai Mahfud dan Syech Khayyat, serta gurunya yang lain adalah KH. Abdul
Hamid. Pada usia 22 tahun (1890) dengan bantuan kakaknya (Nyai Hajah Sholeh) beliau pergi ke
Makkah, dan belajar disana selama satu tahun untuk memperdalam ilmu pengetahuan tentang
Islam kemudian balik lagi ke Kauman Yogyakarta. Dalam silsilah, beliau termasuk keturunan
yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka
di antara Wali Songo yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islan
di tanag Jawa.
Menurut KH. Ahmad Dahlan lembaga pendidikan Islam perlu diperbaharui dengan metode
dan system pendidikan yang lebih baik lagi, dengan mengubah model pembelajaran yang
sorogan dan bondongan menjadi model pembelajran yang klasikal sehingga tujuan pembelajaran
lebih terarah dan terukur. Menurutnya tujuan dari pendidikan itu sendiri adalah membentuk
akhlak, sehingga dapat melahirkan ulama dan cendikiaan yang bertaqwa kepada tuhan dan
bermanfaat bagi masyarakat.
a. Mempelajari Al-Qur’an
KH. Hasyim Asy’ary dilahirkan di desa Gedang, Jombang, Jawa Timur, pada tanggal 14
Februari 1871/24 Dzulqaidah 1287 H. Ayahnya bernama Kiai Asy’ary, pemimpin Pesantren di
sebelah selaatan Jombang, ibunya bernama Halimah. Pada saat berumur 13 tahun beliau sudah
disuruh oleh ayahnya mengajar di pesantren karena kepandaian yang dimilikinya, dan disaat
berumur 15 tahun KH. Hasyim Asy’ary mulai berkelana dari pesantren yang satu ke pesantren
yang lain. Ia memulai petualangannya menyerap ilmu agama di Pesantren Wonokoyo
Probolinggo, Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Trenggilis Semarang, Pesantren Kademangan
Bangkalan Madura dibawah asuhan KH. Khalil, Pesantren Siwalan Sidoarjo dibawah asuhan
KH. Ya’kub. Setelah menikah KH. Hasyim Asr’ary dan istrinya pergi ke Makkah untuk
menunaikan haji dan bermukim disana, dan di tahun berikutnya beliau balik ke Indonesia. Pada
tahun 1893 KH. Hasyim Asy’ary kembali lagi ke Makkah dan menetap di Makkah selama 7
tahun.
Di Makkah dia berguru pada Syeikh Ahmad Khatib dan Syeikh Mahfudh At Tarmisi,
gurunya di bidang Hadist. Beliau pernah mengajar di Johor Malaysia. Setelah pulang ke tanah air
pada tahun 1899 beliau mengajar di pondok pesantren milik kakeknya. Beliau mendirikan
pondok pesantren yang bernama Tebu Ireng pada tahun 1900, kemudian pusat pembaruan
pengajaran islam tradisional. Disana tidak hanya mengajarkan ilmu agama tetapi juga ilmu
umum. Aktivitas KH. Hasyim Asy’ary di bidang sosial lainnya adalah endirikan organiasi
Nahdatul Ulama (NU) bersama dengan ulama lainnya seperti Syeikh Abdul Wahhab dan Syeikh
Bishri Syansuri pada tanggal 31 Januari 1926 M/16 Rajab 1344 H. KH. Hasyim Asy’ary wafat
padajam
03:45 dini hari tanggal 25 Juli 1947 M/7 Ramadan 1366 H, dalam usia 79 tahun dan kemudian
dimakamkan di kompleks Pondok Pesantren Tebu Ireng.
KH. Hasyim Asy’ary menggunakan konsep adab dan etika untuk keberhasilan pelajar dan
belajar, seperti disebutkan dalam kitabnya yang berjudul Adab Al’alim wal Muta’allim yang
berisikan 8 poin tentang adab dan etika.
C. Persamaan dan Perbedaan Konsep Pendidikan KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ary
1. Persamaan konsep pendidikan KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ary
a. Tujuan pendidikan; yakni menjadi ulama yang memiliki ilmu agama dan ilmu
pengetahuan yang luas, siap mengabdi kepada masyarakat, selalu mendekatkan diri
kepada Allah untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
b. Materi pendidikan ; KH. Ahmad Dahlan membagi pendidikan menjadi ke dalam tiga
jenis yakni ilmu pengetahuan yang ercela dan dilarang, ilmu pengetahuan yang dalam
keadaan tertentu menjadi terpuji tetapi jika diperdalami menjadi tercela, ilmu
pengetahuan terpuji. Sedangkan KH. Ahmad Dahlan membagi pendidikan menjadi tiga
jenis juga yakni pendidikan moral akhlak, pendidikan individu, pendidikan
kemasyarakatan.
c. Pandangan tentang evaluasi pendidikan pada santri ; konsep pemikiran KH. Hasyim
Asy’ary evaluasi dilakukan dengan pengamatan kasus dari kasus dalam kehidupan
sehari-hari santri yang bersangkutan, sedangkan KH. Ahmad Dahlan beranggapan
bahwa evaluasi dilakukan dengan mengaplikasikan secara langsung apa yang sudah
dipelajari.
2. Perbedaan konsep pendidikan KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ary
a. Model pembelajaran ; KH. Ahmad Dahlan tidak hanya mengajarkan ilmu agama saja
tetapi ilmu pengetahuan umum juga serta tidak menggunakan sistem kelas, sedangkan
KH. Hasyim Asy’ary menggunakan model pembelajaran sorogan dan bondongan.
Sorogan ; metode yang dibahas dengan cara menghadap guru yang hendak membawa
kitab yang akan dipelajari. Metode ini adalah metode yang paling sulit dari keseluruhan
system pendidikan di pesantren, karena system ini menuntut kesabaran, kerajinan,
ketaatan, dan disiplin pribadi dari murid.
Bandongan ; metode bandongan atau bandungan itu berasal dari bahasa Sunda
ngbandungan yang berarti memperhatikan dengan seksama atau menyimak. Dengan
metode ini para santri akan belajar dengan menyimak secara kolektif. Sedangkan dalam
bahasa Jawa bandongan disebutkan juga berasal dari kata banding yang artinya pergi
berbondong-bondong. Hal ini karena bandongan dilangsungkan dengan peserta yang
relatif besar.
2. Pertanyaan : Bagaimana pemikiran KH. Hasyim Asy’ary tentang AhlSunnah wal Jama’ah?
Jawaban : Pemikiran KH. Hasyim Asy’ary tentang Ahl Sunnah wa Al-Jamaah:
3. Pertanyaan : apa saja motif yang melatar belakangi berdirinya organisasi Nahdlatul Ulama ?
a. Motif agama ; bahwa NU lahir atas semangat menegakkan dan mempertahankan Agama
Allah di tanah air, meneruskan perjuangan Wali Songo. Terlebih Belanda-Portugal tidak
hanya menjajah Indonesia tetapi juga menyebarkan agama Kristen-Katolik.
b. Motif nasionalisme ; NU bertujuan untuk menyatukan ulama-ulama dan tokoh-tokoh
agama dalam melawan penjajah.
4. Pertanyaan : sebutkan beberapa faktor yang melatar belakangi lahirnya organisasi
Muhammadiyah?
a. Faktor subyektif ; merupakan faktor yang berkenaan dengan pribadi pendiri
Muhammadiyah, seperti faktor keluarga (keluarga yang taat beragama), faktor
lingkungan (lingkungan wilayah Kauman, Yogyakarta terkenal sebagai wilayah yang
agamis, terpelajar), faktor kepribadian (mature personality), faktor kecerdasan
(memahami ayat-ayat dalam al- Qur’an, khususnya surah Ali Imran ayat 104), faktor
pemahaman agama (sebagai Islam pembaharu).
b. Faktor obyektif ; kejunudan (beku berfikir), terbelenggu oleh madzhab, konflik
khilafiyah, islam budaya dan islam ritual dibiarkan berkembang.
Jawab : Pandangan tentang evaluasi pendidikan pada santri, konsep pemikiran KH.
Hasyim Asy’ary evaluasi dilakukan dengan pengamatan kasus dari kasus dalam kehidupan
sehari-hari santri yang bersangkutan, sedangkan KH. Ahmad Dahlan beranggapan bahwa
evaluasi dilakukan dengan mengaplikasikan secara langsung apa yang sudah dipelajari.