Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PEMIKIRAN HASYIM ASY’ARY DAN RELEVANSINYA


DENGAN PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRI DI
INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Pemikiran Pendidikan Islam

Dosen Pengampu : Dr.

Khojir ,M.Si

Disusun Oleh :

1. Gusti Adi Wijaya (2111101146)


2. Muhammad Alwi Alaydrus (2111101282)
3. Siti Halimatul Khoriah (2111101057)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

UIN SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS SAMARINDA

2022
I. Pendahuluan A.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan sesuatu kebutuhan yang diperlukan dalam
kehidupan masyarakat. Pendidikan berupaya mengembangkan serta
melestarikan nilai-nilai kebajikan dan norma-norma kepada generasi
penerus umat, agama serta bangsa. Namun, terkadang pendidikan lebih
mementingkan permasalahan yang bersifat materi dan ilmu pengetahuan
dibanding etika, moral serta akhlak.
Upaya menegakkan akhlak mulia bangsa adalah sesuatu hal yang
mutlak. Karena, akhlak yang mulia akan menjadi pilar utama dalam
tumbuh dan berkembangnya suatu bangsa. Semakin baik akhlak dan moral
suatu bangsa, semakin baik pula bangsa yang bersangkutan. Tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam Islam adalah
aspek yang tidak dapat di pisahkan dari pendidikan agama. Hal ini
disebabkan bahwa sesuatu yang di anggap baik adalah baik dalam
pandangan agama dan masyarakat, demikian juga sebaliknya, sesuatu
yang dianggap buruk adalah buruk dalam pandangan agama dan
masyarakat.1 Sehingga dengan adanya hal tersebut, lahirlah pemikiran
salah seorang cendekiawan muslim yang berpendapat bahwa yang lebih
utama dalam pendidikan adalah etika, beliau adalah KH Hasyim Asy’ ari.
Dalam salah satu karyanya yang terkenal dalam bidang pendidikan adalah
kitab Adabul
‘Alim wal Muta’alim yang secara umum menjelaskan tentang adab atau
etika dalam menuntut dan menyampaikan ilmu.
Berdasarkan hal-hal di atas, dengan hadirnya makalah ini penulis
membahas karena, pertama tokoh pemikir tersebut memiliki pengalaman
hidup yang produktif dan pantang menyerah dalam menuntut ilmu. Kedua,
penulis bermaksud mengkaji tentang pemikiran KH Hasyim Asy’ ari
dengan pembentukan karakter santri di Indonesia. Oleh karena itu makalah

1 H. Said Agil Husin Al- Munawar, Aktualisasi Nilai- Nilai Qur‟ani dalam Sistem Pendidikan Islam,
(Ciputat: PT. CIPUTAT PRESS, 2005), h. 25

2
ini akan memaparkan pemikiran KH Hasyim Asy’ ari yang terdapat tiga
bahasan utama.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah riwayat hidup KH Hasyim Asy’ ari?
2. Bagaimanakah pemikiran KH Hasyim Asy’ ari?
3. Bagaimanakah relevansi pemikiran KH Hasyim Asy’ ari dengan
pembentukan karakter santri di Indonesia?
C. Tujuan Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui riwayat hidup KH Hasyim Asy’ ari.
2. Untuk mengetahui pemikiran KH Hasyim Asy’ ari.
3. Untuk mengetahui relevansi pemikiran Kh Hasyim Asy’ ari dengan
pembentukan karakter santri di Indonesia.

II. Pembahasan A. Riwayat Hidup KH Hasyim Asy’ ari


KH. Hasyim Asy’ari memiliki nama lengkap Muhammad Hasyim bin
Asy’ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim. Sementara dari jalur ibu
adalah Muhammad Hasyim binti Halimah binti Layyinah binti Sihah bin
Abdul Jabbar bin Ahmad bin Pangeran Sambo bin Pangeran Benawa bin
Jaka Tingkir atau juga dikenal dengan nama Mas Karebet bin Lembu
Peteng (Prabu Brawijaya VI). Penyebutan pertama menunjuk pada silsilah
keturunan dari jalur bapak, sedangkan yang kedua dari jalur ibu.2 KH.
Hasyim Asyari (1871- 1947) dilahirkan pada tanggal 14 Februari
1871 M. Di Jombang Jawa Timur, kepada ayahnya beliau belajar agama
Islam yaitu KH. Asyari. Kemudian melanjutkan ke pondok pesantren di
Probolinggo, pindah ke Langitan dan pesantren- pesantren lainya. Selagi
ia belajar di Siwalan. Panji Sidoarjo pada tahun 1891, KH. Yaqub yang
menjadi gurunya terkesan kepada tingkah lakunya yang baik dan sopan
santunnya yang halus, sehingga ia mengambilnya sebagai menantu dan

2 Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH. M Hasyim Asy’ari Tentang Ahlu Sunnah Wa
AlJama’ah, (Surabaya, 2010) hal. 67

3
dinikahkan dengan putrinya yang bernama Khadijah pada tahun 1892.
Tidak begitu lama setelah itu ia bersama istrinya pergi ke Mekkah untuk
menunaikan ibadah haji dan bermukim selama satu tahun. Pada kepergian
yang pertama ke Mekkah ini, istrinya meninggal dunia di Mekkah. Setelah
satu tahun mukim di Mekkah, ia kembali ke Indonesia, namun ini tidak
berlangsung lama, beberapa waktu kemudian ia kembali ketanah suci. Kali
ini tujuannya adalah untuk menuntut ilmu dan belajar di sana. Ia tinggal di
Mekkah selama 8 tahun. Sepulang dari Mekkah, Hasyim Asyari
mendirikan pesantren untuk mengamalkan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan yang diperolehnya, yaitu pesantren Tebu Ireng di Jombang.
Hal ini terjadi pada tanggal 12 Robi‟ul Awwal tahun 1899 M. Sebagai
pembaharuan yang pertama bagi Tebu Ireng ialah dengan dirikannya
madrasah salafiyah pada tahun 1919, yang merupakan tangga untuk
memasuki tingkat menengah pesantren Tebu Ireng3

B. Pemikiran KH Hasyim Asy’Ari


Untuk menuangkan pemikirannya tentang pendidikan Islam, K.H.
Hasyim Asy’ ari telah merangkum suatu kitab karangannya yang berjudul
Adab al-‘ alim wa al- muta’ allim.4 dalam kitab ini menjelaskan bahwa
tata krama seorang pelajar dan pengajar. Dalam kitab tersebut terdiri dari 8
poin penting yang menjelaskan tentang etika pembelajaran antara lain
sebagai berikut:
1.Keutamaan ilmu serta keutamaan belajar mengajar
2.Etika yang harus diperhatikan dalam belajar mengajar
3.Etika seorang murid terhadap guru
4.Etika murid terhadap pembelajaran dan hal-hal yang harus
dipedomani bersama guru
5.Etika yang harus dipedomani oleh guru
6.Etika guru ketika akan mengajar
7.Etika guru terhadap murid-muridnya
3 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1999). h. 122
4 Anonim, ‘Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy’ari ‘

4
8.Etika terhadap buku atau alat yang digunakan dalam
pembelajaran
Dari delapan pokok pemikiran di atas, K. H. Hasyim membaginya.
Dari delapan pokok pemikiran di atas di bagi lagi menjadi urgensi
pendidikan, tujuan pendidikan, etika pendidik dan peserta didik, metode
pendidikan, dan evaluasi pendidikan.5

1. Urgensi Pendidikan

Urgensi pendidikan menurut K.H. Hasyim Asy’ari paling tidak


terdapat dua kualifikasi. Pertama, arti penting pendidikan adalah
untuk mempertahankan predikat makhluk paling mulia yang
dilekatkan pada manusia itu. Hal itu tampak pada uraian-uraiannya
tentang keutamaan dan ketinggian derajat orang yang berilmu
(ulama), bahkan dibanding dengan ahli ibadah sekalipun. Kedua,
urgensi pendidikan terletak pada kontribusi dalam menciptakan
masyarakat yang berbudaya dan beretika. Pemikiran K.H. Hasyim
Asy’ari ini sejalan dengan pemikiran pendahulunya, Ibnu Jama’ah,
beliau mengatakan bahwa kesibukan dalam mengamalkan suatu
ilmu karena Allah itu lebih utama dari pada melaksanakan aktifitas
ibadah sunah yang berupa solat, puasa, tasbih dan sebagainya.
Karena manfaat ilmu itu merata untuk pemiliknya dan umat
manusia lainnya, sementara ibadah sunah terbatas untuk
pemiliknya saja.

Tampak pula K.H. Hasyim Asy’ari menaruh perhatian yang cukup


besar terhadap eksistensi ulama. Penegasan akan eksistensi ulama
yang menempati kedudukan yang tinggi tersebut membuktikan
bahwa yang bersangkutan sangat mementingkan ilmu dan
pengajaran K.H. Hasyim Asy ari memaparkan tingginya status

5 Ramayulis, Samsul Nizar, Filfasat Pendidikan Islam : Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para
Tokohnya, (Cet.III : Jakarta : Kalam Mulia. 2011) hlm. 338

5
penuntut ilmu dan ulama dengan mengetengahkan dalil bahwa
Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu6

2. Tujuan Pendidikan

Dalam kitab Adab al-Alim Wal al-Muta‟allim, K.H. Hasyim


Asy’ari menyebutkan tujuan pendidikan yang, Pertama,
membentuk insan paripurna yang bertujuan mendekatkan diri
kepada Allah Swt, Kedua adalah membentuk insan paripurna yang
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Kalau dikaji, tujuan
pendidikan yang dikemukakan adalah untuk mencapai derajat
ulama dan derajat insan yang paling utama (khair al-bariyah) dan
bisa beramal dengan ilmu yang diperoleh serta mencapai Ridha
Allah. Berdasarkan pada pemahaman tujuan pendidikan tersebut,
nampak bahwa K.H. Hasyim Asy’ari tidak menolak ilmu-ilmu
sekuler sebagai suatu syarat untuk mendapatkan kebahagiaan
dunia. Namun, K.H. Hasyim Asy’ari tidak menjelaskan porsi
pengetahuan dalam kitab Adabul Alim wa Al-Mutaalim secara
luas, akan tetapi dalam kitab tersebut mendeskripsikan cakupan
kurikulum pendidikan Islam itu sendiri. Beliau hanya menjelaskan
pengetahuan ke dalam tiga hal, di antaranya:

a) Ilmu pengetahuan yang tercela dan dilarang, artinya ilmu


pengetahuan yang tidak dapat diharapkan kegunaannya baik di
dunia maupun di akhirat, seperti ilmu sihir, nujum, ramalan nasib.

b) Ilmu pengetahuan yang dalam keadaan tertentu menjadi


terpuji, tetapi jika mendalaminya menjadi tercela, artinya yang
sekiranya mendalami akan menimbulkan kekacauan fikiran
sehingga

6 Zainur Rosyid, Alwizar, Kadar, M. Naelul Mubarok,"Konsep Pengajaran Islam


Menurut K.H. Hasyim Asy’ari"dalam jurnal pendidikan Islam edisi no. 1,Vol. 5,2022.

6
dikhawatirkan menimbulkan kufur, misalnya ilmu kepercayaan dan
ilmu kebatinan.

c) Ilmu pengetahuan yang terpuji, yaitu ilmu-ilmu pelajaran


agama dan berbagai macam ibadah. Ilmu-ilmu tersebut dapat
mensucikan jiwa, melepaskan diri dari perbuatan- perbuatan
tercela, membantu mengetahui kebaikan dan mengerjakannya,
mendekatkan diri kepada Allah Swt, mencari Ridho-Nya dan
mempersiapkan dunia ini untuk kepentingan di akhirat.

Menurut K.H. Hasyim Asy’ari, tujuan utama ilmu pengetahuan


adalah mengamalkannya .Demikian ini agar dapat menghasilkan
buah dan manfaat sebagai bekal untuk kehidupan di akhirat kelak.
Pengalaman seseorang atas ilmu pengetahuan yang dimiliki akan
menjadikan kehidupannya semakin berarti baik di dunia maupun di
akhirat. Oleh karena itu, apabila seseorang dapat mengamalkan
ilmu pengetahuannya, maka sesungguhnya ia termasuk orang yang
beruntung. Sebaliknya, Jika Ia Tidak Dapat mengamalkan ilmu
pengetahuan, sesungguhnya ia termasuk orang yang merugi.
Dengan demikian, makna belajar menurut K.H. Hasyim Asy’ari
tidak lain adalah mengembangkan semua potensi baik jasmani
maupun rohani untuk mempelajari, menghayati, menguasai, dan
mengamalkannya untuk kemanfaatan dunia dan agama.7

3.Etika Pendidik dan Peserta Didik

Menurut K.H Hasyim Asy’ari etika seorang guru, adalah:

Etika seorang guru:

1) Senantiasa mendekatkan diri pada Allah

2) Takut pada Allah, tawadhu’, zuhud dan khusu’

7 Imam Bahawani, Segi-segi pendidkan islam Surabaya: Al-Ikhlas, 1987


114 ( Ilmu Al Qur’an) Jurnal Pendidikan Islam ( Volume 5 No 01 2022

7
3) Bersikap tenang dan senantiasa berhati-hati

4) Mengadukan segala persoalan pada Allah 5) Tidak

menggunakan ilmunya untuk meraih dunia

Etika guru dalam mengajar:

1) Jangan mengajarkan hal-hal yang syubhat

2) Mensucikan diri, berpakaian sopan dan memakai wewangian

3) Berniat beribadah ketika mengajar, dan memulainya dengan


do’a

4) Biasakan membaca untuk menambah ilmu

5) Menjauhkan diri dari bersenda gurau dan banyak tertawa

Etika guru bersama murid:

1) Berniat mendidik dan menyebarkan ilmu

2) Menghindari ketidak ikhlasan

3) Mempergunakan metode yang mudah dipahami anak

4) Memperhatikan kemampuan anak didik

5) Tidak memunculkan salah satu peserta didik dan menafikan


yang lain.

Menurut K.H Hasyim Asy’ari, peserta didik harus memiliki


etika sebagai berikut:

Etika belajar:

1) Membersihkan hati dari berbagai gangguan keimanan dan


keduniaan.

8
2) Membersihkan niat, tidak menunda-nunda kesempatan belajar,
bersabar dan qanaah

3) Pandai mengatur waktu

4) Menyederhanakan makan dan minum

5) Berhati-hati (wara’).

Etika seorang murid terhadap guru:

1)Hendaknya selalu memperhatikan dan mendengarkan guru

2) Memilih guru yang wara’

3) Memuliakan dan memperhatikan hak guru

4) Bersabar terdapat kekerasan guru

5) Dengarkan segala fatwa guru dan jangan menyela


pembicaraannya

6) Gunakan anggota kanan bila menyerahkan sesuatu pada guru.

Etika murid terhadap pelajaran:

1) Memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain.

2) Berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama.

3) Mendiskusikan dan menyetorkan hasil belajar pada orang yang


dipercaya.

4) Senantiasa menganalisis dan menyimak ilmu.

5) Bila terdapat hal-hal yang belum dipahami hendaknya


ditanyakan8

8 Dian Ekawatul khasanah,"Pemikiran K.H Hasyim Asy'ari tentang pendidikan",Mauju' qolbi,


(Februari,2018) ,h.5-7

9
4. Metode Pendidikan

Adapun metode-metode yang digunakan di pesantren yang


dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy’ari adalah sebagai berikut:

a) Metode Wetonan atau Bandongan, merupakan metode


utama pengajaran di lingkungan pesantren. Dalam
sistem ini sekelompok santri membentuk halaqah. Di
sana guru membaca, menerjemahkan dan menerangkan,
dan sekaligus mengulas kitab kuning yang dipelajari.
Para santri mendengarkan bacaan dan uraian guru
sambil memperhatikan kitabnya sendiri dan membuat
catatan penting. Biasanya catatan itu meliputi arti
katakata yang sulit dan keterangan tentang hal-hal yang
dianggap pelik. Bentuk penerapan dari metode ini, K.H.
Hasyim Asy’ari membaca kitab kepada anak didiknya
seperti kitab Fath al-Qorib, kiai membaca,
menerjemahkan, dan menerangkan baik dari segi isi
maupun tata bahasa (nahwu shorof). Sedangkan santri
hanya mendengarkan dan membuat catatan yang penting
(kata-kata sulit atau keterangan yang dianggap penting.
Biasanya metode ini diikuti 50 santri hingga 500 santri.
Metode ini sangat efektif, bila seorang santri telah
melewati sistem sorogan (individual).
b) Metode Sorongan, Metode sorogan merupakan cara
belajar individual yang biasanya digunakan dalam
belajar kitab berbahasa Arab. Pada pengajian dengan
sistem ini guru membacakan beberapa baris dari kitab
yang dipelajari kemudian menerjemahkannya ke dalam
bahasa Jawa (Melayu dan lainnya). Pada gilirannya si

10
santri mengulangi bacaan tersebut dan
menerjemahkannya kata demi kata seperti yang
dilakukan oleh gurunya. Melalui cara ini, diharapkan
murid sekaligus dapat mengetahui arti dan fungsi setiap
kata dalam kalimat Bahasa Arab yang dibacanya.
Pelajaran tambahan hanya akan diberikan bila si santri
telah menguasai dengan baik bahan pelajaran terdahulu.
Biasanya seorang guru yang mengajar dengan sistem ini
hanya membimbing murid, tiga atau empat orang saja.
Bentuk penerapan metode ini, kiai membaca,
mengartikan satu-persatu kalimat bahasa Arab,
kemudian menerjemahkannya.
c) Metode Hafalan, Hapalan, metode yang diterapkan di
pesantren-pesantren, umumnya dipakai untuk
menghafalkan kitab-kitab tertentu, semisal Alfiyah Ibnu
Malik atau juga sering juga dipakai untuk menghafalkan
Al-Qur’an, baik surat-surat pendek maupun secara
keseluruhan. Metode ini cukup relevan untuk diberikan
kepada murid-murid usia anak-anak, tingkat dasar, dan
tingkat menengah. Dalam metode hapalan para santri
diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan tertentu
dalam jangka waktu tertentu. Hafalan yang dimiliki
santri ini kemudian di “setorkan” di hadapan kiai atau
ustaznya secara priodik atau insidental tergantung
kepada petunjuk sebelumnya. Dengan demikian, titik
tekan pada pembelajaran ini adalah santri mampu
mengucapkan atau melafalkan sekumpulan materi
pembelajaran secara lancar dengan tanpa melihat atau
membaca teks.
d) Metode Hiwar dan Musyawarah, Metode hiwar atau
musyawarah hampir sama dengan metode diskusi yang

11
umum kita kenal selama ini. Bedanya metode hiwar ini
dilaksanakan dalam rangka pendalaman atau pengayaan
materi yang sudah ada di santri. Yang menjadi ciri khas
dari hiwar ini, santri dan guru biasanya terlibat dalam
sebuah forum perdebatan untuk memecahkan masalah
yang ada dalam kitab-kitab yang sedang di santri.
Metode ini hanya digunakan oleh Hadratus Syekh bagi
santri-santri senior dalam kelas musyawarah yang
dibuatnya. Dalam kelas musyawarah, kiai menyeleksi
dengan ketat bagi santri yang ingin memasuki kelas
tersebut. Diharapkan dengan metode ini, dapat
menciptakan ulama-ulama yang handal dari segi
keilmuan terutama masalah agama.9

5.Evaluasi Pendidikan
Evaluasi digunakan untuk menilai seberapa jauh keberhasilan
dalam proses pembelajaran dan untuk perbaikan. Evaluasi
merupakan hal yang penting karena dengan evaluasi kita dapat
mengetahui keberhasilan yang dicapai dan mana
komponenkomponen yang akan diperbaiki untuk selanjutnya.

a) Tes Lisan dan Tes Tertulis . Kedua tes ini digunakan pada
saat mengajar pengetahuan agama yang bersumber dari
kitab-kitab Islam klasik.
b) Pengamatan, Menurut KH Hasyim Asy’ari dalam proses
evaluasi tidak hanya untuk mengetahui sejauh mana
tingkat penguasaan murid terhadap materi namun juga
untuk mengetahui sejauh mana upaya internalisasi
nilainilai dalam peserta didik biasa diserap dalam
kehidupan sehari hari. Adapun untuk mengukur tingkat
keberhasilan seorang guru dalam mendidik akhlak pada
9 Faisal,Munir, Afriantoni, Mardiah Astuti,"Pemikiran Pendidikan Pesantren K.H. Hasyim Asy’ari
dan Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia",dalam jurnal intizar edisi no. 1,Vol. 27,2021.

12
peserta didik lebih ditekankan kepada pengamatan
kehidupan santri sehari harinya. Sehingga mengenai hal
evaluasi tidak menggunakan standarisasi nilai, namun
mereka sudah

dianggap baik bila mereka sudah bisa mengamalkan ilmu


dalam kehidupan sehari-hari10

C. Relevansi Pemikiran KH Hasyim Asy ari Dengan Pembentukan


Karakter Santri di Indonesia

K.H. Hasyim Asy‟ari mendirikan pondok pesantren Tebu ireng.


Di pesantren inilah K.H. Hasyim Asy‟ari banyak melakukan
aktivitasaktivitas kemanusiaan sehingga ia tidak hanya berperan sebagai
pemimpin pesantren secara formal, tetapi juga pemimpin masyarakat
secara informal11. Melalui Pondok Pesantren Tebu ireng ini, K.H. Hasyim
Asy‟ari sebenarnya memiliki gagasan dan pemikiran pendidikan yang
paling tidak tersimpul dalam dua gagasan, yaitu metode musyawarah dan
sistem Madrasah dalam pesantren. Selain sorogan dan bandongan,K.H.
Hasyim Asy‟ari menerapkan metode musyawarah khusus pada santrinya
yang hampir mencapai kematangan. Selain metode musyawarah, K.H.
Hasyim Asya‟ri juga melopori adanya madrasah dalam pesantren.
Menurut Mukti Ali, sistem pendidikan agama yang paling baik di
Indonesia adalah model madrasah dalam pesantren12 Hasyim Asy‟ari
juga menekankan bahwa belajar bukanlah sematamata hanya untuk
menghilangkan kebodohan, namun untuk mencari ridho Allah yang
mengantarkan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan

10 Pilo,Nashiruddin,"Pemikiran pendidikan K.H. Muhammad Hasyim Asy'ari",jurnal edisi no.


2,Vol. 16,2019.
11 Suwendi, 2004. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: RadjaGrafindo Persada, cet.
ke-1, h. 139

12 A. Mukti Ali, 1991, Metode Memahami Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintan, h. 11-12

13
akhirat. Karena itu hendaknya belajar diniatkan untuk mengembangkan
dan melestarikan nilai-nilai Islam bukan hanya semata-mata menjadi alat
penyebrangan untuk mendapatkan materi yang berlimpah.

Jadi, jika di cermati, pemikiran KH Hasyim Asy’ari dengan

pembentukan karakter santri di Indonesia sudah sesuai dengan UUD No.


20 Tahun 2003 tentang Sidiknas yang berbunyi Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

III. PENUTUP A.
Kesimpulan
1. KH. Hasyim Asy’ari memiliki nama lengkap Muhammad Hasyim bin
Asy’ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim ia dilahirkan pada tanggal 14
Februari 1871 M. Di Jombang Jawa Timur, kepada ayahnya beliau belajar
agama Islam yaitu KH. Asyari. Ia mendirikan pesantren untuk
mengamalkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya,
yaitu pesantren Tebu Ireng di Jombang. Hal ini terjadi pada tanggal 12
Robi‟ul Awwal tahun 1899 M. Sebagai pembaharuan yang pertama bagi
Tebu Ireng ialah dengan dirikannya madrasah salafiyah pada tahun 1919,
yang merupakan tangga untuk memasuki tingkat menengah pesantren
Tebu Ireng.
2. Untuk menuangkan pemikirannya tentang pendidikan Islam, K. H.
Hasyim
Asy’ari telah merangkum sebuah kitab karangannya yang berjudul Adab
al-‘alim wa al-muta’allim. Dalam kitab tersebut beliau merangkum
pemikirannya tentang pendidikan Islam ke dalam delapan poin. Dari
delapan pokok pemikiran di atas di bagi lagi menjadi urgensi pendidikan,

14
tujuan pendidikan, etika pendidik dan peserta didik, metode pendidikan,
dan evaluasi pendidikan.
3. Relevansi pembentukan karakter santri di Indonesia telah sesuai dengan
UUD No. 20 Tahun 2003 tentang Sidiknas yang berbunyi Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas sebaiknya kita sebagai calon guru dapat
menyampaikan materi dengan serta dengan etika yang baik seperti yang
telah di bahas oleh KH. Hasyim Asy’ari. Hendaknya pula sebagai peserta
didik dengan adanya buku Adab al-‘alim wal al-muta-allim dapat kita
jadikan pedoman sebagaimana etika seorang peserta didik dalam menuntut
ilmu Allah sehingga mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. (1991). Metode Memahami Agama Islam.


Alwizar, Z. R. (2022). Konsep Pengajaran Islam Menurut KH.Hasyim Asy'ari .
Jurnal Pendidikan Islam edisi no.1 vol. 5.
Bahawani, I. (2022). Segi-segi pendidikan Islam Surabaya. Jurnal Pendidikan
Islam volume 5 no. 01 .
Faisal, M. A. (2022). Pemikiran Pendidikan Pengembangan Pesantren KH
Hasyim Asy'ari . Jurnal Intiar edisi no.01 vol 27.
Hasbullah. (1999). Kapita Selekta Pendidikan Islam.
Husain, H. S. (2005). Aktualisasi Nilai-Nilai Qur'ani dalam Sistem Pendidikan
Islam. (P. C. PRESS, Penyunt.)

15
Khasanah, D. E. (2022, Februari). Pemikiran KH Hasyim Asy'Ari Tentang
Pendidikan.
Nasrudin, P. (2019). Pemikiran Pendidikan KH Hasyim Asy'ari. Jurnal Ilmiah
Islamic Resource.
Nawawi, M. I. (2017). Konsep Pendidikan Akhlak Menurut KH Hasyim Asy'ari
dalam Kitab Adab Al-alim wa Al-Muta'alim. IAIN NEGERI RADEN
INTAN LAMPUNG.
Pilo, N. (2019). Pemikiran Pendidikan KH Muhammad Hasyim Asy'ari. Jurnal
edisi no.2 vol 16.
Ramayulis, S. N. (2011). Filsafat Pendidikan Islam.
Suwendi. (Jakarta). Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam.
Wulandari, A. (2020, April). Pemikiran Pendidikan Menurut KH Hasyim Asy'ari.
Dipetik November 22 , 2022, dari
https://www.kompasiana.com/arvland13/5e86ae4fd541df2826658282/pem
ikiran-pendidikan-menurut-k-h-hasyim-asy-ari?page=all#sectionall
Zuhri, A. M. (2019). Pemikiran KH Hasyim Asy'ari Tentang Ahlu Sunnah Wa Al-
Jama'ah.

16

Anda mungkin juga menyukai