Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SEJARAH HADRATUSSYAIKH KH. M. HASYIM ASY’ARI

Dosen Pengampu
Akmam Mutrofin S.sy.,M.H

Disusun Oleh :
Tantowi Zohri (1794094017)
Lutfi Hakimun Wahid (1794094023)

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI
TEBUIRENG JOMBANG
TAHUN 2020
i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat serta Hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan judul
“SEJARAH HADRATUSSYAIKH KH. HASYIM ASY’ARI” dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Dan tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu Study
pemikiran Tokoh Pesantren bapak Akmam Mutrofin S.Sy., M.H. yang telah
membimbing kami. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman
yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Harapan kami semoga makalah ini bisa membantu menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca mengenai materi tentang sejarah
dan kehidupan KH.Hasyim Asy’ari

Makalah ini juga kami tujukkan untuk memenuhi tugas kelompok. Kami
akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki masih
kurang. Oleh kerena itu kami harap kan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Demikian apa yang bisa kami sampaikan, semoga pembaca dapat


mengambil manfaat dari makalah ini.

Jombang 03 Februari 2020

Penulis
ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................3
A. Latar Belakang....................................................................................3
B. Rumusan Masalah...............................................................................4
C. Tujuan.................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................5
A. Biografi K.H. Hasyim Asy’ari................................................................5
B. Kehidupan Sosial dan Pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari...........................6
C. Mendirikan Pesantren Tebuireng............................................................7
D. Mendirikan Nahdlatul Ulama’ (NU).......................................................8
BAB III PENUTUP.....................................................................................11
Daftar Pustaka...............................................................................................12
3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbicara soal pendidikan di Indonesia, perlu melihat sejarah pendidikan
di Indonesia sendiri, sejak awal adanya kegiatan kependidikan hingga pada masa
untuk mengembangkan dan memajukan pendidikan. Orang yang berkecimpung
dalam bidang pendidikan, maka tentu tidak terlepas dari pola pandangan mereka
dalam bidang tersebut. Kaitannya, demi mengembangkan dan memajukan kualitas
maupun orientasi pendidikan di Indonesia, kita juga perlu memiliki prinsip dalam
mengelola sub-sub sistem pendidikan di dalamnya. Walau bagaimanapun, prinsip
tersebut tidak serta merta sepenuhnya muncul dalam pandangan seseorang saja,
akan tetapi kita perlu mengumpulkan, memandang, dan menganalisis beberapa
pandangan para tokoh pendidikan, agar tercapai atau mendekati kesempurnaan.
Banyak pemikiran para tokoh pendidikan di dunia, bahkan dari Indonesia
sendiri, yang menjadi acuan bagi para praktisi pendidikan di Indonesia, baik
pendidikan di bidang umum maupun agama, khususnya agama Islam. Salah satu
dari beberapa tokoh agama Islam yang terkemuka di Indonesia ialah K.H. Hasyim
Asy’ari, yang mana pemikirannya tentang pendidikan menjadi pandangan banyak
pendidik di Indonesia.
Kyai Hasyim sendiri juga seorang pendidik profesional yang terkenal
dengan ilmunya, kharismanya, dan lembaga pendidikan Islam yang didirikannya,
Pesantren Tebuireng, Jawa Timur. Dari pemikirannya yang tertulis dalam kitab
karangannya berjudul “Adab al-Alim wa al-Muta’allim fima Yahtaj Ila al-
Muta’alim fi Ahuwal Ta’allum wa ma Yataqaff al-Mu’allim fi Maqamat Ta’limi”,
berisi tentang konsep pendidikan yang banyak ditekankan pada etika dalam
pendidikan. Ini sekaligus menjadi nasihat dari beliau kepada orang-orang yang
berhubungan dengan pendidikan.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang biografi, setting sosial, karya-
karya beliau, kemudian bagaimana Pemikiran pendidika oleh beliau, lalu Analisa
pemikiran tentang pendidikan oleh beliau dan yang terakhir relevansi pemikiran
beliau dengan pendidikan sekarang.
4

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi tokoh K.H. Hasyim Asy’ari?
2. Bagaimana kehidupan Sosial tokoh K.H. Hasyim Asy’ari?
3. Bagaimana Sejarah Mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng Oleh KH.
Hasyim Asy’ari?
4. Bagaimana sejarah mendirikan Nahdlatul Ulama’ oleh K.H.Hasyim Asy’ari?

C. TUJUAN
1. Mengetahui Biografi Tokoh KH. Hasyim Asy’ari
2. Mengetahui kehidupan sosial KH. Hasyim Asy’ari
3. Mengetahui Sejarah Mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng Oleh KH.
Hasyim Asy’ari
4. Mengetahui sejarah mendirikan Nahdlatul Ulama’ oleh K.H.Hasyim Asy’ari
5

BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi K.H. Hasyim Asy’ari


Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari merupakan tokoh yang
sangat penting dalam melahirkan nasionalis dalam islam. Itulah mengapa
beliu mendapatkan gelar pahlawan nasional. Peran beliau sangat besar
dalam membangun nasionalisme untuk merebut kemerdekaan Indonesia
dan mencapai misi kemerdekaan.
Hasyim Asy’ari lahir di desa Nggedang sekitar dua kilometer
sebelah Timur Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Pada hari Selasa kliwon,
tanggal 24 Dzulhijjah 1287 atau bertepatan tanggal 14 Pebruari 1871 M.
Nama lengkapnya adalah Muhammad Hasyim ibn Asy’ari ibn Abd. Al
Wahid ibn Abd. Al Halim yang mempunyai gelar Pangeran Bona ibn Abd.
Al Rahman Ibn Abd. Al Aziz Abd. Al Fatah ibn Maulana Ushak dari
Raden Ain al Yaqin yang disebut dengan Sunan Giri. Sedangkan ayahnya
bernama Asy’ari dan ibunya bernama Halimah. 1
Dipercayai bahwa mereka adalah keturunan raja Muslim Jawa,
Jaka Tingkir, dan raja Hindu Majapahit, Brawijaya VI, juga dipercayai
merupakan keturunan bangsawan.
Ayah beliau adalah seorang kyai pendiri Pesantren Keras di
Jombang, sementara kakeknya, kyai Utsman adalah kyai terkenal pendiri
Pesantren Gedang, sementara moyangnya, kyai Sihah adalah pendiri
Pesantren Tambakberas Jombang. Sahingga wajar saja apabila K.H.
Hasyim Asy’ari menyerap lingkungan agama dari lingkungan pesantren
keluarganya dan mendapatkan ilmu pengetahuan agama Islam yang luas. 2
Pada usia muda Hasyim Asy’ari mulai melakukan pengembaraan
ke berbagai pesantren di luar daerah Jombang. Pada awalnya, ia menjadi
santri di pesantren Wonokojo di Probolinggo, kemudian berpindah ke
pesantren Langitan, Tuban.
Dari Langitan santri yang cerdas tersebut berpindah lagi ke
pesantren Trenggilis, hingga pesantren Kademangan Bangkalan, di
Madura sebuah pesantren yang diasuh kyai Khalil. Terakhir sebelum
belajar ke Mekkah, ia sempat nyantri dan tinggal lama di pesantren
Siwalan Panji, Sidoarjo, di bawah asuhan kiai Ya’qub, sampai akhirnya
diambil menantu oleh kiai Ya’qub, dinikahkan dengan anaknya yang
bernama Khadijah tahun 1892. 3
K.H. Hasyim Asy’ari juga merupakan pendiri Nahdlatul Ulama,
bersama K.H. Wahab Hasbullah dan K.H. Bisri Syansuri, yang didirikan
di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344, bertepatan tanggal 31 Januari
1926. Organisasi NU bermaksud untuk mempertahankan praktik
keagamaan yang sudah mentradisi di Nusantara untuk mengimabangi

1
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002,) hlm, 152.

3
Lathiful Khuluq, Fajar Kebangkitan Ulama;Biografi K.H. Hasyim Asy’ari (Yogyakarta: LKiS,
2000), hlm. 14-15.
6

gencarnya ekspansi pembaruan Islam. NU sendiri memberikan perhatian


besar bagi pendidikan, khususnya pendidikan tradisional yang harus
dipertahankan keberadaannya. Kemudian NU mendirikan madrasah-
madarasah dengan model Barat.
Dalam hidupnya, beliau juga ikut berperan penting dalam bidang
politik nasional. Di samping itu, beliau menjadi salah satu motivator para
pejuang bangsa Indonesia dalam mengusir pendudukan kolonial di tanah
air, untuk meraih kemerdekaan. Akhir hayatnya, K.H. Hasyim Asy’ari
wafat pada tanggal 7 Ramadhan 1366 H, bertepatan tanggal 25 Juli 1947,
disebabkan tekanan darah tinggi.
B. Kehidupan Sosial dan Pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari
Pendidikan pesantren mengalami kemajuan yang pesat sampai
dengan akhir perang Diponegoro (1785-1855). Setelah itu, pendidikan
Islam, meski secara kuantitas naik tapi secara kualitas mengalami
kemunduran. Menurunnya kualitas itu antara lain karena pesantren selama
masa perang dianggap sebagai kubu perang gerilya. Posisis ini terang
sangat membahayakan pemerintah penjajah Belanda. Keadaan ini semakin
diperparah ketika pada 1888 terjadi pemberontakan para kyai dan petani di
Cilegon yang dipimpin oleh Kyai Wasir.4
Pemberontakan itu menjalar ke berbagai pelosok Jawa Barat. Sejak
itu semua kegiatan pesantren diawasi oleh Belanda, bahkan penjajah
melarang masuknya kitab-kitab agama tertentu dari luar negeri. Sejak itu
pula penjajah menugaskan orientalis sejati, Snouck Hurgronye, untuk
menyelidiki jemaah haji. Menurut Belanda, setiap pemberontakan berawal
dari orang-orang yang naik haji dan pimpinan pesantren yang dianggap
memiliki basis massa yang kuat. Berikutnya pada 1905 keluar ordonansi
yang berisi ketentuan pengawasan terhadap perguruan yang hanya
mengajarkan agama Islam.
Akibat itu semua terjadilah penurunan kualitas pesantren
disamping karena minimnya literature juga karena renggangnya hubungan
antar ulama pesantren. Kondisi seperti itu jelas tidak bias melahirkan
kader-kader pemimpin dari pesantren yang berpandangan luas. Karena itu
butuh pembaharuan, dalam kondisi seperti itulah muncul Kyai Hasyim
Asy’ari lewat pesantrennya, Tebuireng. Hal lain yang perlu dicatat adalah,
masa ketika Hasyim Asy’ari belajar di Makkah adalah masa dimana faham
Wahabi mendapatkan tempatnya di hati penguasa Saudi Arabia, Raja
Abdul Azis bin Saud. Penguasa ini tidak memberi kebebasan bagi
pengikut madzab yang lain.
Ditengarai, bermukimnnya KH. Hasyim As’ari selama di Makkah
telah menumbuhkan semangat perlawanan terhadap kolonialisme.
Interaksi sosial yang terjalin antar sesama pelajar dari Jawa khususnya dan
daerah jajahan pada umumnya, talah membentuk kesadaran resistensi
terhadap kolonialisme.
KH. Hasyim Asy’ari bukan iintelektual an sich yang bergumul
dengan buku dan pesantren, sseperti tercermin dalam beberapa karyanya,
tetapi memanfaatkan posisinya sebagai elit keagamaan dalam politik.  
4
Dr. Zulkifli Hasan, Aktualisasi pemikiran dan kejuangan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim
Asy’ari(2018)
7

Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ selain sebagai guru


pesantren juga seorang penulis produktif, dengan bayak kitab karangannya
hingga saat ini tetep menjadi kajian di pondok pesantren Tebuireng dan
pesantren-pesantren lain. Karya-karya tersebut meliputi berbagai topik
pembahasan, mulai aqidah, syari’ah, hadist, hubungan sama manusia,
politik, etika, sejarah dan sebagainya. 5
Beliau juga sering mengisi kolom pada majalah dan surat kabar
pada waktu itu. Seperti panji masjakarakat, soera masjoemi, dan suara
Nahdlatul Oelama’. Tulisan beliau biasanya berbentuk artikel, fatwa,
jawaban atas pertanyaan pembaca.
C. Mendirikan Pesantren Tebuireng
Pondok Pesantren Tebuireng Jombang merupakan salah satu
pondok pesantren tertua di Indonesia dan telah banyak melahirkan para
pejuang agama dan negara di bumi nusantara. Didirikan sejak 3 Agustus
1899, Pesantren Tebuireng kini telah menapaki usianya yang ke-120
tahun.

Pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy’ari mendirikan


pesantren ini bertepatan pada 26 Rabi’ul Awal 1317 Hijriah. Saat itu,
Mbah Hasyim baru pulang dari Makkah dan berkeinginan untuk
membangun pesantren tidak jauh dari rumah orang tuanya di Tebuireng.
Tebuireng merupakan sebuah pedukuhan yang termasuk wilayah
administratif Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, berada
pada kilometer 8 dari kota Jombang ke arah selatan. Pedukuhan ini lah
yang kemudian dijadikan nama pesantren yang didirikan Mbah Hasyim.
Mbah Hasyim mendirikan pesantren di Tebuireng karena saat itu
masyarakat memiliki ketergantungan terhadap pabrik-pabrik milik orang-
orang asing, terutama pabrik gula. Pabrik-pabrik tersebut memunculkan
ketidakadilan sosial, pemiskinan, dan berbagai macam kriminalitas.
Selain itu, gaya hidup masyarakat Tebuireng saat itu juga jauh dari
nilai-nilai agama. Kondisi inilah yang membuat Mbah Hasyim merasa
prihatin. Dengan adanya pesantren di Tebuireng, Mbah Hasyim berharap
bisa mengubah keadaan masyarakat menjadi lebih baik.
Mbah Hasyim kemudian membeli sebidang tanah milik seorang
dalang terkenal di Tebuireng. Awalnya, Mbah Hasyim mendirikan sebuah
bangunan kecil yang terbuat dari anyaman bambu berukuran 6x8 meter.
Bangunan sederhana itu disekat menjadi dua bagian.6
Bagian belakang dijadikan tempat tinggal Mbah Hasyim bersama
istrinya, Nyai Khadijah, sedangkan bagian depan dijadikan sebagai
mushalla. Saat itu santrinya baru delapan orang, dan tiga bulan kemudian
bertambah menjadi 28 orang.
Keahlian Hasyim Asy’ari dalam bidang hadis dan tafsir menjadi
daya tarik utama pesantren yang dirintisnya itu. Pada 1910, santri
Tebuireng terus bertambah menjadi 200 orang, dan sepuluh tahun
kemudian meningkat sekitar 2.000 santri.
5
Prof. Dr. KH. Muhammad Tholhah Hasan, (18)
6
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, (Jakarta:PT. Kompas Media Nusantara, 2010),
hlm. 96-99.
8

Berdasarkan data dari pemerintah Jepang pada 1942, jumlah santri


dan ulama di Pulau Jawa sebanyak 25 ribu orang, yang mana semuanya itu
pernah menyantri di Tebuireng. Di antara santri Tebuireng yang menjadi
ulama besar adalah KH Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, KH
Chudori, KH Abdul Karim, KH As’ad Syamsul Arifin, KH Maksum Ali,
KH Adlan Ali, dan banyak lagi yang lainnya.

Pada awal abad ke-20, Pesantren Tebuireng memiliki pengaruh


yang sangat penting di Indonesia, sehingga santri yang mondok di
Tebuireng semakin bertambah banyak. Melalui pesantren ini, Kiai Hasyim
Asy’ari banyak mencetak para ulama besar yang kemudian mendirikan
pondok pesantren di daerahnya masing-masing.
D. Mendirikan Nahdlatul Ulama’ (NU)

Sejarah mencatat bahwa ulama-ulama pesantren kerap melakukan


upaya-upaya batin setiap membuat keputusan-keputusan penting. Upaya
batin tersebut di antaranya dilakukan melalui shalat istikhoroh, puasa,
istighotsah, wirid, dzikir, tahlil, dan membaca shalawat. Shalawat yang
dibaca oleh para kiai juga beragam, shalawat nariyah, shalawat badar.
Di antara keputusan-keputusan penting yang tidak terlepas dari
upaya batin untuk meminta petunjuk langit ialah saat Hadhratussyekh KH
Hasyim Asy’ari berdoa di Multazam ketika hendak kembali ke Indonesia
untuk berjuang mensyiarkan Islam dan melepaskan rakyat dari
kungkungan penjajahan.7
Selain itu, penyepuhan bambu runcing dengan yang dilakukan oleh
KH Subchi Parakan untuk perjuangan rakyat Indonesia, saat KH Hasyim
Asy’ari hendak mendirikan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama, saat KH Ridwan
Abdullah melakukan istikhoroh untuk merancang lambang NU, saat KH
Hasyim Asy’ari melakukan tirakat dalam mentashhih rumusan Pancasila,
termasuk ketika KH Hasyim meminta petunjuk Allah SWT saat dimintai
kapan waktu yang tepat untuk memproklamasikan kemerdekaan RI.
Setidaknya, hal itu merupakan fakta sejarah yang terlihat walaupun banyak
informasi-informasi sejarah lain yang bisa ditelusuri terkait upaya batin
para kiai NU dalam meminta petunjuk langit.
Dalam meminta petunjuk langit, para kiai tidak lepas dari teladan
Nabi Muhammad SAW. Kala itu, Rasulullah dan para sahabatnya
melakukan doa bersama (istighotsah) menjelang Perang Badar. Menilik
kelahiran NU, juga tidak hanya melalui upaya-upaya lahir dengan berbagai
pertimbangan kuat, tetapi juga meminta petunjuk langit, terutama ketika
KH Hasyim Asy’ari berinteraksi langsung secara batin dengan gurunya,
KH Cholil Bangkalan.

7
Prof. Dr. KH. Muhammad Tholhah Hasan, pemikiran KH.M. Hasyim Asy’ari tentang ASWAJA dan
aktualisasinya dalam kebhinekaan berbangsa.
9

Di berbagai literatur yang menjelaskan tentang sejarah pendirian


Nahdlatul Ulama (NU), KH Cholil Bangkalan Madura (1820-1923)
mempunyai peran strategis. Peran tersebut terjadi ketika KH Muhammad
Hasyim Asy’ari (1871-1947) hendak meminta petunjuk kepada Mbah
Cholil terkait gagasan para kiai pesantren untuk mendirikan sebuah
organisasi ulama.
Kala itu, KH Abdul Wahab Chasbullah (1888-1971) sekitar tahun
1924 menggagas pendirian jam’iyyah yang langsung disampaikan kepada
Mbah Hasyim Asy’ari untuk meminta persetujuan. Namun, Mbah Hasyim
tidak lantas menyetujui terlebih dahulu sebelum ia melakukan sholat
istikhoroh untuk meminta petunjuk kepada Allah SWT.
KH. Hasyim Asy’ari mengambil varian ASWAJA yang moderat
dan toleran di Indonesia, dengan seperangkat nilai-nilai inklisif seperti:
Tasamuh, Tawassuth, Ta’awun, Tawazun, Tasyawur, . seperti yang
diterapkan pada NU.
Berdirinya NU merupakan rangkaian tonggak kebangkitan Bangsa,
rangkaian dari Budi Oetomo (1908), serikat dagang islam (1909),
Muhammadiyah (1912), Nahdlatul Ulama’ (1926), dan sumpah pemuda
(1028).
10

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
KH. Hasyim Asy’ari dilahirkan pada selasa kliwon 24 Zulqa’dah
1284 atau 14 Februari 1871 di desa gedang, jombang jawa timur. KH.
Hasyim Asy’ari wafat pada tanggal 25 Juli 1947 pukul 03.45 dini hari
bertepatan dengan tanggal 7 Ramadhan tahun 1366 dalam usia 79 tahun.
Berdasarkan data dari pemerintah Jepang pada 1942, jumlah santri
dan ulama di Pulau Jawa sebanyak 25 ribu orang, yang mana semuanya itu
pernah menyantri di Tebuireng. Di antara santri Tebuireng yang menjadi
ulama besar adalah KH Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, KH
Chudori, KH Abdul Karim, KH As’ad Syamsul Arifin, KH Maksum Ali,
KH Adlan Ali, dan banyak lagi yang lainnya.
Pada awal abad ke-20, Pesantren Tebuireng memiliki pengaruh
yang sangat penting di Indonesia, sehingga santri yang mondok di
Tebuireng semakin bertambah banyak. Melalui pesantren ini, Kiai Hasyim
Asy’ari banyak mencetak para ulama besar yang kemudian mendirikan
pondok pesantren di daerahnya masing-masing.
Di berbagai literatur yang menjelaskan tentang sejarah pendirian
Nahdlatul Ulama (NU), KH Cholil Bangkalan Madura (1820-1923)
mempunyai peran strategis. Peran tersebut terjadi ketika KH Muhammad
Hasyim Asy’ari (1871-1947) hendak meminta petunjuk kepada Mbah
11

Cholil terkait gagasan para kiai pesantren untuk mendirikan sebuah


organisasi ulama.

KH. Hasyim Asy’ari mengambil varian ASWAJA yang moderat


dan toleran di Indonesia, dengan seperangkat nilai-nilai inklisif seperti:
Tasamuh, Tawassuth, Ta’awun, Tawazun, Tasyawur, . seperti yang
diterapkan pada NU.
Berdirinya NU merupakan rangkaian tonggak kebangkitan Bangsa,
rangkaian dari Budi Oetomo (1908), serikat dagang islam (1909),
Muhammadiyah (1912), Nahdlatul Ulama’ (1926), dan sumpah pemuda
(1028).

DAFTAR PUSTAKA

al-Abrazi, Athiyah. 1974. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan. Jakarta: Bulan

Bintang.

Khuluq, Lathiful. 2000. Fajar Kebangkitan Ulama;Biografi K.H. Hasyim Asy’ari.

Ridwan, Nur Khalik. 2010. NU dan Bangsa Pergulatan Poloitik dan Kekuasaan.

Jakarta.

Dr. H. Mif Rohim, M.A. 2018. Aktualisasi pemikiran dan kejuangan

Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari.

Tim Dosen Ma’had Aly Hasyim Asy’ari, 2016. Cahaya Penerang Jiwa (Pustaka

Tebuireng).

Mohammad, Herry dkk.2006. Tokoh- Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20.

Jakarta: Gema Insani.

Misrawi, Zuhairi. 2010. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Jakarta: PT. Kompas

Media Nusantara.
12

Anda mungkin juga menyukai