Anda di halaman 1dari 22

RIWAYAT HIDUP, KHITTAH DAN POKOK PIKIRAN

PARA TOKOH ULAMA NU

Makalah ini dikemukakan untuk memenuhi salah satu syarat lulus mata
kuliah Aswaja 2
Dosen pengampu : Hasyim As’ari, M.Pd.I

Disusun Oleh:
Nama:
1. Mustamiah (211260041)
2. Rini Juriyah (211260052)

UNIVERSITAS MA’ARIF LAMPUNG (UMALA)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU
IBTIDAIYAH TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

‫ِبْس ِم ِهَّللا الَّرْح َمِن الَّرِح يم‬

Assalamualaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberi nikmat, rahmat serta
hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“RIWAYAT HIDUP, KHITTAH DAN POKOK PIKIRAN PARA TOKOH ULAMA
NU” dengan tepat waktu. Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah
ASWAJA 2 di progam studi PGMI Fakultas Tarbiyah UMALA .

Kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Hasyim As’ari, M.Pd.I selaku dosen
pembimbing Mata kuliah ASWAJA 2 dan kepada segenap pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.

Akhirnya kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih ada
banyak kekurangan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum. Wr.Wb.

Metro, 17 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................i

KATA PENGANTAR...............................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................1

A. Latar Belakang Masalah................................................................1


B. Rumusan Masalah..........................................................................1
C. Tujuan Penelitian...........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................4

A. KH. HASYIM ASY’ARY.............................................................3


B. KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH.........................................7
C. KH. AHMAD DAHLAN AHYAD...............................................12
D. KH. RIDWAN ABDULLAH........................................................15

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN...................................................17

A. Kesimpulan....................................................................................17

B. Saran .............................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Nahdlatul Ulama adalah organisasi masyarakat terbesar yang
bergerak di bidang pendidikan, sosial dan keagamaan yang ada di
Indonesia yang didirikan oleh KH. Hasyim Asyari. Organisasi Nahdlatul
Ulama menganut ajaran Ahlussunnah Wal Jama‟ah (Aswaja). Aswaja
merupakan golongan yang selalu berusaha berada pada garis kebenaran As
Sunnah Wal Jama‟ah.4Dalam bidang ilmu fiqih, NU mengikuti salah satu
dari empat madzab yaitu Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan madzhab
Hambali. Nahdlatul Ulama didirikan pada tanggal 31 Januari 1926, dan
sampai sekarang mampu merekrut banyak anggota yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia. Nahdlatul Ulama memiliki pengurus disetiap
tingkatan dan badan otonom yang berfungsi melakukan tugasnya masing-
masing. Ditingkat nasional ada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU),
tingkat propinsi ada Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU), tingkat
kabupaten ada Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), tingkat
kecamatan ada Majelis Wakil Cabang (MWC) dan ditingkat desa ada Ranting
serta dengan badan otonom yang lain.
Selain sejarah berdirinya NU hal penting lain yang tidak kalah penting
adalah Riwayat Hidup KH. Hasyim Asy’ari, KH. Abdul Wahab Hasbullah,
KH. Ahmad Dahlan Ahyad, KH. Ridwan Abdullah, Pemikiran para tokoh
pendiri NU tersebut, dan Karya-karyanya yang akan dijelaskan di dalam
Makalah ini secara singkat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana riwayat hidup, khittah dan pokok pikiran KH. Hasyim
Asy’ari?

1
2. Bagaimana riwayat hidup, khittah dan pokok pikiran KH. Abdul Wahab
Hasbullah?
3. Bagaimana riwayat hidup, khittah dan pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan
Ahyad?
4. Bagaimana riwayat hidup, khittah dan pokok pikiran KH. Ridwan
Abdullah?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana riwayat hidup, khittah dan pokok pikiran
KH. Hasyim Asy’ari?
2. Untuk mengetahui bagaimana riwayat hidup, khittah dan pokok pikiran
KH. Abdul Wahab Hasbullah?
3. Untuk mengetahui bagaimana riwayat hidup, khittah dan pokok pikiran
KH. Ahmad Dahlan Ahyad?
4. Untuk mengetahui Bagaimana riwayat hidup, khittah dan pokok pikiran
KH. Ridwan Abdullah?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KH. Hasyim Asy’ari
1. Riwayat Hidup
KH Hasyim Asy'ari lahir pada tanggal 10 April 1875 di Demak,
Jawa Tengah. Beliau merupakan pendiri pondok pesantren Tebu Ireng
dan juga perintas salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar di
Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Beliau juga dikenal sebagai tokoh
pendidikan pembaharu pesantren. Selain mengajarkan agama dalam
pesantren, ia juga mengajar para santri membaca buku-buku pengetahuan
umum, berorganisasi, dan berpidato. Semenjak kecil hingga berusia empat
belas tahun, KH Hasyim Asy'ari mendapat pendidikan langsung dari ayah
dan kakeknya, Kiai Asyari dan Kyai Utsman. Hasratnya yang besar untuk
menuntut ilmu mendorongnya belajar lebih giat dan rajin. Hasilnya, ia
diberi kesempatan oleh ayahnya untuk membantu mengajar di pesantren
karena kepandaian yang dimilikinya.
Karena Hasrat tak puas akan ilmu yang dimilikinya, Beliaupun
belajar dari pesantren ke pesantren lain. Mulai menjadi santri di Pesantren
Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren
Trenggilis (Semarang), dan Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo). Di
pesantren Siwalan ia belajar pada Kyai Jakub yang kemudian
mengambilnya sebagai menantu. Di tahun 1892, KH Hasyim Asy'ari
menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu di Mekah. Di sana ia berguru
pada Syeh Ahmad Khatib dan Syekh Mahfudh at-Tarmisi, gurunya di
bidang hadis. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy'ari memosisikan
Pesantren Tebu Ireng, menjadi pusat pembaruan bagi pengajaran Islam
tradisional. Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam
tradisional lainnya, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama,
yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi ini pun berkembang dan

3
banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy'ari pun semakin besar
dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya1
2. Khittah
Ketika NU mulai masuk pergerakan nasional, KH. Hasyim Asy’ari
dianggap menjadi salah satu tokoh pemersatu kalangan muslim di Tanah
Air. Ia selalu menekankan penguburan sikap fanatisme dan seluruh umat
mulai berpikir untuk merebut kemerdekaan. KH. Hasyim Asy’ari
mengobarkan semangat jihad untuk memerangi penjajah. Itu
dikobarkannya pula dalam menghadapi Jepang. Melalui putranya, Wahid
Hasyim, Kiai Hasyim Asy’ari mampu menyatukan perbedaan pendapat
antara M Yamin, Soekarno, dan Soepomo, dalam perumusan dasar
negara. Ketika Belanda mencoba menjajah kembali, NU mengadakan
perlawanan. KH. Hasyim Asyari menyerukan jihad yang kemudian
disambut seluruh umat muslim. Alhasil, Belanda menghadapi perlawanan
yang sangat hebat. Di tengah perjuangan itu, kabar duka berhembus dari
Tebuireng. KH. Hasyim Asyari, tokoh yang diandalkan untuk memompa
semangat para pejuang, meninggal dunia. Ia harus pergi meninggalkan
negara yang sedang berjuang menghadapi invasi kedua Belanda.2
KH. Hasyim Asyari wafat pada 25 Juli 1947. Meski telah
meninggalkan dunia untuk selama-lamanya, berbagai warisannya masih
eksis hingga kini, yaitu NU sebagai ormas terbesar Islam dan gagasan
ahlusunnah wal-jamaah menjadi alat pemersatu di kalangan muslim, serta
beberapa pemikiran penting lainnya tentang kebangsaan.
3. Pokok Pikiran
Menurut KH. Hasyim Asya’ri ada beberapa hal yang harus dimiliki
oleh seorang pendidik Islam, beberapa hal tersebut adalah adab atau etika
bagi alim/para guru. Paling tidak menurut Hasyim Asy’ari ada dua puluh
etika yang harus dipunyai oleh guru ataupun calon guru yaitu:
1
Sukadri, H. (1980). Kiai haji Hasyim Asy'ari: riwayat hidup dan pengabdiannya.
Direktorat sejarah dan nilai tradisional.
2
Fadli, M. R., & Sudrajat, A. (2020). Keislaman dan kebangsaan: telaah pemikiran KH.
Hasyim Asy’ari. Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora, 18(1), 109-130.

4
a. Selalu berusah mendekatkan diri kepada Allah
b. Mempunyai rasa takut kepada Allah
c. Mempunyai sikap tenang dalam segala hal.
d. Berhati-hati atau wara dalam perkataan,maupun dalam perbuatan.
e. Tawadhu, tawadhu adalah dalam pengertian tidak sombong, dapat
juga akan rendah hati.
f. Khusyu dalam segala ibadahnya.
g. Selalu berpedoman kepada hokum Allah dalam segala hal.
h. Tidak menggunakan ilmunya hanya untuk tujuan duniawi semata.
i. Tidak rendah diri dihadapan pemuja dunia
j. Zuhud, dalam segala hal.
k. Menghindarai pekerjaan yang menjatuhkan martabatnya.
l. Menghindari tempat –tempat yang dapat menimbulkan maksiat.
m. Selalu menghidupkan syiar islam.
n. Menegakkan sunnah Rasul.
o. Menjaga hal- hal yang sangat di anjurkan.
p. Bergaul dengan sesame manusia secara ramah,
q. Menyucikan jiwa.
r. Selalu berusaha mempertajam ilmunya.
s. Terbuka untuk umum, baik saran maupun kritik.
t. Selalu mengambil ilmu dari orang lain tentang ilmu yang tidak
diketahuinya.3

Dengan memiliki dua puluh etika tersebut diharapkan para guru


menjadi pendidikan yang baik, pendidik yang mampu menjadi teladan
anak didik. Di sisi lain, ketika pendidik mempunyai etika, maka yang
terdidik pun akan menjadi anak didik yang beretika juga, karena
keteladanan mempunyai peran penting dalam mendidik akhlak anak.
4. Karya-karya KH Hasyim Asy;ari

3
Chotimah, C. (2017). Aktualiasasi Pemikiran KH. M. Hasyim Asy'ari Kenegaraan dan
Kebangsaan. INOVATIF: Jurnal Penelitian Pendidikan, Agama, dan Kebudayaan, 3(2), 125-140

5
a) Al-Tibyan fi al-Nahy ‘an Muqatha’ah al-Arham wa al-Aqarib wa al-
Ikhwan. Berisi tentang tata cara menjalin silaturrahim, bahaya dan
pentingnya interaksi sosial. Mukaddimah al-Qanun al-Asasy Li
Jam’iyyah Nahdhatul Ulama.
b) Risalah fi Ta’kid al-Akhdz bi Madzhab al-A’immah al-Arba’ah.
Risalah untuk memperkuat pegangan atas madzhab empat (Hanafi,
Maliki, Syafi’I, dan Hanbali). Di dalamnya juga terdapat uraian
tentang metodologi penggalian hukum (istinbat al-ahkam), metode
ijtihad, serta respon atas pendapat Ibn Hazm tentang taqlid.
c) Mawaidz. Beberapa Nasihat. Berisi fatwa dan peringatan tentang
merajalelanya kekufuran, mengajak merujuk kembali kepada al-Quran
dan hadis, dan lain sebagainya.
d) Arba’in Haditsan Tata’allaq bi Mabadi’ Jam’lyah Nahdhatul Ulama’.
40 hadits Nabi yang terkait dengan dasar-dasar pembentukan NU.
e) Al-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin. Cahaya yang jelas
menerangkan cinta kepada pemimpin para rasul. Berisi dasar
kewajiban seorang muslim untuk beriman, mentaati, meneladani, dan
mencintai Nabi Muhammad SAW.
f) At-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat.
Peringatan-peringatan wajib bagi penyelenggara kegiatan maulid yang
dicampuri dengan kemungkaran.
g) Risalah Ahli Sunnah Wal Jama’ah fi Hadits al-Mauta wa Syarat as-
Sa’ah wa Bayan Mafhum al-Sunnah wa al-Bid’ah. Risalah Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah tentang hadis-hadis yang menjelaskan kematian,
tanda-tanda hari kiamat, serta menjelaskan sunnah dan bid’ah.
h) Ziyadat Ta’liqat a’la Mandzumah as-Syekh ‘Abdullah bin Yasin al-
Fasuruani. Catatan seputar nadzam Syeikh Abdullah bin Yasin
Pasuruan. Berisi polemik antara Kiai Hasyim dan Syeikh Abdullah
bin Yasir.
i) Dhau’ul Misbah fi Bayan Ahkam al-Nikah. Cahayanya lampu yang
benderang menerangkan hukum-hukum nikah. Berisi tata cara nikah

6
secara syar’i; hukum-hukum, syarat, rukun, dan hak-hak dalam
perkawinan.
j) Ad-Durrah al Muntasyiroh Fi Masail Tis’a ‘Asyarah. Mutiara yang
memancar dalam menerangkan 19 masalah. Berisi kajian tentang wali
dan thariqah dalam bentuk tanya-jawab sebanyak 19 masalah.
k) Al-Risalah fi al-’Aqaid. Berbahasa Jawa, berisi kajian tauhid.
l) Al-Risalah fi at-Tasawwuf. Menerangkan tentang tashawuf;
penjelasan tentang ma’rifat, syariat, thariqah, dan haqiqat.
m) Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim fima Yahtaju ilaih al-Muta’allim fi
Ahwal Ta’limih wama Yatawaqqaf ‘alaih al-Muallim fi Maqat
Ta’limih. Tatakrama pengajar dan pelajar. Berisi tentang etika bagi
para pelajar dan pendidik.4

B. KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH


1. Riwayat Hidup
KH. Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama yang sangat
alim dan tokoh besar dalam NU dan bangsa Indonesia. Beliau dilahirkan
di Desa Tambakberas, Jombang, Jawa Timur pada bulan Maret 1888.
silsilah KH. Abdul Wahab Hasbullah bertemu dengan silsilah KH M.
Hasyim Asy’ari pada datuk yang bernama Kiai Shihah. Semenjak kanak-
kanak, Abdul Wahab dikenal kawan-kawannya sebagai pemimpin dalam
segala permainan. Beliau dididik ayahnya sendiri cara hidup,seorang
santri. Diajaknya shalat berjamaah, dan sesekali dibangunkan malam hari
untuk shalat tahajjud. Kemudian K.H. Hasbullah membimbingnya untuk
menghafalkan Juz Ammah dan membaca Al Quran dengan tartil dan
fasih. Lalu beliau dididik mengenal kitab-kitab kuning, dari kitab yang
paling kecil dan isinya diperlukan untuk amaliyah sehari-hari. Misalnya
Kitab Safinatunnaja, Fathul Qorib, Fathul Mu'in, Fathul Wahab,
Muhadzdzab dan Al Majmu'. Abdul Wahab juga belajar Ilmu Tauhid,
Tafsir, Ulumul Quran, Hadits, dan Ulumul Hadits.
4
Ibid

7
Kemauan yang keras untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya
tampak semenjak masa kecilnya yang tekun dan cerdas memahami
berbagai ilmu yang dipelajarinya. Sampai berusia 13 tahun Abdul Wahab
dalam asuhan langsung ayahnya. Setelah dianggap cukup bekal ilmunya,
barulah Abdul Wahab merantau untuk menuntut ilmu. Maka beliau pergi
ke satu pesantren ke pesantren lainnya. Kemudian Abdul Wahab belajar
di pesantren Bangkalan, Madura yang diasuh oleh K.H. Kholil
Waliyullah. Beliau tidak puas hanya belajar di pesantren-pesantren
tersebut, maka pada usia sekitar 27 tahun, pemuda Abdul Wahab pergi ke
Makkah. Di tanah suci itu mukim selama 5 tahun, dan belajar pada Syekh
Mahfudh At Turmasi dan Syekh Yamany. Setelah pulang ke tanah air,
Abdul Wahab langsung diterima oleh umat Islam dan para ulama dengan
penuh kebanggaan.
Langkah awal yang ditempuh K.H. Abdul Wahab Hasbullah, kelak
sebagai Bapak Pendiri NU, itu merupakan usaha membangun semangat
nasionalisme lewat jalur pendidikan. Nama madrasah sengaja dipilih
'Nahdlatul Wathan' yang berarti: 'Bergeraknya/bangkitnya tanah air',
ditambah dgngan gubahan syajr-syair yang penuh dengan pekik
perjuangan, kecintaan terhadap tanah tumpah darah serta kebencian
terhadap penjajah, adalah bukti dari cita-cita murni Kiai Abdul Wahab
Hasbullah untuk membebaskan. belenggu kolonial Belanda. Namun
demikian, tidak kalah pentingnya memperhatikan langkah selanjutnya
yang akan ditempuh Kiai Wahab, setelah berhasil mendirikan 'Nahdlatul
Wathan'. Ini penting karena dalam diri Kiai 'Wahab agaknya tersimpan
beberapa sifat yang jarang dipunyai oleh orang lain. Beliau adalah tipe
manusia yang pandai bergaul dan gampang menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Tetapi, beliau juga seorang ulama yang paling tangguh
mempertahankan dan membela pendiriannya. Beliau diketahui sebagai
pembela ulama pesantren (ulama bermadzhab) dari serangan-serangan
kaum modernis anti madzhab.

8
Bertolak dari sifat dan sikap Kiai Wahab itulah, maka mudah
dipahami apabila kemudian beliau mengadakan pendekatan dengan
ulama-ulama terkemuka seperti, K.H. A. Dachlan, pengasuh pondok
Kebondalem Surabaya, untuk mendirikan madrasah 'Taswirul Afkar'.
Semula 'Taswirul Afkar' yang berarti 'Potret Pemikiran' itu, merupakan
kelompok diskusi yang membahas berbagai masalah keagamaan dan
kemasyarakatan. Dan anggotanya juga terdiri atas para ulama dan ulama
muda yang mempertahankan sistem bermadzhab. Tetapi dalam
perkembangan selanjutnya sekitar tahun 1919, kelompok ini ditingkatkan
statusnya menjadi madrasah 'Taswirul Afkar' yang bertugas mendidik
anak-anak lelaki setingkat sekolah dasar agar menguasai ilmu
pengetahuan agama tingkat elementer. Bertempat di Ampel Suci (dekat
Masjid Ampel Surabaya), madrasah 'Taswirul Afkar' bergerak maju.
Puluhan dan bahkan kemudian ratusan anak di Surabaya bagian utara itu
menjadi murid 'Taswirul Afkar', yang pada saat itu (tahun-tahun
permulaan) dipimpin K.H. A. Dachlan. Namun demikian, bukan berarti
meniadakan kelompok diskusi tadi. Kegiatan diskusi tetap berjalan dan
bahkan bertambah nampak hasilnya, berupa 'Taswirul Afkar'. Dan
madrasah ini hingga sekarang masih ada dan bertambah megah. Hanya
tempatnya telah berpindah, tidak lagi di Ampel Suci, tetapi di Jalan
Pegirian Surabaya.5
2. Khittah
Kiprah perjuangan KH. Abdul Wahab hasbullah banyak sekali
mewarnai perjalanan NU dari masa ke masa. Keputusan keputusan
penting yang diambil NU mewarnai peran Kh.Abdul Wahab Hasbullah
dalam percaturan politik di tanah air. Pada hari Rabu tanggal 29
Desember 1971 KH.A Wahab Hasbulloh meninggal dunia dan
dimakamkan di komplek pesantren Tambak beras Jombang Jawa timur
3. Pokok Pikiran
5
Thohari, M. (2004). Kh Abdul W Ahab Hasbullah: Kiprahny A Dalam Percaturan Politik
Nasional Pada Masa Demokrasi Terpimpin 1957-1965 (Doctoral Dissertation, Uin Sunan Kalijaga
Yogyakarta)

9
a. Kiai Wahab adalah Peletak, Penyelaras dan Perangkai Dua Dasar
Kebangsaan dan Keagamaan; Keindonesiaan dan Keislaman. Kiai
Wahab meletakkan dasar nasionalisme (kebangsaan), patriotisme
(cinta dan bela tanah air) bagi umat Islam di Indonesia dengan slogan
“hubbul wathan minal Iman” (cinta tanah air bagian dari iman)
b. Kiai Wahab adalah nasionalis dan patriot sejati dari kalangan santri.
Sebagai muslim, santri, kiai dan ulama, KH Wahab sejak awal telah
memikirkan dan memperjuangkan kemerdekaan dan kebangkitan
tanah air ini dengan membangun (a) Nahdlatul Wathan (Kebangkitan
Tanah Air) tahun 1916, organisasi yang memperjuangkan pendidikan
plus organisasi kemasyarakatan yang sudah berdiri di beberapa
wilayah saat itu dan (b) Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air) tahun
1924.
c. Kiai Wahab adalah Penyusun Lagu Kebangsaan dari kalangan santri,
Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air) tahun 1934 dalam bahasa
Arab yang liriknya mengajak putra-putra bangsa bangkit dan
bergerak, berjuang dan membela negeri yang merupakan
implementasi ajaran agama karena cinta tanah air adalah bagian dari
iman (Hubbul Wathan Minal Iman).. Ya Lal Wathan Ya Lal Wathan..
Hubbul Wathan minal iman... Dalam lirik tersebut juga disebutkan
dengan jelas Indonesia Negeriku (Indunisia Biladi)–ini pada tahun
1934.
d. Kiai Wahab adalah Pendiri dan Penggerak “NU Struktural” karena
menjadi “NU kultural” bagi Kiai Wahab tidak lah cukup, harus
menjadi NU struktural, beliau lah sutradara, maestro, kondaktor,
motor, penggerak (muharrik), aktor Intelektual, per intis, pendiri NU
Struktural, setelah sebelumnya kaum tradisionalis hanya cukup
merawat tradisi dalam masyarakat dan pesantren, Kiai Wahab
mencerahkan dan menyadarkan pentingnya struktur dan organisasi
bagi kaum kultural, artinya jamaah harus memiliki Jam’iyyah
(organisasi, struktur) ini sesuai dgn ucapan Imam Ali Karramallahu

10
wajhah, Al-haqqu bila nidzamin qad yaghlibuhul bathilu bi
nidzamin (Kebenaran tanpa organisasi/struktur bisa dikalahkan oleh
kebetulan yg tersetruktur).
e. Kiai Wahab adalah tokoh yang melihat pentingnya kemandirian dan
pertumbuhan ekonomi, melalui organisasi yang pernah ia bangun
Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Pedagang) tahun 1918, selain ulama,
Kiai Wahab juga pengusaha, pada zamannya memiliki biro perjalanan
haji, pedagang, atau sistem bagi hasil. Dengan kemandirian ekonomi
Kiai Wahab menghidupkan organisasi NU. (Rumah beliau baik di
Surabaya dan Pesantrennya di Tambakberas menjadi pusat kegiatan
organisasi-organisasi yang menjadi cikal bakal NU dan Jam’iyyah NU
itu sendiri).
f. Kiai Wahab adalah tokoh pendidikan melalui lembaga pesantren
Tambakberas, Jombang yang merupakan salah satu pesantren terbesar
di Indonesia, demikian juga madrasah-madrasah Nahdlatul Wathan
yang pada zamannya dibangun di beberapa wilayah yang nantinya
menjadi cikal bakal Nahdlatul Ulama.
g. Kiai Wahab adalah tokoh pemuda, yang juga melihat pentingnya
peran dan organisasi pemuda dengan mendirikan Syubbanul Wathan
(Pemuda Tanah Air) tahun 1924 dan Ansor Nahdlatoel Oelama
(ANO) tahun 1934. Dalam perjuangannya, Kiai Wahab melibatkan
tokoh-tokoh pemuda di zamannya baik di NU, Pemuda NU (Ansor)
dan pers, seperti Wahid Hasyim, Mahfudz Siddiq, Hasan Gipo,
Abdullah Ubaid, Thohir Bakri, Achmad Barawi, Saifudin Zuhri,
Subhan ZE, Idham Cholid, dll
h. Kiai Wahab adalah tokoh pers, yang memandang pentingnya media
sebagai syiar dan pembentuk opini publik melalui media yang ia
bangun melalui mesin cetak yang berada di gedung PBNU saat itu di
Surabaya yang menerbitkan media resmi NU, seperti Swara
Nahdlatoel Oelama (1927, aksara Arab Pegon berbahasa Jawa),
Oetoesan Nahdlatoel Oelama (1928, Latin Melayu), Berita Nahdlatoel

11
Oelama (1931, Latin, Melayu), Soeloeh Perdjuangan, Swara Ansor
NO. Yang selanjutnya akan lahir Duta Masyarakat dll.
i. Kiai Wahab adalah tokoh yang melihat pentingnya kekuatan ide, visi,
gagasan, pemikiran melalui lembaga diskusi pemikiran yang ia pernah
bangun seperti Tashwirul Afkar (Formulasi Gagasan) tahun 1919 dan
Islamic Studi Club Tahun 1920 bersama dr Soetomo (Pendiri Budi
Oetomo). Kebangkitan pemikiran (afkar), diskusi, musyawarah
hingga debat merupakan karakter yang membentuk keilmuan Kiai
Wahab yang menjadikan beliau pribadi yang luwes, luas, bijak, arif,
toleran, lembut dan mengayomi, jauh dari sifat diktator, menang
sendiri, ekstrim, egois dan lain-lainnya.
j. Kiai Wahab adalah politisi yang menjadikan politik sebagai
instrumen–dalam bahasa Gus Dur–“memperjuangkan nasib orang
banyak”, yang terinspirasi dari kaidah fiqih tasharruful imam ala
ra’iyyah manuthun bil mashlahah (kebijakan pemimpin atas
rakyatnya berdasarkan kemaslahatan rakyat).
k. Kiai Wahab adalah cerminan dari karakter muslim NU, muslim
Nusantara, Muslim Indonesia yang toleran (tasamuh),
moderat (tawassuth), adil dan konsisten (i’tidal), berimbang, tidak
ekstrim (tawazun) dan senantiasa menyerukan pada kebaikan dan
mencegah kemungkaran (al-amr bil ma’ruf wan nahyi anil munkar).6

C. KH. AHMAD DAHLAN AHYAD


1. Riwayat Hidup
KH. Ahmad Dahlan lahir pada tanggal 2 Juni 1909 M/14 Jumadil
Ula 1327 H didesa Mandaran Rejo, Kotamadya Pasuruan. Beliau belajar
di Pesantren Ulama Siwalanpanji, Sidoarjo dan Pesantren Tebuireng,
Jombang. Di kedua pesantren ini pula dia bertemu dengan KH. Ahmad

6
https://www.gunromli.com/2018/05/11-relevansi-pemikiran-kh-wahab-hasbullah-
pendiri-nu-dari-nasionalisme-sampai-melawan-radikalisme/

12
Wahid Hasyim dan KH. Maskur. Masih dalam usia belasan tahun,
melanjutkan pendidikan ke Mekkah, Saudi Arabiah.
Nahdlatul Ulama memiliki tiga tokoh bernama Dahlan: KH.
Dahlan Ahmad (Surabaya) yang pernah menjabat wakil Rais Akbar NU
dan salah satu seorang pendiri MIAI, KH. Dahlan Abdul Qohar
(Kertosono), yang pernah mendampingi KH. Ahmad Wahab Hasbullah
dan Syeikh Ghanaim Al-Misri menghadap Raja Ibnu Saud dalam misi
Komite Hijaz, dan satu lagi tokoh NU bernama dahlan, yakni KH. Ahmad
Dahlan asal Pasuruan. Perjalanan KH. Ahmad Dahlan dimulai dengan
menjadi ketua NU Cabang Bangil, kemudian ketua Cabang Pasuruan
(1950 tahun 1936 dipercaya menjadi Konsul NU Daerah (wilayah) Jawa
Timur yang berkedudukan di Pasuruan).7
2. Kittah
Pada tahun 1926 M berdirilah organisasi secara resmi untuk benar-
benar menghalau Wahabi, yakni Nahdlatul Ulama’. Organisasi akbar ini
dipimpin oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari (Rais Akbar)
sedangkan Kiai Dahlan sebagai wakil ketua dan KH. Wahab
Chasbullah sebagai sekretaris (Katib Awal). Kedudukan Kiai Dahlan
sebagai orang nomor dua di NU kala itu cukup berpengaruh.
Dua tahun kemudian, digagas sebuah misi ke tanah haram untuk
menghadap raja Abdul Aziz bin Sa’ud agar tidak lagi menerapkan
egoisme dalam bermadzhab. Misi tersebut dikenal dengan nama Komite
Hijaz. Melalui misi tersebut hingga kini keleluasaan bermadzhab tetap
berlangsung di tanah haram.
Kepeduliannya terhadap ideologi semakin terlihat tatkala Kiai
Dahlan mendapat amanah sebagai Ketua MIAI pada tahun 1937. Di
Majelis ini peran Kiai Dahlan begitu besar. Kiai Dahlan sebagai tuan
rumah saat dirintisnya MIAI pada tanggal 12-15 Rajab 1358 H atau 18-21
September 1937 M.

7
https://www.laduni.id/post/read/58254/biografi-kh-ahmad-dahlan-achyad

13
Dimasa senjanya saat Kiai Dahlan berumur 65, dia tetap
berkomitmen untuk agamanya. Tahun 1956-1959, Kiai Dahlan tercatat
sebagai ketua Pengadilan Agama di Gresik. Sayangnya hingga saat ini
masih belum ditemukan apa saja perannya saat menjabat sebagai ketua
Pengadilan Agama di Gresik.
Perjalanan kehidupan Kiai Dahlan meninggalkan jejak yang patut
untuk direfleksikan. Kiai Dahlan adalah sosok ‘ulama’ yang konsisten
berjuang didunia pendidikan. Hal ini ditunjukkan dari posisinya sebagai
pemangku Pesantren Kebondalem juga sebagai pendiri perkumpulan
Tasiwrul Afkar. Selain sebagai sosok yang konsisten berjuang didunia
pendidikan, Kiai Dahlan begitu teguh membentengi bangsa ini dari
gerakan Wahabi.
Hal ini dibuktikan dengan posisinya sebagai Wakil Rais Akbar NU
pada periode pertama. Usaha selanjutnya selain menjadi pejabat elite NU
periode pertama untuk menghalau gerakan ini, Kiai Dahlan menulis satu
kitab yang diberi anam Tadzkiratun Naf’ah.
Meskipun berbeda ideology bahkan cenderung bertentangan, Kiai
Dahlan tidak serta-merta menunjukkan respon yang radikal atau
menggunakan tindakan kekerasan agar Wahabi tidak leluasa menyebarkan
pahamnya. Usaha menulis kitab ini dinilai lebih tentram daripada
menggunakan tindak kekerasan.8
3. Karya Kh. Ahmad Dahlan Ahyad
a. Ketika memangku pesantren Kebon dalem, ia menuliskan karya
Tadzkirat al-Naf’ah dicetak tahun 1353 H atau bertepatan tahun 1935
M. Karya ini membahas bab sholat khususnya shalat Jumat.
b. Pada tahun 1913 – 1932 M, Kiai Dahlan menjadi pembimbing haji.
Pada tahun tersebut umur Kiai Dahlan cukup muda yakni antara 27
sampai dengan 47 tahun. Periode umur yang produktif tersebut dia
gunakan dengan optimal. Sebagai pembimbing haji tentunya Kiai

8
https://www.nu.or.id/pustaka/kiai-ahmad-dahlan-pejuang-nu-yang-terlupakan-qvOtu

14
Dahlan tahu betul keterpurukan bangsa ini yang saat itu dalam
cengkraman kolonialisme.

D. KH. RIDWAN ABDULLAH


1. Riwayat Hidup
KH Ridwan Abdullah dilahirkan di Bubutan Surabaya pada tanggal
1 januari 1884. Ayah beliau adalah KH Abdullah. Sesudah tamat
dari Sekolah Dasar Belanda, KH Ridwan Abdullah belajar (nyantri) di
beberapa pondok pesantren di Jawa danMadura. Di antaranya pondok
pesantren Buntet Cirebon, pondok pesantren Siwalan Panji Buduran
Sidoarjo dan pondok pesantren Kademangan BangkalanMadura. Pada
tahun 1901, KH Ridwan Abdullah pergi ke tanah suci Mekah dan
bermukim di sana selama kurang lebih tiga tahun kemudian pulang
ke tanah air. Pada tahun 1911 beliau kembali lagi ke Mekah dan
bermukim di sana selama 1 tahun.
KH Ridwan Abdullah menikah dengan Makiyah yang meninggal
dunia pada tahun 1910. Kemudian beliau menikah lagi dengan Siti Aisyah
gadis asal Bangil yang masih ada hubungan keluarga dengan Nyai KH.
Abdul Wahab Hasbullah. KH Ridwan Abdullah dikenal sebagai kiai yang
dermawan. Setiap anak yang berangkat mondok dan sowan ke rumah
beliau, selain diberi nasihat juga diberi uang, padahal beliau sendiri tidak
tergolong orang kaya. Di samping itu, beliau dikenal sebagai ulama yang
memiliki keahlian khusus dibidang seni lukis dan seni kaligrafi. Salah
satu karya beliau adalah bangunanMasjid Kemayoran Surabaya. Masjid
dengan pola arsitektur yang khas ini adalah hasil rancangan KH Ridwan
Abdullah. KH Ridwan Abdullah meninggal dunia tahun 1962, dan
dimakamkan di pemakaman Tembok, Surabaya. Bakat dan keahlian
beliau dalam melukis diwarisi oleh seorang puteranya, KH Mujib
Ridwan.9
2. Kiprah KH Ridwan Abdullah

9
https://www.laduni.id/post/read/58582/biografi-kh-ridwan-abdullah

15
KH Ridwan Abdullah tidak memiliki pondok pesantren. Tetapi
beliau dikenal sebagai guru agama muballigh yang tidak kenal lelah.
Beliau diberi gelar ‘KiaiKeliling’. Maksudnya kiai yang menjalankan
kewajiban mengajar dan berdakwah dengan keliling dari satu tempat ke
tempat yang lainnya. Biasanya, KH Ridwan Abdullah mengajar dan
berdakwah pada malam hari. Tempatnya berpindah-pindah dari satu
kampung ke kampung lainnya dan dari satu surau ke surau yang lain.
Daerah-daerah yang secara rutin menjadi tempat beliau mengajar adalah
kampung Kawatan, Tembok dan Sawahan. Ketika KH Abdul Wahab
Hasbullah mendirikan Nahdlatul Wathan, KH Ridwan Abdullah
merupakan pendamping utamanya. Beliaulah yang berhasil menghubungi
KH Mas Alwi untuk menduduki jabatan sebagai kepala Madrsaah
Nahdlatul Wathan menggantikan KH Mas Mansur. Beliau juga aktif
mengajar di madrasah tersebut.
Dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia KH Ridwan
Abdullah ikut bergabung dalam barisan Sabilillah. Pengorbanan KH
Ridwan Abdullah tidak sedikit, seorang puteranya yang menjadi tentara
PETA (Pembela Tanah Air) gugur di medan perang. Pada tahun 1948,
beliau ikut berperang mempertahankan kemerdekaan RI dan pasukannya
terpukul mundur sampai ke Jombang.10

BAB III
10
Solikhin, M. (2016). Gerakan Pemikiran Dan Peran Tiga Ulama NU (KH Hasyim
Asy’ari, KHR Asnawi Kudus, KH Wahhab Hasbullah) Dalam Menegakkan Ahl Al-Sunnah Wal-
Jama’ah Annahdliyah Di Jawa Tahun 1926–1971. Jurnal Theologia, 27(2), 331-364.

16
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
KH Hasyim Asy'ari lahir pada tanggal 10 April 1875 di Demak, Jawa
Tengah. Beliau merupakan pendiri pondok pesantren Tebu Ireng dan juga
perintas salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia yaitu
Nahdlatul Ulama (NU). Ketika NU mulai masuk pergerakan nasional, KH.
Hasyim Asy’ari dianggap menjadi salah satu tokoh pemersatu kalangan
muslim di Tanah Air. Ia selalu menekankan penguburan sikap fanatisme dan
seluruh umat mulai berpikir untuk merebut kemerdekaan. KH. Hasyim
Asy’ari mengobarkan semangat jihad untuk memerangi penjajah. Itu
dikobarkannya pula dalam menghadapi Jepang. Melalui putranya, Wahid
Hasyim, Kiai Hasyim Asy’ari mampu menyatukan perbedaan pendapat antara
M Yamin, Soekarno, dan Soepomo, dalam perumusan dasar negara. Ketika
Belanda mencoba menjajah kembali, NU mengadakan perlawanan.
KH. Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama yang sangat alim
dan tokoh besar dalam NU dan bangsa Indonesia. Beliau dilahirkan di Desa
Tambakberas, Jombang, Jawa Timur pada bulan Maret 1888. silsilah KH.
Abdul Wahab Hasbullah bertemu dengan silsilah KH M. Hasyim Asy’ari
pada datuk yang bernama Kiai Shihah. Kiprah perjuangan KH. Abdul Wahab
hasbullah banyak sekali mewarnai perjalanan NU dari masa ke masa.
Keputusan keputusan penting yang diambil NU mewarnai peran Kh.Abdul
Wahab Hasbullah dalam percaturan politik di tanah air. Pada hari Rabu
tanggal 29 Desember 1971 KH.A Wahab Hasbulloh meninggal dunia dan
dimakamkan di komplek psantren Tambak beras Jombang Jawa timur
KH. Ahmad Dahlan lahir pada tanggal 2 Juni 1909 M/14 Jumadil Ula
1327 H didesa Mandaran Rejo, Kotamadya Pasuruan. Beliau belajar di
Pesantren Ulama Siwalanpanji, Sidoarjo dan Pesantren Tebuireng, Jombang.
Di kedua pesantren ini pula dia bertemu dengan KH. Ahmad Wahid Hasyim
dan KH. Maskur. Masih dalam usia belasan tahun, melanjutkan pendidikan ke
Mekkah, Saudi Arabiah.

17
KH Ridwan Abdullah dilahirkan di Bubutan Surabaya pada tanggal 1
januari 1884. Ayah beliau adalah KH Abdullah. Sesudah tamat
dari Sekolah Dasar Belanda, KH Ridwan Abdullah belajar (nyantri) di
beberapa pondok pesantren di Jawa danMadura. Di antaranya pondok
pesantren Buntet Cirebon, pondok pesantren Siwalan Panji Buduran Sidoarjo
dan pondok pesantren Kademangan BangkalanMadura. Pada tahun 1901, KH
Ridwan Abdullah pergi ke tanah suci Mekah dan bermukim di sana selama
kurang lebih tiga tahun kemudian pulang ke tanah air. Pada tahun 1911 beliau
kembali lagi ke Mekah dan bermukim di sana selama 1 tahun.

B. Saran
Berdasarkan uraian di atas kita sebagai warga NU sudah seharusnya
mengamalkan amalan-amalan NU dan mengetahui tentang riwayat hidup,
khittah dan pokok pikiran para tokoh ulama NU . Makalah yang susun oleh
peneliti masih mempunyai banyak kekuarangan sehingga apabila ingin
menyusun makalah yang serupa sebaiknya lebih sempurna lagi
pembahasannya,

18
DAFTAR PUSTAKA

Annajmi, M. I. I. “Islam dan Cinta Tanah Air (Studi Pemikiran Kiai Abdul
Wahab Hasbullah Tentang Nasionalisme) (Bachelor's thesis).
Chotimah, C. (2017). Aktualiasasi Pemikiran KH. M. Hasyim Asy'ari Kenegaraan
dan Kebangsaan. INOVATIF: Jurnal Penelitian Pendidikan, Agama, dan
Kebudayaan, 3(2), 125-140.
Fadli, M. R., & Sudrajat, A. (2020). Keislaman dan kebangsaan: telaah pemikiran
KH. Hasyim Asy’ari. Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora, 18(1),
109-130.
https://www.gunromli.com/2018/05/11-relevansi-pemikiran-kh-wahab-hasbullah-
pendiri-nu-dari-nasionalisme-sampai-melawan-radikalisme/
https://www.laduni.id/post/read/58582/biografi-kh-ridwan-abdullah
https://jatim.nu.or.id/rehat/kisah-kiai-ridwan-abdullah-ciptakan-lambang-nu-
lewat-istikharah-sIQR8
https://www.laduni.id/post/read/58254/biografi-kh-ahmad-dahlan-achyad
https://www.nu.or.id/pustaka/kiai-ahmad-dahlan-pejuang-nu-yang-terlupakan-
qvOtu
Solikhin, M. (2016). Gerakan Pemikiran Dan Peran Tiga Ulama NU (KH Hasyim
Asy’ari, KHR Asnawi Kudus, KH Wahhab Hasbullah) Dalam Menegakkan
Ahl Al-Sunnah Wal-Jama’ah Annahdliyah Di Jawa Tahun 1926–
1971. Jurnal Theologia, 27(2), 331-364.
Sukadri, H. (1980). Kiai haji Hasyim Asy'ari: riwayat hidup dan pengabdiannya.
Direktorat sejarah dan nilai tradisional
Thohari, M. (2004). KH ABDUL W AHAB HASBULLAH: KIPRAHNY A DALAM
PERCATURAN POLITIK NASIONAL PADA MASA DEMOKRASI
TERPIMPIN 1957-1965 (Doctoral dissertation, UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA).
.

19

Anda mungkin juga menyukai