Anda di halaman 1dari 9

KH HASYIM ASY’ARI, KH CHOLIL BANGKALAN, KH NAWAWI

AL BANTANI, KH ACHMAD SIDDIQ


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PI & IN
Dosen Pengampu: Dr. Khoirul Faizin, M. Ag

Disusun Oleh: Kelompok 7


1. Yesi Nur Septialisa (222102030088)
2. Siti Laeli Wulandari (222102030077)
3. Ma’rifatur Rizkiyah (222102030049)
4. Umar Al Faruq (222102030082)
5. Rofiqil A’la (222102030071)
6. Yasa Akmal Adjis (222102030087)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
MEI 2023

KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat,
taufik serta hidayahnya sehingga kita dapat menyelesaikan penyusunan makalah
Peradaban Islam dan Islam Nusantara yang berjudul Kh Hasyim Asy’ari, Kh Cholil
Bangkalan, Kh Nawawi Al Bantani, Kh Achmad Siddiq dengan selesai.
Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas dari bapak Khoirul Faizin
pada Peradaban Islam dan Islam Nusantara. Selain itu, penyusunan makalah ini
bertujuan menambah wawasan kepada pembaca tentang Materi Kh Hasyim Asy’ari, Kh
Cholil Bangkalan, Kh Nawawi Al Bantani, Kh Achmad Siddiq.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan dan berusaha untuk
semaksimal mungkin. Namun, kami menyadari dalam penyusunan dan penulisan
makalah masih banyak melakukan kesalahan. Oleh karena itu, kami memohon maaf
atas kesalahan dan ketidaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini.
Kami juga berharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila menemukan
kesalahan dalam makalah ini.

Jember, 01 Mei 2023

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................3
BAB I...........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................4
A. Latar Belakang...............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................4
C. Tujuan Masalah..............................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................5
A. Biografi dan pemikiran KH Hasyim Asy’ari................................................................5
B. Biografi dan pemikiran KH Cholil Bangkalan............................................................5
C. Biografi dan pemikiran KH Nawawi Al-Bantani.........................................................5
D. Biografi dan pemikiran KH Achmad Siddiq................................................................5
BAB III........................................................................................................................................6
PENUTUP...................................................................................................................................6
A. Kesimpulan.....................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kiai adalah pemimpin non formal sekaligus pemimpin spiritual, dan posisinya
sangat dekat dengan kelompok-kelompok masyarakat lapisan bawah didesa-desa.1
Sebagai pemimpin masyarakat, kiai memiliki jamaah komunitas dan massa yang diikat
oleh hubungan paguyuban yang erat dan ikatan budayanya. Petuah petuahnya selalu
1
Penulisan kata kiai merujuk pada Kamus modern bahasa Indonesia, karya Rizky Maulana dan Putri
Amelia, 2013, Surabaya: Nur Ilmu, hlm. 216
didengar, diikuti dan dilaksanakan oleh jamaah, komunitas dan massa yang
dipimpinnya.2 Jadi, kiai adalah seorang yang dituakan oleh masyarakat, atau menjadi
bapak masyarakat terutama masyarakat desa. Kepercayaan masyarakat yang begitu
tinggi terhadap kiai dan didukung potensinya memecahkan berbagai problem baik
sosio-kultural-politik-religius dan sebagainya yang menyebabkan kiai menempati posisi
kelompok elit dalam struktur sosial dan politik masyarakat.
Kiai sangat dihormati oleh masyarakat melebihi penghormatan mereka terhadap
pejabat setempat. Petuah-petuahnya memiliki daya pikat yang luar biasa sehingga,
mereka (kiai) akan terus dilahirkan, berkiprah, dan selalu siap menerima panggilan
tugas ketika masyarakat membutuhkannya. Predikat kiai selalu berhubungan dengan
suatu gelar yang menekankan pemuliaan dan pengakuan, yang diberikan secara sukarela
kepada umat Islam sebagai pimpinan masyarakat. Dengan demikian, kiai adalah pendiri
atau pimpinan sebuah pesantren, sebagai muslim terpelajar (ulama) yang selalu
membaktikan hidupnya untuk Tuhan serta memperdalam dan menyebarluaskan ajaran-
ajaran-Nya kepada masyarakat, melalui kegiatan pendidikan Islam.3
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan kami bahas meliputi:
1. Biografi KH Hasyim Asy'ari dan pemikirannya
2. Biografi KH Cholil Bangkalan dan pemikirannya
3. Biografi KH Nawawi Al-Bantani dan pemikirannya
4. Biografi KH Achmad Shiddiq dan pemikirannya
C. Tujuan Masalah
Tujuan Masalah dari Rumusan Masalah di atas meliputi:
1. Mampu menjelaskan Biografi KH Hasyim Asy'ari dan pemikirannya.
2. Mampu Menjelaskan Biografi KH Cholil Bangkalan dan pemikirannya.
3. Mampu menjelaskan Biografi KH Nawawi Al-Bantani dan pemikirannya.
4. Mampu menjelaskan Biografi KH Achmad Siddiq dan pemikirannya.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Biografi dan pemikiran KH Hasyim Asy’ari
1. Biografi KH Hasyim Asy’ari
K.H. Muhammad Hasyim Asy‟ari lahir pada hari Selasa 24 Dzulqa‟dah
1287 H4 atau pada tanggal 14 Februari 1871 M, di Gedang, Jombang, Jawa
2
Mujamil Qomar, Pesantren dari transformasi metodologi munuju demokratisasi institusi, tanpa tahun,
Jakarta: Erlangga, hlm. 29
3
Ali Maschan, Kiai dan politik dalam wacana civil society, 1999, Surabaya: Lepkiss, hlm. 59
4
Aminol Rosid Abdullah, Ilmu Pendidikan, hal. 51
Timur. Beliau merupakan putra ketiga dari sebelas bersaudara. Ayahnya
bernama Kiai Asy‟ari berasal dari Demak, dan ibunya bernama Halimah yang
merupakan putri Kiai Usman.5 Ayahnya merupakan pendiri Pesantren Keras di
Jombang, sedangkan kakeknya, Kiai Usman, merupakan seorang kiai terkenal
yang memimpin dan mengasuh Pesantren Gedang.6 K.H. Hasyim Asy‟ari
memiliki sepuluh saudara, yaitu Nafi‟ah, Ahmad Shaleh, Radjah, Hasan, Anis,
Fathanah, Maimunah, Maksum, Nahrawi, dan Adnan.7
K.H. Hasyim Asy‟ari merupakan campuran dua darah atau trah, yaitu
darah biru (ningrat, priyayi, keraton), dan darah putih (kalangan tokoh agama,
kiai, santri). Asal-usul dan keturunannya tidak dapat dipisahkan dari riwayat dua
kerajaan, yaitu Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Islam Demak. Nasabnya dari
pihak ayah, yaitu Muhammad Hasyim Asy‟ari bin Asy‟ari bin Abdul Wahid bin
Abdul Halim (memiliki gelar pangeran Bona) bin Abdurrohman (dikenal dengan
Jaka Tingkir Sultan Hadiwijoyo) bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fatih
bin Maulana Ishaq (ayah Raden Ainul Yaqin yang dikenal dengan Sunan Giri).
Sedangkan nasabnya dari pihak ibu, yaitu Muhammad Hasyim Asy‟ari bin
Halimah binti Layyinah binti Sichah bin Abdul Jabbar bin Ahmad bin Pangeran
Sambo bin Pangeran Banawa bin Jaka Tingkir (Mas Karebet) bin Prabu
Brawijaya VI (Lembu Peteng) Raja majapahit terakhir.
Tanda-tanda kebesaran K.H. Hasyim Asy‟ari sudah terlihat sejak beliau
masih berada dalam kandungan. Beliau berada dalam kandungan ibunya selama
14 bulan. Menurut pandangan masyarakat Jawa, kehamilan yang sangat panjang
merupakan pertanda kecemerlangan sang bayi di masa depan. Pada masa awal
kandungannya, ibunya bermimpi melihat bulan purnama yang jatuh dari langit
dan tepat menimpa perutnya.
Sifat kepemimpinan dan kecerdasan K.H. Hasyim Asy‟ari sudah terlihat
sejak beliau masih kecil. Ketika bermain, jika beliau melihat teman-temannya
melanggar aturan, maka beliau akan menegur mereka dengan kata-kata yang
lembut dan tidak menyakiti hati. Sehingga orang yang melakukan kesalahan
tidak akan merasa tersudutkan, justru timbul kesadaran dalam dirinya mereka
untuk memperbaiki kesalahannya.8 Hal inilah yang membuat beliau disukai oleh
teman-temannya.
Sejak masih kecil, K.H. Hasyim Asy‟ari telah mengenyam pendidikan
pesantren, beliau mendapatkan pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya
(kiai Usman). Beliau merupakan anak yang cerdas, mudah dalam menyerap dan
menghafalkan ilmu yang diberikan. Sehingga pada usia 13-14 tahun, beliau
diberi kepercayaan oleh ayahnya untuk membantu mengajar di pesantren.9 K.H.
Hasyim asy‟ari dikenal tidak pernah merasa puas dalam hal mencari ilmu.
Beliau sering berpindah-pindah dari satu guru ke guru yang lainnya untuk
5
Muhamad Rifai, KH. Hasyim Asy’ari: Biografi Singkat 1871-1947, (Jogjakarta: Garasi,2020), hal. 17
6
Muhammad Rijal Fadli dan Ajat Sudrajat, Keislaman dan Kebangsaan: Telaah Pemikiran KH. Hasyim
asy’ari, Khazanah, Vol. 18 (1), 2020, hal. 112
7
Fakturmen dan Muhammad Zaenul Arif, Pengaruh KH. Hasyim Asy’ari dalam Membangun Serta
Menjaga Nusantara, Jurnal Indo-Islamika, Vol. 10, No. 2, 2020, hal. 38
mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya. Ketika berusia 15 tahun, beliau mulai
berkeinginan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dari luar pesantren ayahnya,
sehingga beliau mulai berkelana dari satu pesantren ke pesantren yang lainnya.
Mulai dari menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren
Langitan (Tuban), sampai Pesantren Trenggilis (Semarang). Merasa belum puas
dengan ilmu yang didapatnya, beliau kembali menjadi santri di Pesantren
Kademangan (Bangkalan) yang diasuh oleh Kiai Kholil. Tidak lama berada di
sana, beliau pindah lagi ke Pesantren Siwalan (Sidoarjo) yang diasuh oleh Kiai
Ya‟qub. Dari sekian banyak pondok pesantren, di pesantren inilah beliau
menjadi santri cukup lama, yaitu lima tahun. Tidak hanya mendapatkan ilmu,
beliau juga dijadikan menantu oleh Kiai Ya'qub yang merasa kagum akan
kecerdasan dan kealiman beliau.
Setelah menikah dengan putri Kiai Ya‟qub, K.H. Hasyim Asy‟ari
melaksanakan haji ke Makkah bersama dengan istrinya. Di sana beliau juga
belajar Ilmu Hadis pada Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, yang merupakan
ulama dan guru besar terkenal di Makkah, dan merupakan salah satu imam di
Masjidil Haram untuk penganut Madzhab Syafi‟i.
2. Pemikiran KH Hasyim Asy’ari
a) Pemikiran tentang Pendidikan
K.H. Hasyim Asy‟ari menyebutkan bahwa pendidikan merupakan hal
yang penting, sebagai sarana untuk memanusiakan manusia, sehingga
menyadari siapa penciptanya, untuk apa diciptakan, melakukan segala
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, berbuat baik dengan menegakkan
keadilan, sehingga layak disebut sebagai makhluk yang lebih mulia dari
makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya.
K.H. Hasyim Asy‟ari membagi ilmu pengetahuan menjadi tiga macam,
yaitu Ilmu pengetahuan yang tercela atau dilarang, seperti ilmu sihir, nujum,
ramalan nasib, dan sebagainya. Ilmu pengetahuan yang dalam keadaan
tertentu menjadi terpuji, namun apabila mendalaminya menjadi tercela,
karena dapat menyebabkan kekacauan pikiran hingga menimbulkan kufur.
contohnya ilmu kepercayaan, ilmu kebatinan, dan ilmu filsafat. Ilmu
pengetahuan yang terpuji, yaitu ilmu-ilmu agama dan berbagai macam
ibadah.
Tujuan dari pendidikan menurut K.H. Hasyim Asy‟ari adalah Menjadi
manusia yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah, Menjadi
manusia yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari, inti dari seorang peserta didik bukan hanya
sekedar untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya, namun yang lebih utama
adalah bagaimana mengamalkan dan memanfaatkan ilmu yang sudah
dipelajari. Hal tersebut merupakan bekal untuk kehidupan di dunia dan
akhirat.
Pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari tentang pendidikan tertuang dalam
salah satu karya beliau, yaitu kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim yang
menjelaskan tentang konsep pendidikan. Kitab ini terdiri dari delapan bab,
yaitu Keutamaan ilmu dan ulama serta belajar mengajar, Akhlak peserta
didik terhadap dirinya sendiri, Akhlak peserta didik terhadap pendidik,
Akhlak peserta didik dalam belajar, Akhlak pendidik terhadap dirinya
sendiri, Akhlak pendidik dalam mengajar, Akhlak pendidik terhadap peserta
didik, Akhlak kepada buku sebagai sarana ilmu pengetahuan, dan hal-hal
yang berkaitan dengan kepemilikan, penyusunan, dan penulisan buku.
B. Biografi dan pemikiran KH Cholil Bangkalan
Pendanaan Lembaga Adat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
khususnya dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan dan pembinaan lembaga adat
meliputi:

C. Biografi dan pemikiran KH Nawawi Al-Bantani


Dalam sistem hukum di Indonesia secara konstitusional hukum adat berkedudukan
sama dengan kedudukan yang berlaku dalam
Berdasarkan ketentuan konstitusi dan peraturan perundang-undangan, kedudukan
hukum adat, nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat harus diakui keberadaan
dan kedudukannya. Bahkan dalam hukum pidana, harus mempertimbangkan keadilan
yang hidup di dalam masyarakat adat apabila putusan pidana dilakukan terhadap
masyarakat adat yang dalam masa peralihan untuk mengenal hukum tertulis.
D. Biografi dan pemikiran KH Achmad Siddiq
Secara Sosiologis, keberadaan lembaga adat telah ada dan menjadi pijakan utama
dalam mengatur serta menyelesaikan semua permasalahan yang timbul di dalam
masyarakat. Dalam menangani permasalahan yang terjadi tersebut, terrdapat sebuah
proses penyelesaiannya dengan melalui suatu lembaga yang lebih efektif karena di
dalamnya terdapat nilai yang telah diakui dan dilestarikan oleh masyarakat dari generasi
ke generasi selanjutnya. Serta berguna untuk menyelesaikan suatu sengketa dalam
masyarakat sehingga akan terciptanya keharmonisan dan ketentraman sosial. Dalam
kehidupam masyarakat desa, menjaga hubungan dan kerukunan satu sama lain
merupakan hal yang sangat penting. Seyogya-yogya masyarakat cenderung banyak
memilih peradilan adat desa karena lembaga adat di desa dianggap memiliki kekuatan
untuk memecahkan suatu permasalahan yang ada serta dapat memberikan suatu
keputusan. Apabila suatu lembaga adat telah memutuskan, maka keputusan tersebut
sifatnya mengikat, final dan tidak bisa di tawar-tawar.
Musyawarah merupakan pilar utama dalam sebuah persidangan di lembaga
peradilan adat, tidak datang dengan adanya tujuan utama yang mana sebagai sarana
pemaksa. Adanya partisipasi langsung dari mediator, adanya rekonsiliasi dan adanya
konsolidasi dari berbagai pihak yang termasuk pada masyarakat secara umum dari
berbagai komunitas yang tidak berhubungan dengan kasus tersebut.
Adanya metode musyawarah tersebut, bertujuan untuk berpegang teguh pada prinsip
yang diambil bukan karna paksaan dari para pihak. Sehingga dengan adanya hal
tersebut tidak akan ada rasa curiga dan prasangka yang buruk ketika mengambil sebuah
keputusan. Karna dalam hal proses yang dilaksanakan secara terbuka dan transparan.
Setiap penyelesaian sengketa dapat melalui dua mekanisme, yaitu mekanisme
litigasi (dipersidangan) atau dengan alternatif penyelesaian sengketa. Penyelesaian
sengketa dengan perantara lembaga adat merupakan alternatif penyelesaian sengketa
diluar pengadilan (non litigasi). Apabila alternatif ini tidak berhasil, maka dapat
diselesaikan dengan alternatif lain misalnya konsultasi dibantu mediator, arbitrase. Dan
jika alternatif itu juga tidak berhasil maka dapat diselesaikan melalui langkah terakhir
(ultimumremidium) dengan jalur pengadilan.8

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan adanya Pemberdayaan dan Pembinaan Lembaga Adat untuk membangun
kelembagaan masyarakat adat yang sesuai dengan karakteristik adat istiadat setempat,
aturan atau norma setempat yang memiliki nilai positif berdasarkan sifat kebersamaan
dan kekompakan dan gotong royong yang telah mengakar di lingkungan masyarakat
adat serta guna untuk melestarikan adat istiadat dan nilai-nilai sosial budaya dalam
memajukan kesejahteraan masyarakat
Pendanaan Lembaga Adat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
khususnya dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan dan pembinaan lembaga adat
meliputi:

DAFTAR PUSTAKA

Badrut Tamam, Pengantar Hukum Adat. 2022. Depok: Pustaka Radja.


Combine Resource Institution sejak 2009 merujuk pada GNU GENERAL PUBLIC LICENSE, diakses
dari https://gemaharjo-watulimo.trenggalekkab.go.id/first/artikel/13 (diakses pada tanggal 19 Maret
2023)

8
Ibid. hal 63-68.

Anda mungkin juga menyukai