Anda di halaman 1dari 18

PEMIKIRAN TEOLOGI AHMAD HUSEIN AL-JISRI

Makalah Ini Akan Di Diskusikan Pada Perkuliahaan Online


Untuk Memenuhi Tugas Dan Sebagian Dari Syarat Perkuliahan
Mata Kuliah: Pemikiran Teologi Islam Modren
Dosen Pengampu: Parluhutan Siregar

Oleh Kelompok VI

Ade Fitriani Nasution (0401182015)


Ria Parwati (0401182018)

AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah Swt. Tuhan yang telah menciptakan Alam
semesta dan segala isinya dengan begitu sempurna. Dan yang senantiasa
memberikan kita begitu banyak nikmat yang mana tidak ada yang dapat
memberikannya selain dia. Dan berkat nikmat waktu dan kesehatan yang masih
diberikankepada penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Shalawat dan salam kepada baginda Rasulullah Saw. Yang hingga akhir
hayatnya masih memikirkan kebahagiaan umatnya. Dan berkat semua perjuangan
beliau,kita saat ini dapat berada dalam alam yang berpendidikan dan berilmu
pengetahuan.
Alhamdulillah, makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu, walaupun dengan
begitu banyak kekurangan. Makalah ini dibuat dengan memberikan sedikit
pengetahuan yang penulis miliki kepada pembaca tentang “Pemikiran Syekh
Ahmad Husain al-Jisri”
Pada makalah yang terdapat banyak kekurangan baik dalam ketikan,
penyusunan maupun hal lainnya. Maka penulis mengharapkan kritikan yang
konstuktif demi revisi dan pembenahan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap dan berdoa semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi semua dan menjadi amal jariyah yang bernilai pahala, Aamiin.

Medan, 05 Mei 2020


Penulis,

Kelompok VI

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang........................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1

C. Tujuan dan Kegunaan .............................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Biografi Syekh Ahmad Husain al-Jisri ................................................... 2

B. Aktivitas dan Karir Syekh Ahmad Husain al-Jisri ............................... 4

C. karya-karya Syeh Ahmad Husain al Jisri .............................................. 7

D. Respon Syekh Ahmad Husian al-Jisri terhadap sains Moderat .......... 9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................. 14

B. Kritik dan Saran ..................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam peradaban Umat islam selalu mengalami perubahan dan perbaikan.
Perubahan dan perbaikan tersebut bertujuan untuk memberikan solusi bagi setiap
umat dari masing-masing jaman termasuk jaman modern ini. Terkadang
pemikiran umat islam kuat dan bersatu, namun tak jarang pula justru menjadikan
umat islam berpecah belah. Dari dulu hingga pemikiran manusia menjadi
persoalan yang memerlukan kehati-hatian dalam penggunaannya. Justru terkesan
banyak negatifnya, mengingat manusia hanyalah seorang makhluk Tuhan.
Dari banyaknya pemikir-pemikir umat ini yang perduli akan perkembangan
perubahan dunia, mereka memberikan gagasan-gagasan bagi umat selanjutnya.
Salah satunya yaitu Syekh Ahmad Husain al-Jisri. Ia mampu untuk
mendiskusikan teori-teori yang ditemukan oleh saintis modern dengan
menggunakan metode pendekatan saintifik dan filsafat. Semoga materi ini dapat
kita mabil manfaat atau sisi positifnya dan dapat menambah wawasan pengetahu
masyarakat akademis khusunya.

A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Ahmad Husein Al-Jisri?
2. Apa saja karya-karya Ahmad Husein Al-Jisri?
3. Bagaimana Respon Ahmad Husein Al-Jisri Terhadap Perkembangan Sains
Modern?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana biografi Ahmad Husein Al-Jisri
2. Untuk mengetahui apa saja karya-karya Ahmad Husein Al-Jasri
3. Untuk mengetahui bagaimana Respon Ahmad Husien Al-Jisri Terhadap
perkembangan Sains Modern

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Syekh Husain al-Jisri


Syekh Husain al-Jisri memiliki nama lengkap Syekh Husein Affandy bin
Muhammad bin Mustafa al-Jisri. Beberapa penulis belakangan ini, menyematkan
beberapa nama kepada beliau diantaranya:
1. Asy-Syaikh Husain Muhammad bin Mustafa al-Jisri, dan ada juga yang
meringkasnya dengan nama Husein Muhammad Mustofa al-Jisri.
2. Asy- Syaikh Husain Affandy al-Jisri
3. Asy-Syaikh Husain Muhammad Mustafa al-Jisr at-Tarablisy, dan
4. Asy-Syaikh Husain Bin Muhammad Mustafa al-Jisr, al-Hanafi al-Khalwaty
at-Tarablisy.
Kata al-Jisri diambil dari nama kakeknya, Mustafa al-Jisri yang pernah
bermukim di sebuah kota kecil bernama Jisri, di Suriah. Sedangkan kata at-
Tabralisy diambil dari nama kota kelahirannya, yakni Tripoli atau dalam bahasa
arab disebut dengan Trablis.
Syekh Husain al-Jisri lahir di kota Trapolin, Libanon pada tahun 1261 H / 1845
M. sejak lahir Husain al-Jisri tidak pernah melihat wajah ayahnya, karena pada
saat kelahirannya, ayahnya sedang berada di palestina, dan belum sempat kembali
dimana saat usia al-Jisri 9 bulan ayahnya meninggal dan dikuburkan di palestina.1
Lalu pada usia 10 tahun, ia menjadi yatim piatu karna ibunya as-sayyidah
Khadijah ‘aly aga Ramadhan meninggal dunia. Al-Jisri kemudian diasuh oleh
pamannya Syekh Mustafa al-Jisri.
Lingkungan keluarga al-Jisri tergolong cukup religious. Kakeknya Syekh
Musstafa al-Jisri adalah salah satu pimpinan tarekat Khalwattiyah, sedangkan
ayahnya Syekh Muhammad al-jisri al-Hanafi atau dikenal dengan Abu al-Ahwal,
menggantikan kedudukan kakek Husain al-Jisri sebagai Pimpinan tarekat yang

1
Az-zirikly, Khairuddin, al-A’lam Qamus Tarojim Li Asyar al-Rijal Wa an-Nisa
Min al-Arab Wa al-Musta’ir Bayna al-Mustasyriqin, Al-Juz 7, h. 100.

2
sama, demikian juga pamannya yang menjadi ayah Asuhnya yang menjadi
pengganti kepemimpinan ayah Husain al-Jisri. Nenek moyang al-Jisri adalah
keluarga terhormat di Dimyat Mesir,2 yang hijrah ke Damaskus dan kemudian
merantau ke Suriah,3 tepatnya di kota al-Jisri, lalu dari sini diperkirakan keluarga
al-Jisri masuk ke Tripoli pada 1178 H.
Banyak pujian yang diberikan kepada syekh Husain al-Jisri, karna
kepiawaiannya terhadap berbagai bidang ilmu. Az- Zirikly misalnya, menyebut
al-Jisri sebagai seorang alim di bidang Ilmu Fiqh dan sastra, dan ada yang
menyebutnya sebagai seorang Sohafi (jurnalis), ada juga Louis Cheikho (seorang
Kristen kelahiran Bagdad) menyebut al-Jisri seorang tokoh masyur dari Suriyah
yang keluar dari tradisi sastrawan di negerinya kemudian melampaui kehebatan
para profesornya di al-Azhar. Lalu, syekh Abdul Qadir Maroko, mengatakan
bahwa al-Jisri merupakan seorang reformis agama yang penglihatannya cukup
tajam, tetapi sepanjang hidup ia sangat konservatif. Manfaat yang penting dari
reformasi al-jisri adalah tentang cara meneliti berita, memperdalam, dan
mempertimbangkannya. Ia tidak begitu saja menerima semua teks, naik masuk
akal maupun tidak masuk akal, tetapi ia menimbang semua dengan timbangan
Alqur’an dan Sunah serta dengan sifat-sifat kemajuan. Sedangkan Muhammad
Rashid Ridha menulis: “Syekh al-Jisri adalah seorang tokoh Suriah, satu-satunya
Ilmuwan yang mengkombinasikan ilmu pengetahuan Islam dan pengetahuan
modern di era pengetahuan politik dan Sipil.
Apapun keahlian dan kelebihannya, yang pasti Syekh al-Jisri dikenal sebagai
seorang Teolog muslim zaman Midern dari Mazhab Ahlu Sunnah wal Jama’ah.
Jamaluddin al-Afghani, ketika membaca karya al-Jisri, sebagaimana Muhammad
Abduh juga menyebutnya sebagai “Asy’ary haza az-zaman”(Asy’ari jaman ini).
Dalam hal pendidikan, al-Jisri memulai belajar membaca dan menghafal
alqur’an dibawah bimbingan Ibunya saat usianya 4 tahun, dan diusia 7 tahun ia

2
Abdullah as-Syahid Abdul Hamid, Nazriyah an-Nusu’ wa al-Irtiqa wa mauqid
as-Syaikh Husain al-Jisr Minha” (Majalah al-Jami’ah jazan far’u al-‘Ulum al-Insaniah,
Mujallad 4’ Adad 3, 2015), h. 108.
3
Mutawali, Tamir Muhammad Mahmud, Manhaj asy- Syaykh Muhammad
Rasyid Ridha fi al-Aqidah, (Jeddah: Dar Majid ‘Asiry, 2004) h. 67.

3
telah mampu membaca alqur’an dengan tajwid yang baik. Di sekolah dasar, al-
Jisri mempelajari gramatika bahasa Arab dan pelajaran dasar ilmu berhitung. Pada
jenjang berikutnya al-Jisri belajar pada guru local, seperti Ahmad Abdul Jalil,
Abdul Qadir ar-Rafi’I, Syekh Abdur razak al-Fari’I, dan Syekh Ar-Raby, serta
Syekh Mahmud Nasabah.
Pada usia 18 tahun, al-Jisri berangkat ke Kairo (Mesir). Dalam perjalanannya,
ia singgah di Beirut dan bertemu dan belajar dengan murid ayahnya, Syekh
Muhammad Affandyat-Tarabilisy. Dengannya al-Jisri mempelajari ilmu-ilmu
rasional, khususnya Mantiq dan Filsaafat. Pelajaran inilah yang al-Jisri
menemukan cara-cara berdiskusi antara pemikir muslim dengan pemikir lainnya,
yang kemudian menjadi modal baginya ketika menulis buku al-Hamidiyyah.
Jenjang penidikan selanjutnya ia tempuh di Universitas al-Azhar,kairo, (1279-
1294 / 1862-1867), dibawah bimbingan para dosen seperti,
a. Sulaiman al-Khani dan Abdul Qadir Mustafa Rafi’I, dua orang ahli dalam
merealisasikan pikiran ke dalam perkembangan hukum Syariah.
b. Abdul Rahman Bahrawy Mustafa al-Mablit, ahmad Rafi’I, dan Husein
Minqara yang mengajarkan ide-ide Syekh Hasan at-Tawil dalam
memperbarui kurikulum dan metode dakwah islam.
Syekh Husain Marsyafi, ulama inilah yang mengajari al-Jisri dan membentuk
kepribadian dan ide-idenya, terutama berkaitan dengan ilmu alam, astronomi
dan matematika, serta ilmu sastra arab dan yurisprudensi. Selain itu ia juga
tertarik konsep an-Nahdah (pembaharuan), khususnya tentang sejarah dan
sisiologi. Jenis-jenis pengetahuan inilah yang kemudian mendorong al-Jisri
melakukan pembaharuan melalui pengembangan lembaga pendidikan di tengah
masyarakat.
B. Aktivitas dan Karir Syekh Hosein Al-Jisri
Husain al-Jisri di didik sebagai seorang sarjana agama, pandangan
inteletualnya tergolong tradisional, yaitu mazhab Syafi’I dan Sufi, karna pada saat
itu, arus ideologi mengenai kritik dari sistem mazhab dan tasawuf belum
ditemukan di Suriah raya.

4
Setelah belajar selama empat setengah tahun di al-Azhar, Syekh al-Jisri
kembali ke Tripoli karnamendapat kabar bahwa pamannya sedang mengalami
sakit keras. Tidak lama kemudian, pamannya meninggal dunia, sehingga
memaksanya untuk menanggung beban biaya hidup dan spiritual keluarga serta
harus mengambil alih kepemimpinan Tarekat Khalwatiyah. Selain memimpin
Tarekat Khalwatiyah, al-Jisri mengajar di sekolah Ar-Rajabiyah Masjid Agung al-
mansuriyah dan di Masjid Tinal.
Sebagai pimpinan tarekat syekh al-Jisri membentuk Halaqah di rumahnya
sekali seminggu setiap hari jumat. Di halaqah ini, ia bertemu dengan ilmuwan
senior Tripoli, selama 10 tahun. Selama periode itu muncul gagasannya untuk
membangun sebuah sekolah modern. Motto yang selalu di populerkannya adalah
bahwa proyek pendidikan akan memberikan kepada umat islam suatu pemikiran
moderat antara tradisi dan modernitas. Syekh al-jisri juga menyatakan bahwa
umat islam tidak akan sejahtera dan maju kecuali dengan menggabungkan ilmu
agama dan ilmu pengetahuan dunia.
Kesadaran tentang pentingnya ilmu-ilmu modern itu diperkuat dengan
kekhawatirannya terhadap pedagogi muslim tradisional yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan para pencari ilmu, lalu al-Jisri merintis pembangunan
sekolah modern. Dan atas dukungan dari gubernur Ottoman, Midhat Pasha, pada
tahun 1879 berdirilah sekolah yang diberi nama Madrasah al-Wataniyyah wa al-
Wataniyyah (sekolah nasional), sekolah ini menjadi sekolah pertama yang
mengajarkan bahasa asing dan ilmu modern. Lebih jauh menurut Rasyid ar-Ridha
dalam beberapa tulisanya, bahwa Husein al-Jisri adalah ulama Sya yang unik dan
pelopor kebangkitan budaya arab, dan ia percaya umat islam tidak akanmampu
bersaing dengan umat lain kecuali dengan menggabungkan Ilmu agama dan ilmu
pengetahuan dunia dengan cara eropa modern dan pendidikan Islam nasional.
Madrasah al-wataniyah tidak bertahan lama, karna terpaksa ditutup dengan
berbagai alasan, termasuk karna iri dari beberapa ilmuan kota yang diasuh oleh
syekha-Jisri, serta non-penerimaan Negara sebagai siswa sekolah agama
dibebaskan dari dinas militer. Walaupun sekolah al-Wataniyyah hany berumur
tiga tahun, namun syekh al-Jisri telah melahirkan kader-kader ulama/intelektual

5
dan politisi terkemuka di dunia arab di kemudian hari. Mereka yang pernah
belajar kepada syekh al-Jisri di sekolah ini antara lain: Muhammad Rasyid Ridha,
(pendiri dan penulis produktif majalah Al-manar), Abdul Qadir Maroko (anggota
masyarakat arab di Damaskus) dan dua orang putanya Muhammad al-Jisri (pernah
menjabat sebagai ketua dewan parlemen Libanon) dan Najim al-Jisri (pernah
menjabat sebagai ketua Mufti Tripoli di libanon Utara), Abduh Karim Aweidah
dan Ismail Hafiz (Inspektur pengadilan syariah di pemerintahan Palestina), Abdul
Majid maroko dan Amin Ezzedine (hakim pertama Tripoli di 1338 H / 1920 M
setelah kepergian hakimTurki).
Setelah madrasaah al-Wataniyah di tutup, Syekh Husain aal-Jisri pindah ke
Beirut (1882) atas undangan syekh Abd al-Qadir al-Kabbani dari Jam’yah al-
Maqasid al-Khariyyah al-Islamiyyah, sebuah organisasi yang didirikan lima tahun
sebelumnya dengan panotrase Midhat Pasha. Al-Kabani mengundang al-Jisri
untuk menjadi kepala sekolah al-Wataniyah sebelumnya, kehadiran sekolah as-
Sutanyyah merupakan respon terhadap Natural Teologi (teologi alam) yang
disebarkan misisonaris Kristen di Suriah dan untuk mengantisipasi pengaruh
popularitas mereka di Beirut, pada khususnya. Para pendiri sekolah menyesalkan
dampak misionaris, karna dalam waktu yang cukup lama berbagai sekte Kristen
telah membentuk asosiasi sukarela untuk menangani hal-hal yang telah menjadi
persoalan dasar masyarakat. Diantara kegiatan Kristen yang terpenting ialah
membuka sekolah untuk anak laki-laki dan perempuan, untuk mengajari mereka
ilmu, pengetahuan, dan bahasa, selain itu mereka juga membangun mesin cetak,
penerbitan surat kabar, dan memberikan pelayanan rumah sakit gratis bagi
masyarakat miskin dan masyarakat umum, serta mendorong penyebaran
pengetahuan tentang bagaimana untuk dapat kekayaan, kenyamanan, dan
kemewahan yang didambakan oleh setiap insan.
Reputasi al-Jisri semakin naik, ketika sultan ustmani mengundangnya ke istana
dan memperoleh penghargaan peringkat ilmiah dari sultan abdul hamid II,
sekaligus mendapat gaji bulanan. Lebih dari itu sultan juga meminta Syekh al-Jisri
untuk tinggal di Istanbul serta menawarinya bekerja di istana sebagai juru bicara
Riaz Trapoli. Al-Jisri setuju tinggal disana, tetapi ia menolak jabatan sebagai juru

6
bicara dengan alasan untuk melanjutkan kegiatan pengajaran di Tripoli demi
pengembangan pengetahuan warga kota.
Tinggal di lingkungan istana adalah moment penting baginya, sebab ditempat
ini beliau menyelesaikan dan melengkapi buku risalahnya, serta melanjutkan
menulis buku al-Husun al-Hamidiyyah untuk melestarikan keyakinan islam
mazhab Ahlusunnah. Selain itu, syekh al-Jisri memanfaaatkan kedekatannya
dengan sultan untuk mendapatkan lisensi penerbitan majalah Trablus, yang mulai
terbit tahun 1310 H / 1893 M. setelah tinggal di istana selama 9 bulan, ia
meninggalkan istana ia lebih senang menjadi seorang guru dan melanjutkan
perjalanan karirnya menjadi seorang penulis buku dan sejumlah artikel.
Dalam perjalanan karirnya, Syeikh Husein al-Jisri pernah juga menjadi tenaga
pengajar di Msjidil Haram, Makkah. Ketika ia melaksanakan perjalanan ibadah
haji ke Mekah tahun 1322 H/ 1905 M. al-jisri singgah di mesir dan betemu
dengan syekh Rasyid Ridha dan Muhammad Abduh, tinggal disana selama
beberapa bulan dan member pelajaran di Masjidil Haram dan cukup menarik
perhatian para jamaah haji disana. Ia juga pernah bertemu dengan Syekh
Muhammad Anwar Shah Kasmiri dari india dan sempat mengajarinya beberapa
matan hadist lalu kemudian memberikan ijazah beberapa sanad al-Hadist.
C. Karya Tulis Syeikh Hosein Al-Jisri
Husain al-Jisri bukanlah seorang ilmuwan (saintis) dan bukan pula filosof
dalam pengertian yang hakiki. Tetapi al-Jisri memiliki kemampuan untuk
mendiskusikan teori-teori yang dikemukakan oleh saintis modern dengan
menggunakan pendekatan saintifik dan filsafat. Kemampuan ini diperoleh al-jisri
selain dari guru-gurunya, juga dari ketekunan belajar mandiri dari buku-buku
sains dan filsafat. Selama syekh bermukim di Beirut sebagai direktur sekolah
sultaniyyah ia banyak membaca buku-buku terjemahan ke bahasa Arab dari
beberapa literature ilmu pengetahuan modern dan teori-teori modern, terutama di
perpustakaan perguruan tinggi Suriah Ijilli; Suryah Evangelical college (America
University berdiri 1866), diperpustakaan ini al-Jisri menelaah sejumlah karya
ilmuan barat modern khusunya dalam bidang kedokteran, ilmu alam, bologi dan
fisika, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Semua karya-karya terjemahan

7
ini merupakan hasil usaha Van Dyck (1818-1895), seorang misionaris dari
Amerika yang diberi tugas sebagai dosen di sekolah tinggi Protestan Suriah. Dari
bacaan inilah al-Jisri memperoleh banyak pengetahuan modern, yang
digunakannya untuk menulis kitab Risalah al-hamidiyyah, sebuah kitab yang
cukup terkenal dikemudian hari.
Semasa Syekh al-Jisri kembali dari Mesir ke Trapoli ia banyak mempelajari
ilmu-ilmu Modern, stelah itu ia menghabiskan usianya untuk mengarang buku,
menulis artikel, menerbitkan majalah at-Tarablus, menulis Syair dan mengajar.
Buku pertama yang ia tulis adalah Manaqib (biografi) ayahnya Syekh Muhammad
Mustafa al-Jisri, dan artikel pertamanya di majalah at-Tarablus adalah tentang
“pendidikan anak-anak untuk kebahagiaan perempuan dan laki-laki dan opini
public tentang harta”.
Salah satu bukanya yaitu Ar-Risalah mendapat banyak pengakuan masyarakat
luas berkesan bagi banyak ulama al-Azhar dan peneliti timur tenganh dari
berbagai belahan dunia, terlebih setelah buku ini diterjemahkan Islmail Hakki
Almanstirla syekh masjid Hagia Shopia di Istanbul ke dalam bahasa Turki.
Risalah al-Hamidiyyah disambut di barat sebagai penjelasan Ilmiah Islam.
Yusuf al-Marasai mencatat 17 karya Syeikh Husein al-Jisri yang sudah dicetak
dan 11 lainnya berupa tulisan tangan. Diantaranya adalah:
1. Ar-Risalah al-Hamidiyyah fi Haqiqah ad-Diyanah al-Islamiyyah wa
Haqqah as-Syariah al-Muhammadiyah.
2. Al-Hushun al-Hamidiyyah li Muhafazhah al-Aqaid al-Islamiyyah.
3. Al-‘Ulum al-Hikmiyyah fii Nazhr as-Syariah
4. Al-Badr at-Tamam fii Mawlid Sayyid al-Anam
5. Muhzib ad-Din
6. Hidayah al-Albab fi Jawhar al-Adab.
7. Tarbiyyah al-Mawshunah.
8. At-tawfir wa al-Iqtishad.
9. Hikmah as-Syi’r
10. Isyarah a-Tho’ah fi Shalah al-Jama’ah
11. ‘Ilm Tarbiyyah al-Atfal Sa’adah ar-Rijal wa An-Nisa.

8
12. Ta’addad az-Jawziyyat
13. Al-Adabiyyat
14. Kalimat Lughawiyah
15. Mukhtarat Tharablis
16. Riyadh Tarablis as-Syam (majmu’ah al-Maqalah) fi ‘Asyr Azjai
17. Nuzhah al-Fikr fi Manaqib as-Syaykh Muhammad al-Jisr.
Sedangkan karya yang masih dalam tulisn tangan ialah:
1. Al-Akidah Islamiyyah wa al-Aqidah Nashraniyyah.
2. Al-Qur’an al-Karim wa Addam Iqtibasuh syaian min At-Tauroh wa injil wa
‘Ishmah al-Anbiya.
3. Banat al-Afkar fi Kasyf Haqiqah al-Kimiyyah wa Masyariq al-Anwar
4. Ad-Dukhair fi al-fasafah al-Islamiyyah.
5. Khadijah wa Batsinah.
6. Kawakib ad-Dhurriyyah fi al-Funun al-Adabiyyah
7. Risalah fi Sodaqoh al-Fitr
8. Jahirah al-Mi’ad fi Fadhail al-Jihad
9. Risaah fi Adab al-Bahs wa al-Munazarah
10. Majmu’ah fi Kutb al-Jum’ah
11. Majmu’ah minas-Syi’ir
D. Respon Syekh al-Jisri Terhadap Sains Modern
1. Kedudukan akal dan wahyu dalam Mazhab Ahlu as-Sunah wa al-Jamaah.
Dalam kitab al-Hushun al-Hamidiyyah, Syekh Husein al-Jisri menulis;
sesungguhnya iman pemeluk Islam meliputi semua yang bersumber dari
Rasulullah saw. Masa Rasul itu adalah masa as-Sa’adah (kebahagiaan),
bersandar pada Alqur’an yang mulia dan Hadist Rasul yang asli, dan berpegang
pada akal yang sehat. Iman itu berada pada Manhaj yang lurus, bersih dari
keraguan dan hawa nafsu, serta terhindar dari kontaminasi kesalahan dan
perbedaan pendapat. Karena itu iman menghasilkan buah yang ranum, bunga
yang mekar, lalu kamu melihat pribadi-pribadi umat yang konsisten
menegakan ibadah.

9
Syeikh al-Jisri memaparkan dalam Risalahnya yang memuat beberapa isu-
isu berikut.
a. Pertahanan Aqidah Islam dan penjelasan atas keshahihannya.
b. Penjelasan rukun islam dan rukun iman
c. Tanggapan terhadap teori-teori modern dan sudut pandang iman
d. Pembentukan posisi islam modern dan Tauhid Baru
e. Penolakan terhadap beberapa hal yang dapat membatalkan ajaran islam.
Ketika ia menulis risalah tersebut ia telah lebih dulu mendalami sebgaian
isu-isu filsafat, bukan berarti bermaksud untuk memfilsafatkan agama, namun
untuk memodifikasi pemikiran para filosof dan untuk menjelaskan bahwa
agama islam itu tidak diwajibkan untuk mengikutinya kecuali dengan aqidah
yang benar yang relevan dengan prinsip akal yang shahih dan dengan hukum-
hukum yang dapat mengembalikan para ahli kalam ke dalam kebaikan, baik
cepat ataupun lambat. Para ahli kalam telah berbicara secara mmendalam
sebagaimana para filosof membicarakannya dari segi analisis filsafat agar
ssampai ke tujuannya. Saya tidak akan menggunakan metode tersebut
sebgaimana tidak digunakan oleh mayoritas sarjana muslim. Siapapun yang
mengetahui kedangkalan disiplin filsafat modern dan yang ditulis oleh para ahli
di zaman ini, lebih-lebih tulisan dari kalangan yang tidak kompeten dalam
menguasai hakikat agama islam, pasti memperbaiki metode ini agar akidah
islamiyyah terpelihara dari keraguan (yang ditimbulkan) oleh filsafat Modern,
lalu ia secara sempurna membuka hal-hal yang tidak ditemukan pada para
ulama terdahulu, dimana mereka tidak meninggalkan sedikitpun semangat
memlihara aqidah dari pengaruh filsafat klasik yang meragukan.
Dari kalangan mereka ada kelompok tabi’iyyah (naturalism), madiyyah
(materialism), dan dahriyyah (sekularisme) yang meyakini bahwa materi alam
ini bersifat azali, tidak diciptakan (bukan makhluk). Tidak ada tuhan yang
menjadikan alam dari tiada menjadi ada dan yang mengaturnya sehingga
menjaddi terorganisir dengan rapi seperti yang ada ini. Pembentukan alam
adalah melalui cara-cara yang dapat diverifikasi yang masuk dalam kategori
rasional. Keragaman alam seperti yang ada sekarang tidak lain adalah bentukan

10
unsure-unsur yang berinteraksi berdasarkan hukum alam yang berlaku. Mereka
juga tidak percaya adanya Tuhan bagi alam ini dan sudah pasti tidak
membenarkan rasul-rasul yang mengaku bahwa mereka adalah utusan Allah,
Tuhan bagi alam raya ini.
Sudah disampaikan sebelumnya bahwa kita wajib meyakini zhahir Nash
syariah dan berpegang pada makna yang dipahami oleh jumhur ulama. Kita
tidak boleh menakwil nash dan mengalihkan maknanya ke yang lain kecuali
dengan argument, yaitu yang didukung oleh dalil akal yang pasti yang berbeda
dari makna zhahir nash. Kita juga tidak boleh bertaklid kepada ulama dalam
masalah i’tikad (keyakinan) tanpa sudah jelas bagi kita dalil aqli dan dalil
syar’inya, demikian juga terhadap orang-orang selain ulama. Atas dasar itu,
bilamana ada informasi yang sampai ke kita dari ahli astronomi mukhtahir
yang tidak didukung dalil akal yang pasti yang mengukuhkan satu isu dari
sejumlah isu lainnya, demikian juga pendapat yang masih zhani yang tidak
sampai pada level meyakinkan, maka dalam hal ini tidak boleh berpaling ke
pendapat mereka, dan tidak boleh beralih dari I’tikad yang didasarkan pada
zhannir nash syari’ah yang sudah lebih dahulu penukilannya. Selanjutnya tidak
boleh meniadakan pegangan kepada pendapat jumhur ulama. Karena inilah
kewajiban kita dan inilah cara memelihara iman dari kerusakan.
Sebaliknya, bila mana sampai kepada kita pernyataan dari ahli astronomi
yang didukung dalil akal yang pasti yang mengukuhkan satu isu dari sejumlah
isu lainnya, dan pendapat itu berseberangan dengan zhannir nash syari’ah yang
sudah lebih dahulu ada kekhususan terhadap masalah ini, maka ketika itu
kembalikanlah ke kaidah kuliyyah (prinsip umum) yang sudah ditetapkan
terlebih dahulu, yaitu penakwil nash tersebut dengan beralih dari makna zhahir
ke makna relative yang sepadan dengan pendapat ahli yang didukung dalil akal
yang pasti dan meyakinkan. Tidak ada bahaya disitu, jika kita membenarkan
dalil-dalil mereka memgingat faedahnya memperkuat keyakinan dan
menghilangkan keraguan.
Tentu saja, hendaklah diketahui bahwa hanya penjelasan yang berdasar dalil
akal yang pasti yang dapat diterima dari ahli astronomi, bukan penjelasan yang

11
didukung dalil yang lemah. Pendapat seperti ini tidak dapat diterima dan tidak
boleh merubah makna zahir nash berdasar pendapat serupa. Ingatlah bahwa
para ahli astronomi itu bukanlah orang-orang maksum dari kesalahan,
sebagaimana pendahulu mereka, tidak ada yang maksum dari kesalahan itu.
Ketika syeks al-Jisri ditanya tentang kedudukan hadist di depan sains
modern, lalu dijawabnya ini adalah keraguan yang lebih lemah dari sarang
laba-laba. Keraguan itu merupakan indikasi kesempurnaan pemahaman yang
lemah tentang hakikat agama Islam yang sudah kokoh. Sesungguhnya prinsip
dalam syariat Muhammadiyah, seperti yang telah diutarakan sebelumnya
dalam risalah ini yang dinukil dari para ulama yang mumpuni, adalah wajib
bagi kita umat islam menerima zahir nash Alqur’an dan al-Hadist yang sudah
pasti dari rasullullah selama tidak ada dalil ‘aqli yang pasti yang menafikannya.
Tetapi bilamana terdapat dalil ‘aqli yang menafikan zahir ayat
danmengembalikannya pada makna Muhtamil (relatif), dan sekalipun makna
itu jauh asalkan menghasilkan kesesuaian antar Nash-nash tersebut dengan
dalil ‘aqli yang sudah pasti itu. Barangsiapa yang mengikut Alqur’an dan
segenap Hadist Nabawi yang pasti dari Rasulullah saw. Tidak akan
menemukan sedikitpun dari hal itu yang berkontradiksi dengan zahir dalil ‘aqli
yang sudah pasti kecuali dimungkinkan menakwil zahirnya dan
menselaraskannya dengan dalil ‘aqli itu. Adapun nash-nash yang tidak
menerima takwil dan maknanya sudh tertentu, maka tidak ada satupun nash-
nash yang bertentangan dengan dalil ‘aqli yang pasti dan tidak mungkin ada
dalil ‘aqli yang berseberangan dengan kontras. Dan barangsiapa yang
menduga-duga adanya pertetangan, maka ia mesti mengemukakan
argumentasi.
Dengan demikian mereka yang dangkal pemahamannya adalah bahwa
mereka tenggelam dalam pernyataan sendiri dengan meninggalkan hadist-
hadist nabawi karena keraguan ini hendaklah mereka bertanya kepada para
ulama tentang kesesuaian setiap hadist lalu mereka menemukan teks zahirnya
yang berbeda dengan dalil ‘aqli yang sudah pasti. Lalu ulama pun
menerangkan kepada mereka kesesuaian dengan cara yang lebih lurus. Dengan

12
demikian semakin jelaslah bagi mereka bahwa agama islam tidak sedikitpun
nash-nash nya yang bertentangan dengan akal dari isi essensi dan isi.
Sesungguhnya orang yang membayangkan pertentangan tegas sebagian nash-
nash hadist mungkin saja karena dangkalnya pemahaman atau karena
minimnya pengetahuan. Atau orang yang membayangkan bahwa nash yang
datang yang menjelaskan adanya pertentangan adalah suatu hikmah dari Allah
Swt. Mungkin saja sebagai ujian bagi para ulama untuk lebih serius memahami
nash-nash syariat agama mereka.
Dalam kitab Hushun al-Hamidiyyah, al-jisri sengaja mengangkat beberapa
teori sains modern yang dianggap bertentangan dengan nash Alqur’an.
Menurut al-Jisri , perbedaan teori sains dengan nash Alqur’an penting
diklarifikasi agar tidak menimbulkan keraguan bagi umat islam.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan.
Syekh Husain al-Jisri memiliki nama lengkap Syekh Husain Affandy bin
Muhammad bin Mustafa al-Jisri. Lahir di kota Tripoli, Libanon, pada tahun
1261H/ 1845 M. menurut Muhammad Rasyid Ridha, Syekh al-Jisri adalah
seorang tokoh suriah satu-satunya ilmuwan yang mengkombinasi ilmu
pengetahuan Islam dan pengetahuan Modern di era politik dan sipil.
Husain al-Jisri bukanlah seorang ilmuwan (saintis) dan bukan pula filosof
dalam pengertian yang hakiki. Tetapi al-Jisri memiliki kemampuan untuk
mendiskusikan teori-teori yang dikemukakan oleh saintis modern dengan
menggunakan pendekatan saintifik dan filsafat. Tujuannya tidak lain adalah agar
manusia mampu menselaraskan kedudukan akal dan wahyu dalam kaitannya
dengan alam semesta, dan mampu menjaga agar tidak mengalami degradasi
keimanan yang disebabkan oleh teori-teori yang tidak berlandaskan pada akal
yang pasti dan nash-nash Alqur’an.
A. Kritik dan Saran
Demikianlah hasil makalah kami, semoga dapat bermanfaat dan menambah
wawasan kita dalah pengetahuan Filsafat Islam. Kami meminta maaf apabila
terdapat kekurangan pada makalah ini. Sehingga kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk pembuatan makalah selanjutnya yang lebih
baik.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah as-Syahid Abdul Hamid. (2015) Nazriyah an-Nusu’ wa al-Irtiqa wa


mauqid as-Syaikh Husain al-Jisr Minha” Majalah al-Jami’ah jazan far’u al-
‘Ulum al-Insaniah. Mujallad 4’ Adad 3.
Mutawali. Tamir Muhammad Mahmud. (2004) Manhaj asy- Syaykh Muhammad
Rasyid Ridha fi al-Aqidah. Jeddah: Dar Majid ‘Asiry.
Az-zirikly. Khairuddin. al-A’lam Qamus Tarojim Li Asyar al-Rijal Wa an-Nisa
Min al-Arab Wa al-Musta’ir Bayna al-Mustasyriqin. Al-Juz 7.
Dajani. Rana. (2016). Evolution and Islam. Islamabad: Muslim world Sience
Initiative.

15

Anda mungkin juga menyukai