Anda di halaman 1dari 25

“TAFSIR FI ZHILALIL QUR’AN

“Karya Sayyid Qutub”

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok

Mata Kuliah:Manhaj Mufassirin

Dosen:Dr. H.Bukhori Abdul Shomad, S.Ag,MA

Disusun Oleh Kelompok 7:

Cici Dewi Lestari 2131030004

Juan Galuh Setiawan 2131030010

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2023/2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala.
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “Tafsir Fi
Zhilalil Qur’an” dapat kami selesaikan dengan baik.

Tim penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi pembaca tentang apa itu Tafsir Fo Zhilalil. Begitu pula atas limpahan
kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini
dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun
melalui media internet.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini.
Kepada kedua orang tua kami yang telah memberikan banyak kontribusi bagi kami, dan
bapak Dosen:Dr. H.Bukhori Abdul Shomad, S.Ag,MA.dan juga kepada teman-teman
seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai hal.

Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan,
ataupun adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami
mohon maaf. Tim penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar
bisa membuat karya makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Bandar Lampung, 08 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................... iii


B. Rumusan Masalah................................................................................. iv
C. Tujuan................................................................................................... iv

BAB II: PEMBAHASAN

A. Riwayat Sayyid Qutb............................................................................ 1


B. Pendidikan dan Karir Intelektual Sayyid Qutb..................................... 1
C. Perkembangan dan Pemikiran Sayyid Qutb......................................... 3
D. Karya Karya Sayyid Qutb..................................................................... 4
E. Perkembangan Pemikiran Sayyid Qutb................................................ 5
F. Mengenai Kitab Tafsir Sayyid Qutb..................................................... 5
G. Sumber Tafsir....................................................................................... 6
H. Metode Tafsir........................................................................................ 9
I. Corak Tafsir.......................................................................................... 10
J. Contoh Penafsiran Sayyid Qutb........................................................... 13
K. Penilaian Para Ulama Tafsir Fi Dzilal Al-Qur’an............................... 13

BAB III: PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................... 17
B. Saran..................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Qur’an menjadi petunjuk tertinggi dan diakui umat Islam akurat dan bebas dari
deviasi, maka memahami Al-Qur’an tidak terlepas dari tafsir dan penafsiran yang
mencoba mengarahkan pembaca memahami makna serta isi dari ayat-ayat AlQur’an.
Selama ini berbagai kitab tafsir terus bermunculan dan berkembang dari zaman ke
zaman berikutya, dari yang hanya memuat teori-teori pemahaman saja hingga kini kitab
tafsir memuat solusi permasalahan yang dihadapi umat pada periode modern. Pada abad
20 memasuki Fase modern banyak kitab tafsir yang muncul dilatar belakangi kebutuhan
tafsir yang komprehensif sehingga banyak berisi aspek dakwah, gerakan atau aksi nyata
yang harus dilakukan umat Islam. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa umat Islam
akan terus di hadapkan dengan fakta-fakta sosial yang semakin rumit dalam
perkembangan zaman.Salah satu tafsir yang muncul pada abad 20 ialah tafsir FiZhilalal-
Quran karya Sayyid Qutb.

Tafsir ini hadir sebagai sebuah gerakan menghadang umat Islam yang dinilainya
terlalu tunduk pada paham Materialisme dan teknologi yang terus berkembang.
Sehingga melupakan nilai-nilai ketuhanan dan kecemasannya akan adanya potensi
kekosongan pada aspek spiritualitas. Tafsir FiZhilalal-Quran ini penting untuk dibahas
mulai dari metodologi dan isinya, mengingat zaman sekarang lebih maju dalam segala
bidang, teknologi dan keilmuan membuat segala hal menjadi instan dan tidak menutup
kemungkinan membuat manusia menjadi lalai dan hanyut dalam arus kemodernan.
Sebagai contoh Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dengan keadaan
sosial yang saat ini dilanda kecemasan dalam hal pendidikan, perekonomian, kesehatan,
serta politik antara pemerintah sebagai pemegang kendali nasib bangsa. Melalui
metodologi dan isi Tafsir FiZhilalal- Quran, diharap mampu menjadi salah satu
perantara umat Islam Indonesia untuk kembali pada nilai-nilai Islam dan kembali teguh
pada ajaran Islam meskipun zaman terus terkoyak oleh kemodernan (M Taufiq Rahman,
2014).

iii
Mengetahui metodologi tafsir dalam kajian keislaman merupakan suatu hal yang
mempunyai posisi tersendiri. Sebab rujukan utama pada sebuah kajian konsep
keislaman ialah kitab tafsir. Misalnya konsep Jihad menurut Al-Qur’an, maka harus
mencari kitab tafsir yang bercorak Adab ijtima’i atau akidah dalam khazanah ilmu
tafsir. Sehingga data yang diperoleh selaras dengan tidak keluar dari ranah kajian awal.
Ketika mengetahui metode, sumber, corak serta pendekatan yang digunakan dalam
sebuah kitab tafsir maka akan memudahkan pembaca dalam menemukan makna yang
dimaksud.

A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Riwayat Sayyid Qutb ?
2. Bagaimana Pendidikan dan Karir Intelektual Sayyid Qutb?
3. Bagaimana Perkembangan dan Pemikiran Sayyid Qutb?
4. Apa Karya Karya Sayyid Qutb?
5. Bagaimana Perkembangan Pemikiran Sayyid Qutb?
6. Bagaiman Penjelaan Mengenai Kitab Tafsir Sayyid Qutb?
7. Bagaimana Sumber Tafsirnya?
8. Bagaiman Metode Tafsir?

B. Tujuan
1. Dapat Mengetahui Riwayat Sayyid Qutb
2. Dapat Mengetahui Pendidikan dan Karir Intelektual Sayyid Qutb
3. Dapat Mengetahui Perkembangan dan Pemikiran Sayyid Qutb
4. Dapat Mengetahui Karya Karya Sayyid Qut
5. Dapat Mengetahui Perkembangan Pemikiran Sayyid Qutb
6. Dapat Mengetahui Mengenai Kitab Tafsir Sayyid Qutb
7. Dapat Mengetahui Sumber Tafsir
8. Dapat Mengatahui Metode Tafsir

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Sayyid Qutb

Sayyid Qutb memiliki nama lengkap Sayyid Qutb Ibrahim HusainSyadzili.


Ia lahir pada tanggal 9 Oktober 1906 M di sebuah kampung yang bernama
Musyah, daerah Asyut dataran tinggi Mesir (Qutb, 2006). Dalam usianya yang
belum genap sepuluh tahun Sayyid Qutb telah hafal al-Qur’an. Sayyid Qutb
tumbuh dalam keluarga yang taat pada ajaran Islam, hal ini tidak terlepas dari
didikan ayah dan ibunya yang terkumuka taat dan berpendidikan. Ibunya berasa
ldari keluarga yang kaya dan ayahnya berprofesi sebagai anggota Komisaris
Partai Nasional di desanya (Aliyah, 2013).1

Ayahnya yaitu Haji Qutb merupakan seorang yang disegani dan sangat
mengasihi orang-orang miskin. Setiap tahun beliau mengadakan majlis-majlis
jamuan dan tilawah al-Qur’an di rumahnya. Selain itu ibunya Sayyid Qutb
merupakan seorang yang bertaqwa dan sangat mencintai al-Qur’an. Ketika
majlis-majlis al-Qur’an yang diadakan di rumahnya, Sayyid Qutb mendengar
dengan penuh khusyu sehingga hal ini begitu melekat pada ingatan Sayyid Qutb
kecil (Qutb, 2006).Sejak masih kanak-kanak dan remajanya Sayyid Qutb sudah
memperlihatkan petanda-petanda kecerdasan yang tinggi dan bakat-bakat yang
cemerlang, disamping itu beliau juga merupakan seorang yang gemar membaca
dan berani mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dan mengeluarkan pendapat-
pendapat yang benar.2

Sayyid Qutb memiliki empat saudara kandung. Semua saudaranya memiliki


minat dalam dunia pendidikan, salah satu saudaranya yaitu Nafisah memilh
menjadi seorang aktivis Islam dan yang lainnya berprofesi sebagai penulis.
Dalam hal ini dapat dipastikan bahwa Sayyid Qutb beserta keluarganya memiliki
minat yang serius dalam khazanah ilmu-ilmu Islam.3
1
Sayyid Quthb, FiZilalil- Qur’an, Ter. Drs. As’addkk,(Jakarta: Gema Insani Press, 1992), Jilid 12, hlm. 386.
Shalah Abd Fatah al- Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir FiZilalilQur’an,(Surakarta: Era Intermedia,
2001), hlm. 26.
2
arnis Tajuddin, Mengarungi Pemikiran Islam Modern. Artikel dalam Koran Tempo online.com edisi 3
Januari 2007. Sayyid Quthub, FiZila: Ayat-AyatPilihanl. Terj, versi pdf, hlm. 23.
3
Wulandari et al., 2017.

1
B. Pendidikan dan Karir Intelektual Sayyid Qutb

Salah satu prestasi gemilang Sayyid Qutb ialah ketika berusia sepuluh tahun
ia mampu menghafal Al-Qur’an, dan memiliki pengetahuan yang luas serta
mendalam mengenai Al-Qur’an. Ia menempuh pendidikan dasar di daerahnya
selama empat tahun, kemudian ia melanjutkan ke Kairo di Madrasah Sanawiyah
pada tahun 1921. Pada tahun 1925 Sayyid Qutb melanjutkan studinya di
Madrasah Muallimin selama tiga tahun dan mendapatkan ijazah kafa’ah
(kelayakan mengajar).

Pada tahun 1929 Sayyid Qutb melanjutkan kuliah di Universitas Daar


al-‘Ulum dan memperoleh gelar sarjana (Lc) dalam bidang sastra sekaligus
diploma pendidikan. Pada saat kuliah Sayyid Qutb menunjukkan kecerdasannya
pada sastra Ingggis sehingga banyak membaca karya sastra yang asli maupun
dalam bentuk terjemahan. Selain itu, ia juga terpengaruh oleh Abbas Mahmud
al-Aqqad yang mana pendekatannya condong ke Barat (Muhajirin, 2017).

Setelah lulus kuliah keseharian Sayyid Qutb ialah sebagai tenaga pengajar di
universitas tersebut. tidak lama kemudian ia diangkat sebagai pengawas pada
kementerian Pendidikan dan pengajaran di Mesir, hingga menjabat sebagai
inspektur. Selama bekerja Sayyid Qutb mendapatkan kesempatan untuk belajar
di Amerika Serikat untuk memperdalam pengetahuannya mengenai pendidikan.
Ia kuliah di dua college sekaligus dalam kurun waktu kurang lebih dua setengah
tahun, Wilson’s Teacher College yang terletak di Washington dan di Stanford
University yang terletak di California. Selama di U.S.A ia sempat berkeliling ke
barbagai kota dan negara di eropa antara lain Inggris, Swiss, dan Italia (Aliyah,
2013).

Hasil dari perjalanannya Sayyid Qutb melihat sekalipun negara-negara Barat


sangat maju di bidang teknologi dan keilmuan modern, namun dalam
penilaiannya peradaban Barat sesungguhnya rapuh karena nihil dari nilai-nilai
spiritual. Sosial kemasyarakatan disana memiliki problem yang menimbulkan
paham materialisme sehingga pelik terhadap paham ketuhanan. Disana ia
melihat betapa besar dukungan pers Amerika untuk Israel, hal ini menimbulkan

2
kepahitan dalam hatinya dan merasakan ketidakadilan dalam pembasmian rakyat
Palestina (M Taufiq Rahman, 2014).

Sekembalinya ke Mesir Sayyid Qutb mulai aktif menulis seputar topik-topik


Islam. Ia yakin bahwa Islamlah yang mampu menyelamatkan manusia dari
paham materialisme yang tidak pernah memuaskan. Kesungguhan Sayyid Qutb
dalam hal tulis menulis mengenai Khazanah Islam membuatnya memutuskan
berhenti dari pekerjaannya. Selain karena hal menulis Sayyid Qutb memilih
mengundurkan diri karena melihat adanya ketidakselarasan kebijakan yang
dimabil pemerintah dalam bidang pendidikan yang terlalu tunduk pada
pemerintah Inggris (M T Rahman, 2010).

Dengan jarak waktu yang singkat Sayyid Qutb langsung bergabung dalam
keanggotaan Ikhwan al-Muslimin sebagai satu gerakan yang bertujuan untuk
mewujudkan kembali syari’at politik Islam yang menyeluruh. Dari Organisasi
inilah Sayyid Qutb banyak menyerap pemikiran Hasan al-Banna dan Abu al-
A’la al-Maududi, dan sempat menjadi tokoh berpengaruh dalam gerakan ini. Ia
meyakini bahwa gerakan ini tak tertandingi dalam hal menghadang Zionisme,
salibisme, dan kolonialisme.(Aliyah, 2013)

Pada tahun 1955 Sayyid Qutb ditahan oleh Presiden Nasser. Penyebab dari
penahanannya ialah tuduhan berkomplot untuk menjatuhkan pemerintah.
Kemudian pada tanggal 13 juli 1955 Sayyid Qutb resmi ditahan dan dijatuhkan
hukuman 15 tahun kerja berat. Pada tahun 1964 ia dibebaskan atas usul presiden
Irak Abdul Salam Arif yang mengadakan kunjungan Muhibah ke Mesir. Dalam
kurun waktu satu tahun menikmati pembebasannya, Sayyid Qutb kembli ditahan
bersama tiga orang saudaranya yaitu Muhammad Qutb, Hamidah dan Aminah.
Presiden Nasser lebih menguatkan tuduhannya bahwa ikhwanul muslimin
berkomplot untuk membunuhnya. Berdasarkan Undang-undang No 911 tahun
1966, presiden mempunyai kewenangan untuk menahan tanpa proses, bagi
siapapun yang dianggap bersalah.

Pada tanggal 29 agustus 1966 Sayyid Qutb bersama dua orang temannya
menjalani hukuman mati, pemerintah mesir tidak menghiraukan protes dari
organisasi amnesti internasional yang menganggap proses pengadilan Sayyid

3
Qutb bertentangan dengan keadilan. Sayyid Qutb akan selalu dikenang dari
berbagai karya dan perjuangannya dan ia dianggap syahid oleh khalayak besar
(Muhajirin).4

C. Mengenal Kitab Tafsir Sayyid Qutb

Kitab Tafsir Fi Zhilalil Qur’an merupakan kitab tafsir yang ditulis yang
bersandarkan pada kajian-kajian Sayyid Qutb yang mendalam yang diambil
langsung dari al-Qur’an dan as-Sunah, disamping bersumberkan pada kitab-
kitab tafsir yang mu’tabar(Qutb, 2006).

Dalam menulis tafsir ini beliau telah menghabiskan lebih dari separuh
usianya dalam pembacaan dan penelaahan yang mendalam terhadap hasil-hasil
intelektual dalam berbagai bidang pengajian dan teori-teori, berbagai aliran
pemikiran serta kajian mengenai agama-agama lain. Selain itu, beliau juga
memperkaya pengetahuannya dengan melakukan kajian-kajian di bidang
penulisan, keguruan, pendidikan serta pengamatannya yang luas dan tajam
dalam perkembangan-perkembangan sosial politik (Qutb, 2006).

Tafsir Fi Zhilalil Qur’an ini ditulis dengan tinta derita dan sengsara yang
begitu pahit akibat penindasan dan kekuasaan zalim pada masa itu. Beliau
mendapatkan penyiksaan yang kejam dan tidak berperi kemanusiaan,
kesengsaraan itu membuat beliau bertumpu kepada Allah dan penghayatan al-
Qur’an, dimana beliau hidup dibawah bayangan al-Qur’an dengan seluruh jiwa
dan perasaannya. Hal-hal inilah yang menjadi faktor penting lahirnya tafsir “Fi
Zhilalil Qur’an”.

D. Karya-karya Sayyid Qutb

Sayyid Qutb memiliki banyak sekali karya, beliau meninggalkan sejumlah


kajian dan studi baik bersifat sastra maupun keislaman (Saragih, 2015). Berikut
ini merupakan beberapa karya Sayyid Qutb:

1. Muhimmatus Sya’ir Fil Hayah Wa Syi’ir Al-Jail Al-Hadhir, karyanya ini terbit
pada tahun 1935.

4
Nuim Hidayat, Sayyid Quthb Biografi dan Kejernihan Pemikirannya, (Jakarta: Gema Insani, 2005), hlm.
16.

4
2. Asy-Syathi’al Majhul, terbit pada tahun 1935.
3. Naqd kitab “Mustaqbal Ats-Tsaqafah Fi Mishr” Li Ad-Duktur Thaha Husain,
terbit pada tahun 1945.
4. At-Tashwir Al-Fanni Fil Qur’an, terbit pada tahun 1945.
5. Al-Athyaf Al-Arba’ah, karyanya ini ditulis bersama saudara-saudaranya, terbit
pada tahun 1945
6. Thifl Min Al-Qaryah, terbit pada tahun 1946.
7. Al-Madinah Al-Manshurah, terbit pada tahun 1946.
8. Masyahid Al-Qiyamah Fil Qur’an, terbit pada tahun 1947.
9. Al-Qashash Ad-Diniy.
10. Al-‘Adalah Al-Ijtima’yah Fi Al-Islam, terbit pada tahun 1949
11. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, terbit pada tahun 1952.
12. Dirasat Islamiyah5

Selain karya-karya Sayyid Qutb yang telah disebutkan di atas, masih sangat
banyak karya-karya Sayyid Qutb yang lainnya.

E. Perkembangan Pemikiran Sayyid Qutb

Pemikiran Sayyid Qutb telah mengalami perkembangan sesuai dengan


perkembangan hidup dan fokus perhatiannya. Menurut Shalah Abdul Fatah Al-
Khalidi, kehidupan Sayyid Qutb bisa di bagi menjadi 4 fase (Saragih, 2015),
yaitu:

1. Pertama, fase keislaman yang bernuansa seni, pada fase ini Sayyid Qutb
mengkaji al-Qur’an dengan maksud merenunginya dari aspek seni serta
meresapi keindahannya.
2. Kedua, fase keislaman umum, yaitu fase dimana Sayyid Qutb mengkaji al-
Qur’an dengan tujuan studi-studi pemikiran serta panangan reformasi yang
mendalam.
3. Ketiga, fase amal Islami yang teroganisasi.
4. Dan yang terakhir adalah fase jihad dan gerakan, fase dimana beliau teggelam
dalam konflik pemikiran dan praktik nyata.6

5
Nuim Hidayat, Op.Cit, hlm. 22.
6
Ibid, hlm. 24.

5
F. Sumber Tafsir Sayid Qutb

Dilihat dari penafsirannya, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an ini sumber utamanya


adalah tafsir qur’an bil qur’an. Hal ini dapat dilihat ketika Sayyid Qutb
menafsirkan ‫ مسب هللا نمحرال میحرال‬dalam surat al-Fatihah, beliau mengutip QS.
al-Hijr ayat 87. Selain itu, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an juga menggunakan tafsir
yang bersumber dari Nabi, hal ini dapat dilihat dari berbagai penafsirannya,
beliau sering sekali menggunakan hadis-hadis Rasulullah. Namun yang menjadi
berbeda dari tafsir-tafsir yang lahir pada masa itu adalah Sayyid Qutb tidak
menggunakan sanad pada hadis-hadis yang beliau kutip.

Contoh ketika Sayyid Qutb menafsirkan ayat Q‫انالرودص‬Q‫ىذال سوسوی ىف س‬


beliau menafsirkan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, bahwa
Rasulullah saw bersabda:

‫مدا نبا بلق ىلع مئاج ناطیشال‬, ‫سنخ ىالعت هللا ركذ اذإف‬, ‫ لفغ اذإو‬Q‫سوسو‬

“Setan itu tetap berada di hati anak Adam. Apabila dia mengingat Allah Ta’ala, setan itu
bersembunyai. Dan, apabila dial alai, setan itu membisikinya” (Diriwayatkan oleh
Bukhari secara mu’allaq/ tanpa menyebutkan rentetan sanadnya)Selain menggunakan
riwayat Nabi dalam penafsirannya, Sayyid Qutb juga menggunakan perkataan sahabat
juga pendapat para mufassir, contohnya ketika sayyid Qutb mengutip pendapat Ibn
Katsir:7

‫ اذھب دارمال نإ فلخالو فلسال نم‬Q‫ وھامناداھشآلا‬Q‫دحوتال ىلع مھرطف‬....‫كالذك رصبال نسح رسفدقو‬
‫ ریفتال ىف ریثك نبا الق‬: ‫نولئاقال الق‬

G. Metodologi Tafsir Fī Zhilāl al-Qur’ān

7
Ibid, hlm. 28.

6
Salah satunya adalah Tafsir Fī Zhilāl al-Qur’ān, terdiri atas delapan jilid, dan
masing- masing jilidnya yang diterbitkan Dār al-Syurūq, Mesir, mencapai
ketebalan rata-rata 600 halaman. Term Zhilāl yang berarti “naungan” sebagai
judul utama tafsir Sayid Qutub, memiliki hubungan langsung dengan
kehidupannya. Sebagai catatan mengenai riwayat hidup Sayid Qutub, dan juga
telah disinggung pada uraian sebelumnya bahwa dia sejak kecilnya telah
menghapal Al-Quran, dan dengan kepakarannya dalam bidang sastra, dia
mampu memahami Al-Quran secara baik dan benar, serta segala kehidupannya
selalu mengacu pada ajaran Al- Quran. Oleh karena itu, Sayid Qutub
menganggap bahwa hidup dalam “naungan” AlQuran sebagai suatu kenikmatan.

Terjemahnya: “Hidup di bawah naungan Al-Quran adalah kenikmatan.


Kenikmatan itu tidak dapat diraih kecuali bagi orang yang merasakannya.
Kenikmatan itu mengangkat umur, memberkatinya dan mensucikannya. Segala
puji bagi Allah yang telah menganugrahkan kepadaku kehidupan di bawah
naungan Al-Quran dalam periode di zaman ini”.

Berdasar pada kutipan di atas, betapa indahnya penggambaran Sayid Qutub


terhadap makna Fī Zhilāl al-Qur’ān sebuah kitab tafsir yang dialami penulisnya
sendiri dengan spirit, pemikiran, perasaan, serta eksistensinya keseluruhan.
Sayid Qutub mengalami semua itu dari waktu ke waktu, sampai masa wafatnya,
dan tentu saja (menurut hipotesa penulis) hingga kini, rohnya mengalami
kenikmatan.

Selanjutnya, bila karya tafsir Fī Zhilāl al-Qur’ān dicermati aspek-aspek


metodologisnya, ditemukan bahwa karya ini menggunakan metode tahlīliy,
yakni metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat AlQuran
dari seluruh aspeknya secara runtut, sebagaimana yang tersusun dalam mushaf.

Dalam tafsirnya, diuraikan korelasi ayat, serta menjelaskan hubungan maksud


ayat-ayat tersebut satu sama lain. Begitu pula, diuraikan latar belakang turunnya

7
ayat (sabab nuzūl), dan dalil-dalil yang berasal dari Al-Quran, Rasul, atau
sahabat, dan para tabiin, yang disertai dengan pemikiran rasional (ra’yu).

Kerangka metode tahlilī yang digunakan Sayid Qutub tersebut, terdiri atas
dua tahap dalam menginterpretasikan ayat-ayat Al-Quran. Pertama, Sayid Qutub
hanya mengambil dari Al-Quran saja, sama sekali tidak ada peran dari rujukan,
referensi, dan sumber-sumber lain. Ini adalah tahap dasar, utama, dan langsung.
Tahap kedua, sifatnya sekunder, serta penyempurna bagi tahap pertama yang
dilakukan Sayid Qutub. Dengan metode yang kedua ini, sebagaimana dikatakan
Dr. Adnan Zurzur yang dikutip oleh al-Khalidi bahwa Sayid Qutub dalam
menggunakan rujukan sekunder, tidak terpengaruh terlebih dahulu dengan satu
warna pun di antara corak-corak tafsir dan takwil, sebagaimana hal itu juga
menunjukkan tekad beliau untuk tidak keluar dari riwayat-riwayat yang sahih
dalam tafsir al-ma’śūr.

Di samping tafsīr ayat bi al-ayat dan tafsīr ayat bi al-hadīś, Sayid Qutub juga
dalam beberapa ayat, mengutip pendapat sahabat, kemudian pendapat para
tabiin. Hal ini dapat ditemukan misalnya ketika Sayid Qutub menafsirkan QS.
al-Baqarah (2): 188:

ِ ‫ بِهَٓا اِلَى ْال ُح َّك ِام لِتَْأ ُكلُوْ ا فَ ِر ْيقًا ِّم ْن اَ ْم َو‬Q‫َواَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل َوتُ ْدلُوْ ا‬
ِ َّ‫ال الن‬
‫اس‬
َ‫بِااْل ِ ْث ِم َواَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُموْ ن‬

Terjemahnya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian


yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui.”

8
Sayid Qutub dalam menginterpretasikan ayat tersebut, dia mengedepankan
dua riwayat ma’śūr, yakni riwayat yang pertama adalah dari Ibn „Abbās
(sahabat), sedangkan riwayat yang kedua berasal dari Mujāhid, Sa‟īd bin Jubair,
Ikrimah, Hasan, dan Qatādah (dari kalangan tabiin). 18 Selanjutnya, Sayid
Qutub memberikan komentar berdasarkan alur pemikirannya sendiri (ra’yu)
terhadap ayat tersebut dengan tetap mengacu pada kandungan riwayat ma’śūr
yang telah dikutipnya.

Dalam upaya memperkaya metode penafsirannya tersebut, Sayid Qutub


selalu mengutip penafsiran-penafsiran ulama lainnya yang sejalan dengan alur
pemikirannya. Adapun rujukan utama Sayid Qutub dalam mengutip
pendapatpendapat ulama, adalah merujuk pada beberapa karya tafsir ulama yang
diklaim sebagai karya tafsir bi al-ma’śūr kemudian merujuk juga pada karya
tafsir bi alra’y.19 Dari sini dipahami bahwa metode penafsiran Sayid Qutub,
juga tidak terlepas dari penggunaan metode tafsir muqāran.

Selanjutnya, dalam menganalisis berbagai ayat yang ditafsirkannya, Sayid


Qutub senantiasa mendasarkan dirinya pada multimetode sesuai dengan
kandungan ayat. Dalam hal ini, Sayid Qutub menginterpretasikan ayat dengan
cara tashwīr (gambaran artistik);20 tajsīm (imajinasi perasaan dan perupaan);21
mengungkap kisah.22 Namun analisis interpretatif yang paling menonjol
digunakan Sayid Qutub dalam menafsirkan ayat Al-Quran adalah aspek
kesusastraan Al-Quran, karena sebagaimana yang telah disebutkan berkali-kali
bahwa Sayid Qutub sangat pakar dalam bidang ilmu kesusastraan.

9
Terkait dengan itu, al-Khalidi secara tegas menyatakan bahwa Sayid Qutub
dalam karya-nya Fī Zhilāl al-Qur’ān memilki sastra yang tinggi, serta gaya
sastra yang indah. Sayid Qutub menggunakan hal itu sebagai sebuah sarana
dalam tafsirnya, sehingga Zhilal datang sebagai bentuk (bingkai) umum yang di
dalamnya terpaparkan. Zhilal seutuhnya dapat dikatakan sebagai contoh
mengenai sastra, dan merupakan bagian dari sebab-sebab bisa diterimya Zhilal
di kalangan kaum muslimin dewasa ini. Bakat sastra Sayid Qutub serta gaya
sastranya yang sedemikian berpengaruh merupakan dasar baginya untuk
memasuki alam Al- Quran yang luas, mengeluarkan
perbendaharaanperbendaharaannya yang disukai ini. Apabila karya-karya tafsir
klasik dan kontemporer dibaca yang terbangun dalam metodologis sastra, fikih,
filosof, atau ahli hukum, sungguh akan dipilih dan diutamakan yang pert ama,
yakni sastra karena lebih terkesan olehnya dan membuat orang terpesona. Inilah

yang didapati oleh pembaca Fī Zhilal Tafsīr al-Qur’ān.8

Allah swt. mengadakan perbaikan dan pemeliharaan terhadap alam semesta,


dan semua makhluk-Nya. Allah swt. tidak menciptakan alam semesta
kemudian membiarkannya begitu saja, melainkan Dia mengelolanya secara
baik dan memelihara. Setiap alam dan ciptaan-Nya, dijaga dan dirawat dengan
pemeliharaannya. Hubungan antara Khaliq dan makhluk selamanya
berlangsung secara terus menerus di setiap situasi dan kondisi.24 Dengan gaya
bahasa seperti ini, secara jelas dapat dipahami kandungan klausa rabb al-ālamīn
tersebut, yakni bahwa pemuliaan Allah swt terhadap alam ini begitu tinggi,
hubungan antara Allah dengan alam dan semua makhluk-Nya, terutama
manusia adalah keselarasan dan naungan (zhilāl) yang indah.
H. Metode Tafsir

Metode tafsir adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh mufassir dalam
menyajikan penafsirannya. Sayyid Qutb dalam tafsir Fi Zhilal al-Quran

8
Ibid, hlm. 177.

10
menempuh metode Tahlili, hal ini ditunjukkan dengan salah satu cirinya yaitu
melakukan penafsiran mulai dari Surah alFatihah dan diakhiri dengan Surah an-
Nas (tartib al-Mushaf) bukan berdasarkan kronologi turunnya ayat (tartib al-
Nuzul).9

Kemudian metode pemaparan yang digunakan Sayyid Qutb ialah


menjelaskan secara umum tentang Surah yang akan ditafsirkannya seperti
penafsiran pada QS.al-Fatihah, setelah menulis ayat beserta artinya, Sayyid Qutb
menjelaskan bahwa secara global al-Fatihah mengandung konsep akidah
islamiyah, konsep arahan atau hidayah yang mengisyaratkan hikmah dipilihnya
surah ini untuk dibaca berulang-ulang setiap hari oleh umat Islam (Qutb, 2006).
Selain itu Sayyid Qutb ingin memperlihatkan bahwa Al-Qur’an itu sebagai satu
kesatuan firman Allah yang tak terpisahkan hal ini diwujudkan Sayyid Qutb
menggunakan teori korelasi (munasabah) ayat dan surat, sehingga tampak di
beberapa ayat Sayyid Qutb menafsirkan sampai dengan 10 ayat bahkan lebih.10

I. Pemikiran Sayyid Qutub dalam Tafsir fi Zhilalil Qur’an


Sayyid Quthub mengawali penafsirannya dengan menyajikan sekelompok
ayat berurutan yang berkaitan dalam tema kecil. Sistematika yang digunakan
dalam Tafsir fi Zhilalil Qur’an adalah menafsirkan seluruh ayat - ayat Al-
Qur’an sesuai susunannya dalam mushaf Al-Qur’an, ayat demi ayat dan surat
demi surat, dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas,
maka secara sistematika tafsir ini menempuh tartib mushhaf. Tartib mushhafi
adalah penyusunan Al – Qur’an seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Dalam menulis sebuah karya tidak lepas dari kekurangan dan kelebihan.
Begitu pula karya Sayyid Quthub ini. Beberapa kekurangan dan kelebihan itu
antara lain:
A) Kelebihan:
 Menurut Ibnu Hayyan, bahasa dan sastra yang digunakan dalam tafsir ini
sangat memadai.
 Menurut Abu al – Mundhir, salah satu kelebihan tafsir ini adalah kejelian
dan ketelitian Sayyid Quthub dalam menafsirkannya.
9
Shalāh Abd. al-Fatāh al-Khalidi, Madhal h. 17.
10
Salafuddin Abu Sayyid, Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Quran Sayid Qutub, Op.Cit, hlm. 176.

11
 Menurut Ibnu Khaldun, dari segi I’rob, segi bahasa, dan balaghahnya
adalah yang terbaik
B) Kekurangan:
 Menurut Ibnu Al – Mundhir, kitab ini terlalu membela pemahamannya
 Sebagian ulama, sebagaimana keterangan yang di kutip oleh Abu Hayyan,
menganggap bahwa Sayyid Quthb mempropagandakan aliran sesat
Contoh Penafsiran Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Tentang Toleransi
Bersosial:
1) QS : Al – Maidah / 5 ayat 5:

Qُ ‫ص ٰن‬
َ‫ت ِمن‬ َ ْ‫م ِحلٌّ لَّهُ ْم َۖو ْال ُمح‬Qْ ‫ب ِح ٌّل لَّ ُك ْم ۖ َوطَ َعا ُم ُك‬َ ‫ت َوطَ َعا ُم الَّ ِذ ْينَ اُوْ تُوا ْال ِك ٰت‬ُ ۗ ‫اَ ْليَوْ َم اُ ِح َّل لَ ُك ُم الطَّيِّ ٰب‬
ِ ْ‫ب ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم اِ َذٓا ٰاتَ ْيتُ ُموْ ه َُّن اُجُوْ َره َُّن ُمح‬
َ‫صنِ ْين‬ َ ‫ت ِمنَ الَّ ِذ ْينَ اُوْ تُوا ْال ِك ٰت‬ ُ ‫ص ٰن‬ َ ْ‫ت َو ْال ُمح‬ ِ ‫ْال ُمْؤ ِم ٰن‬
َ‫ي اَ ْخدَا ۗ ٍن َو َم ْن يَّ ْكفُرْ بِااْل ِ ْي َما ِن فَقَ ْد َحبِطَ َع َملُهٗ ۖ َوه َُو فِى ااْل ٰ ِخ َر ِة ِمن‬
ْٓ ‫ْن َواَل ُمتَّ ِخ ِذ‬Qَ ‫َغي َْر ُم َسافِ ِحي‬
َ‫ْال ٰخ ِس ِر ْين‬
Artinya: “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan
(sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan
kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang
menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita
yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum
kamu, bila kamu telahmembayar mas kawin mereka dengan maksud
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya
gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima
hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk
orang-orang merugi” (QS Al-Maidah/5:5).
Menurut Sayyid Quthb, ayat di atas menjelasakan salah satu bentuk
toleransi islam dalam bergaul dengan orang-orang non muslim, seperti kaum
ahli kitab. Sesungguhnya Islam tidak hanya memberi kebebasan kepada mereka
untuk melaksanakan ritual agamanya. Akan tetapi Islam juga merangkul
mereka (orang-orang non muslim) dalam nuansa kebersamaan sosial, cinta
kasih, berbaik-baikan dalam pergaulan. Maka, Islam menjadikan makanana
mereka halal bagi kaum muslimin dan makanan kaum muslimin halal bagi
mereka. Dengan tujuan mereka dapat melakukan perbuatan saling

12
mengunjungi, bertamu, makan bersama, dan juga supaya seluruh masyarakat
berada di bawah naungan kasih sayang dan toleransi.
Islam juga menjadikan wanita-wanita Ahli Kitab yang menjaga
kehormatannya dan merdeka sebagai sesuatu yang baik (halal dikawini oleh
kaum muslimin). Penyebutan mereka ini diiringi dengan penyebutan wanita-
wanita muslimah yang merdeka dan menjaga kehormatannya. Ini merupakan
salah satu bentuk toleransi yang hanya dapat dirasakan oleh para pengikut
islam di antara semua pengikut agama-agama lainnya. Karena pengikut Agama
Khatolik tidak boleh menikah dengan pengikut Kristen Ortodoks, Protestan,
atau Kristen.
Dari tafsiran di atas kita dibolehkan melakukan hubungan sosial dengan
umat agama lain. Namun, kita dituntut untuk saling menghargai perbedaan
khususnya dalam hal menghargai perbedaan agama tersebut. Ini membuktikan
Islam adalah agama toleransi dengan agama lain.
2) QS : Al – Maidah ( 5 : 51 )

‫م ِّم ْن ُك ْم‬Qُْ‫ْض َو َم ْن يَّت ََولَّه‬ ۤ ُ ‫ص ٰ ٓرى اَوْ لِيَ ۤا َء ۘ بَ ْع‬


ٰ َّ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَتَّ ِخ ُذوا ْاليَهُوْ َد َوالن‬
ٍ ۗ ‫ضهُ ْم اَوْ لِيَا ُء بَع‬
ٰ ‫فَانَّهٗ م ْنهُم ۗ ا َّن هّٰللا اَل ي ْهدى ْالقَوْ م‬
َ‫الظّلِ ِم ْين‬ َ ِ َ َ ِ ْ ِ ِ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-
orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian
mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara
kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka Sesungguhnya orang itu
termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang zalim”.(QS Al-Maidah/5:51)
Makna “Walayah” yang Allah melarang orang–orang beriman untuk
melakukan hal ini di antara mereka dan orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Sesungguhnya yang di maksud dengan walayah/wilayah ialah saling
memberikan kesetiaaan, dan tidak terkait makna mengikuti. Toleransi Islam
terhadap Ahli Kitab merupakan persoalan, sedangkan menjadikan mereka
(kaum Yahudi/Nasrani) sebagai pemimpin adalah persoalan lain. Tapi
keduanya menjadi kabur bagi kaum muslimin yang belum matang dan belum
lengkap pengetahuannya terhadap hakikat agama dan fungsinya dengan sifat
sebagai gerakan”manhajiyah” yang realitas.

13
Memang orang muslim dituntut untuk bersikap toleran terhadap Ahli Kitab,
tetapi dilarang memberikan loyalitas kepada mereka dalam arti bantu
membantu dan mengikuti janji setia dengan (Yahudii/Nasrani). Seruan ini
ditujukan kepada kaum muslimin di Madinah, tetapi pada waktu yang sama di
tujukan kepada kaum muslimin di belahan bumi manapun hingga hari kiamat.
Seruan ini di lakukan kepada setiap orang yang menyandang predikat sebagai
“orang-orang yang berimanan”.
Pengarahan yang diserukan kepada orang-orang beriman ini sangat relevan.
Karena sebagian kaum muslimin belum melakukan pemutusan hubungan
secara total dengan sebagian Ahli Kitab, khususnya kaum Yahudi di Madinah.
Pasalanya, di sana ada hubungan- hubungan loyalitas, ekonomi dan muamalah,
serta ketetanggaan dan persahabatan.
J. Corak Tafsir
Tafsir Fi Zhilalil Qur’an yang dikarang oleh Sayyid Qutb merupakan salah
satu kitab tafsir yang memiliki terobosan baru dalam penafsiran al-Qur’an. Hal
ini dapat dilihat dari bagaimana beliau mempunyai metodologi sendiri dalam
penafsirannya. Dalam penafsirannya Sayyid Qutb melakukan pembaruan dan
mengesampingkan pembahasan yang dirasa tidak begitu penting, salah satu
yang menonjol pada corak tafsirnya adalah mengetengahkan segi sastra untuk
melakukan pendekatan dalam menafsirkan al-Qur’an. Sisi sastra yang beliau
paparkan diusung untuk menunjukkan sisi hidayah al-Qur’an dan pokokpokok
ajaran kepada jiwa pembacanyskhusunya dan orang-orang Islam pada
umumnya (Al-Khalidi, 2001).Menurut IssaBoullata, yang dikutip oleh Antony
H. Jhons, pendekatan yang dipakai oleh Sayyid Qutb dalam menafsirkan al-
Qur’an yaitu pendekatan tashwir (penggambaran) penafsiran yang
menampilkan pesan al-Qur’an sebagai gambaran pesan yang hadir, yang hidup
dan konkrit sehingga penafsirannya dapat menimbulkan pemahaman yang
“aktual” bagi pembacanya. Jika melihat penggunaan metode tashwir dalam
penafsirannya, bisa dikatakan bahwa Tafsir FiZhilalilQur’an dapat digolongkan
kedalam tafsir al-Adabi al-Ijtima’i (sastra, budaya, dan kemasyarakatan)
(Ayub, 1992).
K. Penilaian Para Ulama Terhadap Tafsir Fi Dzhilalal-Quran

14
Penilaian Para Ulama Terhadap Tafsir Fi Dzhilal al-Quran:
a. Mahdi Fadhulah menilai bahwa Tafsir Fi Zhilalil Qur’an merupakan kitab tafsir
“terobosan penafsiran yang sederhana”. (al-Khalidi 1995: 17-20)
b. Subhi Shalih mengatakan bahwa Tafsir Fi Zhilalil Qur’an merupakan kitab
tafsir yang lebih banyak bersifat pengarahan dariapada pengajaran dan Jansen
menilai bahwa tafsir Sayyid Qutb hampir bukan merupakan tafsir al-Qur’an
namun lebih merupakan kumpulan khutbah-khutbah keagamaan (Chirzin,
2001).
c. Yusof Al-Azym mengatakan bahwa Tafsir Fi Zhilalil Qur’an : TafsirFi Zhilalil
Qur’an wajar dianggap sebagai suatu pembukaan Rabbani yang diilhamkan
Allah kepada penulisnya. Beliau telah dianugerahkan matahati yang peka yang
mampu menangkap pengertian, gagasan dan fikiran yang halus yang belum
pernah didapat oleh penulis tafsir lain”
d. Saleh Abdul Fatah Al-Khalidi berpendapat bahwa “Sayyid Qutb dalam Tafsir
Fi Zhilalil Qur’an dianggap sebagai mujadid di dalam dunia tafsir karena beliau
telah menambah berbagai pengertian, fikiran dan pandangan tarbiyah yang
melebihi tafsir-tafsir sebelum ini” (Aliyah, 2013)
L. Contoh Penafsiran Sayyid Qutb

Seperti yang telah kita ketahui bahwasanya praktik riba sudah ada sejak
sebelum kemunculan Islam di Arab pada awal abad ke-7 Masehi. Namun,
meskipun riba telah dilarang sejak lama, hingga saat ini praktik riba belum dapat
dihilangkan. Dalam melarang praktik riba, agama Islam melakukannya secara
bertahap, hal ini sebagaimana pengharaman minum khamar. Pelarangan tersebut
terdapat dalam ayat al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi. Secara keseluruhan, ayat
mengenai praktik dan pelarangan riba berjumlah 18 ayat: yaitu terdapat dalam
surah Al-Baqarah, surah An-Nisa, surah Ali-Imran, dan dalam surah Ar-Rum.11
ٰۤ ُ ‫هّٰللا‬
َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُوْ ن‬
Qَ ‫ول ِٕى‬ َ ِ‫ت َذا ْالقُرْ ٰبى َحقَّهٗ َو ْال ِم ْس ِك ْينَ َوا ْبنَ ال َّسبِي ۗ ِْل ٰذل‬
‫ك خَ ْي ٌر لِّلَّ ِذ ْينَ ي ُِر ْي ُدوْ نَ َوجْ هَ ِ َۖوا‬ ِ ‫فَ ٰا‬
‫ا ف ٓي اَموال النَّاس فَاَل يرْ بُوْ ا ع ْن َد هّٰللا ۚومٓا ٰاتَ ْيتُم م ْن ز َٰكو ٍة تُر ْي ُدوْ نَ وجْ ه هّٰللا‬Q۠‫ومٓا ٰاتَ ْيتُم م ْن ِّربًا لِّيرْ بُو‬
ِ َ َ ِ ِّ ْ َ َ ِ ِ َ ِ ِ َ ْ ْ ِ َ َ ِّ ْ َ َ
ۤ ٰ ُ ‫فَا‬
َ‫ك هُ ُم ْال ُمضْ ِعفُوْ ن‬Qَ ‫ول ِٕى‬

11
Sayyid Quthub, Fi Zilal al-Quran, Juz I, III, V (Kairo: Daar Syuruq, 2002).

15
Artinya: “Maka berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada kerabat dekat,
juga kepada orang miski dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik
bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah. Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung. Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia
bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridhaan Allah, maka itulah
orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)” (QS. Ar-Rum {30}: 38-39)

Dalam penafsirannya mengenai ayat ini , Sayyid Qutb menjelaskan


bahwasanya Allah memberikan arahan kepada para pemilik harta yang telah
dipilih-Nya, agar mereka amanah dalam menggunakan harta yang dimilikinya
sehingga harta tersebut dapat berkembang dan bermanfaat di dunia maupun di
akhirat. Cara untuk mengembangkan harta tersebut adalah dengan memberikan
atau menginfakkannya nkepada kerabat dekat, orang-orang miskin, dan orang-
orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan (Qutb, 1995).Allah SWT
berfirman:
ٰۤ ُ ‫هّٰللا‬
َ‫ول ِٕىكَ هُ ُم ْال ُم ْفلِحُوْ ن‬ َ ِ‫ٰذل‬
‫ن َوجْ هَ ِ ۖ َوا‬Qَ ْ‫ك َخ ْي ٌر لِّلَّ ِذ ْينَ ي ُِر ْي ُدو‬

Artinya: “Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah. Dan
mereka itulah orang-orang yangberuntung” (QS. Ar-Rum {30}: 38)

Sayyid Qutb menjelaskan bahwa ada sebagian orang mencoba


mengembangkan hartanya dengan cara memberikannya kepada orang kaya
sebagai hadiah, supaya orang kaya itu membalasnya berkali lipat. Dari peristiwa
tersebut, Allah SWT menjelaskan bahwa cara seperti itu bukanlah cara
mengembangkan harta yang sejati. Allah berfirman:

‫ا ف ٓي اَموال النَّاس فَاَل يرْ بُوْ ا ع ْن َد هّٰللا‬Q۠‫ومٓا ٰاتَ ْيتُم م ْن ِّربًا لِّيرْ بُو‬
ِ ِ َ ِ ِ َ ْ ْ ِ َ َ ِّ ْ َ َ
Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta
manusia bertambah, maka tidak bertambah, makaَِّoَtidak bertambah dalam
pandangan Allah” (QS. Ar-Rum {30: 39}

16
Seperti yang telah dijelaskan bahwa cara ini (memberi dan mengharap
balasan) sama sekali tidak baik. Allah SWmenjelaskan pada waktu yang sama
tentang cara mengembangkan harta yang baik dan benar. Allah SWT berfirman:
ٰۤ ُ ‫هّٰللا‬
َ‫ك هُ ُم ْال ُمضْ ِعفُوْ ن‬
َ ‫ول ِٕى‬ ‫َو َمٓا ٰاتَ ْيتُ ْم ِّم ْن ز َٰكو ٍة تُ ِر ْي ُدوْ نَ َوجْ هَ ِ فَا‬

Artinya: “Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk memperoleh keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang
melipatgandakan (pahalanya)” (QS. Ar-Rum {30}: 39)

Sayyid Qutb menjelaskan mengenai hal ini bahwa cara untuk


melipatgandakan harta adalah meberikan harta tanpa mengaharap ganti juga
tanpa menunggu pengembalian dan balasan dari manusia. Namun yang harus
dilakukan adalah adalah semata-mata hanya karena Allah SWT. Allah akan
melipatgandakan rezeki bagi orang-orang yang menginfakkan harta mereka
semata-mata karena Allah SWT, dan Allah akan mengurangi harta orang-orang
yang melakukan prak tik riba yang tujuannya hanya mencari perhatian
dihadapan manusia (Qutb, 1995).

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sayyid Qutb merupakan sosok tokoh pergerakan Mesir yang berani,


memiliki pengetahuan sangat luas baik ilmu agama maupun pengetahuan umum.
Hingga kini, buah pikirannya masih relevan dibaca. Dilihat dari penafsirannya,
tafsir fi zhilalil quran bersumber pada tafsir bil ma'stur, dimana dalam
penafsirannya beliau banyak menafsirkan dengan ayat Al-Qur’an dan riwayat
Nabi. Tafsir fi zhilalil quran dapat digolongkan ke dalam tafsir yang bercorak
sastra dan sosial (Al adabi al-ijtima'i).

Tafsir fizhilalilquran yang ditulis oleh Sayyid Qutb begitu kental


dengapengaruhnya sebagai muslim militan dan radikal, serta pengaruh sosial
politik yang kuat pada saat penulisannya. Metode yang digunakan Sayyid Qutb
ialah tahlili dengan salah satu cirinya ialah menafsirkan dengan ketertiban
mushaf al-Qur’an (tartibal-mush).

Dapat kesimpulan bahwa dari pemaparan diatas, bahwa metode tafsir yang
digunakan Sayyid Qutb dalam menafsirkan Al-Qur‟an adalah memandang al-
Qur‟an sebagai satu kesatuan yang komprehensif, dimana masing-masing
bagian mempunyai keterkaitan dan kesesuaian, menekankan pesan-pesan pokok
al-Qur‟an dalam memahaminya. Serata untuk merealisasikan pesan-pesan dari
al-qur‟an dalam keseharian. Dan adapun menurut Dr. Abdul Hay al-Farmawy
(seorang guru besar tafsir ilmu-ilmu alQur‟an Universitas Al-Azhar)
mengatakan bahwa “dilihat dari corak penafsiran yang terdapat dalam tafsir fi
dzilalil Qur‟an dapat digolongkan kedalam jenis tafsir Tahlili. Artinya, seorang
penafsir menjelaskan kandun gan ayat dari berbagai aspek yang ada dan
menjelaskan ayat per ayat dalam surat.

B. Saran

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah


di atas masih ada banyak kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun
nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan

18
menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun
dari pada pembaca.

19
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khalidi, S. A. F. (2001), Pengantar Memahami Tafsir Fi Zilail Quran. Saudi Arabia


Aliyah, S. (2013). Kaedah-Kaedah Tafsir Fi Zhilaali Al-Quran. Jumal JIA, 14(2).

Ayub, M. (1992) Qur'an dan Para Penafsirnya. Pustaka Firdaus. Chirzin, M. (2001).
Jihad Menurut Sayyid Qutb. In Tafsir Fi Zilall Qur'an (p. 135). Era Intermedia.
Muhajirin, (2017), Sayyid Qutb Ibrahim Husain Asy-Syazali (Biografi, Karya Dan
Konsep Pemaparan Kisah Dalam Al-Qur'an).

Jurnal Tazkiya: Keislaman, Kemasyarakatan, Dan Kebudayaan, 181).

Qutb, S. (1995). Tafsir Ayat-Ayat Riba: Menugupas Persoalan Riba Sampai ke Akar-
Akamnya. Dar el-Shoroug Qutb, S. (2006). Tafsir Fi Ziall Quran: Dibawah Naungan
Al- Qur'an. Robbani Press. Rahman, MT. (2010). Social Justice in Western and islamic
Thought: A Comparative Study of John Rawl's and Sayyid Qutb s

TheoriesofSocialJustice. Rahman, M Taufiq, (2014). SocialJustice in


WestemandislamicThought: A Comparative Study of John Rawls'sand Sayyid
Quth'sTheories. Scholars' Press.

Quthub, Sayyid, Fi Zila: Ayat-Ayat Pilihanl. Terj, versi pdf.

Quthub, Sayyid, Fi Zilal al-Quran, Juz I, III, V, Kairo: Daar Syuruq, 2002. Quthub,
Sayyid, Fi Zilal al-Quran, juz I, Kairo: Daar Syuruq, 1992.

Rabi' bin Hadi Uamir Al-Madkhali, Kekeliruan Pemikiran Sayyid Qutb. Terj. Jakarta:
Darul Falah, 2002.

Tajuddin, Qarnis, Mengarungi Pemikiran Islam Modern. Artikel dalam Koran Tempo
online.com edisi 3 Januari 2007.

Tim Penulis, Wikipedia. Elektronik Ensiklopedi, didownload pada 26 Mei 2018 .

20

Anda mungkin juga menyukai