Anda di halaman 1dari 22

URGENSI AL – QURAN DALAM PENATAAN KEHIDUPAN SOSIAL

KEMASYARAKATAN

Disusun Oleh :

Nanda Zahra Sausan (1111230013)

Hidayatusshibyan Hamamy (1111230015)

Raisya Aliya Putri (1111230018)

Anindya Maheswari (1111230171)

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

SERANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan

rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang

berarti dan sesuai dengan harapan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Drs.H.Suaidi,M.Pd sebagai dosen

dengan mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah membantu memberikan arahan dan

pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan

pengetahuan pada mata kuliah yang sedang dipelajari, agar kami semua menjadi mahasiswa

yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan

karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran

untuk menyempurnakan makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi

saya sendiri umumnya para pembaca makalah ini.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................6
C. Manfaat Penelitian...................................................................................................................6
D. Tujuan Penelitian....................................................................................................................6
E. Metode Penelitian....................................................................................................................6
BAB II..................................................................................................................................................8
1. Al-Qur’an.................................................................................................................................8
a. Definisi al-qur’an.................................................................................................................8
b. Alqur’an dan kehidupan sehari – hari.............................................................................10
c. Urgensi Al-Qur’an Dalam Penataan Kehidupan Sosial Kemasyarakatan....................13
BAB III...............................................................................................................................................17
A. Kesimpulan...............................................................................................................................17
B. Saran..........................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah kitab suci umat islam yang didalamnya terdapat

penjelasan dan penerapan atas aqidah, akhlak, hukum, bahkan sosial

kemasyarakatan pun tidak luput dari pembahasan didalamnya. Berbicara seputar

“Urgensi Al-Qur’an Dalam Penataan Kehidupan Sosial Kemasyarakatan”, tentu

hal ini sangat berkaitan dengan Indonesia yang mayoritas masyarakatnya

Bergama islam.

Namun dalam penataan kehidupan sosial berdasarkan Al-Qur’an, tidak

hanya melibatkan orang muslim semata, tetapi masyarakat non muslim pun juga.

Maka dari itu hal ini merupakan bukti nyata dari definisi “ Al-Qur’an Sebagai

Kebenaran Bukan Pembenaran”.

Islam diturunkan oleh Allah untuk umat manusia tidak hanya

menyelesaikan persoalan yang terkait dengan aqidah dan ibadah semata, namun

ajaran Islam juga menjadi solusi permasalah sosial kemasyarakatan (Bayumi &

Jaya, 2018). Keluasan dan kemenyeluruhan Islam yang mencakup segala aspek

kehidupan manusia ini (Adeni & Lestari, 2020) menjadikan Islam relevan untuk

diterapkan dan diimplementasikan pada setiap tempat dan zaman. Hal ini

dibuktikan dengan semakin berkembangnya Islam yang relatif cepat dan

meningkatnya jumlah pemeluk agama Islam dunia hingga saat ini mencapai 1,8

miliar. Bukti sejarah menunjukkan bahwa di masa pemerintahan khalifah Umar

bin Abdul Aziz, dengan kebijakan ekonomi yang diterapkan, telah berhasil

meningkatkan kesejahteraan, menumbuhkan daya beli, pengurangan kemiskinan,


mengurangi pajak karena banyak masyarakat yang memilih Islam sebagai

agamanya

Di sisi lain, problem ketimpangan sosial di masayarakat muslim masih

menjadi persoalan yang hingga kini belum dapat diselesaikan dengan baik

(Husada, 2019). Memang, ketimpangan sosial merupakan suatu hal yang aksioma

dalam kehidupan manusia. Munculnya ketimpanga tersebut disebabkan karena

manusia memiliki kencenderungan dan pilihan kebijakan masingmsing dalam

memenuhi kebutuhan mereka dalam kehidupan ini (Hidayah, 2018). Manusia

dituntut untuk berusaha memenuhi kebutuhannya masing-masing di dunia,

dengan disandaingkan dengan mencari kebutuhan utama akhirat (Al-Qashash:77),

sehingga berpangku tangan, bermalas-malasan serta tidak melakukan usaha

dianggap melanggar sunnatullah. Pekerjaan dan usaha manusia di dunia ini sangat

beragam (Al-Isra:84) termasuk hasil yang diperoleh oleh manusia dari usahanya

juga dengan hikmah-Nya tidak sama antara seseorang dengan yang lain (Ali

Imran:37). Meski demikian, Islam hadir diantaranya untuk meminimalisir dan

membuat ketimpangan sosial tidak terlalu tajam melalui nilai-nilai yang diajarkan

olehnya

Di dalam makalah ini kita akan sama-sama membahas “Urgensi Al-

Qur’an Dalam Penataan Kehidupan Sosial Kemasyarakatan”. Dimana kita akan

mengetahui apa saja keterkaitan al-qur’an dalam penataan kehidupan sosial

kemasyarakatan khususnya bagi umat muslim dan umumnya untuk umat

beragama yang ada di Indonesia. Mengingat ada banyak suku, ras, dan agama

yang di Indonesia ini, semoga isi dari makalah ini akan sama-sama membawa kita

kepada kemasyarakatan yang adil, dan berkeadilan.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah dari makalah ini.

Diantaranya :

1. Apa itu Al-Qur’an ?

2. Apa itu sosial kemasyarakatan ?

3. Apa maksud dari urgensi Al-Qur’an dalam penataan kehidupan sosial

kemasyarakatan ?

C. Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, Adapun manfaat dari penulisan makalah

ini diantaranya berupa sebagai pengingt dan meninjau kembali mengenai urgensi yang

ada dalam al-qur’an terhadap kehidupan bermasyarakat hingga saat ini.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, Adapun tujuan dari penulisan makalah ini

diantaranya :

1. Untuk mengetahui apa itu Al-Qur’an.

2. Untuk mengetahui apa itu sosial kemasyarakatan.

3. Untuk mengetahui apa maksud dari urgensi Al-Qur’an dalam penataan

kehidupan sosial kemasyarakatan.

E. Metode Penelitian

Penulisan artikel ini termasuk jenis penulisan kepustakaan kualitatif yang

dilakukan dengan cara tidak terjun ke lapangan dalam pencarian sumber datanya,

sehingga penulisan artikel ini dilakukan hanya berdasarkan atas karya-karya tertulis.

Kajian dalam artikel ini menggunakan perspektif Al-Quran surat Al-Hasyr:7 dan
implementasinya di zaman nabi Muhammad saw. Denga demikian, penulisan artikel

ini sangat erat kaitannya dengan sejarah yang memperhatikan penyebutan tokoh,

tahun kejadian, tempat dan fenomena yang terjadi.

Diantara karya tulis yang dijadikan sebagai referensi utama adalah Al-Quran,

terutama surat Al-Hasyr:7. Disampiang itu, penulis juga merujuk kepada beberapa

buku, diantaranya: As-Sirah an-Nabawiyah; Durusun wa ‘Ibar karya Dr. Musthafa

As-Siba’i (Musthafa AsSyiba’ie, 1998), As-Sirah an-Nabawiyah;’Ardl al-Waqai’ wa

Tahlil al-Ahdats karya Dr. Muhammad As-Shallabi (Ali Muhammad as-Shallabi,

2007), dan Ar-Rahiq Al-Makhtum (1994) karya Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfuri

(Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury, 1998). Demikian juga termasuk hasil-hasil

penelitian baik yang sudah maupun yang belum dipublikasikan. Alasan pemilihan 3

buku tersebut: pertama, ditulis oleh para pakar yang ahli di bidang sejarah Islam,

Kedua, termasuk buku-buku yang banyak dijadikan rujukan dalam bidang sirah

nabawiyah, Ketiga, memuat kajian yang bersifat konsepsi dan implementasi dari

perjalanan nabi Muhammad saw.


BAB II
PEMBAHASAN

1. Al-Qur’an

a. Definisi al-qur’an

Al-Qur‟an secara etimologi merupakan bentuk mashdar dari kata kerja (fi‟il)

yaitu “qara‟a” yang diartikan sebagai “membaca”. Dengan demikian bila diartikan

dengan Al-Qur‟an bermakna “bacaan” atau “yang dibaca” (maqru‟). Dalam

manuskrip Al-Qur‟an beraksara kufi yang awal, kata ini ditulis tanpa

menggunakan hamzah yakni Al-Qur‟an, dan hal ini telah menyebabkan sejumlah

kecil sarjana muslim memandang bahwa terma itu diturunkan dari akar kata

qarana yaitu “menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain” atau

mengumpulkan”, dan Al-Qur‟an berarti “kumpulan” atau “gabungan”.

Sedangkan menurut terminologi Al-Qur‟an adalah “kalam Allah yang

diturunkan kepada Nabi-Nya, melalui perantaraan malaikat Jibril yang lafadz-

lafadznya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang

diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari surat Al-

Fatihah dan diakhiri surat An-Nas. Proses turunnya Al-Qur‟an atau yang biasa

disebut dengan nuzulul qur‟an adalah suatu penyampaian/penetapan/turunnya Al-

Quran, baik ke lawh mahfudz, ke Bayt al-izzah maupun kepada Rasulullah SAW

sendiri.

Namun masih terdapat perbedaan dikalangan para ulama mengenai definisi

Nuzul. Jumhur ulama, antara lain Ar-Razi dan Imam As-Suyuthi mengatakan

bahwa arti Nuzulul Qur‟an secara hakiki tidak cocok untuk Al-Quran sebagai

kalam Allah yang berada pada Dzatnya. Sebab, dengan memakai ungkapan

diturunkan, menghendaki adanya materi kalimat atau lafal, atau tulisan huruf yang
real yang harus diturunkan. Karena itu, kata nuzulul qur‟an harus dipakai makna

majazi, yaitu makna menetapkan/memberitahukan/ memahamkan/menyampaikan

Al-Qur‟an. Sedangkan sebagian ulama, antara lain Imam Ibnu Taimiyah dan

golongan Jahamiyah mengatakan bahwa pengertian nuzulul qur‟an tidak perlu

dialihkan dari arti hakiki kepada arti majazi. Sebab, kata nuzul dengan arti turun

dari tempat yang tinggi itu sudah menjadi bahasa tradisi dan kebiasaan orang

Arab.

Al-Qur‟an adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad SAW melalui malaikat Jibril yang diturunkan secara berangsur-

angsur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau selama 23 tahun (13 tahun di

kota Mekkah dan 10 tahun di kota Madinah) yaitu mulai 17 Ramadhan tahun 41

dari kelahiran Nabi Muhammad SAW, sampai 9 Dzulhijjah Haji Wada‟ tahun 63

dari kelahiran Nabi atau tahun 10 H . Al-Qur‟an diturunkan dalam bahasa Arab

kepada masyarakat Arab yang manyoritas buta huruf dan bahkan sedikit diantara

mereka bisa menulis dan membaca, pada masa itu juga mereka belum mengenal

Alqirthas yang berarti kertas yang dimana pada masa ini kita pakai untuk

menampung tulisan yang kita tulis, melainkan mereka hanya menggunakan batu,

tulang, kelopak kurma dan kulit binatang untuk menulis Al-Qur‟an.

Namun, mereka adalah pakar bahasa dan sastra. Walaupun bangsa Arab pada

waktu itu masih buta huruf, tapi mereka mempunyai ingatan yang sangat kuat.

Pegangan mereka dalam memelihara dan meriwayatkan syair-syair dari pada

pujangga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dan lain sebagainya adalah dengan

hafalan semata. Mereka mendapati Al-Qur‟an melebihi seluruh perkataan mereka

dengan maknanya yang indah yang tidak mampu mengimbanginya dan merasa

lemah dihadapan cahaya kemukjizatan Al-Qur‟an.


Ketika Al-Qur‟an turun kepada Nabi Muhammad Saw, beliau menyampaikan

kepada para sahabatnya secara perlahan-lahan agar mereka menghafal lafaznya,

dan mampu memahami maknanya. Nabi Muhammad SAW sangat perhatian

dalam menghafal Al-Qur‟an dan dalam memperolehnya. Al-Qur‟an sepenuhnya

hanya bisa diapresiasikan dalam bahasa Arab. Al-Qur‟an adalah sebuah dokumen

hukum suci yang terdiri dari peraturan-peraturan tentang perkawinan, perceraian,

wasiat, warisan, gharimah, qishash dan sebagainya, meskipun tampaknya ia

mengandung ikonsistensi dan kode hukum yang diberikan, dilakukan secara tidak

lengkap dan sistematis. Peraturan-peraturan individu sepertinya dinyatakan dari

waktu kewaktu dengan kebutuhan yang ada, dan mennaskh beberapa peraturan

yang mendahuluinya.

Perlu kita ketahui, bahwa Allah SWT menurunkan Al-Qur‟an tidak sekaligus

sebagaimana kitab-kitab yang kita ketahui, akan tetapi sedikit demi sedikit secara

berangsur-angsur, sebab ada suatu hikmah atau rahasia yang terkandung di

dalamnya. Wahyu itu diturunkan pada setiap ada peristiwa ataupun kejadian,

supaya mereka kaum muslimin bertetap hati, tidak merasa jenuh dan Nabi sering

dikunjungi oleh malaikat Jibril untuk dibangun kegembiraan dan kesenangan hati.

Kadang-kadang turun hanya terdiri dari beberapa ayat saja, dan kadang-kadang

terdiri dari beberapa ayat, lima sampai sepuluh ayat bahkan ada yang hanya satu

ayat. Tetapi ada pula yang sekali turun terdiri dari satu surat lengkap yaitu terdiri

dari beberapa surat yang pendek, seperti Surat Al-Fatihah, Surat Al-Alaq dan

sebagainya. Dengan demikian Nabi SAW selalu merasa gembira karenanya.

Untuk orang-orang yang ummi akan lebih mudah cara menghafal dan

memahaminya.

b. Alqur’an dan kehidupan sehari – hari


Nilai adalah standar atau ukuran (norma) yang kita gunakan untuk

mengukur segala sesuatu. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, nilai adalah sifat-

sifat (hal-hal) yang penting dan berguna bagi kemanusian. Atau sesuatu yang

menyempurnakan manusia sesuai dengan hahikatnya. Misalnya nilai etik, yakni

nilai untuk manusia sebagai pribadi yang utuh, seperti kejujuran, yang berkaitan

dengan akhlak, benar salah yang dianut sekelompok manusia.

Menurut Scheler, nilai merupakan kualitas yang tidak tergantung pada

benda. Benda adalah sesuatu yang bernilai. Ketidaktergantungan ini mencakup

setiap bentuk empiris, nilai adalah kualitas apriori. Ketergantungan tidak hanya

mengacu pada objek yang ada di dunia seperti lukisan, patung, tindakan, manusia,

dan sebagainya, namun juga reaksi kita terhadap benda dan nilai.

Toshihiko Izutsu (1995: 113-157) menjelaskan beberapa nilai moral yang

disinggung oleh al-Qur’an antara lain:

1) Kesederhanaan dan Kemurahan hati

Al-Qur’an menekankan pentingnya hidup sederhana dan bermurah hati

kepada sesama, sebagaimana dinyatakan dalam beberapa ayat berikut: Dan

janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah

kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.

Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rizki kepada siapa yang Dia kehendaki

dan menyempitkannya. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha

Melihat akan hamba-hamba-Nya (QS. Al-Isra: 29-30).

2) Keberanian

Al-Qur’an menghargai keberanian dan mencemooh sikap pengecut. Ini

tampak dalam beberapa ayat berikut: Mengapakah kamu tidak memerangi

orang-orang yang merusak sumpah (janji)-nya, padahal mereka telah keras


kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama kali memulai

139 memerangi kamu? Mengapa kamu takut kepada mereka padahal Allah-lah

yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman.

Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan)

tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menilong kamu

terhadap mereka. Dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin dan

Allah menerima taubat orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Mengetahui

lagi Maha Bijaksana (QS. At-Taubah:13-15).

3) Kesetiaan dan Amanah

Kesetiaan (wafa) dan keterpercayaan (amanah) merupakan ciri nilai

paling tinggi dan paling nyata pada masyarakat Arab Islam maupun pra-Islam.

Al-Qur’an menyebutkan: Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia

kepadamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di

atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat

ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri 140 dan barangsiapa

menaati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang

besar (QS. Al-Fath: 10)

4) Kejujuran

Kejujuran yang terambil dari kata sidq adalah berkata benar. Ciri orang

jujur adalah tidak suka bohong, meski demikian jujur yang berkonotasi positif

berbeda dengan jujur dalam arti lugu dan polos yang terkandung di dalamnya

konotasi negatif. Jujur di sini bukan dalam arti mau mengatakan semua yang

diketahui apa adanya, tetapi mengatakan apa yang diketahui sepanjang

membawa kebaikan dan tidak menyebutnya (bukan berbohong) jika

diperkirakan membawa akibat buruk kepada dirinya atau orang lain.Kejujuran


termasuk salah satu moral yang diajarkan oleh al-Qur’an: Hai orang-orang

yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama-sama

orang-orang yang benar (jujur) (QS. At-Taubah: 119).

5) Kesabaran

Al-Qur’an menekankan pentingnya kesabaran dalam menjalankan

perintah Allah, atau ketika seseorang mendapati musibah atau sedang berada

pada posisi yang tidak menguntungkan.

c. Urgensi Al-Qur’an Dalam Penataan Kehidupan Sosial Kemasyarakatan

Dalam pengalaman kehidupan beragama, Farid Esack (selanjutnya ditulis

Esack) sedikit banyak menemukan bahwa hampir semua rumah orang Islam

dilengkapi dengan beberapa ayat al-Qur’an dalam berbagai model kaligrafi baik

untuk memperindah rumah maupun sebagai tolak bala. Meskipun sang penghuni

kadang tidak tahu-menahu makna dari kaligrafi yang digantung tersebut.

Pengalaman Esack membuktikan, suatu ketika ia meliahat suatu bait yang indah

dalam bahasa Urdu tergantung di dinding sebuah rumah di Cape Town.

Bagi umat Islam, al-Qur’an itu hidup dan seakan-akan mempunyai jiwa

layaknya seorang manusia. Hal ini dapat ditunjukkan dari beberapa keyakinan dari

umat islam itu sendiri bahwa diantaranya: al-Qur’an mengawasi kita dan akan

memberi kesaksian kelak di hari pembalasan. Mahmoud Ayyub sebagaimana yang

dikutip Farid Esack menjelaskan sebagai berikut:

“Meskipun al-Qur’an mengambil bentuk dan karakter seperti ucapan

manusia, “dalam esensinya, Ia tetap menjadi ‘produk langit’ yang bebas dari

batasan-batasan yang dimiliki suara dan tulisan manusia, karena al-Qur’an adalah

pertemuan antara eksistensi manusia dan transendensi wahyu Tuhan, maka Ia

dikaruniai jiwa layaknya manusia, dibekali perasaan dan emosi siap untuk
mengahadapi orang-orang yang meninggalkannya semasa hidupnya dan untuk

bersaksi bagi mereka yang hidup dengan mengamalkan ajaran-ajarannya dihari

kebangkitan. (Ensiclopedia Of Religion, ‘lihat’ al-Quran 176 ).

Selain keyakinan akan memberikan kesaksian pada hari kiamat, Umat

islam juga percaya akan kemukjizatan dan kekuatan yang ditimbulkan dari al-

Qur’an sebagai contoh, banyak dinegara-negara atau tempat-tempat memakai

suatu ayat yang terdapat dalam al-Qur’an sebagai jimat untuk menjauhkan diri

dari segala macam penyakit, penolak bala’, sementara ada juga yang memakai

beberapa ayat yang ditempelkan baik itu ditemboknya semisal ayat kursi yang

mereka sebut sebagai ayat singgasana.

Al-Qur’an berada dalam jantung kehidupan agama islam, meskipun umat

islam menjadi heterodoks”, Seperti pengikut Ismaili yang mungkin percaya bahwa

pangeran Karim al-Husaini, Sang Agha Khan adalah refleksi al-Qur’an yang

hidup, ‘yang lebih baik dari petunjuk yang tertulis’. Dari kalangan sampai sufi

dari ibu rumah tangga yang ingin melipatgandakan makanan demi member makan

banyak muluut sampai anak-anak yang takut pada anjing yang sedang mendekat.

Dari modernis liberal sampai yang radikal dan revoliusioner, dari ulama’

terdahulu yang puritan sampai Kalashnikov al-Qur’an menyediakan petnujuk

untuk mereka semua. Dalam bahasanya Ernest Geller “Jika kristianitas merupakan

refleksi Bibel, maka Islam adalah refleksi al-Qur’an.

Pembicaraan panjang lebar mengenai al-Qur’an sebagai bacaan yang lebih

banyak dibaca daripada sebagai teks tertulis atau teks yang terbaca, sebagaimana

yang ditunjukkan oleh William Graham (1984) dan fazlurrahman (1996), dapat

ditemukan dalam makna kata Qur’an itu sendiri, dalam cara umat islam

memandang teks al-Qur’an itu sendiri. Namun, pengguanaan Proper noun qur’an
dalam al-Qur’an secara fundamental cenderung mengacu pada realitas lisan dan

aktif yang terus berlangsung daripada sebuah naskah “tertulis dan tertutup”

sebagaimana refresentasi dari kata Masahif (naskah tertulis) namun al-Qur’an

terbuka untuk ditafsiri baik lewat etika, budaya dan teori (Graham, 1984. 73).

Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan terdapat beberapa urgensi yang

berhubungan dengan nilai – nilai al Qur’an dalam kehidupan sehari – hari. Salah

satu contohnya seperti :

a) Dalam Kehidupan Pribadi

 Meningkatkan ketekunan dalam mempelajari Al-Qur'an dan hadis.

 Mempelajari ayat-ayat kauniyah (alam semesta) dalam rangka

meningkatkan keimanan.

 Memanfaatkan waktu luang untuk menguasai suatu bidang

ketrampilan untuk bekal masa depan.

 Memiliki semangat keilmuan yang tinggi untuk kepentingan dunia

dan akhirat.

 Memperbanyak bergaul dengan orang saleh.

b) Dalam Kehidupan Keluarga

Penerapan Al-qur'an dan hadis dalam keluarga, sebagai seorang

anak kalian harus:

 Menaati bimbingan dan anjuran kedua orang tua.

 Menjaga amanah kedua orang tua.

 Menjaga nama baik kedua orang tua.

 Mendoakan kebaikan bagi orang tua.

 Mengamalkan ilmu-ilmu yang sudah diperoleh.

c) Dalam Kehidupan Bermasyarakat


 Ikut berperan aktif dalam kehidupan masyarakat selama tidak

melanggar Norma-norma agama.

 Menjaga diri dari perilaku yang dapat menimbulkan keresahan

dalam masyarakat, baik ucapan, perbuatan, maupun tingkah laku.

 Menjaga kerukunan dan gemar menolong

 Rela berkorban demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang

harmonis.

 Gemar bermusyawarah dalam menghadapi setiap permasalahan

dalam masyarakat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak boleh lepas dari nilai-nilai yang ada

dalam Al-quran, baik itu dalam lingkup keluarga maupun masyarakat sebab al-quran

diturunkan oleh Allah sebagai petunjuk serta pedoman bagi manusia di alam dunia

ini. Ulama tradisionalis umumnya beranggapan bahwa memahami al-Qur’an

merupakan tugas mereka, akan tetapi sedikit sekali dari mereka yang berani

memberikan pemahaman yang seksama terhadap al-Qur’an ataupun terlibat dalam

suatu studi yang sistematis dan terus menerus terhadap al-Qur’an. Karena

mengagungkan al-Qur’an dan khawatir akan membuat kesalahan-kesalahan dalam

menafsirkannya, kajian-kajian disini hanya sebatas pengkajian tafsiran ulama’ klasik

ortodoks semisal Ibnu Katsir atau Ma’arifah al-Qur’an karya Muhammad

Syafi’(w.1976). sebagian ulama’ bahkan beranggapan bahwa para mufassir klasik

ortodoks itu memang husus diciptakan untuk menafsirkan al-Qur’an. Mengabaikan

para mufassir ini menurut mereka akan membawa pada kesesatan (al-dalal) dan

kebatilan yang selanjutnya akan menimbulkan rusaknya ‘iman’.

Disisi lain juga terdapat kaum modernisme (pembaharu) yang berusaha

mengenyam pendidikan barat untuk menemukan jawaban berbagai problematika umat

islam saat ini yang semakin kompleks, menurutnya ulama’ kalasik ‘gagal’ dalam

menjawab persoalan umat islam tersebut, Abu zaid dalam hal ini yang sangat

mendukung “dobrakan” pemikiran kaum modenisme. Sebagian besar anggota dari

kelompok ini adalah pebisnis yang terdidik di institusi-institusi barat. Karena secara

emosional berkomitmen terhadap islam, mereka mengalami apa yang digambarkan


oleh Rahman sebagai “gejolak yang diakibatkan oleh dampak pemikiran-pemikiran

penting barat modern terhadap tradisi islami.

B. Saran
Kajian ini hanya terbatas pada masalah faktor dan dampak dari ketimpangan

sosial serta solusi yang pernah dilakukan dalam perspektif urgensi al – quran pada

kehidupan sehari-hari, sehingga masih sangat dimungkinkan untuk dikembangkan

pada kajian serupa dengan mengkaji sisi-sisi lainnya dan menggunakan perspektif

yang lain pula.


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari. (1992). Shahih al-Bukhari (5th ed.). Dar al-

Kitab al- ‘Ilmiyyah.

Abi Fada’ Ibnu Katsir Ad-Dimasyqy. (2006). Tafsir Al-Quran Al-Adzim. Dar al-Kutub al-

Ilmiyah.

Abu Isa Muhammad At-Tirmidzi. (2003). Sunan Tirmudzi. Dar al-Fikr.

Adeni, A., & Lestari, W. (2020). Studi Kritis atas Dominasi Politik dalam Penulisan Sejarah

Islam menuju Sejarah Utuh dari Perspektif The New History. JUSPI (Jurnal Sejarah

Peradaban Islam), 3(2). https://doi.org/10.30829/juspi.v3i2.6777

Ahyuni, A. (2019). Konteks Hijrah Nabi Muhammad saw dari Mekkah ke Madinah Melalui

Dakwah Individual ke Penguatan Masyarakat. Mamba’ul ’Ulum, 15(2).

https://doi.org/10.54090/mu.18

Al-Naisaburi, M. bin al-H. (1991). No Title (3rd ed.). Darul Kutub al-ilmiah

Akhirudin, A. Dakwah Islam Kontemporer Kajian Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi. Jurnal

Dakwah: Media Komunikasi dan Dakwah, 22(1), 1-44.

Aprina, D., Mansyur, M. H., & Abidin, J. (2023). Pengelolaan Kelas Dalam Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam di SDN Anggadita 01. Innovative: Journal Of Social Science

Research, 3(3), 6544-6553.

Bahruddin, U., Ramadhan, M. F., Halomoan, H., Alzitawi, D. U. D. M., & Hamid, M. A.

(2021). The Quality Improvement of Interaction Indicators in Arabic Language

Learning for Higher Education. Izdihar : Journal of Arabic Language Teaching,

Linguistics, and Literature, 4(1). https://doi.org/10.22219/jiz.v4i1.15919


Bakar, A. (2014). NUZUL AL-QUR’AN; Sebuah Proses Gradualisasi. Madania: Jurnal

Ilmu-Ilmu Keislaman, 4(2), 230-248.

Fadullah, dkk. (2023). Esensi Islam Inspirasi Pendidikan Karakter dan Pendalaman Islam.

Serang. Bab V. Hal 80

Fabriar, S. R. (2019). Urgensi Psikologi Dalam Aktivitas Dakwah. An-Nida: Jurnal

Komunikasi Islam, 11(2).

Firdausiyah, U. W. (2021). Urgensi Ma’na-Cum-Maghza di Era Kontemporer: Studi

Penafsiran Sahiron Syamsuddin atas Q 5: 51. Contemporary Quran, 1(1), 29-39.

Idris, M., Mokodenseho, S., Willya, E., & Otta, Y. A. (2022). Urgensi pendidikan Islam

dalam pelestarian lingkungan. Journal of Islamic Education Policy, 7(1).

Istianah, I., & Maslahat, M. M. (2022, November). Urgensi Meneladani Akhlak Rasulullah di

Era Disrupsi. In EAIC: Esoterik Annual International Conferences (Vol. 1, No. 01).

Kamal, T. (2019). Urgensi Studi Teologi Sosial Islam. Al-Hikmah: Jurnal Dakwah Dan Ilmu

Komunikasi, 22-38.

Khaerul, K. U., Asisah, N., Muttaqin, Z., Anam, M. M., & Aziza, R. R. (2022).

PENINGKATAN KUALITAS TAMAN PENDIDIKAN AL-QUR'AN (TPQ)

MELALUI METODE PARTICIPATORY ACTION RESEARCH (PAR). Jurnal

Pendidikan dan Pengabdian Masyarakat, 5(4), 411-416.

Mustofa, M. B., & Wuryan, S. (2020). Urgensi Komunikasi Interpersonal Dalam Al-Qur’an

Sebagai Pustakawan. Al-Hikmah Media Dakwah, Komunikasi, Sosial dan

Kebudayaan, 11(2), 85-94.

Pancasilawati, A. (2012). Urgensi Kaidah Fikih dan Aplikasinya Terhadap Masalah-Masalah

Sosial. FENOMENA, 4(2).


Riswanti, Y. (2008). Urgensi Pendidikan Islam dalam Membangun Multikulturalisme. Jurnal

Kependidikan Islam Vol 3, No. 2, Juli-Desember 2008.

Risieri Frondizi, 2001, Pengantar Filsafat Nilai, Yogjakarta : Pustaka Pelajar

Subarkah, M. A., & Kurniyati, E. (2021). Implementasi Sikap Kesalehan Spiritual Dan Sosial

Pada Mata Kuliah Al-Islam Dan Kemuhammadiyahan. Tadarus Tarbawy: Jurnal

Kajian Islam dan Pendidikan, 3(1).

Widodo, A. (2019). Urgensi bimbingan keagamaan islam terhadap pembentukan keimanan

mualaf. Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam, 1(01), 66-90.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai