Anda di halaman 1dari 18

PEMIKIRAN IBNU RUSYD DAN RELEVANSINYA TERHADAP

PENDIDIKAN DI ERA MODERN

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Karya Islam dan Ilmu Pengetahuan
DosenPengampu Mata kuliah: Siswo Winoto M.Pd.

OLEH:
KELOMPOK 6
1. Rosa Aulia
2. Siti Rohani
3. Sri Marsini
4. Sri Utami
5. Suhadah
6. Tia Nur Kholifah
7. Wahyu Adi Oktaviangsah
8. Yuniarti
9. Zahro Atun Nafsiyah
10. Maratus Solekah
11. Alvin N

PROGRAM STUDI MPI PGMI DAN PIAUD


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) AL-HIKMAH
BUMI AGUNG - WAY KANAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Islam dan Ilmu
Pengetahuan yang diampu oleh bapak Siswo Winoto, M.Pd dengan judul Pemikiran Ibnu
Rusyd dan Relevansinya terhadap Pendidikan di Era Modern. Shalawat serta Salam
disampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, semoga mendapatkan syafa’at-
Nya di hari akhir nanti.
Penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan, dan kerjasama dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Penyusun hanya dapat memohon dan
berdoa atas segala bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan, dan do’a yang telah
diberikan menjadi pintu datangnya Ridho dan Kasih Sayang Allah SWT di dunia dan akhirat.
Aamiinya Rabbalalamiin.
Penyusun menyadari bahwa makalah yang penyusun sajikan ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun butuhkan dan
harapkan untuk menyempurnakan makalah ini dimasa yang akan dating .Atas perhatian serta
masukan yang diberikan,penyusun mengucapkan terima kasih.
Penyusun berharap semoga makalah ini akan membawa manfaat yang sebesar-
besarnya khususnya bagi penyusun dan bagi pembaca pada umumnya.

Bumi Agung November 2023


Penyusun,

KELOMPOK 6
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL......................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 3
1.3 TujuanPenelitian........................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 6
2.1 Biografi Ibnu Rusyd .............................................................. 7
2.1.1 Riwayat Hidup Ibnu Rusyd ...................................... 8
2.1.2 Karya-karya Ibnu Rusyd .......................................... 8
2.1.3 Pengaruh Ibnu Rusyid terhadap dunia barat............. 8
2.2 Pemikiran Ibnu Rusyid terhadap Pendidikan .........................9
2.2.1 Wahyu dan pengetahuan sebagai sumber realitas ... 10
2.2.2 Metode penaralan Ibnu Rusyd ................................. 10
2.2.3 Penerapan Konsep Burhani dalam pendidikan
Islam ........................................................................ 10
2.3 Relevansi Pemikiran Pendidikan Ibnu Ruysd di Era
Modern .................................................................................. 11

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 16


3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 17
3.2 Saran ................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 19
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejatinya para pemikir tokoh Islam selalu melengkapi dirinya dengan berbagai
kompetensi, dan selalu berusaha untuk menguasai berbagai disiplin ilmu yang dapat
menghantarkannya pada kebenaran. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas diri
sekaligus berupaya untuk memajukan Islam. Islam memiliki pandangan yang cukup luas,
komprehensif terhadap ilmu pengetahuan. Ilmu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
terpisahkan dengan kehidupan setiap manusia. Untuk itu, ilmu pengetahuan menjadi sangat
penting untuk dipelajari, dipahami, dan dikuasai.
Banyak tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam filsafat Islam salah satu di antaranya
yaitu Ibnu Rusyd. Ia sangat berpengaruh terhadap pemikiran filsafat, keagamaan, dan
cabang ilmu pengetahuan. Ibnu Rusyd merupakan seorang filsuf Islam dibelahan dunia
Barat. Ia merupakan seorang filsuf yang telah berhasil memberikan pengaruh besar pada
orang-orang Yahudi dan Nasrani daripada muslim Asia. Ibnu Rusyd sangat dikenal
sebagai komentator Aristoteles yang mana sebagian pemikiran Ibnu Rusyd
mengacu pada tokoh tersebut (Aristoteles). Melihat kenyataan majunya peradaban Barat
sebenarnya tidak terlepas dari sumbangan peradaban Islam yang telah dikembangkan
oleh tokoh-tokoh saintis dan filusuf muslim. Pada saat itu orang-orang Barat banyak sekali
mengadopsi pemikiran-pemikiran dari para failusuf muslim kemudian mereka membangun
peradaban sendiri setelah mendapat sentuhan dari peradaban Islam.
Berdasarkan dari beberapa pemaparan tersebut diatas, maka dari itu pentingnya
untuk mempelajari lebih dalam tentang tokoh-tokoh pemikir Islam yang telah banyak
memberikan sumbangsih terhadap ilmu pengetahuan, baik itu dalam bidang pendidikan
maupun bidang lainnya yang mendukung. Pada studi ini fokus pembahasan yang akan
dibahas yaitu biografi tokoh, pemikiran Ibnu Rusyd dalam pendidikan Islam serta
bagaimana relevansinya bagi dunia pendidikan modern saat ini.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan Masalah pada makalah ini yaitu untuk mengetahui:
I.2.1 Bagaimana Biografi Ibnu Rusyid?
1.2.2 Bagaimana Pemikiran Ibnu Rusyid Terhadap Pendidikan?
1.2.3 Bagaimana Relevansi pemikiran Ibnu Rusyd Terhadap Dunia pendidikan moderen saat
ini?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
I.3.1 Untuk mengetahui bagaimana biografi Ibnu Rusyid,
I.3.2 Untuk Mengetahui Bagaimana Pemikiran Ibnu Rusyid terhadap Pendidikan, dan
I.3.3 Untuk Mengetahui Bagaimana Relevansi Pemikiran Ibnu Rusyid tersebut Terhadap
dunia pendidikan saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Biografi Ibnu Rusyd


2.1.1 Riwayat Hidup Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd, nama lengkapnya Abu Al-Walid Muhammad Ibnu Ahmad bin
Muhammad bin Ahmad bin Rusyd, yang terkenal di Eropa pada abad pertengahan dengan
nama Averroes. Ibnu Rusyd, salah seorang filosof besar Arab, dilahirkan di Cordova pada
520 H/1126 M. Dari keluarga bangsawan yang dikenal sangat tertarik dengan ilmu
pengetahuan. Kakeknya yang menjabat sebagai hakim Cordova meninggalkannya sebuah
pemikiran penting. Bapaknya yang juga menjabat sebagai hakim Cordova, sebagaimana
kakeknya, melanjutkan tradisi perhatian dan kesibukannya dalam dunia keilmuan.
Hal ini mencerminkan ketajaman otak sang kakek yang kemudian diwarisi oleh
cucunya, Ibnu Rusyd. Beliau menjabat sebagai hakim pada saat hubungan politik penting
antara Andalusia dan Marrakesy. Sang kakek meninggal pada tahun 520 H, satu bulan
sebelum kelahiran cucunya. Ibnu Rusyd tumbuh dan berkembang di Cordova. Ia belajar fikih,
matematika dan kedokteran. Sebelum menjadi hakim di Cordova ia menjabat di Sevilla.Ibnu
Rusyd mengajar hukum dan kedokteran di Cordova.
Pada awalnya Ibnu Rusyd mendapat kedudukan yang baik dari Khalifah Abu Yusuf
al-Mansur (memerintahnya 1148-1194 M) sehingga pada saat itu Ibnu Rusyd menjadi raja
segala pemikiran, tidak ada pendapat kecuali pendapatnya, dan tidak ada kata kecuali kata.

2.1.2 Karya-Karya Ibnu Rusyd


Sebagai seorang ulama besar dan komentator terhadap filsafat Aristoteles serta gemar
terhadap ilmu, sosok Ibnu Rusyd sukar dicari bandingannya. Kerana beliau sejak kecil,
rameja dan bahkan sampai tuanya beliau selalu haus dengan ilmu pengetahuan bahkan Ibnu
Rusyd ditangannya (bacaannya) tidak pernah lepas, kecuali hanya pada malam ayahnya
meninggal dan malam perkawinannya. Lebih jelasnya dalam kitab at-Takmilah, Ibn alAbbar
menggambarkan kepribadian Ibnu Rusyd sebagai berikut:
Abul Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Ahmad Ibn Rusyd tidak pernah dilahirkan di
Andalus sebagai manusia yang sebanding dengannya dalam kesempurnaan, pengetahuan dan
kebajikan.. Meskipun dihormati dan ditinggikan, ia sangat rendah diri terhadap orang lain.
Ibnu Rusyd menulis ulasan dan merangkum sekitar sepuluh ribu lembar kertas. Ia menyukai
pengetahuan orang dahulu, sehingga dia menjadi pemimpin pada zamannya. Fatwafatwanya
dalam ilmu kedokteran dan fiqih menjadi pegangan para ulama baik pada masanya maupun
sesudahnya, di samping pengetahuannya yang luas dalam bahasa Arab dan sastra. Oleh
karena itu, bahwa Ibnu Rusyd adalah seorang ulama dancendekiawan yang menguasai ilmu
pada masanya yang tercermin dari berbagai judul buku yang ditulisnya.
Di dunia Islam, filsafat Ibn Rusyd tidak memiliki pengaruh besar. Oleh karena itu
namanya tidak harus nama al-Ghazali. Bahkan, karena kandungan falsafahnya yang dianggap
sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam pada umumnya, maka Ibnu Rusyd dianggap
sebagai seorang zidik. Karena pendapatnya dia juga diasingkan oleh Khalifah Abu Yusuf
(Pengganti Abu Ya'kub), diasingkan ke Lucena (Alisana).
Karya-karyanya hampir semuanya dalam bahasa Latin dan Ibrani yang merupakan
terjemahan dari kitab-kitab aslinya yang ditulis dalam bahasa Arab. Sebagian besar kitab
aslinya telah hilang, kecuali sepuluh kitab tentang filsafat, tiga kitab fiqih dan dua kitab
kalam.
Sebagai seorang filsuf yang cerdas, beliau adalah seorang penulis yang produktif,
Ibnu Rusyd telah menghasilkan banyak karya di berbagai disiplin ilmu lainnya. Menurut
Ernest Renan (1823-1892) karya-karya Ibnu Rusyd mencapai 78 judul yang terdiri dari 39
judul filsafat, 5 judul ilmu kalam, 8 judul ilmu fiqih, 20 judul ilmu kedokteran, 4 judul ilmu
falak, matematika dan astronomi 2 judul. tentang sains dan sastra. Sebagai seorang filosof
Islam di dunia Islam barat, Ibnu Rusyd juga telah membuat karya dalam tulisan-tulisannya.
Karya-karya Ibnu Rusyd benar-benar mengandung sudut pandang terhadap filsafat.Di antara
karya-karya Ibnu Rusyd yang terkenal adalah:
1. Tahafut al-tahafut, karya ini terkenal dalam lapangan ilmu filsafat dan ilmu kalam. Kitab
ini merupakan pembelaan Ibnu Rusyd terhadap kritikan Al-Ghazali terhadap para filosof dan
masalah-masalah filsafat dalam bukunya yang berjudul Tahafut al-Falasifah.
2. Al-Kasyf ‘an Manahij al-‘Addillah fi ‘Aqaid ahl al-Milah. Dalam kitab ini menguraikan
metode-metode demonstratif yang berhubungan dengan keyakian pemeluk agama.
3. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, karya ini merupakan fiqh Islam yang
berisi perbandingan mazhab (aliran-aliran dalam fiqh dengan menyebutkan alasan
masingmasing).
4. Fashl al-Maqal Fi Ma Baina al-Himah Wa asy-Syirah Min alIttishal. Kitab ini
menjelaskan adanya persesuaian antara filsafat dan syari’at.
5. Al-Mukhtashar al-Mustashfa fi Ushul al-Ghazali, ringkasan tas karya al-Mustashfa al-
Ghazali.
6. Risalah al-Kharaj, dalam kitab ini menjelaskan tentang perpajakan.
7. Kitab al-Kulliyah fi al-Thibb, karya ini berisi ensiklopedia kedokteran.
8. Dhaminah li Mas’alah al-‘Ilm al-Qadim, Kitab apendiks mengenai ilmu qadimnya Tuhan
yang terdapat dalam buku Fashl al-Maqal.
9. Al-Da’awi, karya ini menjelaskan tentang hukum acara di pengadilan.
10. Makasih al-Mulk wa al-Murbin al-Muharramah, Kitab berisi tentang perusahaan-
perusahaan negara dan sistem-sistem ekonomi yang terlarang.
11. Durusun fi al-Fiqh, karya ini yang membahas beberapa masalah fiqh.
Karya-karya tersebut di atas merupakan karya asli pemikiran Ibnu Rusyd. Selain itu,
Ibnu Rusyd juga menghasilkan ulasan atau komentar terhadap karya-karya filosof
sebelumnya seperti Ibnu Sina, Plato, Aristoteles, Galen dan Porphiry, seperti karyanya yang
berjudul: Urjazah fi al-Thibb, Kitab al-Hayawan, Syarh al-Sama.

2.1.3 Pengaruh Pemikiran Ibnu Rusyd Terhadap Dunia Barat


Ibnu Rusyd adalah seorang Muslim yang lahir di Barat. Beliau diabaikan oleh umat
Islam di Timur. Pengaruh Ibnu Rusyd ke dunia Barat jauh lebih besar dibanding dunia Islam.
Kenyataan yang tidak terbantahkan bahwa kemajuan peradaban Barat (Eropa) sejak abad ke-
12 tidak terlepas dari sumbangan peradaban Arab Islam yang dikembangkan oleh tokoh-
tokoh filosof saintis muslim.
Orang Barat belajar dari umat Islam serta membangun peradabannya setelah
mendapatkan sentuhan peradaban Islam. Oleh karena itu, Gustave Lebon mengakui bahwa
bangsa Arablah yang menyebabkan Barat memiliki peradaban, mereka menjadi imam Barat
selama enam abad. Demikian pula Rom Landau menegaskan bahwa dari Arab-muslimlah
orang Barat belajar berpikir secara objektif dan logis. Orang-orang Arab telah membuka mata
Barat untuk belajar bertoleransi serta meningkatkan toleransi terhadap minoritas. Hal ini
membawa Barat pada kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan.
Pengaruh besar Ibnu Rusyd tidak lepas dari metode dan pendekatan yang digunakan
dalam pemikiran filosofisnya. Ibnu Rusyd yang datang di tengah penguasaan dogma agama
dan konflik besar agama (wahyu) dan filsafat (pemikiran) mendamaikan agama dan wahyu
atau menyatukan kontradiksi-kontradiksi tersebut dengan memperkenalkan argumen-
argumen yang dapat diterima akal dan ulama. Tujuan bersama dalam mencari kebenaran
menjadi senjata dalam menciptakan benang merah konflik antara agama dan filsafat. Sebagai
seorang Muslim, Ibnu Rusyd dalam filsafatnya mengedepankan pembenaran al-Quran
(agama) terhadap filsafat.
Banyak ilmuwan, filosof, dan ilmuwan Barat telah belajar dari para filosof dan
ilmuwan Muslim. Banyak ilmuwan dan filosof. Muslim terkemuka Abad Pertengahan
mendapat tempat terhormat di antara para sarjana Barat. Namun, filosof dan pemikir muslim
yang dikira sangat mempengaruhi dalam proses transfer ilmu serta filsafat Islam ke Barat
merupakan Ibnu Rusyd.
Rasionalitas filsafat Ibnu Rusyd justru membawa angin segar bagi dunia Eropa,
bahkan mampu membebaskan Eropa dari cengkeraman hegemoni gereja. Kedatangan filsafat
Ibnu Rusyd telah menyulut api revolusi yang menuntut pemisahan ilmu dari agama. Ibnu
Rusyd, dengan kemampuannya mengomentari karya-karya Aristoteles, telah menghidupkan
kembali budaya pemikiran yang telah lama redup dalam peradaban itu. Kesadaran akan
urgensi rasio dalam memahami ayat-ayat Allah mulai berkembang produktif di Eropa.
Kristen dan Yahudi mulai mengenal harmonisasi antara agama dan filsafat. Dalam sejarah
Barat para teolog rasionalis menjadi simbol perlawanan terhadap gereja yang sangat
hegemonik.
Selanjutnya semenjak abad ketiga belas dan abad-abad berikutnya, setelah orang
Eropa giat mempelajari budaya dan sejarah, tidak terdapat orang eropa yang ketika
mendengar nama Ibnu Rusyd disebut-sebut, kecuali beliau mengenalnya dan terkagum-
kagum, meskipun beliau tidak tergolong filsuf maupun ilmuwan. Setelah abad ketiga belas
tidak ada aliran filsafat di Eropa, kecuali sedikit yang bersandar kepada peradaban Ibnu
Rusyd, baik dengan mengkaji peradaban-peradaban tersebut secara langsung. Orang Yahudi
dan Kristen Orang Yahudi dan Kristen mengenal Ibnu Rusyd sebagai penjelas atau
komentator filsafat Aristoteles. Dante dalam Divine Comedy-nya, mengatakan bahwa Ibnu
Rusyd adalah komentator terbesar tentang filsafat Aristotelian pada masanya.

2.2 Pemikiran Ibnu Rusyd Terhadap Pendidikan


2.2.1 Wahyu dan Realitas sebagai Sumber Pengetahuan
Ibnu Rusyd mendefinisikan ilmu sebagai pengenalan tentang suatu objek dengan
adanya sebab dan prinsip-prinsip yang melingkupinya. Objek- objek pengetahuan
terdiri atas dua macam, yaitu: objek-objek inderawi dan objek-objek rasional. Dua macam
bentuk objek ini masing-masing melahirkan ilmu yang berbeda. Objek-objek inderawi
melahirkan ilmu fisika (sains) sedangkan objek-objek rasional melahirkan atau
memunculkan filsafat. Sehingga dapat dibuktikan bentuk-bentuk pengetahuan manusia
sains dan filsafat tidak dapat terlepas dari dua macam bentuk objek tersebut.
Secara tegas Ibnu Rusyd menyatakan bahwa dua bentuk objek itulah yang menjadi
sumber pengetahuan manusia. Pernyataan ini dikemukakan sekaligus untuk membedakan
antara ilmu Tuhan dan pengetahuan manusia. Pengetahuan Tuhan sangat berbeda
dengan pengetahuan manusia meskipun sama-sama berkaitan dengan suatu objek. Perbedaan
tersebut terletak pada kenyataan bahwa pengetahuan manusia didasarkan pada pengamatan
dan penelitiannya pada wujud suatu objek material maupun rasional, sehingga dianggap
temporal, sedangkan pengetahuan Tuhan justru menjadi penyebab dari munculnya wujud-
wujud objek sehingga bersifat qadim.
Sumber pengetahuan dalam perspektif Ibnu Rusyd terdiri atas dua macam,
yaitu: realitas-realitas wujud dan wahyu. Dua bentuk sumber pengetahuan ini melahirkan
disiplin ilmu yang berbeda. Realitas wujud melahirkan ilmu dan filsafat sedangkan wahyu
melahirkan atau memunculkan ilmu-ilmu keagamaan.

2.2.2 Metode Penalaran Ibnu Rusyd

Sebagai seorang filosof Ibnu Rusyd berpendapat bahwa metode burhānī ialah
sebuah metode yang kuat dan lebih unggul jika dibandingkan dengan metode-metode yang
lain, metode ini biasa digunakan dalam ilmu filosofis. Akan tetapi, metode ini bukan
monopoli ilmu-ilmu filosofis namun dapat juga digunakan dalam ilmu-ilmu keagamaan.
Ibnu Rusyd menyatakan bahwa teks suci sebagai sumber ilmu keagamaan dapat
didekati lewat metode retorik (khaṭṭābī), dialektik (jadalī) maupun demonstrasi (burhānī).
Retorik merupakan sebuah metode penalaran yang lebih mendasarkan diri pada apa yang
ditunjukkan oleh makna zhahir teks. Sementara itu, dialektik merupakan metode penalaran
yang lebih tinggi dari retorik. Metode ini tidak hanya memahami teks sebagaimana yang
ditunjukkan makna zhahirnya melainkan juga melakukan takwil atas ayat- ayat yang tidak
dapat dipahami secara lahiriah. Sedang demontrasi adalah metode yang lebih tinggi dari
dialektik, metode ini juga melakukan takwil atas teks-teks suci agar dapat dipahami dengan
rasional.
Metode penalaran burhānī gaya Ibnu Rusyd jika dilihat dari konsep pendidikan
Islam, ia menawarkan sebuah pergulatan pemikiran pendidikan dalam perspektif teori
pengetahuan yang mewakili salah satu epistemologi, yaitu: bayānī, ‘irfānī, dan burhānī.
Selama ini kita telah mengetahui bahwa teori pengetahuan dalam perspektif burhānī telah
dikemukakan oleh Ibnu Rusyd. Sementara perspektif bayānī telah dipresentasikan oleh para
fuqaha, yang terlembaga dalam diri Al-Ghazali. Sedangkan epistemologi ‘irfānī dihadirkan
oleh para pemikir tasawuf falsafi seperti al-Shuhrāwardī. Al-burhan dalam bahasa Arab
memiliki makna argument (al-ḥujjah) yang jelas (al-bayyinah) dan distinc (al-faṣl), dalam
bahasa Inggris yaitu demonstration, yang mempunyai akar bahasa Latin: demonstration
yang memiliki arti memberi isyarat, sifat, keterangan dan penjelasan. Dalam perspektif
logika, burhānī merupakan sebuah aktivitas berfikir yang dilakukan untuk menetapkan
kebenaran suatu premis dengan menggunakan metode penyimpulan, dan dengan
menghubungkan antara premis yang satu dengan premis yang lainnya secara nalar yang
dapat dibuktikan kebenarannya. Epistemologi burhānī yang memiliki akar pikiran dalam
filsafat Aristoteles, digunakan oleh Al-Jabiri sebagai sebutan terhadap sebuah sistem
pengetahuan yang menggunakan metode sendiri di dalam pemikiran dan mempunyai
pandangan dunia.
M. Qurraish Shihab berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh Mochamad
Hasyim (dalam Widia, 2020), jika burhānī dibandingkan dengan bayānī dan ‘irfānī,
maka dari ketiga epistemologi tersebut terdapat perbedaan. Bayānī menghasilkan
pengetahuan melalui proses analogi furu’ kepada yang asal yaitu menjadi teks (nas), ijma‟
dan ijtihad sebagai otoritas dasar dalam menghasilkan pengetahuan. Epistemologi ‘irfānī
mengahasilkan pengetahuan lewat proses penyatuan ruhani pada Tuhan. Sedangkan burhānī
menghasilkan pengetahuan melalui prinsip-prinsip logika atas pengetahuan sebelumnya yang
telah diyakini kebenarannya. Sebagai metodelogi maupun sebagai pandangan dunia, burhānī
lahir dalam alam pikiran Yunani, tepatnya dibawa oleh Aristoteles yang kemudian dibahas
secara sistematis dalam karyanya Organon. Aristoteles menggunakan metode analitis (taḥlīlī)
yaitu metode yang menguraikan pengetahuan sampai ditemukan dasar asal-usulnya.
Sedangkan muridnya sekaligus komentator utama Aristoteles yang bernama Alexander
Aphrodisi memakai istilah logika (manṭiq), istilah logika berganti nama menjadi burhānī
ketika ia masuk ke dunia Arab Islam.
Al-Jābirī sebagai pengikut Aristoteles, dalam hal ini menekankan bahwa setiap
yang burhānī pasti silogisme, akan tetapi silogisme itu belum tentu burhānī. Silogisme
yang burhānī bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan, bukan untuk tujuan tertentu.
Silogisme dapat dikatakan burhānī apabila memenuhi beberapa syarat yaitu mengetahui
proses sebab secara struktural, adapun proses tersebut terdapat tiga hal, pertama proses
eksprimentasi yakni pengamatan terhadap realitas; kedua proses abstraksi, yakni terjadinya
gambaran atas realitas yang telah diamati dalam pikiran; ketiga, ekspresi yakni
mengungkapkan realitas dalam bentuk kata-kata. Adapun arti dari silogisme sendiri yaitu
silogisme berasal dari bahasa Yunani yakni sillogismos, yang artinya mengumpulkan yang
menunjukkan kepada kelompok, penghitungan dan penarikan kesimpulan.
Namun, karena epistemologi burhānī tidak hanya murni bersumber kepada rasio
objek-objek eksternal, maka ia harus melalui tiga tahapan sebelum dilakukan silogisme,
sebagai berikut; pertama, tahap pengertian(ma‘qūlāt). Tahap ini merupakan tahap proses
abstraksi atas objek-objek eksternal yang masuk kedalam pikiran. Yaitu aktivitas berfikir
atas realitas hasil pengalaman, pengindraan, dan penalaran untuk mendapatkan suatu
gambaran. Berdasar pada sepuluh kategori yang telah diberikan Aristoteles yakni satu
substansi yang mampu untuk menopang berdirinya sembilan aksidensi diantaranya meliputi
kuantitas, kualitas, aksi, passi, keadaan, relasi, waktu, sikap, dan tempat.
Kedua, tahap pernyataan (ibarat), merupakan dalam rangkan mengekpresikan
pengertian dalam bentuk kalimat atau proposisi atas pengertian-pengertian yang ada.
Proposisi ini harus memuat subjek (mawḍū‘) dan predikat (maḥmūl) serta adanya relasi
keduanya. Ketiga, tahap ini merupakan tahap penalaran (taḥlīlāt). Pada tahap ini proses
pengambilan keputusan berdasarkan hubungan diantara premis-premis yang ada, disinilah
teradi silogisme. Dari pemaparan diatas, epistemologi burhānī menuntut penalaran yang
sistematis, logis, saling berhubungan dan konsisten terhadap premis-premisnya. Dengan ini
dapat dipahami bahwa sumber pengetahuan burhānī adalah rasio, bukan teks atau intuisi,
tatapi rasio inilah yang memberikan penilaian dan keputusan terhadap informasi yang
masuk melalui indera.

2.2.3 Penerapan Konsep Burhānī dalam Pendidikan Islam


Para filosof pendidikan dalam hal ini berusaha untuk mencari apa yang menjadi
hakikat serta masalah yang berkaitan dengan segala proses dalam pendidikan. Para filosof
ini bersungguh-sungguh untuk mendalami dan memahami konsep-konsep pendidikan itu
sendiri. Dengan ini dapat dikatakan bahwa filosof pendidikan termasuk orang yang telah
diharapkan dapat memberikan rancangan terhadap proses pendidikan suatu bangsa. Pola
pikir yang telah dihasilkan oleh filusuf diadaptasi oleh masyarakat terkhusus oleh para siswa
untuk memperoleh pengetahuan. Dalam konteks pendidikan Ibnu Rusyd mengadopsi
pemikiran dari Aristoteles, yang mana menurut Aristoteles pengetahuan itu didapat dari
rasional. Berangkat dari pemikiran Aristoteles maka Ibnu Rusyd mengemukakan teori
perspektif burhānī yang bersifat rasionalis. Karena epistemologi menuntut penalaran yang
logis, sistematis, saling berhubungan dan juga koheren dengan pengalaman yang ada,
maka hal yang semacam ini sangat diperlukan dalam pendidikan.
Oleh karena itu, dengan adanya kesesuaian antara pengalaman dan penalaran siswa,
maka diharapkan akan dapat meningkatkan pemahaman siswa secara mendalam. Apabila
antara pengalaman dan penalaran terdapat kesesuaian maka tujuan dari pengembangan
pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Sistem penalaran diatas dapat dipahami ketika kita
menyimak beberapa pikiran pokok dari Ibnu Rusyd, misalnya dalam bidang ilmu filsafat,
sebagai berikut.
Pertama, pengetahuan tentang Tuhan. Dalam pendapat yang dikemukakan oleh Ibn
Rushd terdapat pertanyaan: “Apakah Tuhan mengetahui segala rincian juz’iyāt?” untuk
menjawab pertanyaan ini Ibnu Rusyd mengacu pada pendapat Aristoteles yaitu dengan
pernyataan kepala Negara yang tidak mengetahui hal kecil di daerahnya. Pendapat
Aristoteles didasarkan atas suatu argumen “Tuhan al-muḥarrik, merupakan hal yang murni
bahkan juga merupakan akal yang tertinggi.
Kedua, amal perbuatan. Dalam masalah ini timbullah masalah mendasar yang
berkaitan dengan amal perbuatan, yaitu: bagaimanakah terjadinya alam ini dan amal
perbuatannya? Bagi yang termasuk kedalam golongan Agama maka sudah sangat jelas
jawabannya bahwa mereka akan mengatakan semua itu ialah ciptaan Tuhan. Namun
sebaliknya dari golongan filsafat pasti akan menjawab persoalan-persoalan tersebut
dengan akal pikiran. Sebagian dari mereka menyimpulkan bahwa materi itu azali, tanpa
adanya permulaan terjadinya. Dan ada juga yang mengemukakan pendapat bahwa materi itu
abadi. Aristoteles mengemukakan pendapatnya bahwa subtansi pertama dari materi itu
menyebabkan adanya substansi yang kedua. Hal ini membuktikan bahwa sebab akibat
penciptaan dan amal materi itu terletak pada diri materi itu sendiri. Ibn Rushd menerima
pendapat dari Aristoteles dan tidak lupa Ibnu Rusyd juga menjelaskan argumennya yaitu:
“jika seandainya Tuhan itu menjadikan segala sesuatu dan peristiwa yang ada ini, ma ka
akibatnya ide- ide tentang suatu sebab tidak akan ada artinya lagi. Padahal seperti yang
selalu kita lihat setiap harinya bahwa apapun yang terjadi pada alam ini senantiasa diliputi
oleh sebab dan akibat. Misalnya api yang dapat menyebabkan terbakar, dan air yang dapat
menyebabkan basah.”
Ketiga, keazalian alam. Dalam hal ini terdapat permasalahan sehingga
menyebabkan timbulnya pertanyaan “apakah alam ini ada permulaanya?” Ibnu Rusyd
menjawab pertanyaan itu dengan pernyataan bahwa alam ini azali (tanpa permulaan),
artinya terdapat dua hal yang azalī yaitu Tuhan dan alam. Hanya saja menurut Ibn Rushd
ke-azalī-an alam ini berbeda dengan keazalian Tuhan. Untuk membela pendapatnya Ibn
Rushd lalu mengeluarkan argumen “seandainya alam ini tidak azalī maka ia baru,
seharusnya ada yang menjadikannya dan yang menjadikannya itu juga harus ada yang
menjadikannya pula, demikianlah seterusnya.
Keempat, gerakan yang azali. Dalam hal ini gerakan merupakan suatu akibat yang
mempunyai sebab untuk mendahuluinya. Seandainya kita mencari sebab itu maka kita tidak
akan mungkin menemui yang namanya sebab penggeraknya, begitupun seterusnya. Oleh
karena itu, kita harus percaya bahwa sebab yang pertama ialah sesuatu yang tidak bergerak.
Gerakan ini dianggap tidak tidak ada awal dan akhirnya, dan penggerak utamanya ialah
Tuhan. Ibn Rushd mengungkapkan perkataannya dengan sebuah pernyataan “meskipun
Tuhan sebagai sebab utama atau penggerak yang paling utama, maka Dia hanyalah
menciptakan gerakan dengan akal pertama saja, sedangkan gerakan-gerakan yang timbul
selanjutnya disebabkan karena akal yang selanjutnya.
Kelima, akal yang Universal. Menurut Ibnu Rusyd akal itu seperti apa yang
diungkapkan oleh Ibnu Sīnā dan al-Farrābī ialah satu universal. Maka yang dimaksud bukan
saja “akal yang aktif” adalah Esa dan universal, tetapi “akal kemungkinan”, yakni reseptif
ialah esa dan universal, satu untuk semua orang.

2.3 Relevansi Pemikiran Pendidikan Ibnu Rusyd di Era Modern


Dapat diketahui bahwa epistemologi burhānī Ibnu Rusyd lebih menekankan pada
pendekatan ilmiah dalam memahami ilmu-ilmu tentang keagamaan atau fenomena
keagamaan. Namun terdapat implikasi antara ilmu pengetahuan menurut Ibnu Rusyd
terhadap pengembangan pendidikan Islam, sebagai berikut:
Pertama, pengembangan ilmu pengetahuan berbasis filsafat. Ibnu Rusyd mengatakan
bahwa ilmu pengetahuan yang sejati merupakan ilmu pengetahuan yang berdasarkan pada
pengenalan Allah SWT dan makhluk ciptaannya. Dengan ilmu maka seseorang akan
dihantarkan pada kebahagiaan akhirat. Berikut pernyataan yang diungkapkan oleh Ibnu
Rusyd,
Ilmu pengetahuan yang sejati adalah pengetahuan, dan pengenalan (ma‘rifah) kepada
Allah dan pengetahuan terhadap seluruh ciptaan- Nya sesuai dengan sebenar-benarnya,
sesuai dengan ciri-cirinya yang istimewa, pengetahuan tentang ilmu untuk kebahagiaan
akhirat dan kesengsaraan di akhirat.
Dari pemamparan argumen menurut Ibnu Rusyd di atas, dapat disimpulkan
bahwasannya dengan adanya pengamalan ilmu yaitu melakukan perbuatan-perbuatan
baik dapat membawa seseorang pada kebahagiaan dan menjauhkan dari keburukan. Apabila
ilmu pengetahuan itu didasarkan kepada pengenalan Allah dan makhluk ciptaan-Nya.
Kedua, penekanan rasionalisasi filsafat Islam. Menurut Ibnu Rusyd rasionalitas dan
aktivitas filsafat merupakan sumber ilmu pengetahuan yang utama. Beliau mengajukan
argumentasi dari beberapa ayat al-qur‟an yang dapat menunjukkan rasionalitas dan filsafat
sebagai suatu sumber ilmu pengetahuan. Menurutnya, Bagaimanakah dalam pandangan
syariat, tentang kegiatan berfilsafat? Artinya apakah ada dari sisi pemikiran syari‟at
berfilsafat itu dilarang, atau perintah, atau dianjurkan, atau bahkan diwajibkan? Faslsafah
tidak lebih dari sebuah kegiatan berfikir tentang segala yang ada hakikatnya. Dan
falsafah merupakan pengembaraan pemikiran untuk mencari hakikat segala sesuatu yang ada
dan nyata yang dapat memberi kesimpulan akhir bahwa sesuatu yang diciptakan mempunyai
penciptanya, semakin mengetahui akan penciptaan suatu yang wujud (alam semesta), maka
semakin kenal kepada penciptanya. Dari sini falsafah sebagai kegiatan berfikir untuk
mengetahui penciptaan alam semesta, yang berujung pada pengenalan penciptanya,
syariat tidak melarangnya, bahkan memotivasi setiap manusia untuk berfilsafat untuk lebih
mengenal sang pencipta.
Dari argumentasi Ibnu Rusyd di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwasannya
filsafat merupakan tidak lebih dari sebuah kegiatan berfikir mendalam tentang sesuatu
yang ada hakikatnya. Falsafah menurut Ibn Rushd ialah mencari hakikat yang
sesungguhnya sehingga dapat memberikan kesimpulan bahwa segala sesuatu yang ada
berdasar atas penciptanya. Dalam hal pemikiran seperti ini maka syariat tidak melarangnya,
bahkan selalu memotivasi manusia untuk berfikir filsafat demi untuk mengenal
penciptanya.
Ketiga, pembelajaran berbasis penelitian, penalaran, dan keagamaan. Konsep
penalaran burhānī ketika melihat realitas itu menggunakan sudut pandang yang nyata dan
eksperimental. Teks bukanlah bahasa tetapi teks harus dipahami dan dimaknai pada
implementasi eksperimental melihat realitas. Kaitannya dengan proses pembelajaran di
Indonesia, lebih baik peserta diajak untuk melihat realitas. Sebagai contohnya setiap
peserta didik diajak untuk belajar langsung dengan alam sekitar dan mengarahkan peserta
didik untuk meneliti serta menggunakan seluruh panca indranya untuk mengetahui
sumber pengetahuan dan keberadaan penciptanya. Hal ini sejalan dengan pandangan Ibn
Rushd bahwa alam semesta ini terdapat hukum-hukum kasualitas dan kosmos sebagai
sumber pengetahuan manusia.
Ibnu Rusyd mengemukakan pendapatnya bahwa alam semesta ini merupakan
ciptaan Allah Swt, baik itu dilangit, bumi maupun fenomena alam sekitar kita yang
merupakan sumber ilmu pengetahuan. Alam semesta ini dapat menjadi sumber pengetahuan
bagi manusia apabila manusia menggunakan rasionalitasnya untuk berpikir, mengamati dan
mencari alasan dibalik fenomena alam, sehingga manusia dapat mengambil kesimpulan
darinya. Konsep pemikiran ini dapat diimplementasikan pada dunia pendidikan yaitu
pembelajaran yang berbasi penelitian, penalaran dan keagamaan. Yaitu sebuah proses
pembelajaran yang mengajak dan mengarahkan peserta didik pada karakter peneliti yang
cerdas dengan mengoptimalkan semua panca inderanya. Namun tetap penuh dengan
pertanggungjawaban di hadapan Tuhan, dan penuh pertanggungjawaban moral.
Beberapa pemaparan implikasi ilmu pengetahuan menurut Ibnu Rusyd terhadap ilmu
pendidikan Islam yang telah dibahas sebelumnya, terdapat relevansi dengan pemikiran
pendidikan Islam di Indonesia. Dalam mengupayakan pengembangan ilmu pengetahuan
Islam pada era modern ini ada beberapa perguruan tinggi Islam yang berusaha untuk
mengitegrasikan antara ilmu sekuler dan ilmu agama. Misalnya dalam ilmu kedokteran,
psikologi dan lain sebagainya tidak hanya mengembangkan ilmu sekuler saja tetapi juga
mengkaju dan mengaitkannya dengan agama, sehingga adanya integrasi dan interkoneksi
antara keduanya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konteks pemikiran pendidikan yang dikemukakan oleh Ibnu Rusyd ini
mengadopsi dari pemikiran Aristoteles. Dalam pemikiran Aristoteles, ia mengemukakan
pengetahuan-pengetahuan yang didapat itu merupakan dari rasional. Berangkat dari
pemikiran tersebut, Ibnu Rusyd mengemukakakan pendapatnya tentang epistemologi
burhānī. Burhān dalam bahasa arab memiliki makna argumen (ḥujjah) yang jelas
(bayyinah) dan distinc (faṣl), dalam bahasa Inggris yaitu demonstration, yang mempunyai
akar bahasa Latin: demonstration yang memiliki arti memberi isyarat, sifat, keterangan
dan penjelasan. Dalam perspektif logika, burhānī merupakan suatu aktivitas berfikir yang
dilakukan untuk menetapkan sebuah kebenaran premis dengan menggunakan metode
penyimpulan, dan dengan menghubungkan antara satu premis dengan premis yang lainnya,
serta secara nalar dapat dibuktikan kebenarannya. Adapun penerapan konsep burhānī Ibnu
Rusyd dalam ilmu pendidikan Islam dalam bidang filsafat yaitu; pertama, pengertian
tentang Tuhan dan yang kedua, amal perbuatan. Selain dari itu juga terdapat implikasi ilmu
pengetahuan menurut Ibnu Rusyd terhadap pengembangan dalam pendidikan Islam:
pengembangan ilmu berbasis filsafat dan penekanan rasionalisasi filsafat Islam. Adapun
relevansinya yaitu adanya pengintegrasian antara ilmu sekuler dan ilmu agama. Selain itu
konsep pemikiran Ibnu Rusyd dapat diimplementasikan pada dunia pendidikan yaitu
dengan pembelajaran yang berbasis penelitian, penalaran, dan keagamaa.
DAFTAR PUSTAKA

Faturohman. “Ibnu Rusyd dan Pemikirannya”, Jurnal Tsarwah: Jurnal


Ekonomi dan Bisnis Islam 1, no.1 (Januari-Juni, 2016).
Hasyim, Mochamad. “Epistemologi Islam: Bayani, Burhani, Irfani”,
Jurnal al-Murabbi 3, no. 1 (Juni 2018).
Iqbal, Abu Muhammad. Pemikiran Pendidikan Islam: Gagasan-gagasan
Besar Para Ilmuwan Muslim. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015
Mas’udi. “Menyingkap Hubungan dan Filsafat: Merenda Kesesatan Filsafat
Al Ghazali,Merespon keterhubungan Filsafat dan Agama Ibnu Rusyd”.
Dalam Jurnal Penelitian.Nomor 2, (2013).
Widia Putri. “Pemikiran ibnu Rusyid tentang pendidikan”. Dalam Jurnal
Manajemen pendidikan islam Nomor 1 Vol 6, (2020)
Zar, Shirahjuddin. Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

Anda mungkin juga menyukai