MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Karya Islam dan Ilmu Pengetahuan
DosenPengampu Mata kuliah: Siswo Winoto M.Pd.
OLEH:
KELOMPOK 6
1. Rosa Aulia
2. Siti Rohani
3. Sri Marsini
4. Sri Utami
5. Suhadah
6. Tia Nur Kholifah
7. Wahyu Adi Oktaviangsah
8. Yuniarti
9. Zahro Atun Nafsiyah
10. Maratus Solekah
11. Alvin N
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Islam dan Ilmu
Pengetahuan yang diampu oleh bapak Siswo Winoto, M.Pd dengan judul Pemikiran Ibnu
Rusyd dan Relevansinya terhadap Pendidikan di Era Modern. Shalawat serta Salam
disampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, semoga mendapatkan syafa’at-
Nya di hari akhir nanti.
Penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan, dan kerjasama dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Penyusun hanya dapat memohon dan
berdoa atas segala bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan, dan do’a yang telah
diberikan menjadi pintu datangnya Ridho dan Kasih Sayang Allah SWT di dunia dan akhirat.
Aamiinya Rabbalalamiin.
Penyusun menyadari bahwa makalah yang penyusun sajikan ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun butuhkan dan
harapkan untuk menyempurnakan makalah ini dimasa yang akan dating .Atas perhatian serta
masukan yang diberikan,penyusun mengucapkan terima kasih.
Penyusun berharap semoga makalah ini akan membawa manfaat yang sebesar-
besarnya khususnya bagi penyusun dan bagi pembaca pada umumnya.
KELOMPOK 6
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL......................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 3
1.3 TujuanPenelitian........................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 6
2.1 Biografi Ibnu Rusyd .............................................................. 7
2.1.1 Riwayat Hidup Ibnu Rusyd ...................................... 8
2.1.2 Karya-karya Ibnu Rusyd .......................................... 8
2.1.3 Pengaruh Ibnu Rusyid terhadap dunia barat............. 8
2.2 Pemikiran Ibnu Rusyid terhadap Pendidikan .........................9
2.2.1 Wahyu dan pengetahuan sebagai sumber realitas ... 10
2.2.2 Metode penaralan Ibnu Rusyd ................................. 10
2.2.3 Penerapan Konsep Burhani dalam pendidikan
Islam ........................................................................ 10
2.3 Relevansi Pemikiran Pendidikan Ibnu Ruysd di Era
Modern .................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 19
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai seorang filosof Ibnu Rusyd berpendapat bahwa metode burhānī ialah
sebuah metode yang kuat dan lebih unggul jika dibandingkan dengan metode-metode yang
lain, metode ini biasa digunakan dalam ilmu filosofis. Akan tetapi, metode ini bukan
monopoli ilmu-ilmu filosofis namun dapat juga digunakan dalam ilmu-ilmu keagamaan.
Ibnu Rusyd menyatakan bahwa teks suci sebagai sumber ilmu keagamaan dapat
didekati lewat metode retorik (khaṭṭābī), dialektik (jadalī) maupun demonstrasi (burhānī).
Retorik merupakan sebuah metode penalaran yang lebih mendasarkan diri pada apa yang
ditunjukkan oleh makna zhahir teks. Sementara itu, dialektik merupakan metode penalaran
yang lebih tinggi dari retorik. Metode ini tidak hanya memahami teks sebagaimana yang
ditunjukkan makna zhahirnya melainkan juga melakukan takwil atas ayat- ayat yang tidak
dapat dipahami secara lahiriah. Sedang demontrasi adalah metode yang lebih tinggi dari
dialektik, metode ini juga melakukan takwil atas teks-teks suci agar dapat dipahami dengan
rasional.
Metode penalaran burhānī gaya Ibnu Rusyd jika dilihat dari konsep pendidikan
Islam, ia menawarkan sebuah pergulatan pemikiran pendidikan dalam perspektif teori
pengetahuan yang mewakili salah satu epistemologi, yaitu: bayānī, ‘irfānī, dan burhānī.
Selama ini kita telah mengetahui bahwa teori pengetahuan dalam perspektif burhānī telah
dikemukakan oleh Ibnu Rusyd. Sementara perspektif bayānī telah dipresentasikan oleh para
fuqaha, yang terlembaga dalam diri Al-Ghazali. Sedangkan epistemologi ‘irfānī dihadirkan
oleh para pemikir tasawuf falsafi seperti al-Shuhrāwardī. Al-burhan dalam bahasa Arab
memiliki makna argument (al-ḥujjah) yang jelas (al-bayyinah) dan distinc (al-faṣl), dalam
bahasa Inggris yaitu demonstration, yang mempunyai akar bahasa Latin: demonstration
yang memiliki arti memberi isyarat, sifat, keterangan dan penjelasan. Dalam perspektif
logika, burhānī merupakan sebuah aktivitas berfikir yang dilakukan untuk menetapkan
kebenaran suatu premis dengan menggunakan metode penyimpulan, dan dengan
menghubungkan antara premis yang satu dengan premis yang lainnya secara nalar yang
dapat dibuktikan kebenarannya. Epistemologi burhānī yang memiliki akar pikiran dalam
filsafat Aristoteles, digunakan oleh Al-Jabiri sebagai sebutan terhadap sebuah sistem
pengetahuan yang menggunakan metode sendiri di dalam pemikiran dan mempunyai
pandangan dunia.
M. Qurraish Shihab berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh Mochamad
Hasyim (dalam Widia, 2020), jika burhānī dibandingkan dengan bayānī dan ‘irfānī,
maka dari ketiga epistemologi tersebut terdapat perbedaan. Bayānī menghasilkan
pengetahuan melalui proses analogi furu’ kepada yang asal yaitu menjadi teks (nas), ijma‟
dan ijtihad sebagai otoritas dasar dalam menghasilkan pengetahuan. Epistemologi ‘irfānī
mengahasilkan pengetahuan lewat proses penyatuan ruhani pada Tuhan. Sedangkan burhānī
menghasilkan pengetahuan melalui prinsip-prinsip logika atas pengetahuan sebelumnya yang
telah diyakini kebenarannya. Sebagai metodelogi maupun sebagai pandangan dunia, burhānī
lahir dalam alam pikiran Yunani, tepatnya dibawa oleh Aristoteles yang kemudian dibahas
secara sistematis dalam karyanya Organon. Aristoteles menggunakan metode analitis (taḥlīlī)
yaitu metode yang menguraikan pengetahuan sampai ditemukan dasar asal-usulnya.
Sedangkan muridnya sekaligus komentator utama Aristoteles yang bernama Alexander
Aphrodisi memakai istilah logika (manṭiq), istilah logika berganti nama menjadi burhānī
ketika ia masuk ke dunia Arab Islam.
Al-Jābirī sebagai pengikut Aristoteles, dalam hal ini menekankan bahwa setiap
yang burhānī pasti silogisme, akan tetapi silogisme itu belum tentu burhānī. Silogisme
yang burhānī bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan, bukan untuk tujuan tertentu.
Silogisme dapat dikatakan burhānī apabila memenuhi beberapa syarat yaitu mengetahui
proses sebab secara struktural, adapun proses tersebut terdapat tiga hal, pertama proses
eksprimentasi yakni pengamatan terhadap realitas; kedua proses abstraksi, yakni terjadinya
gambaran atas realitas yang telah diamati dalam pikiran; ketiga, ekspresi yakni
mengungkapkan realitas dalam bentuk kata-kata. Adapun arti dari silogisme sendiri yaitu
silogisme berasal dari bahasa Yunani yakni sillogismos, yang artinya mengumpulkan yang
menunjukkan kepada kelompok, penghitungan dan penarikan kesimpulan.
Namun, karena epistemologi burhānī tidak hanya murni bersumber kepada rasio
objek-objek eksternal, maka ia harus melalui tiga tahapan sebelum dilakukan silogisme,
sebagai berikut; pertama, tahap pengertian(ma‘qūlāt). Tahap ini merupakan tahap proses
abstraksi atas objek-objek eksternal yang masuk kedalam pikiran. Yaitu aktivitas berfikir
atas realitas hasil pengalaman, pengindraan, dan penalaran untuk mendapatkan suatu
gambaran. Berdasar pada sepuluh kategori yang telah diberikan Aristoteles yakni satu
substansi yang mampu untuk menopang berdirinya sembilan aksidensi diantaranya meliputi
kuantitas, kualitas, aksi, passi, keadaan, relasi, waktu, sikap, dan tempat.
Kedua, tahap pernyataan (ibarat), merupakan dalam rangkan mengekpresikan
pengertian dalam bentuk kalimat atau proposisi atas pengertian-pengertian yang ada.
Proposisi ini harus memuat subjek (mawḍū‘) dan predikat (maḥmūl) serta adanya relasi
keduanya. Ketiga, tahap ini merupakan tahap penalaran (taḥlīlāt). Pada tahap ini proses
pengambilan keputusan berdasarkan hubungan diantara premis-premis yang ada, disinilah
teradi silogisme. Dari pemaparan diatas, epistemologi burhānī menuntut penalaran yang
sistematis, logis, saling berhubungan dan konsisten terhadap premis-premisnya. Dengan ini
dapat dipahami bahwa sumber pengetahuan burhānī adalah rasio, bukan teks atau intuisi,
tatapi rasio inilah yang memberikan penilaian dan keputusan terhadap informasi yang
masuk melalui indera.