Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TENTANG

“BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN MUHAMMAD RASYID RIDHA”

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

DISUSUN OLEH :
- NUR AINI AGUSTINA
- HANIFAH EKA PUTRI IRDANI
- ARIYA FATURRAHMAN
- DIA AZ
- SUHARTI

XI IPA AL QASIMIYAH
TH 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menganugerahkan banyak nikmat sehingga kami dapat menyusun laporan
praktikum biologi ini dengan baik.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
HALAMAN JUDUL ………………………….................................................………… 1

KATA PENGANTAR …………........................................…………………..........…… 2

DAFTAR ISI ……………………………………...................................................……… 3

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG...........................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH.....................................................................4
1.3 TUJUAN...........................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………………………....6


A.1 BIOGRAFI MUHAMMAD RASYID ............................................6
A.2 PEMBARUAN RASYID RIDHA.................................................8

A.3 IDE IDE PEMIKIRAN RASYID RIDHA......................................11

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………............12


B.1 SIMPULAN…………………………………………………………………………..........13

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….............14
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada abad modern ini, seiring berjalannya waktu ilmu pengetahuan
dan teknologi akan berkembang dan dunia akan semakin lebih maju
dengan memberikan penemuan-penemuanyang mengefisienkan
kebutuhan manusia. Di masa modern ini kita diberikan prinsip-prinsipyang
mengutamakan rasionalitas. Namun dunia islam masih terpaku dengan
tradisi-tradisiterdahulu dan masih banyak umat muslim yang ingin berbalik
dengan masa lalu. Tetapi tetapsaja hal itu tidak mungkin akan terjadi pada
keadaan yang sudah berubah total.
Kaum muslimin seharusnya menjadi bangkit dengan adanya kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi namun masih tetap berpegang teguh
dengan al-Qur’an dan as-sunnah. Di karenakan perkembangan ilmu
pengetahuan semakin pesat, maka hal itu dapatdijadikan tantangan untuk
umat muslim dengan menyesuaikan apa yang terjadi secaramendatang.
Misalnya mempelajari ilmu barat dengan tidak meninggalkan ajaran al-
Qur’an Dan as-sunnah.Dikarenakan pada zaman dulu, pada aspek
pendidikan pada islam kurang berkembang pesat dan metodenya hanya
menghafal, permainan politik yang membara, munculnya ajaran-ajaran
sesat atau mengada-ngada dan pada akhirnya mengakibatkan pahamnya
fatalisme,maka pada akhirnya muncul lah ide pembaharuan dari tokoh
yang bernama Rasyid Ridha.Rasyid Ridha adalah murid dari Muhammad
Abduh yang juga memiliki ide pembaharuandalam bidang pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah :


1. Bagaimana dan siapakah Rasyid Ridha?
2. Bagaimana pokok pemikiran pembaharuan Rasyid Ridha terhadap
bidang politik?
3. Bagaimana pokok pemikiran pembaharuan Rasyid Ridha Pendidikan?
4. Bagaimana ide ide pemikiran Muhammad Rasyid Ridha dalam
pembaruan?
1.3Tujuan
1. Untuk mengetahui biografi dari Muhammad Rasyid Ridha
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah pembaruan yang diperoleh dari
Muhammad Rasyid Ridha
3. Untuk menelusuri bagaimana metode pembelajaran yang dilakukan oleh
Rasyid Ridha
BAB I. PEMBAHASAN
A.1 Biografi Muhammad Rasyid Ridha
Ridha adalah murid Muhammad ‘Abduh yang terdekat. Ia lahir pada
Tahun 1865 di al-Qalamun, suatu desa di Lebanon yang letaknya tidak jauh dari
kota Tripoli (Suria). Menurut keterangan, ia berasal dari keturunan al-Husain,
cucu Rasulullah. Semasa kecil, ia belajar di sebuah sekolah tradisional di al-
Qalamun Untuk belajar menulis, berhitung dan membaca al-Qur’an. Pada
tahun 1882, ia Meneruskan pelajaran di al-Madrasah al-Wataniah al-Islamiyyah
(Sekolah Nasional Islam) di Tripoli. Sekolah ini didirikan oleh al-Syaikh Husain
al-Jisr, seorang ulama Islam yang telah dipengaruhi oleh ide-ide modern. Di
Madrasah ini, selain dari Bahasa Arab diajarkan pula bahasa turki dan Perancis,
dan di samping pengetahuan-Pengetahuan agama juga diajarkan pengetahuan
modern.
Rasyid Ridha meneruskan pelajarannya di salah satu sekolah agama yang
ada di Tripoli. Namun hubungan dengan al-Syaikh Hussein al-Jisr berjalan terus
dan guru Inilah yang menjadi pembimbing baginya di masa muda. Selanjutnya
ia banyak Dipengaruhi oleh ide-ide Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad
‘Abduh melalui majalah al-Urwah al-Wutsqa. Ia berniat untuk menggabungkan
diri dengan al-Afghani di Istambul, tetapi niat itu tidak terwujud. Sewaktu
Muhammad ‘Abduh berada dalam pembuangan di Beirut, ia mendapat
kesempatan baik untuk berjumpa dan berdialog dengan murid utama al-
Afghani itu. Pemikiran-pemikiran pembaruan yang diperolehnya dari al-Syaikh
Hussain al-Jisr dan yang kemudian diperluas lagi dengan ide-ide al-Afghani dan
Muhammad ‘Abduh amat mempengaruhi jiwanya.
Di Lebanon, Rasyid Ridha mencoba menerapkan ide-ide pembaruan yang
diperolehnya. Namun, upayanya ini mendapat tentangan dan tekanan politik
dari Kerajaan Turki Usmani yang tidak menerima ide-ide pembaharuan yang
dilontarkannya. Akibat semakin besarnya tentangan itu, akhirnya pada 1898,
Rasyid Ridha pindah ke Mesir mengikuti gurunya, Muhammad Abduh, yang
telah lama tinggal di sana.
Di kota ini, Rasyid Ridha langsung menemui Muhammad Abduh dan
menyatakan keinginannya untuk menjadi murid dan pengikut setia Abduh.
Sejak saat itu, Rasyid Ridha merupakan sosok murid yang paling dekat dan
setia kepada Abduh.
Beberapa bulan kemudian ia mulai menerbitkan majalah yang
termasyhur, al-Manar. Di dalam nomor pertama dijelaskan bahwa tujuan al-
Manar sama dengan tujuan al-Urwah al-Wutsqa, antara lain, mengadakan
pembaruan dalam bidang agama, sosial Dan ekonomi, memberantas takhayyul
dan bid’ah-bid’ah yang masuk ke dalam tubuh Islam, menghilangkan faham
fatalisme yang terdapat dalam kalangan umat Islam, Serta faham-faham salah
yang dibawa tarekat-tarekat tasawwuf, meningkatkan mutu Pendidikan dan
membela umat Islam terhadap permainan politik negara-negara Barat.
Rasyid Ridha melihat perlunya diadakan Tafsir modern dari al-Qur’an, yaitu
tafsir Yang sesuai dengan ide-ide yang dicetuskan gurunya. Ia selalu
menganjurkan kepada Gurunya, Muhammad ‘Abduh, supaya menulis tafsir
modern. Karena selalu didesak, ‘Abduh akhirnya setuju untuk memberikan
kuliah mengenai tafsir al-Qur’an di al-Azhar. Kuliah-kuliah itu dimulai pada
tahun 1899. Keterangan-keterangan yang Diberikan gurunya oleh Rasyid Ridha
dicatat untuk selanjutnya disusun dalam bentuk Karangan teratur. Apa yang ia
tulis ia serahkan selanjutnya kepada guru untuk diperiksa. Setelah mendapat
persetujuan lalu disiarkan dalam al-Manar. Dengan Demikian, akhirnya
muncullah apa yang kemudian dikenal dengan Tafsir al-Manar. Muhammad
‘Abduh sempat memberikan tafsir hanya sampai pada ayat 125 dari surat An-
Nisa (Jilid III dari Tafsir al-Manar) dan yang selanjutnya adalah tafsiran
Muridnya sendiri.
Di dalam majalah al-Manar pun, Rasyid Ridha menulis dan memuat karya-
karya Yang menentang pemerintahan absolut kerajaan Utsmani. Selain itu,
tulisan-tulisan Yang menentang politik Inggris dan Perancis untuk membelah-
belah dunia Arab di Bawah kekuasaan mereka.
Karya-karya yang dihasilkan semasa hidup Rasyid Ridha pun cukup banyak. Antara lain,
Tarikh Al-Ustadz Al-Imama Asy-Syaikh 'Abduh (Sejarah Hidup Imam Syaikh Muhammad
Abduh), Nida' Li Al-Jins Al-Latif (Panggilan terhadap Kaum Wanita), Al-Wahyu Muhammad
(Wahyu Allah yang diturunkan kepada Muhammad SAW), Yusr Al-Islam wa Usul At-Tasyri'
Al-'Am (Kemudahan Agama Islam dan dasar-dasar umum penetapan hukum Islam), Al-
Khilafah wa Al-Imamah Al-Uzma (Kekhalifahan dan Imam-imam besar), Muhawarah Al-
Muslih wa Al-Muqallid (dialog antara kaum pembaharu dan konservatif), Zikra Al-Maulid An-
Nabawiy (Peringatan Kelahiran Nabi Muhammad SAW), dan Haquq Al-Mar'ah As-Salihah
(hak-hak wanita Muslim).

dimasa masa tua Rasyid Ridha, meskipun kesehatannya telah terganggu, ia


tidak mau Tinggal diam dan senantiasa aktif. Akhirnya ia meninggal dunia di
bulan Agustus Tahun 1935, sekembalinya dari mengantarkan Pangeran Su’ud
ke kapal di Suez.

A.2 Pembaruan yang dilakukan oleh Muhammad Rasyid Ridha


- Pembaruan Bidang Pendidikan dan Politik
dalam hal pemikiran modern, arah pembaharuan pemikiran Rasyid
Ridha tidak jauh berbeda dengan sang guru, Muhammad Abduh. Ide-ide
pembaharuan penting yang dikumandangkan Rasyid Ridha, antara lain,
dalam bidang agama, pendidikan, dan politik.
Di bidang agama, Rasyid Ridha mengatakan bahwa umat Islam lemah
karena mereka tidak lagi mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang murni
seperti yang dipraktekkan pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat.
Melainkan ajaran-ajaran yang menyimpang dan lebih banyak bercampur
dengan bid’ah dan khurafat. Ia menegaskan jika umat Islam ingin maju,
mereka harus kembali berpegang kepada Alquran dan Sunah.
Ia membedakan antara masalah peribadatan (yang berhubungan
dengan Allah SWT) dan masalah muamalah (yang berhubungan dengan
manusia). Menurutnya, masalah yang pertama, Alquran dan hadis harus
dilaksanakan serta tidak berubah meskipun situasi masyarakat terus berubah
dan berkembang. Sedangkan untuk hal kedua, dasar dan prinsipnya telah
diberikan, seperti keadilan, persamaan, dan hal lain, namun pelaksanaan
dasar-dasar itu diserahkan kepada manusia untuk menentukan dengan potensi
akal pikiran dan melihat situasi dan kondisi yang dihadapi, sepanjang tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip dasar ajaran Islam.
Di bidang pendidikan, Rasyid Ridha berpendapat bahwa umat Islam
akan maju jika menguasai bidang ini. Oleh karenanya, dia banyak mengimbau
dan mendorong umat Islam untuk menggunakan kekayaannya bagi
pembangunan lembaga-lembaga pendidikan. Dalam bidang ini, Ridha pun
berupaya memajukan ide pengembangan kurikulum dengan muatan ilmu
agama dan umum. Dan sebagai bentuk kepeduliannya, ia mendirikan sekolah
di Kairo pada 1912 yang diberi nama Madrasah Ad-Da’wah wa Al-Irsyad.
Dalam bidang politik, Rasyid Ridha tertarik dengan ide Ukhuwah
Islamiyah (persaudaraan Islam). Sebab, ia banyak melihat penyebab
kemunduran Islam, antara lain, karena perpecahan yang terjadi di kalangan
mereka sendiri. Untuk itu, dia menyeru umat Islam agar bersatu kembali di
bawah satu keyakinan, satu sistem moral, satu sistem pendidikan, dan tunduk
dalam satu sistem hukum dalam satu kekuasaan yang berbentuk negara.
Namun, negara yang diinginkannya bukan seperti konsep Barat, melainkan
negara dalam bentuk khilafah (kekhalifahan) seperti pada masa Al-khulafa ar-
Rasyidin. Dia menganjurkan pembentukan organisasi Al-jami’ah al-Islamiyah
(Persatuan Umat Islam) di bawah naungan khalifah.
Khalifah ideal, menurutnya, adalah sosok yang dapat memenuhi beberapa
persyaratan, antara lain, dari segi keadilan, kemampuan, sifat mengutamakan
kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi. Lebih lanjut, Rasyid Ridha
menyebutkan dalam bukunya Al-khilafah, bahwa fungsi khalifah adalah
menyebarkan kebenaran, menegakkan keadilan, memelihara agama, dan
bermusyawarah mengenai masalah yang tidak dijelaskan nash. Kedudukan
khalifah bertanggung jawab atas segala tindakannya di bawah pengawasan
sebuah dewan pengawas yang anggotanya terdiri atas para ulama dan pemuka
masyarakat. Tugas dewan pengawas selain mengawasi roda pemerintahan,
juga mencegah terjadinya penyelewengan oleh khalifah, dan lembaga ini
berhak menindak khalifah yang berbuat zalim dan sewenang-wenang.
Kiprah Rasyid Ridha dalam dunia politik secara nyata dapat dilihat dalam
aktivitasnya. Ia pernah menjadi Presiden Kongres Suriah pada 1920, menjadi
delegasi Palestina-Suriah di Jenewa tahun 1921. Ia juga pernah menjadi
anggota Komite Politik di Kairo tahun 1925, dan menghadiri Konferensi Islam di
Mekah tahun 1926 dan di Yerusalem tahun 1931.

- Pembaruan Rasyid Ridha dalam Masalah Ijtihad


Sebagaimana Muhammad ‘Abduh, Rasyid Ridha sangat menghargai akal
manusia, walaupun penghargaannya terhadap akal tidak setinggi penghargaan
yang diberikan gurunya. Akal dapat dipakai dalam menafsirkan ajaran-ajaran
mengenai hidup kemasyarakatan, tetapi tidak terhadap ibadah. Ijtihad dalam
soal ibadah tidak lagi diperlukan. Ijtihad (fungsi eksplorasi akal) dapat
dipergunakan terhadap ayat dan hadis yang tidak mengandung arti tegas dan
terhadap persoalan-persoalan yang tidak disebutkan secara langsung dalam al-
Qur’an dan hadits. Di sinilah, menurut Rasyid Ridha, terletak dinamika Islam.
Mengenai ilmu pengetahuan, menurut Rasyid Ridha, peradaban Barat
modern Didasarkan atas kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu
pengetahuan dan Teknologi tidak bertentangan dengan Islam. Untuk
kemajuan, umat Islam harus mau Menerima peradaban Barat yang ada. Barat
maju, demikian menurut Rasyid Ridha, Karena mereka mau mengambil ilmu
pengetahuan yang dikembangkan umat Islam Zaman klasik. Dengan demikian
mengambil ilmu pengetahuan barat modern Sebenarnya berarti mengambil
kembali ilmu pengetahuan yang pernah dimiliki umat Islam.

- Bid’ah dan Faham Fatalisme: Penyebab Kemunduran Umat Islam


Menurut Rasyid Ridha, di antara bid’ah-bid’ah itu ialah pendapat
bahwa Dalam Islam terdapat ajaran kekuatan batin yang membuat
pemiliknya dapat Memperoleh segala apa yang dikehendakinya. Bid’ah
lain yang ditentang keras oleh Rasyid Ridha ialah ajaran syekh-syekh
tarekat tentang tidak pentignya hidup duniawi, Tentang tawakkal, dan
tentang pujaan dan kepatuhan berlebih-lebihan pada syekh dan Wali.

Demikian menurut Rasyid Ridha, harus dibawa kembali kepada


ajaran Islam Yang sebenarnya, murni dari segala bid’ah. Islam murni itu
sederhana sekali, Sederhana dalam ibadat dan sederhana dalam
muamalatnya. Yang meruwetkan ajaran Islam, adalah justeru sunah-
sunah yang ditambahkan hingga mengkaburkan antara Wajib dan
sunnah. Dalam soal muamalah, hanya dasar-dasar yang diberikan,
seperti Keadilan, persamaan, pemerintahan syura. Perincian dan
pelaksanaa dari dasar-dasar Ini diserahkan kepada umat untuk
menentukannya. Hukum-hukum fiqh mengenai Hidup kemasyarakatan,
tidak boleh dianggap absolut dan tak dapat diubah. Hukum-Hukum itu
timbul sesuai dengan suasana tempat dan zamannya.

Terhadap sikap fanatik di zamannya ia menganjurkan supaya


toleransi Bermazhab dihidupkan. Dalam hal-hal fundamental-layaitu
persatuan umat. Selanjutnya ia menganjurkan pembaruan dalam bidang
hukum Dan penyatuan mazhab hukum dan penyatuan mazhab hukum.
A.3 Ide Pemikiran Pembaruan Rasyid Ridha
- Sikap aktif dan dinamis dikalangan umat Islam harus ditumbuhkan
- Umat Islam harus meninggalkan sikap dan pemikiran fatalisme
dan Jabariyah
- Mengajak umat Islam untuk menggunakan akal untuk menafsirkan
ayat atau hadits dengan tidak meninggalkan prinsip umum
- Umat Islam harus meninggalkan khurafat dan takhayul.
Kemunduran umat Islam disebabkan banyaknya unsur khurafat
yang masuk ke dalam ajaran Islam
- Umat Islam harus menguasai sains dan teknologi jika ingin maju
- Umat Islam akan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat apabila
tetap konsisten dengan hukum Islam
- Umat Islam perlu menghidupkan kembali sistem pemerintahan
berdasarkan pada Khalifah Islamiyyah
- Khalifah adalah penguasa seluruh dunia Islam yang mengurusi
bidang agama dan politik
- Khalifah haruslah seorang mujtahid yang dibantu para ulama
dalam menerapkan prinsip prinsip hukum Islam sesuai dengan
tuntutan zaman
BAB II. PENUTUP
RINGKASAN
Sayyid Muhammad Rasyid Ridha dilahirkan di Qalmun wilayah
pemerintahan Tarablus Syam pada tahun 1282 H/1865 M. Dia adalah
Muhammad Rasyid Ibn Ali Ridha Ibn Muhammad Syamsuddin Ibn Muhamad
Bahauddin Ibn Manla Ali Khalifah. Ayah dan Ibu Sayyid Sayyid Muhammad
Rasyid Ridha berasal dari keturunan al-Husayn putra Ali bin Abi Thalib dengan
Fatimah, Putri Rasulullah itu sebabnya Sayyid Muhammad Rasyid Ridha
menyandangg gelar al-sayyid di depan namanya dan sering menyebut tohoh-
tokoh ahl al-bayt seperti Ali ibn Abi Thalib, al-Husyan dan Ja’far al –Shadiq
dengan Jadduna (nenek moyang kami).
Rasyid Ridha mulai menerbitkan majalah al-Manar (Mercusuar) dengan
persetujuan Muhammad Abduh. Majalah tersebut dipersiapkan untuk menjadi
corong dan media bagi gerakan pembaruan islam dalam memajukan umat
Islam dan membebaskan mereka dari belenggu penjajahan.
Melalui Tafsirnya, yaitu al-Manar Sayyid Muhammad Rasyid Ridha berupaya
mengaitkan ajaran-ajaran al-Qur’an dengan masyarakat dan kehidupan serta
menegaskan bahwa islam adalah agama universal dan abadi, yang selalu sesuai
dengan kebutuhan manusia disegala waktu dan tempat.
Sayyid Muhammad Rasyid Ridha memiliki visi bahwasannya umat Islam
harus menjadi umat yang merdeka dari belenggu penjajahan dan menjadi
umat yang maju sehingga dapat bersaing dengan umat-umat lain dan bangsa-
bangsa barat diberbagai bidang kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial,
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karya – Karya Muhammad Rasid Ridha yang paling monumental ialah
Majalah al-Manar. Selama al-Manar terbit, sebayak 34 jilid besar dan setiap
jilidnya berisi 1000 halaman telah terkumpul seluruhnya, Tafsir Al-Qur’an karya
Rasyid Ridha itu berjudul Tafsir al-Qur’an al Hakim (Tafsir Al-Manar).
Pengaruh pemikiran Rasyid Ridha dan juga para pemikir lainnya berkembang
ke berbagai penjuru dunia Islam, termasuk Indonesia. Ide-ide pembaharu yang
dikumandangkan banyak mengilhami semangat pembaruan di berbagai
wilayah dunia Islam. Banyak kalangan ulama yang tertarik untuk membaca
majalah Al-Manar dan mengembangkan ide yang diusungnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Syharsini. 1993. Biografi Muhammad Rasyid Ridha.
Yogyakarta: Rineka Cipta
Asrori, Mohammad. 2008. Pembaruan Muhammad Rasyid Ridha
Nugroho Trisnu. 2007.
Ide dan pemikiran Muhammad Rasyid Ridha Jakarta:Erlangga (Esis)
Al Qur’an dan Terjemahan. Jakarta: CV Naladana
Depdikbud, 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Source: sofyanm215.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai