Anda di halaman 1dari 19

RASYID RIDHA

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembaharuan Islam yang dibina oleh Bapak
Miftakhur Ridlo S.Hum., M.Fil.I.

Oleh :
Dewi Fatmawati
Farlin Kristia Yolla Arisca
Siela Jumati Ibakulil Magfiroh
Slamet Eko

INSTITUT AGAMA ISLAM ULUWIYAH MOJOKERTO


FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
APRIL 2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kemajuan umat Islam di Indonesia tidak lepas dari peran tokoh dan
berbagai organisasi keislaman yang secara aktif melakukan kegiatan amal usaha
yang meliputi bidang agama, pendidikan, kemasyarakatan dan lain sebagainya.
Munculnya tokoh dan berbagai organisasi Islam merupakan pendorong bagi
proses transformasi sosial dan budaya yang signifikan dalam sejarah Bangsa
Indonesia . Kolonialisme dan kehidupan masyarakat dalam masa tradisional
feodal ditengarai sebagai faktor pendorong yang dominan bagi lahirnya berbagai
organisasi keagamaan yang pada umumnya ingin menggunakan organisasi
tersebut sebagai wadah gerakan sosial keagamaan. Masyarakat kolonial yang
eksploitatif dan penguasa feodal yang opresif dianggap sebagai biang keladi bagi
kemiskinan dan keterbelakangan yang melihat kehidupan masyarakat pada
umumnya. Kemiskinan dan keterbelakangan menimbulkan berbagai penyakit
masyarakat seperti bidah, tahyul, khurafat serta perilaku yang bertentangan
dengan agama Islam. Maslah masyarakat yang kompleks itu menjadi setting bagi
munculnya berbagai gerakan sosial keagamaan di berbagai tempat di Indonesia.1
Kondisi yang melatarbelakangi para tokoh pembaruan Islam akan
kemunduran dan keterbelakangan yang selama ini dirasakan, sehingga mereka
mempercepat gerak langkah ketertinggalannya itu, hal ini tentu dimulai dari
pembaruan pendidikan Islam. Dengan memperhatikan beberapa faktor yang
menjadi sebab lahirnya pembaruan pendidikan Islam, maka menurut penulis pada
garis besarnya telah terjadi dua pemikiran pembaruan pendidikan Islam. Kedua
pola itu adalah : (1) Pola pembaruan pendidikan Islam yang berorientasi pada pola
pendidikan modern di Barat yang kemudian dikenal dengan gerakan modernis;

1
Soegijanto Padmo, Gerakan Pembaharuan Islam Indonesia Dari Masa ke Masa,
Humaniora, Volume 19 No. 2 Juni 2007., hal. 151.

1
(2)Pembaruan pendidikan Islam yang berorientasi pada tujuan pemurnian kembali
ajaran Islam sebagaimana layaknya di zaman klasik.2
Rasyid Ridha merupakan toko pembaharu Islam yang memunculkan tafsif
Al-Quran menggunakan metode yang berbeda dengan mufassir sebelumnya.
Rasyid Ridha berkarya dalam ulasan Tafsir Al-Manar yang menjadi penyebab
utama besarnya peranan akal dan kentalnya analisis sosial kemasyarakatan.
Rasyid Ridha muncul pada abad ke-20 yang memiliki andil besar dalam memicu
pembaruan ide-ide di segala bidang baik politik, sosial, agama, pemerintah dan
pendidikan. Makalah ini akan mengeksplorasi ide Rasyid Ridha khususnya di
bidang politik dan pengaruhnya terhadap dunia Islam.3

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah singkat Rasyid Ridha?
2. Bagaimana pemikiran Rasyid Ridha tentang pendidikan?
3. Bagaimana pemikiran Rasyid Ridha tentang poligami?
4. Bagaimana pemikiran Rasyid Ridha tentang khilafah Islamiyah?
5. Apa saja karya-karya Rasyid Ridha?
6. Bagaimana pengaruh pemikiran Rasyid Ridha di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk mengetahui sejarah singkat Rasyid Ridha.
2. Untuk mengetahui pemikiran Rasyid Ridha tentang pendidikan.
3. Untuk mengetahui pemikiran Rasyid Ridha tentang Poligami
4. Untuk mengetahui pemikiran Rasyid Ridha tentang khilafah Islamiyah.
5. Untuk mengetahui karya-karya Rasyid Ridha.
6. Untuk mengetahui pengaruh pemikiran Rasyid Ridha di Indonesia.

2
Nasrudin Yusuf, Perbandingan Pemikiran Muhammad Abduh Dan Rasyid Ridha
Tentang Pendidikan, Jurnal Sosial Budaya, Vol.8 No.01 Januari-Juni 2011., hal. 65.
3
Rosmini,Khilafah Dalam Tafsir Al-Manar Karya Muhammad Abduh Dan Rasyid Ridha,
Studi Kasus Manhaj Tafsir.hal. 2.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Rasyid Ridha


Nama lengkapnya Syekh Sayid Muhammad Rasyid Ridha (Tripoli -
Suriah, 1865 1935 M). Pemikir dan ulama pembaru dalam Islam di Mesir pada
awal abad ke-20 M. Ia dilahirkan dan dibesarkan dilingkungan keluarga terhormat
dan taat beragama. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa Rasyid Ridha berasal
dari keturunan Husein bin Ali bin Abi Thalib, itulah sebabnya ia memakai
diawal namanya dengan Sayid. Pendidikannya diawali dengan belajar Al-
Qur`an di tempat kelahirannya, Qalamun Suriah. Berbeda dengan anak-anak
seusianya, Muhammad Rasyid Ridha lebih senang menghabiskan waktunya untuk
belajar dan membaca buku, dan sejak kecil, ia telah memiliki kecerdasan dan
kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan. Setelah lancar membaca dan menulis,
Rasyid Ridha belajar di Madrasah Al-Rasyididah, yaitu sekolah milik pemerintah
di kota Tripoli, di madrasah ini, ia mempelajari ilmu bumi, ilmu berhitung, ilmu
bahasa (qawaid) dan ilmu-ilmu agama. Di madrasah ini, ia hanya belajar setahun
saja, karena ternyata madrasah itu khusus diperuntukkan bagi mereka yang ingin
menjadi pegawai pemerintah, sedangkan ia tidak berminat mengabdi untuk
pemerintah. Kelihatannya Muhammad Rasyid Ridha, sejak kecil sudah cerdas
memilih jurusan studinya, di mana ia tidak berminat untuk mengabdi kepada
pemerintahan. Lagi pula menurutnya madarasah ini bukanlah sekolah yang
berkualitas, baik segi materi yang dijarkan maupun sistem pendidikannya.4
Ketika Rasyid Ridha berumur 18 tahun, ia kembali melanjutkan studinya
dan sekolah yang dipilihnya adalah Madrasah Al-Wathaniyah Al-Islamiyah yang
didirikan oleh Syekh Husein al-Jisr. Di sekolah ini, jauh lebih maju dibandingkan
dengan Madrasah Al-Rasyidiyah tempat semula ia belajar. Di sini, ia belajar ilmu
mantiq, matematika, filsafat dan ilmu-ilmu agama. Gurunya Syekh Husein al-Jisr,
dikenal sebagai seorang yang banyak berjasa dalam menumbuhkan semangat

4
Nasrudin Yusuf, hal. 73.

3
ilmiah dan ide pembaruan dalam diri Rasyid Ridha kelak. Selain menekuni
pelajarannya di madrasah ini, ia juga tekun mengikuti berita perkembangan dunia
Islam melalui surat kabar Al-Urwah Al-Wusqa ; surat kabar berbahasa Arab
yang dipimpin oleh Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh, diterbitkan di
pengasingan mereka di Paris. Melalui surat kabar ini, Rasyid Ridha mengenal
gagasan dua tokoh pembaru yang sangat dikaguminya. Ketika Muhammad Abduh
diizinkan untuk kembali ke Mesir, Rasyid Ridha dapat menjumpai Abduh dan
berguru kepadanya di Universitas Al-Azhar. Ia mengajukan saran kepada gurunya
agar menafsirkan al-Qur`an dengan tafsiran yang relevan dengan tuntutan zaman.
Ketika itu, Muhammad Abduh aktif mengajar tafsir Al-Qur`An di Al-Azhar.
Sebagai murid, Rasyid Ridha mencatat semua kuliah-kuliah yang disampaikan
gurunya untuk dikoreksi. Selesai diperiksa, catatan itu diterbitkan dalam majalah
Al-Manar yang dipimpin oleh Abduh, yang kemudian dibukukan menjadi
sebuah Tafsir Al-Manar hingga sampai sekarang buku Tafsir ini sudah dikenal
di seluruh penjuru dunia. Sampai wafatnya, Abduh hanya sempat menafsirkan
hingga surat al-Nisa` ayat 125. Penafsiran ayat-ayat selanjutnya dilakukan oleh
Rasyid Ridha sendiri.5
Rasyid Ridha juga seorang pengikut Tarekat Naqsabandiah. Berdasarkan
pengalamannya di dunia tarekat, ia menyimpulkan bahwa ajaran tarekat yang
berlebihan dalam cara-cara beribadah dan pengultusan seorang guru membuat
seseorang mempunyai sikap statis dan pasif, sikap-sikap seperti itu jelas-jelas
merugikan umat Islam. Jadi, kelihatannya Rasyid Ridha bukanlah menyalahkan
ajaran tarekat yang berkembang saat itu, yang dipermasalahkannya hal-hal yang
menyangkut peribadatan yang berlebihan sehingga urusan duniawi menjadi
tertinggal, dan berlebihan mengikuti guru atau panatik kepada guru sangatlah
terlarang, karena bisa memasung ide-ide dan munculnya taqlid di kalangan kaum
muslimin. Selain itu, Ridha memiliki ide-ide pembaruan penting, antara lain di
bidang agama, bidang pendidikan, dan bidang politik. Dalam bidang agama, ia
berpendapat, bahwa umat Islam lemah karena mereka tidak lagi mengamalkan
ajaran Islam yang murni seperti yang dipraktekkan pada masa Nabi Muhammad

5
Ibid., hal. 75.

4
al-Mushthafa dan sahabat-sahabatnya, melainkan ajaran-ajaran yang sudah
banyak menyimpang dan bercampur dengan bidah dan khurafat. Jadi, bila dilihat
perkembangan pemikiran Ridha, ia berkeinginan menjauhkan umat Islam dari
faham fatalisme yang sudah lama membelenggu mereka, sebagai seorang
mujtahid modern, ia tanpak jelas memerangi faham taqlid dan fanatik mazhab dan
pertentangan mazhab pada saat itu. 6

B. Pemikiran Rasyid Ridha Tentang Pendidikan


Pembaharuan dalam bidang pendidikan, Rasyid Ridha mengikuti gurunya
Muhammad Abduh, Ridha sangat menaruh perhatian terhadap pendidikan.
menurutnya, umat Islam hanya dapat maju apabila menguasai bidang pendidikan.
oleh karena itu, ia selalu mengajak dan mendorong umat Islam untuk
menggunakan kekayaannya bagi pembangunan lembaga-lembaga pendidikan.
Ridha juga berpendapat, bahwa membangun lembaga pendidikan lebih
bermanfaat daripada membangun masjid. Apa artinya masjid dibangun, jika
pengunjungnya hanyalah orang-orang bodoh. Tetapi sebaliknya, lembaga
pendidikan akan dapat menghapuskan kebodohan dan pada gilirannya membuat
umat Islam menjadi maju dan makmur. Kelihatannya, gagasan pembaruan
pendidikan tidak berbeda dengan pemikiran Abduh, di mana sistem menghafal
saja tidak cukup diterapkan pada peserta didik. Demikian pula sistem halaqah
diganti dengan sistem klasikal yang mungkin dapat memunculkan kreatifitas
peserta didik, tunduk dan taqlid kepada suatu mazhab mesti dihindarkan.
Usaha yang dilakukan Ridha dibidang pendidikan ini adalah membangun
sekolah misi Islam dengan tujuan utamanya, untuk mencetak kader-kader
mubaligh yang tangguh, sebagai imbangan terhadap sekolah misionaris Kristen.
Sekolah tersebut didirikan pada tahun 1912 di Cairo dengan nama Madrasah al-
Dawah wa al-Irsyad. Di sekolah tersebut diajarkan ilmu-ilmu agama ; seperti al-
Qur`an, Tafsir, akhlaq dan hikmah tasyri, dan ilmu umum seperti bahasa Eropa,
ilmu kesehatan. Setelah itu, Rasyid Ridha mendapat undangan dari pemuka Islam
India untuk mendirikan lembaga pendidikan yang sama dengan yang didirikan di

6
Ibid., hal. 76.

5
Cairo-Mesir. Apabila dilihat dari konsep pembaruan pendidikan yang
dilaksanakannya, terlihat Ridha ingin mengintegrasikan antara konsep pendidikan
dengan konsep dawah. Hal ini, terlihat dari segi nama lembaga pendidikan yang
didirikannya, dan tujuannya, yaitu membentuk para dai yang handal dan tangguh
dalam menjalankan misi Islam ke seluruh dunia Islam. Gagasan Rasyid Ridha
yang terpenting waktu itu adalah :
a. Tentang lembaga pendidikan
Pada waktu Ridha ingin mendirikan lembaga pendidikan, kepadanya
sampai juga berbagai keluhan-keluhan dunia Islam termasuk Indonesia. Terutama
gencarnya misi kristen di negara-negara Islam tersebut, untuk menandingi
aktivitas Kristen ini, ia melihat di negara-negara itu, perlunya diadakan sekolah
misi Islam. Kemudian ia pergi ke Istambul untuk mendapatkan sokongan dan
bantuan, tetapi tidak berhasil. Pulang ke Cairo, usahanya berhasil, lalu ia
mendirikan Madrasah al-Dawah al-Irsyad pada tahun 1912 M. Para lulusan
akan dikirim ke berbagai dunia Islam yang memerlukan bantuan mereka. Tetapi
umur sekolah yang dibangunnya ini tidak panjang, karena terpaksa ditutup di
waktu pecahnya Perang Dunia I. Dengan demikian, misi pembaruan Abduh
melalui lembaga pendidikan menjadi terhambat.
b. Tentang kurikulum pendidikan
Rasyid Ridha juga perlu melaksanakan perlunya dilaksanakan ide
pembaharuan dalam bidang pendidikan, terutama kurikulumnya. Untuk itu, ia
melihat perlu ditambahkan ke dalam kurikulum berbagai macam mata pelajaran,
antara lain : (a) Teologi (b) Pendidikan Moral (c) Sosiologi (d) Ilmu Bumi (e)
Sejarah (f) Ekonomi (g) Ilmu Hitung (h) Ilmu Kesehatan (i) Bahasa Asing (j) Ilmu
Kesejahtraan Keluarga, di samping ilmu Fiqh, Tafsir, Hadits dan lain-lainnya
yang bisa diberikan di madrasah-madrasah tradisional. Sebelum ide Ridha ini
muncul, kurikulum di madrasah-madrasah, baik tingkat dasar maupun menengah
belumlah ada tambahan kurikulum sebagaimana yang tersebut di atas. Jadi,
kurikulum yang ditawarkan Ridha ini, mencakup perkembangan ilmu
pengetahuan dan kebutuhan masyarakat waktu itu.

6
Di dalam majalah AI-Manar dia mulai menulis dan membuat karangan
yang menentang pemerintahan absolut kerajaan Ustmani dan tulisan-tulisan yang
menentang politik Inggris dan Perancis untuk membagi-bagi dunia Arab dibawah
kekuasaan mereka masing-masing. Untuk menggagalkan rencana politik Inggris-
Perancis itu ia mengunjungi beberapa dunia Arab guna menjelaskan bahaya
Politik kerjasama Arab dengan Inggris-Perancis dalam usaha mereka menjatuhkan
kerajaan Utsmani, disamping itu ia turut memainkan peranan dalam kongres Suria
dan dalam perundingan Arab dengan Inggris.
Pembaharuan pemikiran yang dimajukan Rasyid Ridha tidak banyak
berbeda dengan ide-ide Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al-Afghani. Rasyid
Ridha berpendapat bahwa umat Islam mundur karena tidak lagi menganut ajaran
Islam yang sebenarnya. Adapun pengertian umat Islam tentang ajaran agama dan
perbuatan-perbuatan mereka telah menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam yang
sebenarnya.7
Rasyid Ridha sebagai Abduh, tidak banyak pembaruan yang
dilakukannya, hal ini disebabkan, karena ia masih mengikuti pembaruan yang
dilakukan oleh gurunya. Di samping ia lebih tertarik kepada politik, karena tampa
didukung oleh kebijakan politik maka pembaruan yang dilakukannya tidak akan
banyak membuahkan hasil. Juga, terkesan, ia berpengalaman bahwa gurunya
Abduh telah melakukan perubahan, namun mendapat tantangan dari al-Azhar
sendiri. Oleh sebab itulah, ia memilih meneruskan pembaruan pemikiran Abduh
dan Jamaluddin al-Afghani. Hal ini dapat dilihat pemikirannya dalam majalah Al-
Manar yang memuat pembaruan pemikiran kedua orang gurunya.

C. Pemikiran tentang Poligami


Seiring dengan perkembangan kesadaran dan akan ketidakadilan jender
saat ini maka muncul sebuah kebutuhan untuk mengkaji ulang berbagai ketentuan
di dalam hukum perkawinan Islam. Al-Quran secara jelas membolehkan untuk

7
Djunaidi, Rasyid Ridha Ide-Ide Pembaharuan, Tajdid, Vol.IX, No.2 Juli-Desember
2010., hal. 210.

7
melakukan poligami dan Al-Quran telah menetapkan hukum dengan membatasi
hanya sampai empat istri.8
Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 3:





Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
terhadap hak-hak perempuan yang yatim (bilamana kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu
senangi dua, tiga dan empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil maka kawinilah seorang saja atau budak yang kamu
miliki (QS. An-Nisa: 3).9
Tentang perlakuan terhadap anak yatim. Sebagian wali laki-laki yang
bertanggung jawab mengelola kekayaan anak yatim perempuan tidak mampu
mencegah dirinya dari ketidakadilan dalam mengelola harta si anak yatim satu
solusi yang dianjurkan untuk mencegah salah kelola adalah mengawini anak
yatim itu. Pada satu sisi Al-Quran membatasi jumlahnya sampai empat, disisi
lain tanggung jawab ekonomi untuk menafkahi isteri akan sejajar dengan akses
harta perempuan yatim melalui tanggung jawab manajemen. Namun kebanyakan
pendukung poligami jarang membicarakan poligami dalam konteks perlakuan
yang adil terhadap anak yatim. Ayat ini berkaitan dengan ayat lain seperti yang
diriwayatkan oleh Aisyah r.a dalam surat An-Nisa: 127 yang artinya: Dan kamu
mempunyai keinginan untuk menikahi mereka (anak-anak yatim itu) maksudnya
adanya perasaan di hati untuk menikahi dengan bekal harta dan kecantikan, maka
dilarang untuk menikah kecuali kalau niatnya betul-betul lurus dari hati.
Ibn jarir berkata ayat diatas adalah larangan menikah lebih dari empat karena
dikhawatirkan akan hilangnya harta anak yatim. Hal ini terjadi pada seseorang
Quraisy yang mengawini perempuan lebih dari sepuluh maka habislah harta tadi
yang digunakan untuk memberi nafkah bagi isteri-isteri yang lain, oleh sebab itu
dilarang cara semacam ini.
Izin yang diberikan dalam ayat tersebut mengenai poligami dibatasi dengan
persyaratan apabila sang suami itu memiliki akhlak yang baik dan secara

8
Muhamad Isna Wahyudi, Membaca Ulang Konsep Perwalian Dalam Perspektif
Mohammed Arkoun.hal 1-23.
9
Depag RI, Al-Quran Tafsir Perkata Tajwid Kode Angka, (Jakarta: Kalim, 2011), hal.

8
ekonomis dia mampu untuk memberi nafkah kepada dua isteri atau lebih secara
adil dalam setiap kondisi serta mampu menghindarkan dari dari perilaku yang
yang dapat menyulut perpecahanantara kedua isteri tersebut.
Urgensi poligami pada awal Islam adalah untuk menjaga hubungan keturunan
dan gengsi kesukuan yang pada masa sekarang sudah tidak ada lagi. Pada saat ini
kemudharatan-kemudharatan yang muncul dari poligami sering menghinggapi
anak, bapak dan saudara-saudara yang memicu terjadinya konflik dan permusuhan
seperti perebutan hak-hak anak terhadap isteri-isteri yang lain dan adanya perilaku
pilih kasih kepada salah seorang isteri yang dicintai. Dampak yang muncul
akhirnya adalah terjadi pencurian, zina, khianat dan sampai kepada pembunuhan.
Sedangkan dalam praktek poligami Muhammad Abduh menilai tidak adanya
pendidikan terhadap umat, maka beliau merekomendasikan agar para ulama
mengkaji ulang masalah ini terutama para pengikut mazhab Hanfiy, karena
agama selalu menerapkan kemaslahatan bagi manusia. Maka wajib untuk
mengubah hukum dan menyesuaikan dengan zaman. Maka kesimpulan akhir
menurut Muhammad Abduh adalah poligami hukumnya haram karena khawatir
tidak dapat berlaku adil.
Berdasarkan beberapa kesimpulan bahwa sesungguhnya kebolehan
melakukan poligani harus dibarengi dengan beberapa kualifikasi yang sangat sulit
untuk dilakukan yang karena sulitnya seakan-akan poligami itu menjadi sebuah
larangan (haram).tetapi kemudian Muhammad Abduh lebih jauh menyatakan:
Dan ingatlah bahwa masalah yang terkait dengan poligami yang kita lihat dan kita
dengar itu tidak memiiki unsur pendidikan sama sekali terhadap umat. Maka
merupakan sebuah keharusan bagi para ulama untuk meninjau kembali masalah
ini, khususnya penganut mazhab Hanafi yang telah menetapkan adanya bentuk
poligami, padahal mereka semua tidak mengingkari bahwa agana Islam
diturunkan bertujuan bagi kemaslahatan dan kesejahteraan manusia, sedangkan
salah satu asas fundamentalnya adalah mencegah kemudharatan dan perilaku yang
membayakan.jika penerapan paham keagamaan dalam masa tertentu itu sudah
tidak memiliki relevansi lagi dengan masa kini, maka yang harus dilakukan adalah
mengganti hukum dan penetapannya tersebut sesuai dengan masa kini,

9
berdasarkan kaidah ushul yang berbunyi:meninggalkan kemudharatan itu
didahulukan daripada menarik sebuah kemanfaatan. Kemudian sang mufti
mengakhiri pernyataannya berdasarkan asusmsi dasar ini, maka agama Islam
mengajarkan bahwa poligami itu merupakan sebuah larangan (haram) bagi orang-
orang yang takut tidak dapat berlaku adil.
Hikmah paling nyata dari larangan poligami adalah petunjuk Allah kepada
kita supaya dalam perilaku pernikahan pada dasarnya bagi seorang laki-laki itu
mencukupkan diri untuk menikahi satu isteri saja karena praktek poligami ini
akan menimbulkan berbagai kemudharatan. Tetapi poligami dalam pandangan
syariah merupakan masalah yang jarang danbukan merupakan suatu hal yang
dituju, sehingga hukumnya tidak dilestarikan.setiap hukum itu ditetapkan
berdasarkan pada prinsip yang menjadi landasan pelaksanaannya pada umumnya,
sedangkan dalam konteks-konteks tertentu tidak ada hukum.10
Ridha menjelaskan bahwa asas perkawinan itu adalah monogami, sedangkan
poligami diperbolehkan situasi darurat, dengan jaminan tidak terjadi kerusakan
dan kedhaliman baik dalam keluarga maupun masyarakat. Poligami merupakan
rukhsah yang diberikan Allah dalam keadaan darurat dan benar-benar dibutuhkan
(mudhoyyiqun fiha asyaddu al-tadhoyyuq, fa hiya dhoruroh...). itupun
disayaratkan harus yakin bisa berlaku adil, jika dia tidak yakin bahkan ragu untuk
dapat mewujudkan keadilan dalam keluarga, maka harus beristri satu saja. Dan
gurunya Muhammad Abduh mencela keras praktek poligami karena maasyarakat
Mesir sangat senang melakukan poligami sekaligus mudah menceraikannya
karena mengutamakan kepuasan seksual. Sedangkan bangsa Barat ketika
mengecam praktik poligami dalam Islam dan membesar-besarkan isu tentang
bahaya yang ditimbulkan poligami. Sementara dari sisi normatif persyaratannya
sulit dilakukan, mereka dalam beberapa kasus memperbolehkan praktik
poligami.11

10
Kajianbersama.blogspot.co.id/2012/12/tafsir-al-manar.html?m=1. Diunduh hari
Minggu, 9 Juli 2017 pukul 11.08.
11
Usman, Perdebatan Masalah Poligami Dalam Islam. Jurnal Pemikiran Islam.Vol.39,
No.1 Januari Juni 2014.hal.129-141.

10
D. Pemikiran Rasyid Ridha tentang Khilafah Islamiyah
Rasyid Ridha murid langsung Muhammad Abduh berpengaruh besar
dalam membentuk ideologi aktivis ikhwanul muslimin di Mesir dan bagian
lainnya di dunia Islam Sunni, disamping itu ia secara pasti adalah pemikir Muslim
terkemuka pada zamanrrya yang merumuskan pandangan-pandangannya
mengenai negara Islam sebagai bagian dari pernyataan-pernyataanya penghapusan
kekhalifahan secara jelas dan berani. Bahasan Rasyid Ridha yang penting
mengenai kekhalifahan yaitu Al-Khalifah Au Ai-Imamatul 'Uzhma (Kekhalifahan
arau Imamah tertinggi) diterbitkan menjelang dihapuskannya kekhalifahan.
Dalam masalah politik, kemunduran umat Islam dalam bidang ini adalah
karena perpecahan, karena itu jika ingin maju maka harus mewujudkan persatuan
dan kesatuan yang didasarkan pada keyakinan, bukan hanya didasarkan pada
mahasa dan ethnis. Untuk itu dia menyeru umat Islam agar bersatu kembali di
bawah satu keyakinan, satu sistem moral, satu sistem pendidikan dan tunduk
dalam satu sistem hukum dalam satu kekuasaan yang berbentuk negara. Namun,
negara yang diinginkannya bukan seperti konsep Barat, melainkan negara dalam
bentuk khilafah (kekhalifahan) seperti pada masa Al-Khulafaur Rasyidin. Dia
menganjurkan pembentukan organisasi Al-Jamiah Al-Islamiyah (persatuan umat
Islam) di bawah naungan khalifah. Apabila dilihat dari pembaharuan yang
digaungkan Rasyid Ridha, tidak terlepas dari pembaru ajaran agama Islam yang
telah menyimpang dari ajaran yang sebenarnya, yang dikaitkannya dengan
pemikiran politik dunia Islam. Hal ini, ternyata ia aktif di dunia politik. Ia pernah
menjadi Presiden Kongres Suriah pada tahun 1920, menjadi delegasi Palestina-
Suriah di Jenewa tahun 1921. Ia juga pernah menjadi anggota Komite Politik di
Kairo tahun 1925 dan menghadiri Konferensi Islam di Mekah tahun 1926 dan di
Yerussalem tahun 1931.12
Jadi, Ridha tidak mau dipasung ide-ide politiknya, ia harus memasuki
dunia politik, karena pendidikan sangat terkait dengan isu-isu dan kebijakan
politik. Khusus mengenai pemikiran politik yang menyangkut dengan sistem
khalifah, ia berkeinginan agar umat Islam dari semua negara kembali bersaudara.

12
Rosmini, hal. 4.

11
Kelihatannya, ia sangat tertarik membawa umat Islam ke dalam suatu wadah
seperti lazimnya zaman klasik, karena Islam memang tidak mengenal teritorial,
akan tetapi Rasyid Ridha berkeinginan sistem negara yang bersifat internasional
dari seluruh negara-negara Islam. Berbeda dengan pemikiran Jamaluddin al-
Afghani, di mana ia menganjurkan,agar umat Islam mencintai negaranya sendiri.
Rasyid Ridha tampak masih memiliki keinginan untuk mengikat umat Islam lewat
Jamaah Islamiyah (Pan-Islamisme).13

E. Karya-karya Rasyid Ridha


Tafsir Al-Quran karya Rasyid Ridha itu berjudul Tafsir Al-Quran al-
Hakim (Tafsir Al-Manar) bagian pertamanya, yaitu Surat Al-Fatiha sampai
dengan surat An-Nisa ayat 125 merupakan hasil kerjasama dengan gurunya,
Syekh Muhammad Abduh. Sedangkan bagian keduanya yaitu surat An-Nisa ayat
126 sampai dengan surat Yusuf ayat 110 adalah hasil karyanya secara mandiri.
Majalah Al-Manar mulai terbit pada tanggal 22 syawal 1315 H/15 maret
1898 M. Pada mulanya majalah tersebut terbit dalam bentuk tabloid, sekali dalam
seminggu, kemudian setengah bulan sekali, kemudian sebulan sekali dan kadang-
kadang sembilan nomor dalam setahunnya. Majalah tersebut dapat diterbitkan
Rasyid Ridha seorang diri hinggga akhir hayatnya.
Karya-karya yang diterbitkan Rasyid Ridha semasa hidupnya cukup
banyak. Antara lain, Tarikh Al-Ustadz Al-Imama Asy-Syaikh Abduh (sejarah
hidup imam syaikh muhammad abduh), Nida Li Al-Jins Al-Latif (Panggilan
terhadap kaum wanita), Al-Wahyu Muhammad (Wahyu Allah yang diturunkan
kepada Muhammad SAW), Yusr Al-Islam wa Usul At-Tasyri Al-Am
(Kemudahan agama Islam dan dasar-dasar umum penetapan hukum Islam), Al-
Khilafah wa Al-Imamah Al-Uzma (Kekhalifahan dan Imam-imam Besar),
Muhawaroh Al-Muslih wa Al-Muqallid (Dialog antara kaum pembaharu dan
konservatif), Zikra Al-Maulid An-Nabawiy (Peringatan kelahiran Nabi
Muhammad SAW), dan Haquq Al-Marah As-Shalihah (Hak-hak wanita muslim).

13
Muhammad Syaminan, Analisa Pemikiran Politik Islam. Jurnal POLITEIA. Vol.1 No.1
Januari 2009.hal. 3.

12
F. Pengaruh Pemikiran Rasyid Ridha di Indonesia
Pemikiran Abduh yang disebarluaskan oleh muridnya Muhammad Rasyid
Ridha melalui tulisannya di majalah al-Manar dan al-Urwah al-Wusqa
menjadi rujukan para tokoh pembaru dalam dunia Islam, sehingga berbagai
negara Islam muncul gagasan mendirikan sekolahsekolah dengan menggunakan
kurikulum seperti yang dirintis Muhammad Abduh. Demikian pula, pemikiran
Rasyid Ridha, kemungkinan terjadinya reformasi pada tahun 1997/1998 di
Indonesia juga diilhami oleh pemikiran Abduh dan Rasyid Ridha. Secara faktual,
kedua tokoh ini menjadi bagian penting dalam silabus perkuliahan S-1, S-2, dan
S-3, terutama di perguruan tinggi Islam. Secara psikologis, hal ini memberi
pengaruh dan kontribusi pemikiran bagi dosen dan mahasiswa, terutama
kebebasan berpendapat.
Pengaruh pemikiran pembaruan Rasyid Ridha dan Muhammad Abduh,
terasa sampai ke Indonesia. Ide-ide yang terkandung dalam majalah al-Manar,
khususnya mengenai pemberantasan bidah dan khurafat, banyak mengilhami
timbulnya gerakan pembaruan di Indonesia. Bukti-bukti yang dapat dikemuakan
sebagai adanya pengaruh ide-ide Rasyid Ridha di Indonesia, antara lain ; terbitnya
majalah al-Munir di Padang Sumatera Barat yang dikelolah oleh ulama-ulama
yang pernah belajar di Mekah. Majalah ini, berita-berita yang dimuat dalam
majalah Al-Manar dan ditulis kembali dan disebarkan. Para ulama Indonesia
banyak yang tertarik untuk membaca majalah Al-Manar, baik semasa mereka
berada di Mekah maupun setelah kembali ke Indonesia. Hal ini, ditandai dengan
munculnya pertanyaan ulama Indonesia terhadap Rasyid Ridha melalui Al-
Manar mengenai ukhwah islamiyah, nasionalisme dan patriotisme dalam
pandangan Islam. Dengan demikian, pembaruan di Indonesia juga diilhami oleh
pemikiran Abduh dan Rasyid Ridha, yang pada akhirnya, pembaruan yang
dilancarkan melalui majalah Al-Munir juga mendapat serangan dari kaum tua,
atau kaum tradisional. Hal ini, dikenal di Sumatra Barat, perbedaan pendapat yang
paling krusial yaitu, antara kaum tua dengan kaum muda.

13
Jika umat Islam, termasuk Indonesia tidak hanya ingin sekedar surve atau
studi perbandingan di tengah persinggahan global yang semakin tajam dan ketat,
tetapi juga berharap mampu tampil di depan, maka reorientasi pemikiran
mengenai pendidikan Islam dan restrukturisasi sistem dan kelembagaan jelas
merupakan keniscayaan. Cara pandang yang mengesampingkan IPTEK tampak
tidak bisa dipertahankan. Kini peluang itu, telah terbuka pintunya untuk menuju
masyarakat yang bertamaddun dengan ipteknya setelah dimulai pula pembaruan
pendidikan Islam, misalnya IAIN berubah ke UIN sebuah pembaruan yang
memberikan anak kunci untuk membuka pintu pembaruan dengan selebar-
lebarnya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

14
Syekh Sayid Muhammad Rasyid Ridha (Tripoli - Suriah, 1865 1935
M). Pemikir dan ulama pembaru dalam Islam di Mesir pada awal abad ke-20 M.
Pendidikannya diawali dengan belajar Al-Quran, setelah lancar membaca dan
menulis, Ia belajar di Madrasah Al-Rasyididah hanya 1 tahun. Ketika Ridha
berumur 18 tahun ia belajar di Madrasah al-Wathaniyah al-Islamiyah gurunya
Syaikh Husain al-Jisr. Ridha tekun mengikuti berita perkembangan dunia Islam
memalui surat kabar al-Urwah al-Wusqa yang dipimpin Jamaluddin al-Afghani
dan Muhammad Abduh di tempat pengasingan. Ketika Muhammad Abduh
kembali ke Mesir, Ridha berguru pada Abduh di Universitas Al-Azhar, Ia
mengajukan saran kepada gurunya untuk menafsirkan Al-Quran (Tafsir al-
Manar) dan guru menyetujuinya. Abduh sampai akhir hayatnya hanya mampu
menyelesaikan tafsir al-Manar sampai surat an-Nisa ayat 125 dan kemudian
dilanjutkan oleh Ridha.
Ridha memiliki ide-ide pembaruan penting, antara lain di bidang agama,
bidang pendidikan, dan bidang politik. Dalam bidang agama, ia berpendapat,
bahwa ia berkeinginan menjauhkan umat Islam dari faham fatalisme yang sudah
lama membelenggu mereka, sebagai seorang mujtahid modern, ia tampak jelas
memerangi paham taqlid dan fanatik mazhab dan pertentangan mazhab pada saat
itu.
Rasyid Ridha masih terikat oleh pemikiran orang lain, seperti Imam
Ahmad bin Hambali dan Ibnu Taimiyah. Ridha lebih banyak sebagai Abduh dan
sebagai Jamaluddin al-Afghani. Kendatipun demikian, Rasyid Ridha, di samping
lebih banyak tertarik ke politik, dan banyak pula mengulas ide dan gagasan
gurunya, dan ia telah berhasil mengembangkan pembaruan pemikiran
pendidikannya melalui majalah al-Manar-nya dan melalui buku tafsir yang dirintis
oleh Abduh dan dilanjutkan oleh Ridha, yaitu tafsir al-Manar. Sekarang ide-ide
yang bernas itu telah tersebar ke dunia Islam, termasuk Indonesia. Berkat
munculnya pembaruan pendidikan kedua tokoh ini, sekarang negara-negara Islam
sudah memakai sistem, metode dan kurikulum pendidikan seperti yang dicetuskan
oleh kedua tokoh ini.

15
Rasyid Ridha mulai menerbitkan majalah al-Manar (Mercusuar) dengan
persetujuan Muhammad Abduh. Majalah tersebut dipersiapkan untuk menjadi
corong dan media bagi gerakan pembaruan islam dalam memajukan umat Islam
dan membebaskan mereka dari belenggu penjajahan.
Ridha menjelaskan bahwa asas perkawinan itu adalah monogami,
sedangkan poligami diperbolehkan situasi darurat, dengan jaminan tidak terjadi
kerusakan dan kedhaliman baik dalam keluarga maupun masyarakat. Poligami
merupakan rukhsah yang diberikan Allah dalam keadaan darurat dan benar-benar
dibutuhkan (mudhoyyiqun fiha asyaddu al-tadhoyyuq, fa hiya dhoruroh...). itupun
disayaratkan harus yakin bisa berlaku adil, jika dia tidak yakin bahkan ragu untuk
dapat mewujudkan keadilan dalam keluarga, maka harus beristri satu saja. Dan
gurunya Muhammad Abduh mencela keras praktek poligami karena maasyarakat
Mesir sangat senang melakukan poligami sekaligus mudah menceraikannya
karena mengutamakan kepuasan seksual. Sedangkan bangsa Barat ketika
mengecam praktik poligami dalam Islam dan membesar-besarkan isu tentang
bahaya yang ditimbulkan poligami. Sementara dari sisi normatif persyaratannya
sulit dilakukan, mereka dalam beberapa kasus memperbolehkan praktik poligami.
Beberapa ide-ide pembaruan yang dipublikasikan oleh Syekh Muhammad
Rasyid Ridha antara lain: Kemunduran umat Islam dalam berbagai aspek
kehidupan lantaran mereka tidak lagi menganut ajaran-ajaran Islam yang
sebenarnya, Kemunduran umat Islam juga disebabkan membudayanya paham
fatalis (Jabbariyyah), Ilmu pengetahuan modern tidak bertentangan dengan Islam
sudah sepantasnya umat Islam yang mendambakan kemajuan, siap
mempelajarinya, Islam itu sederhana, baik masalah ibadah maupun masalah
muamalah. Ibadah kelihatan ruwet, karena hal-hal yang sunah dan tidak wajib
dijadikan hal-hal yang wajib, Hukum-hukum fiqih yang berkenaan dengan
kemasyarakatan meski didasarkan pada al-Quran dan Hadits, tidak boleh
dianggap absolut dan tidak dapat diubah. Hukum-hukum itu ditetapkan sesuai
dengan suasana tempat dan zaman ia ditetapkan, Dalam masalah politik,
kemunduran umat Islam dalam bidang ini adalah karena perpecahan, karena itu

16
jika ingin maju maka harus mewujudkan persatuan dan kesatuan yang didasarkan
pada keyakinan, bukan hanya didasarkan pada bahasa dan ethnis.
Karya Karya Muhammad Rasid Ridha yang paling monumental ialah
Majalah al-Manar. Selama al-Manar terbit, sebayak 34 jilid besar dan setiap
jilidnya berisi 1000 halaman telah terkumpul seluruhnya, Tafsir Al-Quran karya
Rasyid Ridha itu berjudul Tafsir al-Quran al Hakim (Tafsir Al-Manar).
Pengaruh pemikiran Rasyid Ridha dan juga para pemikir lainnya
berkembang ke berbagai penjuru dunia Islam, termasuk Indonesia. Ide-ide
pembaharu yang dikumandangkan banyak mengilhami semangat pembaruan di
berbagai wilayah dunia Islam. Banyak kalangan ulama yang tertarik untuk
membaca majalah Al-Manar dan mengembangkan ide yang diusungnya.

B. Kritik dan Saran


Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis sangat memperhatikan
saran yang membangun apabila ada kekurangan atau kesalahan dalam memilih
kata dan menyusun materi demi kesempurnaan makalah ini, kami mohon maaf
apabila ada kekurangan-kekurangan. Semoga ilmu ini bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

17
Djunaidi. 2010. Rasyid Ridha dan Ide-Ide Pembaharuan. Tajdid. Vol. IX No.2
Juli-Desember 2010. hal. 207-212.
Kajianbersama.blogspot.co.id/2012/12/tafsir-al-manar.html?m=1. Diunduh hari
Minggu, 9 Juli 2017 pukul 11.08.
Padmo, Soegijanto. 2007. Gerakan Pembaharuan Islam Indonesia Dari Masa Ke
Masa. Humaniora. Vol. 19 No.2 Juni 2007. hal. 151-160.
Rosmini. Khilafah Dalam Tafsir Al-Manar Karya Muhammad Abduh Dan
Rasyid Ridha.Studi Kasus Manhaj Tafsir.hal. 1-21
Syaminan, Muhammad. 2009. Analisa Pemikiran Politik Islam. Jurnal
POLITEIA. Vol.1 No.1 Januari 2009.hal. 1-6.
Usman. 2014.Perdebatan Masalah Poligami Dalam Islam. Jurnal Pemikiran
Islam.Vol.39, No.1 Januari Juni 2014.hal.129-141.
Wahyudi, Muhamad Isna.Membaca Ulang Konsep Perwalian Dalam Perspektif
Mohammed Arkoun.hal 1-23.
Yusuf, Nasrudin. 2011. Perbandingan Pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridha Tentang Pendidikan. Jurnal Sosial Budaya. Vol. 8 No. 01 Januari-
Juni 2011. hal. 64-85.

18

Anda mungkin juga menyukai