DOSEN PENGAMPU :
Warisudin Sholeh, MA
DISUSUN OLEH :
SILFA LINDA. A
NIM : 1911203101
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga pada akhirnya makalah ini dapat disusun dan
disajikan dengan waktu yang telah ditetapkan. Terima kasih kepada keluarga,
dosen, sahabat yang selalu setia, tak pernah lelah, dan tak pernah bosan-bosannya
untuk mengajari, mengingatkan maupun memberi nasehat kepada kami.
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah yang diberikan. Selain daripada itu dalam makalah
ini masih begitu banyak kekurangan dan kesalahan baik dari segi isi, struktur
penulisan maupun hal-hal lainnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran positif yang membangun dari pembaca sekalian untuk perbaikan
dikemudian hari.
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat berguna dan dapat digunakan
sebagai literatur tambahan bagi rekan-rekan mahasiswa lain.
Penulis,
i
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER................................................................................................i
KATA PENGANTAR .............................................................................................ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi................................................................................................2
B. Pemikiran ............................................................................................4
C. Kontribusi...........................................................................................17
ii
DAFTAR PUSTAKA 20BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di zaman era modern ini, tampaknya masyarakat islam tertinggal jauh
dengan masyarakat non muslim di Negara barat. Hal ini disebabkan masyarakat
islam tampaknya kurang semangat didalam mencari suatu pengetahuan baru. Hal
ini buktikannya dengan adanya kemandekan dalam dunia ijtihad. Masyarakat
sekarang dienakkan dengan produk-produk teknologi dari Barat dan malas dalam
mencari suatu pengetahuan. Keadaan seperti ini haruslah diubah salah satunya
adalah dengan mengetahui sejarah tokoh-tokoh islam seperti mengetahui tokoh
dalam filsafat islam yang dapat contoh bagaimana para tokoh tersebut
menggunakan pemikirannya demi mencari suatu pengetahuan yang belum ada
sebelumnya.
Kemudian dengan mengetahui salah satu tokoh filsafat islam juga
diharapkan dapat memperkuat keimanan dengan jalan mempelajari hakikat
ketuhanan, manusia, dan alam semesta sehingga dengan rasa iman yang kuat
tidak mengalami goyah keimanan dalam hati umat islam seperti juga yang terjadi
pada era sekarang yang umat islam rela unutk keluar dari agamanya karena hal-
hal yang sepele. Salah satu tokoh filsaafat yang akan pelajari dalam makalah ini
adalah tentang filsafat Muhammad Iqbal mengenai biografinya, pemikiran-
pemikirannya dan kontribusi.
B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Sir Muhammad Iqbal itu?
2. Bagaimana pemikiran-pemikiran Sir Muhammad Iqbal?
3. Apa saja kontribusi Sir Muhamad Iqbal?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui biografi Sir Muhammad Iqbal.
2. Untuk mengetahui pemikiran-pemikiran Sir Muhammad Iqbal.
3. Untuk mengetahui kontribusi Sir Muhammad Iqbal.
1
BAB II
PEMBAHASAN
BIOGRAFI, PEMIKIRAN DAN KONTRIBUSI SIR MUHAMMAD IQBAL
A. Biografi
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot, Punjab, India, 22 Februari 1873-
meninggal di Lahore, 21 April 1938 pada umur 60 tahun, lahir dari keluarga
yang nenek moyanngnya berasal dari lembah Khasmir. Beliau memulai
pendidikanya pada ayahnya yang bernama Nur Muhammad, seseorang yang
dikenal sebaagai ulama. Kemudian setelah menamatkan pendidikan sekolah
dasar di kampung kelahiranya pada tahun 1895 segera melanjutkan pelajaranya
di Lahore. Di kota ini ia mendapat binaan dan gemblengan dengan jiwa muda
yang berhati bajja oleh Maulana Mmir Hasan, seorang ulama’ yang merupakan
teman ayahnya. Dan ulama ini memberikan dorongan dan semangat yang
mewarnai dan mendasari jiwa Iqbal dengan ruh agama yang senantiasa
bersemayam dalam jiwa, menggelora dalam hati, serta menentukan gerak,
langkah, tujuan dan arah. Sehingga keberhasilan ulama tersebut dalam
membinanya membawa kesan yang mendalam di dalam hati, beliau dikenal
juga sebagai Allama Iqbal adalah seoang penyair, politis, pendidikan dan
pengacara yang dijabatnya sejak 1908 sampai 1937 dan filsuf besar abad ke-
20.1
Ia dianggap sebagai salah satu tokoh paling penting dalam sastra Urdu,
dengan karya sastra yang ditulis baik dalam bahasa Urdu maupun Persia. Iqbal
dikagumi sebagai penyair klasik menonjol oleh sarjana-sarjana sastra dari
Pakistan, India, maupun secara internasional. Meskipun Iqbal dikenal sebagai
penyair yang menonjol, ia juga dianggap sebagai “pemikir filosofis Muslim
pada masa modern”. Buku puisi pertamany, Asar-e-Khudi, juga buku puisi
lainya termasuk Rumuz-i-Bekhudi, Payam-i-mashriq dan Zabur-i—Ajam;;
dicetak dalam bahasa Persia pada 1915. Di antara karya-karyanya, Bang-i-
Dara, Bal-i-Jibril, Zarb-i Kalim dan bagian dari Armughan-e-Hijaz
1
A.Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hal. 330.
2
merupakan karya Urdu-nya yang paling dikenal. Bersama puisi Urdu dan
Persia-nya, berbagai kuliah dan surat dalam bahasa Urdu dann Bahasa
Inggris-nya telah meberikan pengaruh yang sangat besar pada perselisihan
budaya, sosial, religius dan politik selama bertahun-tahun. Pada 1992, ia
diberi gelar bangsawan oleh Raja George V, dan memberi titel “Sir”.
Ketika mempelajari hukum dan filsafat di Inggris, Iqbal menjadi anggota
“All India Muslim Leauge” cabang London. Kemudian dalam salah satu
ceramahnya yang paling terkenal, Iqbal mendorong pembentukan negara
Muslim di Barat Daya India. Ceramah ini diutarakan pada ceramah
kepresidenannya di Liga pada sesi Desember 1930. Saat itu ia memiliki
hubungan yang sangat dekat dengan Quid-i-Azam Mohammad Ali Jinnah.
Iqbal dikenal sebagai Shair-e-Mushriq yang berarti “Penyair dari Timur
“. Ia juga disebut sebagai Mufakkir-e-Pakistan (The Inceptor of Pakistan) dan
Hakeem-ul-Ummat (“The Sage of the Ummah”). Di Iran dan Afganistan ia
terkenal sebagai Iqbal-e-Lahori (Iqbal dari Lahore), dan sangat di hargai atas
karya-kaarya berbahasa Persia-nya. Pemerintah Pakistan menghargainya
sebagai “penyair nasional”, hingga hari ulang tahunya merupakan hari libur
di Pakistan.2
B. Pemikiran
Pemikiran Iqbal tampak dalam hal-hal seperti berikut ini. Pertama, dia
menggabungkan ilmu kalam, tasawuf, falsafah, ilmu sosial dan sastra dalam
pemikirannya sebagai rangka untuk memahami ajaran Islam. Dengan demikian ia
menggunakan perspektif secara luas, yang membedakannya dari pemikir Muslim
lain kebanyakan parsial dan hanya menekankan pada segi tertentu.
Kedua, dalam memahami kondisi umat Islam dan perkembangan
pemikirannya, ia tidak memisahkan falsafah dan teologi dari persoalan sosial
budaya yang dihadapi umat Islam. Ini membuatnya menjadi seorang filosof dan
budayawan yang berwawasan luas.
Ketiga, pikiran-pikirannya yang paling cemerlang sebagian besar diungkapkan
dalam puisi yang indah dan menggugah, sehingga menempatkan diri sebagai
2
Ibid, hal. 335.
3
penyair-filosof Asia yang besar pada abad ke-20. Pembaca yang tidak
memperhatikan puisi-puisinya, tidak akan menangkap keagungan pemikirannya.
Keempat, dia berpendapat bahwa penyelamatan spiritual dan pembebasan kaum
Muslim secara politik hanya dapat terwujud dengan cara memperbaiki nasib umat
Islam dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan.
Pandangannya senantiasa bertolak dari ayat-ayat al-Qur‟an dan Hadis.
Bagi Iqbal, dengan melihat sejarah masyarakat Asia, agama memainkan peranan
penting dalam kehidupan umat manusia, termasuk perkembangan peradaban dan
kebudayaan. Mengeritik penyimpangan dan pengaburan ajaran agama oleh para
sultan, ulama, cendekiawan dan pemimpin Islam yang menjadikan agama sebagai
kendaraan untuk meraih keuntungan politik dan ekonomi. Semua itu bagi Iqbal
merupakan sumber degradasi moral umat. Dia sangat kritis terhadap peradaban
dan kebudayaan Barat, sebagaimana terhadap Islam. Menurut Iqbal, peradaban
dan kebudayaan Islam hanya bisa dimajukan dengan melakukan dua hal secara
serentak, yaitu idealisasi Islam dan pembaruan pikiran agama. Untuk bisa bangkit
dari kejatuhan, kaum Muslimin harus memiliki akses pada kebenaran ajaran
agama dan sejarah panjang peradabannnya.3
Sosok Muhammad Iqbal memang sangatlah fenomenal. Lebih dari
siapapun, Iqbal telah merekonstruksi sebuah bangunan filsafat Islam yang dapat
menjadi bekal individu-individu Muslim dalam mengantisipasi peradaban Barat
yang materialistik ataupun tradisi Timur yang fatalistik. Jika diterapkan maka
konsep-konsep filosofis Iqbal akan memiliki implikasi-implikasi kemanusiaan dan
sosial yang luas.
Di dalam kehidupannya Iqbal berusaha secara serius terhadap perumusan
dan pemikiran kembali tentang Islam. Ia berpendapat bahwa kemunduran ummat
Islam selama lima ratus tahun terakhir disebabkan oleh kebekuan dalam
pemikiran. konkritnya bahwa pintu Ijtihad telah ditutup. Iqbal ingin berjuang
untuk martabat bangsa dan umatnya. Saat itu, bangsa Muslim berada dalam
kemunduran dan penjajahan Barat. Iqbal merasa terpanggil untuk memperbaiki
3
Darmawan tia Indrajaya, Konstribusi Pemikiran Muhammad Iqbal Dalam Pembaharuan Hukum
Islam, Hukum Islam, vol. XIII no.(1 juni 2013), hal:4-5.
4
nasib bangsa dan umatnya itu, salah satunya dengan pembaharuan pemikiran
Islam agar kontekstual dengan jiwa zaman saat itu.4 Dalam makalah ini,
pemakalah mengangkat seorang pemikir, pujangga, pembaharu Islam Iqbal yang
bukan saja berpengaruh di negerinya Pakistan tapi juga di Indonesia sendiri.
Disini pemakalah menitik beratkan pada pemikirannya di bidang-bidang berikut:
1. Metafisika
4
Amran Suriadi, Muhammad Iqbal, Filsafat Dan Pendidikan Islam, Tsarwah (Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Islam), Vol. 1 No. 2 (Juli-Desember) 2016, hal. 53-54.
5
Menyatukan diri dengan Tuhan, tetapi ego kreasi dalam diri terkikis habis.
Gejala tersebut oleh Iqbal diistilahkan dengan “kesadaran mistis” dan tentunya
sangat bertentangan dengan “kesadaran profetik”. Kesadaran mistik adalah istilah
yang digunakan Iqbal untuk mengategorikan konsep wahdah al-wujud sebagai
salah satu usaha yang dilakukan manusia dengan menafikan kehendak pribadi
ketika mengidentifikasikan diri dengan Tuhan. Maka, aktivitas kreatif menjadi
tidak terlihat dalam hidup keseharian. Sedangkan, kesadaran profetik adalah
sebuah cara mengembangkan kesadaran melalui aktivitas kreatif yang bebas dan
melalui kesadaran bahwa aktivitas kreatif manusia adalah aktivitas Ilahi.
2. Estetika
Karena itu, Iqbal memberi kriteria tertentu pada karya seni ini. Pertama,
seni harus merupakan karya kreatif sang seniman, sehingga karya seni merupakan
buatan manusia dalam citra ciptaan Tuhan. Ini sesuai dengan pandangan Iqbal
5
Ibid, hal. 47-49.
6
tentang hidup dan kehidupan. Menurutnya, hakekat hidup adalah kreativitas
karena dengan sifat-sifat itulah Tuhan sebagai sang Maha Hidup mencipta dan
menggerakan semesta. Selain itu, hidup manusia pada dasarnya tidaklah terpaksa
melainkan sukarela, sehingga harus ada kreativitas untuk menjadikannya
bermakna. Karena itu, dalam pandangan Iqbal, dunia bukan sesuatu yang hanya
perlu dilihat atau dikenal lewat konsep-konsep tetapi sesuatu yang harus dibentuk
dan dibentuk lagi lewat tindakan-tindakan nyata.
7
bentuk citra tertentu, baik dalam bentuk maupun kandungan isinya. Jika hasil
karya seni ini kemudian diapresiasi oleh penanggap, hal itu disebabkan karya seni
tersebut membangkitkan intuisi yang sama pada dirinya sebagaimana yang
dimiliki oleh sang seniman.
Dengan pernyataan seperti ini, mengikuti Syarif, teori Croce berarti terdiri
atas empat hal, bahwa seni adalah kegiatan yang sepenuhnya mandiri dan bebas
dari segala macam pertimbangan etis, bahwa kegiatan seni berbeda dengan
kegiatan intelek. Seni lebih merupakan ekspresi diri atas pengalaman individu
(intuitif) dan menghasilkan pengetahuan langsung dalam bentuk individualitas
kongkrit, sedang intelek lebih merupakan kegiatan analitis dan menghasilkan
pengetahuan reflektif.·
3. Etika
6
Ibid, hal. 49-51.
8
yang telah membunuh karakter mereka dengan terus mengadopsi budaya-budaya
Barat tanpa proses filterisasi.
Walaupun di satu sisi peradaban Barat dilihat secara positif dari aspek
ilmiah, tetapi bagi Iqbal, beliau merasakan bahwa di dalam jiwa bangsa Barat
tidak ada lagi wujud kasih sayang sesama umat manusia walaupun mereka sering
mendengungkan nilai-nilai humanisme. Dan tidak ada lagi kepercayaan Barat
kepada kebebasan, keadilan atau persamaan. Apa yang terjadi hanyalah bersifat
teori dan bukannya praktek.
9
kehidupan kemasyarakatan dalam bentuk yang amali dan hidup. Apa yang mereka
slogankan dengan konsep demokrasi hanyalah pembahasan ilmiah, tetapi apa
yang sebenarnya adalah penimbunan kekayaan golongan hartawan di atas air mata
golongan fakir miskin”.
10
masyarakatnya pada waktu ini?. Adakah Islam yang hakiki terwujud dikalangan
umatnya atau hanya sekadar dari aspek syiar semata-mata?.7
1. Pemikiran tentang Al-Qur’an
7
Ibid, hal. 51-53.
8
Hendri K, Pemikiran Muhammad Iqbal dan Pengaruhnya Terhadap Pembaruan Hukum Islam”,
(Al-‘Adalah: Juni, 2015) Vol. XII, No. 3, hal. 616.
11
Iqbal memandang bahwa ummat Islam perlu melakukan studi
mendalam terhadap literatur hadith dengan berpedoman langsung kepada
Nabi sendiri selaku orang yang mempunyai otoritas untuk menafsirkan
wahyunya. Hal ini sangat besar faedahnya dalam memahami nilai-nilai
hidup dari prinsip-prinsip hukum Islam sebagaimana yang dikemukakan
al-Qur’an.
Iqbal sepakat dengan pendapat Syaikh Waliyullah tentang hadith,
yaitu cara Nabi dalam menyampaikan dakwah Islam dengan
memperhatikan kebiasaan, cara-cara dan keganjilan yang dihadapinya
ketika itu. Selain itu juga Nabi sangat memperhatikan sekali adat istiadat
penduduk setempat. Dalam penyampaiannya, Nabi lebih menekankan pada
prinsip-prinsip dasar kehidupan sosial bagi seluruh umat manusia, tanpa
terkait oleh ruang dan waktu. Jadi peraturan-peraturan tersebut khusus
untuk umat yang dihadapi Nabi. Untuk generasi selanjutnya,
pelaksanaannya mengacu pada prinsip kemaslahatan.
Dari pandangan ini Iqbal menganggap wajar saja kalau Abu
Hanifah lebih banyak mempergunakan konsep istihsan dari pada hadits
yang masih meragukan kualitasnya. Ini bukan berarti hadith-hadith pada
jamannya belum dikumpulkan, karena Abu Malik dan Az-Zuhri telah
membuat koleksi hadits tiga puluh tahun sebelum Abu Hanifah wafat.
Sikap ini diambil Abu Hanifah karena ia memandang tujuan-tujuan
universal hadith daripada tekstual belaka.
Iqbal juga melakukan pembedaan antara Hadis hukum dan non
hukum, juga Hadis yang mengandung kebiasaan pra-Islam. Beliau
melakukan pemilahan posisi Nabi Muhammad sebagai Rasul dan manusia
biasa. Dalam artian tidak semua Hadis merupakan Hadis hukum yang
wajib ditaati, ada Hadis yang hanya merupakan kebiasaan yang menurut
Iqbal tidak wajib diikuti. Iqbal memahami Hadis secara kontekstual, sesuai
dengan kondisi sosial yang berkembang bukan sebagai koleksi peraturan
12
tingkah laku Muslim yang kaku, mengabaikan atau tidak realistis terhadap
dinamika masyarakat.9
3. Pemikiran tentang Ijtihad
Munculnya persoalan-persoalan baru dalam kehidupan sosial akan
menimbulkan problem-problem baru dalam bidang hukum. Dalam
menggali pesan teks keagamaan yang universal, tentu dibutuhkan upaya
maksimal yang sering disebut dengan ijtihad. merasa bahwa ijtihad
merupakan kebutuhan urgen dalam mengembangkan hukum Islam yang
mengacu kepada kepentingan umat dan kemajuan umum. Maka perlu
segera mengalihkan kekuasaan ijtihad individual kepada ijtihad kolektif
atau ijma’. Menurutnya peralihan ijtihad individual yang mewakil mazhab
tertentu kepada lembaga legislatif Islam adalah satu-satunya bentuk yang
paling tepat bagi ijma’.
Muhammad Iqbal sangat menyerukan sekali akan pentingnya
ijtihad. Baginya, ijtihad tidak terbatas kepada persoalan-persoalan yang
berhubungan dengan nas saja. Ijtihad memiliki fungsi yang sangat luas,
sebagai upaya dalam menjawab persoalan yang terjadi di tengah-tengah
umat. Iqbal meyakini bahwa Islam sebagai kekuatan yang hidup untuk
membebaskan pikiran manusia dari batas-batas kedaerahan dan percaya
bahwa agama adalah suatu kekuatan yang paling penting dalam kehidupan
individu dan Negara.10
4. Pemikiran Politik
Pemikiran Politik M. Iqbal terlihat Sepulangnya dari Eropa Iqbal
terjun ke dunia politik, bahkan menjadi tulang punggung Partai Liga
Muslim India. Ia terpilih menjadi anggota legislatif Punjab dan pada tahun
1930 terpilih sebagai Presiden Liga Muslim. Karir Iqbal semakin bersinar
dan namanya pun semakin harum ketika dirinya diberi gelar “Sir” oleh
pemerintah Kerajaan Inggris di London atas usulan seorang wartawan
9
Hendri K, Op.Cit, hal. 617-618.
10
Ibid, hal. 618-619.
13
Inggris yang aktif mengamati sepak terjang Iqbal di bidang intelektual dan
politiknya.
Gelar ini menunjukan pengakuan dari Kerajaan Inggris atas
kemampuan intelektualitasnya dan memperkuat bargaining position politik
perjuangan ummat Islam India pada saat itu. Ia juga dinobatkan sebagai
Bapak Pakistan yang pada setiap tahunnya dirayakan oleh rakyat Pakistan
dengan sebutan Iqbal Day.
Pemikiran dan aktivitas Iqbal untuk mewujudkan Negara Islam ia
tunjukkan sejak terpilih menjadi Presiden Liga Muslimin tahun 1930. Ia
memandang bahwa tidaklah mungkin ummat Islam dapat bersatu dengan
penuh persaudaraan dengan warga India yang memiliki keyakinan
berbeda. Oleh karenanya ia berfikir bahwa kaum muslimin harus
membentuk Negara sendiri. Ide ini ia lontarkan ke berbagai pihak melalui
Liga Muslim dan mendapatkan dukungan kuat dari seorang politikus
muslim yang sangat berpengaruh, yaitu Muhammad Ali Jinnah (yang
mengakui bahwa gagasan Negara Pakistan adalah dari Iqbal) , bahkan
didukung pula oleh mayoritas Hindu yang saat itu sedang dalam posisi
terdesak saat menghadapi front melawan Inggris. Bagi Iqbal, dunia Islam
seluruhnya merupakan satu keluarga yang terdiri atas republik-republik,
dan Pakistan yang akan dibentuk menurutnya adalah salah satu republik
itu.
Sebagai seorang negarawan yang matang, tentu pandangan-
pandangannya terhadap ancaman luar juga sangat tajam. Bagi Iqbal,
budaya Barat adalah budaya imperialisme, materialisme, anti spiritual dan
jauh dari norma insani. Karenanya ia sangat menentang pengaruh buruk
budaya Barat. Dia yakin bahwa faktor terpenting bagi reformasi dalam diri
manusia adalah jati dirinya. Dengan pemahamannya yang dilandasi di atas
ajaran Islam itulah maka ia berjuang menumbuhkan rasa percaya diri
terhadap ummat Islam dan identitas keislamannya.
Ummat Islam tidak boleh merasa rendah diri menghadapi budaya
Barat. Dengan cara itu kaum muslimin dapat melepaskan diri dari
14
belenggu imperialis. Sejalan dengan hal itu, Muhammad Asad
mengingatkan bahwa imitasi yang dilakukan ummat Islam kepada Barat
baik secara personal maupun sosial dikarenakan hilangnya kepercayaan
diri, maka pasti akan menghambat dan menghancurkan peradaban Islam.
Diantara paham Iqbal yang mampu „membangunkan‟ kaum
muslimin dari „tidurnya‟ adalah “dinamisme Islam”, yaitu dorongannya
terhadap ummat Islam supaya bergerak dan jangan tinggal diam. Intisari
hidup adalah gerak, sedang hukum hidup adalah menciptakan, maka Iqbal
menyeru kepada ummat Islam agar bangun dan menciptakan dunia baru.
Begitu tinggi ia menghargai gerak, sehingga ia menyebut bahwa seolah-
olah orang kafir yang aktif kreatif „lebih baik‟ dari pada muslim yang
„suka tidur‟.
Iqbal juga memiliki pandangan politik yang khas, yaitu gigih
menentang nasionalisme yang mengedepankan sentimen etnis dan
kesukuan (ras). Bagi dia, kepribadian manusia akan tumbuh dewasa dan
matang di lingkungan yang bebas dan jauh dari sentimen nasionalisme.
Demikian tegasnya prinsip Iqbal, maka ia berpandangan bahwa
dalam Islam politik dan agama tidaklah dapat dipisahkan, bahwa negara
dan agama adalah dua keseluruhan yang tidak terpisah. Dengan gerakan
membangkitkan Khudi (pribadi; kepercayaan diri) inilah Iqbal dapat
mendobrak semangat rakyatnya untuk bangkit dari keterpurukan yang
dialami dewasa ini. Ia kembalikan semangat yang dulu dapat dirasakan
kejayaannya oleh ummat Islam. Ujung dari konsep kepercayaan diri inilah
yang pada akhirnya membawa Pakistan merdeka dan ia disebut sebagai
Bapak Pakistan.
Muhammad Iqbal memiliki gambaran untuk negara Islam modern
yang dia cita-citakan. Dalam karyanya “Political Thought in Islam”,
Muhammad Iqbal mengungkapkan bahwa ”Cita-cita politik Islam adalah
terbentuknya suatu bangsa yang lahir dari peleburan dari semua ras”.
Terpadunya ikatan batin masyarakat ini timbul tidak dari kesatuan etnis
atau geografis, tapi dari kesatuan cita-cita politik dan agamanya.
15
Keanggotaan atau kewarganegaraannya didasarkan atas suatu “pernyataan
kesatuan pendapat”, yang berakhir bila kondisi ini tidak berlaku lagi.
Secara kewilayahan, pemerintahan Islam adalah transnasional, yang
meliputi seluruh dunia.
Walaupun upaya orang Arab untuk menegakkan suatu tatanan Pan
Islam yang demikian gagal melalui penaklukan pembentukannya, akan
tetapi merupakan cita-cita yang akan dapat dilaksanakan. Sesungguhnya
negara Islam yang ideal memang masih dalam benih.
Iqbal juga telah memberikan jawaban atas keberatan-keberatan
mereka yang khawatir akan kehilangan kedaulatan negara masing-masing
seharusnya tidak perlu terjadi, karena struktur negara Islam akan
ditetapkan tidak dengan kekutan fisik, tapi daya kekuatan spiritual dari
suatu cita-cita bersama.
Kendati Iqbal telah telah mengungkapkan suatu semangat Pan
Islam, ia menyadari bahwa zamannya masih masih mengharuskannya
untuk penyesuaian dan kesabaran. Guna menciptakan suatu kesatuan Islam
yang benar-benar efektif, semua negeri Islam pertama kali harus merdeka,
dan kemudian secara keseluruhan mereka harus menyusun diri di bawah
Khalifah.
Untuk itu, masyarakat Muslim perlu menyusun strategi : pertama,
memperoleh kemerdekaan, mengurus dan membereskan urusannya sendiri
sehingga masing-masing mempunyai kekuatan untuk mencapai tujuan;
kedua, bersatu dengan ikatan spiritual Islam.
16
17
C. Kontribusi Sir Muhammad Iqbal
11
A. Mustofa, Op.Cit, hal. 336.
3. Asrar-I-Khudi. Karya ini diterbitkan pada tahun 1915 dan karya ini adalah
ekspresi puisi yang menggunakan bahasa Persia dan menjelaskan
bagaimana seorang manusia bisa mendapatkan predikat Insan Kamil.
4. Rumuz I Bikhudi. Karya ini diterbitkan pada tahun 1918 di Lahore. Karya
ini merupakan kelanjutan dari pemikiran Insan Kamil di mana Insan Kamil
harus bekerja sama dengan pribadi-pribadi lain untuk mewujudkan
kerajaan Tuhan di bumi. Jika Insan Kamil hidup menyendiri, tenaganya
suatu waktu akan sirna.
5. Payam-I-Masyriq (Pesan dari Timur) merupakan sebuah karya yang terbit
pada tahun 1923 di Lahore. Karya ini menjelaskan cara berfikir timur
dalam hal ini Islam dan cara berfikir barat yang dianggap keliru.
6. Bang In Dara (Genta Lonceng) merupakan karya Iqbal yang terbit pada
tahun 1924 di Lahore. Karya ini dibagi menjadi tiga bagian.
7. Javid Nama diterbitkan pada tahun 1923 di Lahore. Karya ini menjelaskan
tentang petualangan rohani ke berbagai planet, pengarang buku ini
mengadakan dialog dengan para sufi, filsuf, politikus maupun pahlawan.
8. Musafir (Orang yang dalam Perjalanan). Karya ini terbit pada tahun 1936
di Lahore, inspirasi dalam karangan ini didapatkannya ketika beliau
mengadakan perjalanan ke Turki dan Afghanistan. Dalam karya ini
menggambarkan pengalamannya ketika mengunjungi makam Sultan
Mahmud al-Gaznawi Yamin ad-Dawlat putra Subutikin, dan Ahmad Syah
Baba yang bergelar Durani. Buku ini mengandung pesan kepada suku
bangsa Afghanistan mengenai bagaimana baiknya menjalani hidup
berbangsa dan beragama.
9. Bal I Jibril (Sayap Jibril), terbit pada tahun 1938 di Lahore. Tema-tema
buku ini antara lain: Doa di Masjid Cardova, Mu‟taid Ibn „Ibad dalam
penjara, pohon kurma yang pertama ditanam oleh Abd al-Rahman al-
Dakhil di Andalusia Spanyol. Doa Thariq bin Ziyad, ucapan selamat
malaikat kepada Adam ketika orang ini keluar dari surga, dan di makam
Napoleon Bonaparte maupun Musolini
2
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Iqbal adalah tokoh pemikiran dalam Islam yang kejeniusanya tumbuh dan
dikagumi di kalangan cendekiawan dan penyair besar, beliau juga seorang
intelektualis asal pakistan telah melahirkan pemikiran dan peradaban besar bagi
generasi setelahnya. Iqbal merupakan sosok pemikir multi disiplin. Ia adaalah
seorang sastrawan, negarawan, ahli hukum, filosof, pendidik dan kritikus seni.
Menilai kepiawaiannya yang multidisiplin itu, tentulah sukar bagi untuk
melukiskan tiap-tiap aspek kepribadian iqbal. Jiwanya yang piawai tidak saja
menakjubkan tetapi juga jarang ditemui.
Dalam tataran praktek, iqbal secara konkrit , yang diketahui dan difahami
oleh masyarakat dunia dengan bukti berupa literature-literature yang beredar luas,
justru dia adalah sebagai sastrawan. Hal ini tidak sepenuhnya keliru karena
memang gerakan-gerakan dan karya-karnya mencerminkan hal itu. Dan jika
dikaji, pemikiran-pemikirnya yang fundamental, itulah yang menggerakkan
dirinya untuk berperan di India pada khususnya dan di belahan dunia timur
ataupun barat pada umumnya baik sebagai negarawan maupun sebagai
agamawan. Karena itulah disebut sebagai tokoh Multidimensional. Muhammad
Iqbal memaparkan gagasan-gagasanya dalam bidang politik daan landasan Islam.
Kontribusi Iqbal kepada dunia Muslim sebagai salah satu pemikir terbesar
Islam tetap tak tertandingi. Dalam tulisanya, ia berbicara dan mendesak orang,
khususnya kaum muda, untuk berdiri dan berani menghadapi tantangan hidup.
Tema sentral dan sumber utama pesanya adalah Al-Qur’an. Muhammad Iqbal
banyak sekali mengekspresikan pemikirannya baik dalam bentuk prosa, puisi dan
juga bebagai surat jawaban terhadap orang lain yang mengkritik berbagai konsep
pemikirannya.
3
DAFTAR PUSTsAKA