Anda di halaman 1dari 13

Pendidikan Pemikiran Perempuan

Menurut Sayyid Rasyid Ridha


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Perkembangan Pemikiran Pendidikan Islam
Dosen Pengampu :
Al-Ustadzah, Ridha Rahman, M.Pd.

Disusun Oleh:

Dentha Andriyanti

Zulfa Nisaul Haq

FAKULTAS TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR

2020/2021
Daftar Isi

BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
A. Latar Belakang..................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.............................................................................................4
C. Tujuan...............................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................5
A. Biografi Sayyid Muhammad Rasyîd Ridha......................................................5
B. Pendidikan dan Karya Sayyid Muhammad Rasyîd Ridha................................6
C. Pemikiran Pendidikan menurut Sayyid Muhammad Rasyîd Ridha.................7
D. Pemikiran Pendidikan perempuan menurut Sayyid Muhammad Rasyîd
Ridha........................................................................................................................7
BAB III....................................................................................................................7
PENUTUP................................................................................................................7
Kesimpulan..............................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................7
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesenjangan dalam kedudukan antara laki-laki dan perempuan menjadi
perdebatan hangat dalam studi agama, gender bahkan media.1 Bertahun-tahun
bahkan berabad-abad perempuan hidup dalam kungkungan kaum laki-laki,
hingga akhirnya Islam datang membawa perubahan. Berbagai Riwayat
menyebutkan betapa kaum perempuan pada era Rasul secara aktif hadir dalam
majelismajelis ilmu, pendidikan, bahkan perang. Kaum perempuan juga tidak
ragu menyuarakan protes feminisme mereka dengan mempertanyakan, apakah
pekerjaan mereka di rumah setara dengan jihad yang dilakukan kaum laki-laki
di medan perang (pertanyaan yang diajukan Ummu Salamah dan Asma binti
Yazid kepada Rasulullah).
Namun ironisnya, semakin jauh era Rasulullah berlalu, semakin jauh pula
umat Islam dari penghormatan kepada perempuan. Kehidupan perempuan
muslim di negara-negara Islam terlihat jelas dalam berada dalam hegemoni
Islam. Atas nama Islam, kaum perempuan mendapat kesulitan dalam bergaul,
mengekpresikan kebebasan individunya, terkungkung oleh aturan yang sangat
membatasi ruang kerja dan gerak dinamisnya, dan dalam kancah politik,
suaranya tidak begitu diperhatikan atau bahkan diabaikan sama sekali. Hal
tersebut terjadi karena kesalahan dalam menafsirkan agama.2
Pendidikan merupakan hak semua manusia. Laki-laki dan perempuan
berhak memperoleh pendidikan dan mengabdikan ilmu yang telah
diperolehnya untuk kebaikan umat manusia, baik dalam sektor domestik
maupun publik. Sebagai bagian dari masyarakat yang diakui secara legal
kewarganegaraannya, perempuan memiliki hak yang sama seperti warga

1
Dony Arung Triantoro , Pandangan Al-Qur’an Tentang Perempuan: Kritik Terhadap
Tuduhan Kaum Feminisme, Cakrawala: Jurnal Studi Islam Vol. 13 No. 1 (2018), h. 74
2
Roswati Nurdin, Dekonstruksi Gender Perspektif Rasyid Ridha (Studi Analisis Ayat-Ayat
Bias Gender Pada Kitab Tafsir Al-Manār), Tahkim, Vol. XII, No. 2, Desember 2016, h. 89
negara lainnya, yakni mendapatkan pendidikan yang layak dan
berkesinambungan. Hal ini tercermin dari beberapa Undang-undang Republik
Indonesia dan beberapa Undang-undang Internasional yang sangat peduli pada
hak-hak kaum perempuan, khususnya dalam bidang pendidikan.3

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Sayyid Muhammad Rasyîd Ridha?
2. Bagaimana pendidikan dan karya Sayyid Muhammad Rasyîd Ridha?
3. Bagaimana pemikiran pendidikan menurut Sayyid Muhammad Rasyîd
Ridha?
4. Bagaimana pemikiran pendidikan perempuan menurut Sayyid Muhammad
Rasyid Ridha?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Bagaimana biografi Sayyid Muhammad Rasyîd Ridha.
2. Untuk mengetahui pendidikan dan karya Sayyid Muhammad Rasyîd
Ridha.
3. Untuk mengetahui pemikiran pendidikan menurut Sayyid Muhammad
Rasyîd Ridha.
4. Untuk mengetahui pemikiran pendidikan perempuan menurut Sayyid
Muhammad Rasyid Ridha.

3
Mahfud, DILEMATIS TENTANG PENDIDIKAN PEREMPUAN (KONSEP
KESETARAAN GENDER), Al-Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 3, No. 1,
Juni 2018, h. 24
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Sayyid Muhammad Rasyîd Ridha


Sayyid Muhammad Rasyid Ridha adalah salah satu seorang tokoh
pembaharu di dunia islam pada masa modern. Nama lengkapnya adalah
Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Muhammad Syam Al-din Al-Qalamuny.
Ia lahir tanggal 27 Jumadzil ula tahun 1282 H atau pada tahun 1865 M,
disuatu desa bernama Qalamun di Libanon yang letaknya tidak jauh sekitar
4km dari kota Tripoli (suria).4 Ia adalah serang bangsawan Arab yang
mempunyai aris keturunan langsung dari Sayyidina Husain, putra Ali bin Abi
Thalib dan Fatimah putri Rasulullah saw, dan sekaligus cucu dari Rasulullah
saw. Oleh karena itu, di depan namanya memakai gelar “Sayyid”. Kadang-
kadang ia juga sering dipanggil “syaikh” walaupun gelar demikian sangat
jarang dipakai. Hal ini dikarenkan keluarga Rasyid Ridha dikenal oleh
lingkungannya sebagai keluarga yang sangat taat beragama serta menguasai
ilmu-ilmu agama.
Salah seorang kakaek dari Rasyid Ridha, yaitu Syaikh Sayyid Ahmad,
sedemikian patuhnya dna wara’nya sehingga seluruh waktunya hanya
digunakan terdekat dan para ulama’, itu pun hanya pada waktu-waktu yaitu
antara ashar dan maghrib. Ketika Rasyid Ridha remaja, ayahnya telah
mewarisi kedudukan, wibawa serta ilmu sang nenek, sehingga Rasyid Ridha
banyak terpengaruh dan belajar dari ayahnya sendiri, seperti yang dituliskan
olehnya dalam buku hariannya.
Ayahnya seorang ulama dan penganut tarekat Syadzilliah, karena itu
Rasyid pada watu kecilnya selalu mengenakan jubah dan sorban, bertelekun
dalam pengajian dan wirid sebagaimana kebiasaan pengikut tarekat
Syadzilliah.

4
Shihab, Studi Krisis, 59-60. Dikutib dari Ibrahim Ahmad Al-‘Adawiy, Rasyid Ridha: Al-Imam Al-
Mujahid, Matha’ah Mishr, Kairo, 1964,21
Selama masa pendidikan ini, Rasyid Ridha membagi waktunya antara ilmu
dan ibadah, pada salah satu bagian masjid milik keluargannya. Masjid tempat
kakeknya (Syaikh Sayyid Ahmad) berkhalwat dan membaca, oleh Rasyid
Ridha dijadikan tempat untuk belajar dan beribadah. Ibunya mengatakan
“semenjak Muhammad dewasa, saya tidak pernah melihat dia tidur sesudah
kami tidur dan bangun sebelum kami bangun”.

B. Pendidikan dan Karya Sayyid Muhammad Rasyîd Ridha


Selain belajar dari kedua orang tuanya sendiri, Rasyid Ridha juga belajar
kepada sekian banyak guru. Semasa kecilnya Rasyid Ridha di masukkan oleh
orang tuanya di madrasah tradisional di kampungnya Qalamu untuk belajar
menulis, berhitung dan belajar mengenal huruf serta membaca Al-Qur’an.
Setelah tamat sekolah di madrasah tradisional, pada tahun 1882 M Rasyid
Ridha dikirim oleh orang tuanya untuk meneruskan pelajaran ke Al-Madrasah
Al-Wataniah Al-Islamiyah (Sekolah Nasional Islam) di Tripoli, Libanon.
Ketika belajar di sana, Rasyid Ridha diajarkan pelajaran nahwu, sharaf,
aqidah, fiqih, ilmu hitung, dan ilmu bumi. Selain itu di madrasah tersebut uga
diajarkan mata pelajaran Bahasa arab, Bahasa turki dan Bahasa prancis, serta
termasuk pengetahuan agama dan pengetahuan modern. Mereka yang belajar
disana dididik dan dipersiapkan untuk menjadi pegawai-pegawai pemerintah.
Lewat hubungan baik itulah, Rasyid Ridha jauh berkelana dengan ide-ide
pembaharuan dikarenakan Al-Syaikh Husain Al-Jisr amat berhasrat memompa
semangat muda Rasyid Ridha yang memang meminati berat allur pemikiran
baru. Selain mendapat bimbingan dari gurunya Al-Syaikh Husain Al-Jisr, ia
juga dipengaruhi oleh ide-ide pembaharuan yang dicetuskan oleh Jamaluddin
Al-Afghani dna Muhammad Abduh, melalui majalah Al-‘urwat Al’wutsqa’.
Semasa dewasaya Rasyid Ridha Muhammad Abduh ini meninggalkan kesan
yang baik dalam dirinya.
Dengan perjuangnnya yang luar biasa dalam memompa ide-ide
pembaharuan, Rasyid Ridha sangat disegani oleh umat Islam. Hal ini
dibuktikan dengan sejumlah karya ilmiah yang menyertai gagasan-
gagasannya, antara lain sebagai berikut :
1. Al-Hikmah As-Syar’iyah fi Muhakamat Al-Dadiriyah wa Al-Rifa’iyah.
Buku ini adalah karya pertamanya di waktu ia masih belajar, isinya
tentang bantahan kepada Abdul Hadyi Ash-Shayyad yang
mengecilkan tokoh sufi besar Abdul Qadir Al-Jailani, juga
menjelaskan kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan oleh para penganut
tasawuf, tentang busana muslim, sikap meniru non-muslim, imam
Mahdi, masalah dakwah dan kekeramatan.
2. Al-Azhar dan Al-Manar. Berisikan antara lain, sejarah Al-Azhar ,
perkembangan dna misiinya, serta bantahan terhadap ulama Al-Azhar
yang menentang pendapat-pendapatnya.
3. Tarikh Al-UStad Al-Imam, berisikan riwayat hidup Muhammad Abduh
dan perkembangan masyarakat Mesir pada masanya.
4. Nida’ Li Al-Jins Al-Lathif, berisikan uraian tentang hak dna kewajiban-
kewajiban wanita.
5. Zikra Al-Maulid An-Nabawi.
6. Al-Sunnah wa Al-Syi’ah.
7. Al-Wahdah Al-islamiyah.
8. Haqiqah Al-Riba.
9. Majalah Al-Manar.
10. Tafsir Al-Manar.
Rasyid Ridha juga seorang aktivis politik, ia pernah menjabat sebagai
ketua presiden Kongres di Suria pada tahun 1920 M, anggota delegasi
Suria-Palestina di Jenewa pada tahun 1921 M, anggota Komite Politik
Mesir di Kairo

C. Pemikiran Pendidikan menurut Sayyid Muhammad Rasyîd Ridha


Peradaban Barat modern menurut Sayyid Muhammad Rasyid Ridha
didasarkan atas kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam lapangan
ini Sayyid Muhammad Rasyid Ridha sangat antusias mendukung program
Muhammad Abduh untuk melakukan pemasukan ilmu-ilmu umum ke dalam
Lembaga pendidikan milik umat Islam (sekolah atau madrasah Islam
tradisional). Hal itu karena ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bertentangan
dengan Islam.5
Dalam berbagai tulisannya, Rasyid mendorong umat Islam untuk
menggunakan kekayaannya dalam pembangunan lembaga-lembaga
pendidikan. Menurut Rasyid, membangun lembaga pendidikan lebih baik dari
membangun masjid. Baginya masjid tidaklah besar nilainya apabila orang-
orang yang shalat di dalamnya hanyalah orang-orang bodoh. Dengan
membangun lembaga pendidikan, kebodohan dapat dihapuskan dan dengan
demikian pekerjaan duniawi dan ukhrawi akan menjadi baik. Satu-satunya
jalan menuju kemakmuran adalah perluasan pendidikan secara umum.
Di bidang pendidikan ia mendirikan sekolah sebagai misi Islam dengan
nama Madrasah al-dakwah Wa al-Irsyad di Kairo pada tahun 1912 M. Para
alumni madrasah ini disebarkan keberbagai dunia Islam. Muhammad Rasyid
Ridha sebagai penggerak pembaharuan Islam yang masih condong pada
ajaran-ajaran Ibnu Taimiyah. Ia sebagai penyokong aliran Wahabi, karena
dalam ajaran aliran tersebut dikemukakan pengakuan bermazhab salaf yang
bertujuan mengembalikan ajaran Islam kepada al-Qur‟an dan al-Hadis.6

D. Pemikiran Pendidikan perempuan menurut Sayyid Muhammad Rasyîd


Ridha
Agama Islam mengajarkan kepada umat manusia mengenai berbagai aspek
kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi, salah satu ajaran Islam tersebut
adalah mewajibkan kepada umat Islam untuk melaksanakan pendidikan. Islam
sebagai agama universal telah memberikan kehidupan bahagia, yang
pencapaiannya bergantung pada proses Pendidikan yang dijalaninya, karena
pendidikan merupakan kunci penting untuk membuka jalan kehidupan
manusia. Maka diharapkan melalui pendidikan, perempuan akan lebih

5
ANDI MAPPIASWAN, PEMIKIRAN SAYYID MUHAMMAD RASYID RIDHA
DALAM PENGEMBANGAN ISLAM (Suatu tinjauan Historis), Skripsi Jurusan Sejarah dan
Kebudayaan Islam pada Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar, 2015, h. 49
6
Asep Hilmi, PEMIKIRAN MODERN HUKUM ISLAM RASYID RIDHA, TAZKIYA
Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan, Vol. 18 No. 2 (Juli-Desember) 2017, h. 199
meningkatkan pemahaman terhadap pentingnya pendidikan bagi kaum
perempuan.7
Pada masa setelah Khulafaur Rashidin, konsep pendidikan perempuan
dibangun pula oleh Rasyid Ridha, yang hidup di Qalmun wilayah
pemerintahan Tarablus Syam 1865-1935 M. Ia belajar di Pendidikan dasar
tradisional disebut Kuttab, kemudian meneruskan madrasah Ibtidaiyah Al
Rusydiah di Tripoli. Pada usia 17 tahun, ia melanjutkan studinya di al
madrasah al-Wathaniyah al Islamiyah di Tripoli. Lembaga pendidikan ini
dipimpin oleh Husein Al Jisri seorang syaikh yan telah dipengaruhi ole ide-ide
modern. Pemikiran Syaikh Husein Al Jisri sangat mempengaruhi pemikiran-
pemikiran Rasyid Ridha.
Secara umum Rasyid Ridha memandang bahwa pendidikan bagi setiap
muslim mutlak adanya. Menurutnya umat Islam akan maju jika menguasai
bidang pendidikan sebagai instrumen dan wahana pengembangan diri yang
berkualitas berupaya memajukan ide pengembangan kurikulum dengan
muatan ilmu agama dan umum. Jika manusia diciptakan sebagai penopang
kebahagiaan dan poros bagi kebaikan semua persoalan agama dan dunianya,
maka setiap individu dari umat Islam harus berupaya sekuat tenaga
mengarahkan kekuatan akal dan materinya untuk mendapatkan keutamaan
dari pendidikan. Rasyid Ridha memberikan argumentasinya bahwa ayat-ayat.
Rasyid Ridha memiliki pandangan bahwa pembelajaran yang memenuhi
moralitas agama adalah dengan memisahkan siswa perempuan dengan siswa laki-
laki, kecuali jika sudah dewasa. Tujuan pemisahan tersebut adalah untuk menjaga
kedudukan perempuan, dan menjaga akhlak para siswa tersebut. Menurut Rasyid
Ridha, perempuan diberi pendidikan khusus yang terpisah dengan laki-laki.
Lingkungan utama bagi pendidikan perempuan adalah keluarga. Pendidikan kaum
perempuan di setiap lembaga pendidikan harus selaras dengan watak dasar yang telah
di fitrahkan Allah Swt kepadanya.8
Koedukasi, berasal dari kata “co” yang berarti sama, sedangkan
“ducation” adalah proses latihan dan pengembangan pengetahuan,
keterampilan, keterampilan dan karakter. Utamanya dilaksanakan oleh
7

8
Aisjah, PENDIDIKAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF FEMINISME DAN
ISLAM Cita Ilmu, Edisi 25 Vol. xiii, April 2017, h. 12
lembaga formal melalui pengajaran dan latihan.16 Ali Al-Jumbulati lebih
detail menjelaskan bahwa koedukasi berarti “co educational class” yang
berarti percampuran antara laki-laki dan perempuan dalam suatu kelas.
Dengan demikian, koedukasi yang dimaksud adalah sistem pendidikan yang
dilakukan melalui proses belajar mengajar yang menggambungkan pria dana
wanita dalam suatu ruangan (kelas), atau sering pula dikenal dengan
pendidikan campuran.
Munculnya sistem koedukasi pendidikan dilandasi oleh diizinkannya
keberadaan lembaga-lembaga Asing di negeri-negeri Islam, dan biasanya
melaksanakan pendidikan melalui kebebasan penuh, tanpa pengawasan dari
pihak pemerintah. Artinya, segala sistem operasional yang dijalankan
terselubung ke dalam sistem pendidikan dan berkedok sebagai sistem
pendidikan Islam.
Rasyid Ridha yang dikenal sebagai seorang tokoh pembaharu abad XIX
yang sangat memperhatikan pendidikan wanita, menolak adanya manfaat dari
koedukasi. Ia melihat bahwa koedukasi bukan sekedar memiliki kekurangan,
namun dapat mendatangkan malapetaka. Menurutnya, tradisi sistem edukasi
merupakan adopsi dari orang-orang Eropa, bukan dari pengetahuan sempurna
dan kebebasan berpikir, bukan pandangan yang halus dan lembut dan bukan
pula dari hasil pertimbangan yang mendapatkan manfaat. Dengan demikian,
Rasyid Ridha menolak adanya koedukasi itu dari segi negatifnya, dan tidak
memandang adanya segi positif atau manfaat dari sistem koedukasi dalam
pendidikan Islam.
Diasumsikan bahwa, Rasyid Ridha lebih menekankan pada tujuan atau
hasil dari pendidikan campuran ini. Sehingga pandanganya yang lebih ekstrim
ini mampu menghasilkan tokoh-tokoh pendidik dari wanita muslim, yang
justru berupaya lebih memikirkan masa depan wanita. Artinya, implikasi yang
muncul sesudahnya adalah merupakan upaya pemberontakan bagi wanita
untuk lebih melihat sisi negatif dan positif dari sistem koedukasi ini. Apakah
menimbulkan hasil yang cukup signifikan dan memiliki akses manfaat yang
lebih luas terhadap perjuangan kaum wanita. Olehnya itu, pandangan Rasyid
Ridha menggugah dunia pendidikan untuk lebih berhati-hati terhadap
penerapan sistem koedukasi dalam pendidikan Islam, yang mesi dipahami
secara arif, bijaksana dan kondisional dalam meraih tujuan pendidikan yang
ideal pada setiap ruang dan waktu. Utamnya bagi pengelola lembaga
pendidikan untuk super hat-hati dari kemungkinan hasil atau manfaat dari
lembaga pendidikan bersangkutan.9

9
Muh. Dahlan Thalib, Konsep Pendidikan Al-Qabisy Dan M. Rasyid Ridha (Koedukasi
Dan Kurikulum), Jurnal ..........., Volume ....... No. .......... 2012, h. 12
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Rasyid Ridha lebih menekankan pada tujuan atau hasil dari pendidikan
campuran ini. Sehingga pandanganya yang lebih ekstrim ini mampu menghasilkan
tokoh-tokoh pendidik dari wanita muslim, yang justru berupaya lebih memikirkan
masa depan wanita. Artinya, implikasi yang muncul sesudahnya adalah
merupakan upaya pemberontakan bagi wanita untuk lebih melihat sisi negatif dan
positif dari sistem koedukasi ini. Apakah menimbulkan hasil yang cukup
signifikan dan memiliki akses manfaat yang lebih luas terhadap perjuangan kaum
wanita. Olehnya itu, pandangan Rasyid Ridha menggugah dunia pendidikan untuk
lebih berhati-hati terhadap penerapan sistem koedukasi dalam pendidikan Islam,
yang mesi dipahami secara arif, bijaksana dan kondisional dalam meraih tujuan
pendidikan yang ideal pada setiap ruang dan waktu. Utamnya bagi pengelola
lembaga pendidikan untuk super hat-hati dari kemungkinan hasil atau manfaat
dari lembaga pendidikan bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA

Dony Arung Triantoro , Pandangan Al-Qur’an Tentang Perempuan: Kritik


Terhadap Tuduhan Kaum Feminisme, Cakrawala: Jurnal Studi Islam Vol. 13
No. 1 (2018), h. 74
Roswati Nurdin, Dekonstruksi Gender Perspektif Rasyid Ridha (Studi
Analisis Ayat-Ayat Bias Gender Pada Kitab Tafsir Al-Manār), Tahkim, Vol. XII,
No. 2, Desember 2016, h. 89
Mahfud, DILEMATIS TENTANG PENDIDIKAN PEREMPUAN
(KONSEP KESETARAAN GENDER), Al-Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal
Pendidikan Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2018, h. 24
ANDI MAPPIASWAN, PEMIKIRAN SAYYID MUHAMMAD RASYID
RIDHA DALAM PENGEMBANGAN ISLAM (Suatu tinjauan Historis), Skripsi
Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam pada Fakultas Adab dan Humaniora UIN
Alauddin Makassar, 2015, h. 49
Asep Hilmi, PEMIKIRAN MODERN HUKUM ISLAM RASYID RIDHA,
TAZKIYA Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan, Vol. 18 No. 2
(Juli-Desember) 2017, h. 199
Aisjah, PENDIDIKAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF
FEMINISME DAN ISLAM Cita Ilmu, Edisi 25 Vol. xiii, April 2017, h. 12
Muh. Dahlan Thalib, Konsep Pendidikan Al-Qabisy Dan M. Rasyid Ridha
(Koedukasi Dan Kurikulum), Jurnal ..........., Volume ....... No. .......... 2012, h. 12

Anda mungkin juga menyukai