Anda di halaman 1dari 10

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura Telp (0271)717417, 719483 Fax.
(0271)715448 Surakarta 57102

UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP 2019/2020


MID SEMESTER EXAM OF EVEN SEMESTER

Nama : Mella Rosana


NIM : E100180270

1. Makna tajdid serta penjelasan Tajdid , Yujaddidu atau Tajdîd berasal dari kata
jaddada dan jadîd (baru). Makna Tajdîd memberikan gambaran tentang suatu siklus,
yaitu keberadaan sesuatu, kemudian hancur atau hilang, kemudian dihidupkan
kembali. Sehingga Tajdid adalah suatu upaya atau gerakan pembaruan yang
memperjuangkan kembalinya ajaran Islam yang murni.Keberadaan Mujaddid dalam
setiap abad bisa saja lebih dari satu orang. Hal ini diterangkan dalam kitab Aunul
Ma’buud, Syarah Sunan Abu Dawud. Di antara contoh para Mujaddid adalah Umar
bin Abdul Aziz, Imam asy-Syafi’i, dst.
Dalam rangka pemurnian akidah dan ibadah, para Mujaddid akan mengajak
umat untuk kembali merujuk sumber utama ilmu dalam Islam, yaitu Qur’an dan
Hadits. Setiap pendapat ulama harus diuji kembali dengan dua sumber utama ilmu
tersebut.Karena itulah Gerakan Tajdid (pembaharu) kerap menyerukan untuk
menjauhi taqlid buta (sekadar ikut-ikutan), kecuali jika dalam keadaan mendesak,
yaitu tatkala seorang tidak mampu mengetahui dan mengenal dalil dengan
pasti.Semangat menjauhi taqlid buta ini membuat kalangan pembaharu cenderung
melakukan praktik fikih lintas mazhab, seperti contohnya Salafi, Ikhwanul Muslimin,
Hizbut Tahrir, dan Muhammadiyah.

Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid

Secara umum, tajdid di dalam Muhammadiyah  memiliki tiga aspek: pemikiran,


praksis gerakan dan etos. Aspek pemikiran meliputi metode atau pendekatan dan
hasil-hasilnya. Aspek praksis gerakan terkait dengan tata kelola organisasi dan inovasi
teknologi. Aspek etos berhubungan dengan world-view (pandangan dunia), value
(nilai-nilai) dan etik.

Menurut Muhammadiyah  pintu ijtihad masih terbuka. Hal ini mengandung


pengertian bahwa tajdid harus terus-menerus dilakukan. Kedua, hasil ijtihad terdahulu
merupakan ra’yu (pemikiran) yang mungkin dikaji ulang: diperkuat, disempurnakan,
atau dirubah. Ketiga, tajdid merupakan proses heuristic, bahwa solusi atas suatu
problem bukan final state (tahap akhir), tetapi bisa menjadi babak awal suatu masalah.
Bagi Muhammadiyah , tajdid merupakan proses aktif dan kreatif untuk menyelesaikan
masalah konkret dan realistis. Tajdid merupakan wujud tanggung jawab kerisalahan
dan kekhalifahan Muhammadiyah  atas kehidupan umat.

Tajdid tidak dilakukan untuk kegenitan intelektual, akrobat pemikiran atau sensasi
pemberitaan. Tetapi untuk panduan, pencerahan, dan jalan keluar berbagai persoalan
nyata yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, tajdid Muhammadiyah  harus dilihat
sebagai keseluruhan proses yang terkait dengan bidang pemikiran, keagamaan dan
muamalah duniawiyah. Tajdid dapat berupa kontekstualisasi pemikiran dalam bidang
yang baru, bukan selalu pemikiran yang sama sekali baru. Etos pembaruan meliputi
lima prinsip. Pertama, prinsip tauhid yang murni. Prinsip ini melahirkan sikap terbuka
dan jiwa merdeka. Tauhid menumbuhkan egalitarianisme kemanusiaan yang
membangkitkan spirit level. Setiap manusia bisa meraih level tertinggi dengan
kualitas ilmu dan iman.

Kedua, prinsip bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah tuntunan yang lengkap,
sempurna dan relevan di setiap waktu dan tempat.

Ketiga, prinsip tanggung jawab. Bahwa sebagai hamba Allah, manusia bertanggung
jawab untuk menyebarluaskan ajaran Islam dan menciptakan kemakmuran di muka
bumi. Tajdid adalah usaha kreatif manusia dalam memecahkan masalah dengan
menggunakan kekuatan ilmu dan akalnya berdasarkan wahyu.

Keempat, prinsip relativitas. Metode dan hasil ijtihad merupakan buah pemikiran
manusia yang kebenarannya bersifat relatif dan subyektif karena kualitas ilmu,
perbedaan konteks dan kecenderungan personal para mujtahid. Peradaban akan
berkembang manakala manusia tidak mensakralkan dan memutlakkan kebenaran
pendapatnya.

Kelima, prinsip kemajuan. Ijtihad dikembangkan dengan melihat realitas kekinian


secara komprehensif dan berorientasi futuristis (mencandra jauh ke masa depan)
bukan romantis (memuja masa lalu).

Di antara kunci keberhasilan Muhammadiyah  adalah konsistensinya memelihara


tradisi tajdid. Salah satu contoh adalah bagaimana Muhammadiyah  secara sadar dan
sistematis berusaha mengatasi masalah lingkungan.
2. Tokoh pembaharu Islam periode klasik sampai modern

Tokoh Pembaharuan Klasik dalam Dunia Islam

1.    Ibnu Taimiyah (1263 – 1328)


Nama lengkap Taqiyuddin Abu Abbas Ahmad, lahir di Harran, Turki, 22
Januari 1263 dan meninggal 27 September 1328. Ayahnya, Shiabuddin Abdul
Halim, seorang ahli hadis dan ulama terkenal di Damascus. Pada usia 10 tahun
Ibnu Taimiyah telah hafal Al Qur’an, belajar kitab-kitab hadist utama dan ilmu
hitung. Tertarik juga mendalami ilmu kalam dan filsafat. Dalam usia 30 tahun
telah menjadi ulama besar pada jamannya.\
2. Muhammad bin Abdul Wahhab (1730 – 1791)
Bernama lengkap Muhammad Ibn Abdul Wahhab Ibn Sulayman Ibn Ali Ibn
Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rashid al-Tamimi. Lahir di Uyaynah pada tahun
1730 Masehi/115 H.
Belajar agama dari ayahnya dan mengembangkan minat dalam bidang tafsir,
hadis dan hukum mazhab Hambaliyah, juga membaca karya-karya Ibnu
Taimiyah dan Ibnu Qayyim Al Jauziyah. Menulis buku yang terkenal yaitu
Kitab al-Tauhid. Bersama dengan para pengikutnya disebut sebagai
gerakan/paham Wahabi meskipun menamakan diri sebagai Al Muwahhidun
(pendukun tauhid).

Tokoh Pembaharuan Kontemporer dalam Dunia Islam

1. Jamaluddin al-Afghani (1838/1839-1897)


Jamaluddin al-Afghani lahir di Asadabad, Afghanistan pada 1838/1839.
Meskipun lahir di Afghanistan, ia berasal dari keluarga Syi’ah Iran. Namun,
tidak ada bukti yang menguatkan bahwa ia mengidentifikasi dirinya sebagai
seorang Syi’ah. Pendidikan dasarnya diperoleh di tanah kelahirannya, yakni
Asadabad. Kemudian ia melanjutkan pendidikan di kota-kota suci kaum Syi’ah
pada 1805. Di sinilah ia banyak dipengaruhi para filosof rasionalis Islam seperti
Ibnu Sina dan Nasir al-Din al-Tusi.
Perjalanan hidup Jamaluddin sebenarnya lebih mirip seorang politik dari pada
pembaharu Islam (L. Stoddard, 1921: 21). Hal ini terbukti dari aktivitas yang ia
lakukan. Pada umur 22 tahun ia menjadi pembantu Pangeran Dost Muhammad
Khan di Afghanistan. Pada 1864 ia menjadi penasihat Sher Ali Khan. Beberapa
tahun kemudian diangkat menjadi perdana menteri oleh Muhammad Azam
Khan.
Jamaluddin pernah tinggal di India meskipun tidak lama. Setelah itu   menetap
di Mesir dari 1871 hingga l879 dengan bantuan dana Riyad Pasha. Di kota ini,
ia menghabiskan waktunya untuk mengajar dan memperkenalkan  penafsiran
filsafat Islam.

2. Muhammad Abduh (1848-1905)


Muhammad Abduh lahir pada 1848 M di sebuah desa di Propinsi
Gharbiyyah, Mesir. Ayahnya bernama Abduh Ibn Hasan Khair Allah, dan nama
lengkapnya adalah Muhammad Abduh Ibn Hasan Khair Allah. Abduh berasal
dari keluarga petani yang sederhana, taat dan cinta ilmu. Ia belajar membaca
dan menulis dari orang tuanya. Dalam waktu dua tahun telah mampu menghafal
seluruh isi Al-Qur’an (Muhammad Abduh, t.th.: 28). Pendidikan selanjutnya di
Thanta. Namun tidak puas karena metode pengajaran di Thanta diutamakan
hafalan tanpa pengertian, sama halnya dengan metode pengajaran yang umum
diterapkan di dunia Islam ketika itu, kemudian kembali ke kampungnya. Orang
tuanya memerintahkan Abduh agar kembali ke Masjid Ahmadi di Thanta, dan
berguru kepada Syekh Darwisy.  Bimbingan dari Syekh yang  dengan tekun
untuk menumbuhkan kembali sikap cintanya pada ilmu dan mengarahkannya
pada kehidupan sufi. Kemudian  melanjutkan studi di al-Azhar, namun hanya
mendapatkan pelajaran agama saja. Di Universitas ini ditemukan metode
pengajaran yang sama dengan di Thanta. Pada 1871, Abduh bertemu dengan
Jamaluddin al-Afghani dan  memperoleh pengetahuan filsafat, ilmu kalam dan
ilmu pasti (Albert Hourani, 1962: 108).
3. Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Nama kecil KH
Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis. Ia merupakan anak keempat dari tujuh
orang bersaudara. Pendiri Muhammadiyah ini termasuk keturunan yang kedua belas
dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo,
yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa.
Riwayat Pendidikan KH Ahmad Dahlan
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada
periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran
pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan
Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama
menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap
selama dua tahun.
Mendirikan Muhammadiyah
Kiai Dahlan dengan mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah
pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330). Organisasi ini bergerak di bidang
kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui organisasi inilah beliau berusaha
memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam.
Mendirikan Aisyiyah
Di bidang organisasi, pada tahun 1918, beliau membentuk organisasi Aisyiyah yang
khusus untuk kaum wanita. Pembentukan organisasi Aisyiyah, yang juga merupakan
bagian dari Muhammadiyah ini.
Mendirikan Hizbul Wathan
Karena menyadari pentingnya peranan kaum wanita dalam hidup dan perjuangannya
sebagai pendamping dan partner kaum pria. Sementara untuk pemuda, Kiai Dahlan
membentuk Padvinder atau Pandu – sekarang dikenal dengan nama Pramuka –
dengan nama Hizbul Wathan disingkat H.W. Di sana para pemuda diajari baris-
berbaris dengan genderang, memakai celana pendek, berdasi, dan bertopi. Hizbul
Wathan ini juga mengenakan uniform atau pakaian seragam, mirip Pramuka sekarang.
Pembentukan Hizbul Wathan ini dimaksudkan sebagai tempat pendidikan para
pemuda yang merupakan bunga harapan agama dan bangsa. Sebagai tempat
persemaian kader-kader terpercaya.

Karena semua pembaruan yang diajarkan Kyai Dahlan ini agak menyimpang dari
tradisi yang ada saat itu, maka segala gerak dan langkah yang dilakukannya
dipandang aneh. Segala tindak perbuatan, langkah dan usaha yang ditempuh Kiai ini
dimaksudkan untuk membuktikan bahwa Islam itu adalah Agama kemajuan. Dapat
mengangkat derajat umat dan bangsa ke taraf yang lebih tinggi. Usahanya ini ternyata
membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Banyak golongan intelektual dan pemuda yang tertarik dengan metoda yang
dipraktekkan Kiai Dahlan ini sehingga mereka banyak yang menjadi anggota
Muhammadiyah.
Dalam perkembangannya, Muhammadiyah kemudian menjadi salah satu organisasi
massa Islam terbesar di Indonesia.
4. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah

Sebagai tahap awal untuk mendeklarasikan muhammmadiyah Ahmad Dahlan


melakukan kontak dengan Budi Utomo dengan tujuan ingin belajar tentang
manajemen organisasi dari Budi Utomo. Dan pada akhirnya Ahmad Dahlan diterima
dan bisa bergabung dengan Budi Utomo sekaligus dijadikan sebagai penasihat untuk
masalah – masalah agama. Kedudukan Ahmad Dahlan di Budi Utomo ini
dimanfaatkan untuk belajar tentang duahal yaitu, belajar ilmu organisasi dan kedua
sebagai sarana aktualisasi ajaran islam.

Pada tahun 1911 Ahmad Dahlan mendirikan sekolah rakyat, yang diberi nama “
Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah “ yang menggabungkan dua sistem
pendidikan yaitu sistem pesantrendan sistem pendidikan barat. Jumlah murid pertama
di Madrasah Diniyah Ibtidaiyah Islamiyah hanya 9 orang, itupun dari keluarga
sendiri. Dalam tempo setengah tahun jumlah murid menjadi 20 orang, memasuki
bulan ke7 sekolah tersebut memperoleh bantuan guru bernama Kalil dari Budi Utomo.

Sebelum Muhammadiyah resmi dideklarasikan ada 5 langkah yang telah diambil oleh
Ahmad Dahlan sebagai proses awal untuk mendirikan Muhammadiyah : Berdiskusi
dengan guru-guru Kwekschool Berdiskusi dengan orang-orang dekat untuk mencari
nama yang tepat bagi organisasi yang akan didirikan Mengajukan permohonan kepada
Hoofdbestuur Budi Oetomo agar mengusulkan kepada pemerintah Hindia Belanda
untuk berdirinya Muhammadiyah. Mengadakan rapat-rapat persiapan peresmian
berdirinya Muhammadiyah. Memproklamirkan berdirinya Muhammadiyah

Susunan pengurus muhammadiyah yang pertama sebagaimana tercantum dalam surat


izin dari persetujuan sri sultan : Presiden / Ketua: K. H. Ahmad Dahlan Sekretaris : H.
Abdulah Siradj Anggota : H. Ahmad H. Abdur Rahman RH. Djailani H. Anies H.
Muhammad Fakih

Sejak didirikan oleh Ahmad Dahlan sampai muktamar Muhammadiyahke 44 di


Jakarta tahun 2000, rumusan maksud dan tujuan muhammadiyah mengalami tujuh
kali perubahan redaksional susunan bahasan Permulaan berdirinya Muhammadiyah
Setelah Muhammadiyah meluas keberbagai daerah dari luar Yogyakarta Pada masa
pendudukan Jepang ( ) Setelah muktamar muhammadiyah ke 31 di Yogyakarta 1950
Muktamar Muhammadiyah ke 34 di Yogyakarta 1959 Muktamar Muhammadiyah ke
41 di Surakarta 1985 Muktamar Muhammadiyah ke 44 di Jakarta tahun 2000
Dalam rumusan ini Muhammadiyah mempunyai maksud dan tujuan :
Menyebarkan pengajaran kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumi
putera di dalam residen Yogyakarta Memeajukan hal agama Islam kepada anggota -
anggotanya

Maksud dan tujuan rumusan yang kedua ini direvisi untuk menyesuaikan dengan
kondisi riil Muhammadiyah : Memajukan dan menggembirakan pengajaran agama
Islam di Hindia Belanda Memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang kemauan
agama Islam kepada sekutu-sekutunya

Maksud dan tujuan merumuskan ketiga ini yaitu :


Hendak menyiarkan agama Islam Melakukan kebaikan Memajukan pengetahuan dan
kepandaian Rumusan keempat yaitu mengenai pentingnya menegakan dan
menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang
sebenar benarnya. Rumusan kelima ini hanya ada perubahan pada redaksional semata
atas rumusan hasil muktamar ke 31 dari kata “ Dapat Mewujudkan “ menjadi “
Terwujudnya “ , jadi rumusan resminya adalah “ Menegakkan dan menjunjung tinggi
agama Islam”

Pada tahun 1985 Muhammadiyah harus merubah maksud dan tujuan serta asasnya
karena kehadiran UU NO 8 Tahun rumusan tersebut adalah menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama , adil dan
makmur yang di Ridhai Allah SWT. Hasil rumusanke tujuh yaitu “ Muhammadiyah
adalah gerakan Islam, dakwah amal makruf nahi munkar berasaskan Islam yang
bersumber pada Al- Quran dan As-Sunnah “
5. Kepribadian Muhammadiyah

Kepribadian Muhammadiyah adalah rumusan yang menggambarkan hakekat


Muhammadiyah, serta apa yang menjadi dasar dan pedoman amal usaha dan
perjuangan Muhammadiyah, serta sifat-sifat yang dimilikinya. Kepribadian
Muhammadiyah ini berfungsi sebagai landsan, pedoman, dan pegangan bagi gerak
Muhammadiyah menuju cita-cita terwujudnya masyarakat Islalm yang sebenar-
benarnya.
dirumuskan dalam muktamar ke-35 di Jakarta tahun 1962. Muktamar setengah abad
ini ditutup oleh Presiden Soekarno yang menyampaikan pidato: Makin Lama Makin
Cinta.

Kepribadian ini menyatakan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah


amar makruf nahi munkar yang ditujukan kepada: perseorangan dan masyarakat,
untuk mewujudkan masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah atau
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Selain gerakan Islam dan dakwah,
Muhammadiyah juga gerakan tajdid.

Fungsi Kepribadian Muhammadiyah adalah untuk menjadi landasan, pedoman


dan pegangan para pemimpin, aktifis dan anggota Muhammadiyah dalam
menjalankan roda organisasi, gerakan dan amal usaha agar tidak terombang-ambing
oleh pengaruh luar dan tetap istiqomah kepada cita-cita dan perjuangannya.

Matan Kepribadian Muhammadiyah


a. Dasar Amal Usaha Muhammadiyah
Dalam perjuangan melaksanakan usahanya menuju tujuan mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, dimana kesejahteraan, kebaikan,
dan kebahagiaan luas merata. Muhammadiyah mendasarkan segala gerak
dan amal usahanya atas prinsip-prinsip yang tersimpul dalam Muqaddimah
Anggaran Dasar, yaitu:
1. Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah, dan taat kepada Allah.
2. Hidup manusia bermasyarakat.
3. Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan keyakian bahwa ajaran
Islam itu satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama
untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
4. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat
adalah kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dam ihsan kepada
kemanusiaan.
5. Ittiba’ kepada langkah perjuangan Nabi Muhammad SAW..
b. Pedoman Amal Usaha Muhammadiayah
Menilik dasar prinsip tersebut diatas, maka apapun yang diusahakan dan
bagaimanapun cara perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai tujuan
tunggalnya harus berpedoman “Berpegang teguh akan ajaran Allah dan
Rasul-Nya, bergerak membangun disegenap bidang dan lapangan dengan
menggunakan cara serta menempuh jalan yang di ridlahi Allah SWT.”1
c. Sifat Muhammadiyah
Muhammadiyah memiliki dan wajib memelihara sifat-sifatnya, terutama
yang terjalin di bawah ini:2
1. Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.
2. Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah islamiyah.
3. Lapang dada, luas pandangan dengan memegang teguh ajaran Islam.
4. Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan
5. Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta dasar
dan filsafah negara yang sah.
6. Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi
contoh tauladan yang baik.

Dalam upaya mencapai tujuannya, Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan


amal usahanya atas prinsip yang tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran Dasar.
Muhammadiyah, “berpegang teguh akan ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak
membangun segenap bidang dan lapangan dengan menggunakan cara serta
menempuh jalan yang diridlai Allah”.

Anda mungkin juga menyukai