Anda di halaman 1dari 11

TOKOH PEMBAHARU ISLAM

SAYYID MUHAMMAD RASYID RIDHA


Pendahuluan
Gerakan modernisme di Timur Tengah, utamanya di Mesir yang dirintis oleh
Tiga Serangkai guru dan murid: Jamaluddim al Afgani, Muhammad Abduh dan
Rasyid Ridha, pada dasarnya memiliki corak yang hampir sama, yakni sebagai
reaksi dari dominasi Barat di Dunia Islam. Semenjak kedatangan Napoleon
Bonaparte ke Mesir yang membawa ide-ide baru dalam struktur kehidupan sosial
politik telah menggugah para pemikir muslim untuk melakukan pembaharuan di
kalangan umat Islam.
Pada umumnya gerakan modernisme Islam tersebut mengambil bentuk
westernisasi, Baik dalam bidang perkembangan intelektual, maupun transformasi
sosial kultural lainnya. Namun dalam perkembangan berikutnya gerakan tersebut
terpecah menjadi dua arah. Pertama, kegiatan Muhammad Abduh yang di satu
pihak diikuti oleh perkembangan-perkembangan intelektual yang hampir murni
westernis dan kedua di lain pihak diikuti oleh gerakan salafiah dibawah Rasyid Ridha
yang bergerak dengan tetap kearah suatu jenis fundamentalisme yang erat
hubungannya dengan wahabisme. Sebagaimana Abduh, Rasyid Ridha ternyata
merupakan seorang tokoh yang cukup produktif, bahkan dalam bidang teologi Ridha
memiliki sistem teologi tersendiri sebagaimana gurunya.
Yang cukup menarik dari sosok Rasyid Ridha, justru dalam pemikiran
teologisnya. Sebab, satu sisi sebagai pengagum dan murid Abduh yang dalam
bidang teologi terkenal sangat rasional, melebihi Mutazilah justru dalam aspek
tertentu pemikirannya lebih condong ke pemikiran Salaf / Hanbali. Disisi lain,
sebagai penganut faham Hanbali yang terkenal sangat gigih menyerang ulama
kalam (teolog) justru Ridha bukan hanya interest terhadap teologi melainkan juga
boleh dikata telah berhasil membangun teologi yang memiliki karakter tersendiri.
Tarik menarik antara pengaruh Hanbali dan Mutazilah (yang dibawa Abduh)
itulah yang mewarnai pemikiran teologinya. Justru disinilah letak karakteristik
teologi Ridha yang membedakan dengan teologi lainnya.
Biografi
Sayyid Muhammad Rasyid Ridha lahir pada hari Rabu,
tanggal 27 Jumadi Al-Ula 1282 H bertepatan dengan
tahun 1865 M di Qalamun, sebuah desa yang terletak di
pantai Laut Tengah, sekitar 3 mil jauhnya di sebelah
selatan kota Tripoli, Libanon. Saat itu Libanon merupakan
bagian dari wilayah Kerajaan Turki Usmani.
Sayyid Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin
Muhammad Syamsuddin al-Qalamuni adalah murid
terdekat Muhammad Abduh. Menurut keterangan, ia
berasal dari keturunan Al-Husain, cucu Nabi Muhammad
SAW dari keturunan al-Husayn, putra Ali ibn Abi al-Thalib
dengan Fathimah, putri Rasulullah SAW. Itulah sebabnya,
Ridha menyandang gelar al-Sayyid di depan namanya.
Riwayat Pendidikan
Semasa kecilnya, Rasyid Ridha dimasukkan ke madrasah tradisional yang disebut
Kuttab di Al-Qalamun untuk belajar menulis, berhitung dan membaca Al-Quran.
Beberapa tahun setelah menamatkan pelajarannya di Kuttab, Ridha meneruskan
pelajarannya di Madrasah Ibtidaiyyah al-Rusydiyyah di Tripoli di mana ia diajarkan
ilmu nahwu, sharaf, tauhid, fiqh, ilmu bumi, dan matematika. Karena tujuan madrasah
milik pemerintah Turki ini untuk mempersiapkan sumber daya manusia bagi
pemerintah, maka Ridha keluar dari madrasah tersebut karena ia enggan menjadi
pegawai pemerintah.
Di tahun 1882 M/ 1300 H, ia meneruskan pelajaran di Al-Madrasah Al-Wataniyah
Al-islamiyah (Sekolah Nasional Islam) di Tripoli. Sekolah ini didirikan oleh Al-syaikh
Husain Al-Jisr, seorang ulama Islam Libanon yang telah dipengaruhi oleh ide-ide
modern yang digulirkan oleh al-Sayyid Jamal al-Din al Afghani dan Syekh Muhammad
Abduh. Syaikh Husain Al-Jisr inilah yang kelak mempunyai andil besar terhadap
perkembangan pemikiran Rasyid Ridha, khususnya ide-ide ide-ide pembaharuannya.
Namun, Rasyid Ridha tidak dapat lama belajar di sekolah ini karena sekolah tersebut
terpaksa ditutup setelah mendapat hambatan politik dari pemerintah Kerajaan Usmani.
Untuk tetap melanjutkan studinya, dia pun pindah ke salah satu sekolah agama yang
ada di Tripoli. Meskipun sudah pindah sekolah, tetapi hubungan Ridha dengan guru
utamanya saat di Madrasah Al-Wathaniyyah Al-Islamiyyah terus berlanjut.
Rasyid Ridha meneruskan pelajarannya di salah satu sekolah agama yang ada di
Tripoli. Tetapi hubungan dengan Al-syaikh Husain Al-Jisr terus berjalan. Sang gurulah
yang telah banyak berjasa dalam menumbuhkan semangat ilmiah dan ide pembaruan
dalam diri Rasyid Ridha di kemudian hari. Di antara pikiran gurunya yang sangat
berpengaruh adalah pernyataan bahwa satu-satunya jalan yang harus ditempuh umat
Islam untuk mencapai kemajuan adalah memadukan pendidikan agama dan
pendidikan umum dengan metode modern. Hal tersebut didasari kenyataan sekolah-
sekolah yang didirikan bangsa Eropa saat ini banyak diminati oleh para pelajar dari
seluruh penjuru dunia, padahal tidak disajikan pelajaran agama di dalamnya.
Pemikiran Pembaharuan
Muhammad Rasyid Ridho
1. Di Bidang Pendidikan
Rasyid menganjurkan umat Islam memiliki satu kekuatan untuk
menghadapi beratnya tantangan dunia modern. Kekuatan itu hanya
dapat dimiliki jika umat Islam bersedia menerima peradaban Barat.
Jalan untuk memperoleh peradaban Barat itu ialah berusaha
memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi Barat itu sendiri. Ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak berlawanan dengan Islam, bahkan
umat Islam wajib mempelajari dan menerima ilmu pengetahuan dan
teknologi itu bila mereka ingin maju. Dalam berbagai tulisannya, Rasyid
mendorong umat Islam untuk menggunakan kekayaannya dalam
pembangunan lembaga-lembaga pendidikan. Menurut Rasyid,
membangun lembaga pendidikan lebih baik dari membangun masjid.
Baginya masjid tidaklah besar nilainya apabila orang-orang yang shalat
di dalamnya hanyalah orang-orang bodoh. Dengan membangun
lembaga pendidikan, kebodohan dapat dihapuskan dan dengan
demikian pekerjaan duniawi dan ukhrawi akan menjadi baik. Satu-
satunya jalan menuju kemakmuran adalah perluasan pendidikan secara
umum. Di bidang pendidikan ini ia mendirikan sekolah sebgai misi
Islam dengan nama madrasah Aldakwah Wa Al-Irsyad dikairo pada
tahun 1912 M. Para alumni madrasah ini disebarkan keberbagai dunia
Islam yang bertujuan mengembalikan ajaran Islam kepada Al-Quran
dan Al-Hadist.
2. Di Bidang Agama / Teologi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan umat Islam lemah dan
jauh ketinggalan oleh orang Barat, di antaranya Islam telah kemasukan
ajaran-ajaran yang nampaknya Islam, tetapi sebenarnya bukan. Hal itu
menyebabkan umat Islam melaksanakan ajaran yang tidak sesuai
lagi dengan ajaran Islam sebenarnya. Menurut Rasyid Ridha, umat
Islam dapat mengejar ketinggalannya dari bangsa Eropa, jika mereka
kembali kepada ajaran Islam sebenarnya sebagaimana telah
diajarkan Nabi Muhammad saw dan dipraktekkan oleh sahabat.
Dengan demikian, Rasyid menganjurkan untuk menggali kembali teks
al-Quran. Ijtihad adalah modal awal demi keberlangsungan syariat
Islam yang memenuhi seluruh kebutuhan pembaruan karena syariat
Islam adalah syariat penutup dari Tuhan, dan hikmah dari semua itu
adalah bahwasanya Allah SWT, telah menyempurnakan agama ini dan
menjadikannya agama yang universal antara ruh dan jasad, dan
memberikan kesempatan seluas-luasnya pada umatnya untuk berijtihad
yang benar dan dalam mengambil istinbat. Kedua sisi ini sangat sesuai
dengan kemaslahatan manusia di setiap tempat dan waktu.
Masalah aqidah di zaman hidupnya Rasyid Ridha masih belum
tercemar unsur-unsur tradisi maupun pemikiran filosof. Dalam masalah
teologi, Rasyid Ridha banyak dipengaruhi oleh pemikiran para tokoh
gerakan salafiyah. Dalam hal ini, ada beberapa konsep pembaharuan
yang dikemukakannya, yaitu masalah akal dan wahyu, sifat Tuhan,
perbuatan manusia (afal al-Ibad) dan konsep iman.
Lanjutan
1. Akal dan Wahyu
Menurut Rasyid Ridha, dalam masalah ketuhanan menghendaki agar urusan
keyakinan mengikuti petunjuk dari wahyu. Sungguhpun demikian, akal tetap
diperlukan untuk memberikan penjelasan dan argumentasi terutama kepada
mereka yang masih ragu-ragu.
2. Sifat Tuhan
Dalam menilai sifat Tuhan, di kalangan pakar teologi Islam terjadi perbedaan
pendapat yang sangat signifikan, terutama dari kalangan Mutazilah dan
Asyariyah. Mengenai masalah ini, Rasyid Ridha berpandangan sebagaimana
pandangan kaum Salaf, menerima adanya sifat-sifat Tuhan seperti yang
dinyatakan oleh nash, tanpa memberikan tafsiran maupun takwil.
3. Perbuatan Manusia
Pembahasan teologi tentang perbuatan manusia bertolak dari pertanyaan apakah
manusia memiliki kebebasan atas perbuatannya (freewill) atau perbuatan manusia
hanyalah diciptakan oleh Tuhan (Predistination). Perbuatan manusia menurut
Rasyid Ridha sudah dipolakan oleh suatu hukum yang telah ditetapkan Tuhan yang
disebut Sunatullah, yang tidak mengalami perubahan.
4. Konsep Iman
Rasyid Ridha mempunyai dasar pemikiran bahwa kemunduran umat Islam
disebabkan keyakinan dan amal perbuatan mereka yang telah menyimpang dari
ajaran Islam. Oleh karena itu, upaya pembahasan yang dilaksanakannya dititik
beratkan kepada usaha untuk mengembalikan keberagamaan ummat kepada
ajaran Islam yang sebenarnya. Pandangan Rasyid Ridha mengenai keimanan
didasarkan atas pembenaran hati (tasdiq) bukan didasarkan atas pembenaran
rasional.
3. Di Bidang Politik Dan Hukum
Rasyid Ridha tertarik dengan ide Ukhuwah Islamiyah (Persaudaraan
Islam). Sebab, ia banyak melihat penyebab kemunduran Islam, antara
lain, karena perpecahan yang terjadi di kalangan mereka sendiri. Untuk
itu, dia menyeru umat Islam agar bersatu kembali di bawah satu
keyakinan, satu sistem moral, satu sistem pendidikan, dan tunduk dalam
satu sistem hukum dalam satu kekuasaan yang berbentuk negara.
Namun, negara yang diinginkannya bukan seperti konsep Barat,
melainkan negara dalam bentuk khilafah (kekhalifahan) seperti pada
masa Al-khulafa ar-Rasyidin. Dia menganjurkan pembentukan organisasi
Al-jami'ah al-Islamiyah (Persatuan Umat Islam) di bawah naungan
khalifah.
Khalifah ideal, menurutnya, adalah sosok yang dapat memenuhi
beberapa persyaratan, antara lain, dari segi keadilan, kemampuan, sifat
mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi.
Lebih lanjut, Rasyid Ridha menyebutkan dalam bukunya Al-khilafah,
bahwa fungsi khalifah adalah menyebarkan kebenaran, menegakkan
keadilan, memelihara agama, dan bermusyawarah mengenai masalah
yang tidak dijelaskan nash. Kedudukan khalifah bertanggung jawab atas
segala tindakannya di bawah pengawasan sebuah dewan pengawas yang
anggotanya terdiri atas para ulama dan pemuka masyarakat. Tugas
dewan pengawas selain mengawasi roda pemerintahan, juga mencegah
terjadinya penyelewengan oleh khalifah, dan lembaga ini berhak
menindak khalifah yang berbuat zalim dan sewenang-wenang.
Khalifah harus ditaati sepanjang pemerintahannya dijalankan sesuai
dengan ajaran agama. Ia merupakan kepala atau pemimpin umat Islam
sedunia, meskipun tidak memerintah secara langsung setiap negara
anggota. Dan menurut Rasyid Ridha, seorang khalifah hendaknya juga
seorang mujtahid besar yang dihormati. Di bawah khalifah seperti inilah
kesatuan dan kemajuan umat Islam dapat terwujud.
KARYA RASYID RIDHA
Ridha merupakan penulis yang prolifik, yang telah menghasilkan karya-karya
besar dalam pemikiran tafsir, hadisth, politik, dakwah, kalam, perbandingan
agama, fiqh dan fatwa. Antara tulisannya termasuklah Tarikh Al-Ustadh Al-Imam
Al-Syaikh Muhammad Abduh (Biografi Imam Muhammad Abduh), Nida li Jins al-
Latif (Panggilan terhadap Kaum Wanita), Al-Wahyu Muhammadi (Wahyu Nabi
Muhammad), Yusr Al-Islam wa Usul At-Tashri Al-Am (Kemudahan Islam dan
Prinsip-prinsip Umum dalam Syariat), Al-Khilafah wa Al-Imamah Al-
Uzma (Khalifah dan Imam-Imam yang Besar), Muhawarah Al-Muslih wa Al-
Muqallid (Dialog Antara Kaum Pembaharu dan Konservatif), Zikra Al-Maulid An-
Nabawiy (Memperingati Hari Kelahiran Nabi Muhammad), dan Haquq Al-Marah
As-Salihah (Hak-hak Wanita Muslim), dan yang paling terkenal dalam karyanya
adalah Al-Manar.
Al-Manar, adalah majalah bulanan yang membahaskan idealisme
pembaharuan dan tajdid di Kaherah. Ia mengungkapkan tradisi pemikiran yang
segar yang diasaskan daripada ide-ide pembaharuan yang dipelopori oleh Jamal al-
din al-Afghani dan Muhammad Abduh dalam al-Urwa al-Wuthqa. Fokusnya adalah
usaha pembaharuan dan dakwah.
Al-Manar menggerakkan perbincangan tentang dakwah, idealisme dan islah,
menerangkan dasar-dasar Pan-Islamisme, meneroka persoalan-persoalan yang
berkait dengan ajaran aqidah dan hukum, membincangkan faham modernisme,
sekularisme, nasionalisme dan mempelopori dialog dan pertukaran ide antara
budaya, dan meneropong pemikiran baru berkait dengan falsafah agama dan
budaya dan menangani isu-isu sosial dan peradaban.
Pengaruh Rasyid Ridha
Ide pembaharuan Rasyid Ridha mendapat perhatian dan
mempengaruhi dunia Islam. Setelah pembukaan Dar al-Dawah wa al-
Irsyad di Kairo, Rasyid mendapat undangan dari kalangan tokoh
Islam India untuk membuka lembaga pendidikan semacam itu di
India. Hal ini membuktikan bahwa idenya mendapat perhatian dan
mempengaruhi umat Islam India. Ide-idenya yang terkandung dalam
majalah al-Manar kuat sekali mempengaruhi umat Islam
Indonesia. Idenya yang sangat terasa di Indonesia adalah
pemberantasan bidah dan khurafat, serta perumusan kembali
keyakinan dan pengamalan Islam disesuaikan dengan pemikiran dan
peradaban modern.
Wafatnya Rasyid Ridha
Setelah mendarmabaktikan hidupnya selama puluhan tahun
demi tercerahkannya kaum muslimin, Rasyid
Ridha akhirnya wafat pada tahun 1354 H/ 1935, secara
mendadak dan dengan penyebab yang misterius di dalam
mobil yang membawanya pulang dari Suez ke Kairo. Ia
dimakamkan di ibukota Mesir ini bersebelahan dengan
makam gurunya, Muhammad Abduh.

Anda mungkin juga menyukai