Anda di halaman 1dari 9

BAB I

KONSEP USHUL FIKIH

HERNAWATI
NURMA MULIA
BARDAINE PUTRI
MISRAWATI
RAHMAWATI

KELAS XII MIPA

RANGKUMAN FIKIH KELAS XII 1


BAB I KONSEP USHUL FIKIH
A. Pengertian Fikih dan Ushul Fikih
1. Pengertian Fikih
Kata “fikih” ditinjau dari segi bahasa berasal dari kata kerja dasar bahasa
Arab - - yang memiliki beberapa arti, yaitu; “memahami secara
mendalam, mengerti, dan ahli”. Paham di sini maksudnya adalah paham dan
mengerti maksud yang dibicarakan.
Adapun “fikih” ditinjau dari segi istilah, dikutip sebagaimana pendapat
Abdul Wahab Khalaf:

Artinya: Fikih adalah kumpulan (ketetapan) hukum syara’ yang berkenaan dengan
perbuatan manusia, yang diambil dari dalil-dalilnya yang jelas dan terperinci.

Jadi fikih itu berkaitan dengan berbagai ketentuan hukum syara’, baik yang telah
ditetapkan langsung oleh Allah Swt. dan Rasul-Nya di dalam al-Qur’an dan al-Hadits
maupun berbagai ketetapan maupun hukum syara’ yang ditetapkan oleh para ahli fikih
atau mujtahid dari masa ke masa.

Hukum syara’ adalah sejumlah ketentuan hukum yang mengatur semua perbuatan
manusia yang meliputi nilai dan ukurannya, namun ia tidak mencakup persoalan yang
berhubungan dengan aqidah. Dalam pada itu, hukum syara’ haruslah didasarkan pada
dalil-dalil yang terperinci yang dijadikan pijakan dan merupakan sumber pembentukan
hukum syara’.

2. Pengertian Ushul Fikih


Frasa “ushul fikih” ditinjau secara bahasa terdiri dari dua suku kata, yaitu “ushul”
dan “fikih”. Kata ushul ( ) adalah bentuk jamak dari kata al-ashl ( ) yang
berarti sesuatu yang menjadi dasar atau landasan bagi lainnya.

Adapun kata al-fiqh ( ) sebagaimana yang diuraikan tersebut, berarti paham


atau mengerti secara mendalam.
Adapun secara istilah, ushul fikih sebagaimana dijelaskan oleh Muhammad al-
Syaukani :

RANGKUMAN FIKIH KELAS XII 2


Artinya: Fungsi ushul fikih adalah mengetahui kaidah-kaidah yang dapat digunakan
sebagai alat untuk menggali (istimbath) hukum-hukum furu’ dari dalil-dalilnya yang
rinci dan jelas.

Selanjutnya definisi ushul fikih menurut Qutub Mustafa Sanu’ dalam kitab Mu’jam
Mustalahat adalah:

Artinya : Ushul fikih adalah kaidah-kaidah kulliyyah yang digunakan oleh seorang
mujtahid untuk memahami nash al-kitab dan al-sunnah.

Ushul fikih merupakan metodologi atau teori yang tidak hanya digunakan untuk
memahami hukum-hukum syara’ saja, melainkan juga dapat berfungsi untuk
menetapkan dan menghasilkan hukum-hukum syara’ yang bersifat furu’iyah.

B. Obyek Pembahasan Fikih dan Ushul Fikih


1. Obyek Pembahasan Ilmu Fikih
Ilmu fikih merupakan cabang (furu’) dari ilmu ushul fikih. Yang menjadi obyek
pembahasan dari ilmu fikih adalah perbuatan mukallaf dan nilai-nilai hukum yang
berkaitan erat dengan perbuatan tersebut.

Dapat dikatakan pula bahwa perbuatan seorang mukallaf itu berkaitan erat
dengan taklif syar’i yang menjadi beban seorang mukallaf dalam berbagai aspek
kehidupannya (ibadah, mu’amalah, dan Jinayah)

Aspek ibadah menyangkut hubungan vertikal antara manusia dengan Allah Swt.
Ibadah ada 2 jenis yaitu: istilah ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Ibadah
mahdhah adalah ibadah yang memiliki syarat dan rukun yang ditentukan oleh syari’at
dan pelaksanaannya dijelaskan dalam al-Qur’an dan al-Hadits seperti sholat, zakat,
puasa, dan haji. Sedangkan Ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang sifat, bentuk,
kaifiat dan waktunya tidak dijelaskan secara rinci, namun al-Qur’an dan al-Hadits hanya
memberikan dorongan atau motivasi yang tinggi agar manusia berkeinginan yang tinggi
mengerjakan kebajikan dan amal shaleh dalam berbagai hal dan kesempatan semata
hanya mengharapkan ridlo Allah Swt. seperti saling tolong-menolong dalam berbuat
kebaikan, mencari ilmu, meringankan beban sesama yang terkena musibah, dan lain
sebagainya.

RANGKUMAN FIKIH KELAS XII 3


Aspek mu’amalah yang terkait dengan interaksi sesama manusia. Seperti hal-hal
yang terkait dengan harta, jualbeli, sewa menyewa, pinjam meminjam, titipan syirkah,
siyasah dan lain sebagainya.

Selanjutnya dalam ilmu fikih dibahas juga permasalahan ‘uqubah yang berkaitan
dengan tindak pidana dan kejahatan serta sanksi-sanksinya, seperti pembunuhan,
pencurian, perampokan, penganiayaan, dan lain sebagainya.

2. Obyek Pembahasan Ushul Fikih


Obyek pembahasan ilmu ushul fikih adalah syari’at yang bersifat kulli atau yang
menyangkut dalil-dalil hukum. Baik dalil-dalil hukum ini menyangkut dalil-dalil hukum
nash yang terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadis ataupun dalil-dalil yang ijtihadiyah.

Dalil-dalil yang ada dalam al-Qur’an dan al-Hadits kajiannya berkaitan dengan
berbagai bentuk karakteristik lafazd nash, yaitu :

a. Lafadz nash dari segi bentuknya


b. Lafadz nash dari segi cakupan maknanya
c. Lafadz nash dari dilalahnya
d. Lafadz nash dari segi jelas dan tidak jelasnya serta macam-macam tingkatannya
e. Lafadz nash dari segi penggunaannya
f. Hukum syara’ dalam kaitannya dengan makna hukum, pembagian hukum dan
obyek serta subyek hukum.
Dalil-dalil ijtihadiyah ini merupakan dalil-dalil yang dirumuskan berdasarkan ijtihad
ulama’. Dalil-dalil tersebut seperti :

a. Al-Ijmak f. Sadzudz Dzari’ah


b. Al-Qiyas g. Al-‘Urf
c. Al-Istihsan h. Syar’u Man Qoblana
d. Al-Maslahah Mursalah i. Mazhab Sahabi
e. Al-Istishab

C. Tujuan Mempelajari Fikih Dan Ushul Fikih


1. Tujuan Mempelajari Fikih

RANGKUMAN FIKIH KELAS XII 4


Tujuan mempelajari fikih adalah menurut Abdul Wahab Khalaf adalah sebagai
rujukan bagi setiap orang untuk mengetahui hukum syara’ yang berkenaan dengan
perbuatan dan perkataan seseorang. serta dengan mempelajari fikih manusia akan
mengetahui mana yang halal dan mana yang haram, mana yang boleh dan mana yang
tidak boleh

2. Tujuan Mempelajari Ushul Fikih


Secara lebih perinci, Wahba Zuhaili menyebutkan bahwa tujuan dan manfaat
mempelajari ushul fikih itu sebagai berikut :

a. Mengetahui kaidah-kaidah dan cara-cara yang digunakan oleh para fuqaha’ atau
mujtahid dalam istimbath hukum syara’.
b. Untuk memperoleh kemampuan dalam melakukan istinbath hukum dari dalil-
dalilnya, terutama bagi mujtahid.
c. Bagi mujtahid khususnya, akan membantu mereka dalam melakukan istimbath
hukum dari dalil-dalil nash.
d. Mempelajari ushul fikih adalah merupakan jalan untuk memelihara agama dan
sendi-sendi hukum syari’at beserta dalil-dalilnya.
e. Mampu menerapkan kaidah-kaidah ushul fikih dalam menghadapi dan
menjawab kasus-kasus baru yang tidak ditemukan dalilnya dalam nash secara
tekstual.

D. Menganalisis Pertumbuhan dan Perkembangan Fikih dan Ushul Fikih


1. Pertumbuhan Dan Perkembangan Fikih
Ulama telah membagi kepada berapa periodisasi dari pertumbuhan dan
perkembangan fikih. Sebagaimana dijelaskan oleh Jadul Haq Ali Jadul Haq bahwa
pertumbuhan dan perkembangan fikih itu dapat dibagi menjadi lima periode. Pertama,
periode Nabi dan masa kedatangan Islam; kedua, periode sahabat dan tâbî’in; ketiga,
periode kodifikasi (tadwin) fikih dan kematangannya; keempat, periode berhentinya
ijtihad; dan kelima, merupakan periode kebangkitan

RANGKUMAN FIKIH KELAS XII 5


2. Pertumbuhan Dan Perkembangan Ushul Fikih
Sebetulnya, apabila berbicara fikih maka pada dasarnya akan terkait dengan ushul
fikih. Menurut Amir Syarifuddin, bahwa ushul fikih itu bersamaan munculnya dengan
ilmu fikih, walaupun dalam penyusunannya fikih dilakukan lebih dahulu dari ushul fikih.
Penyusunan fikih itu sebenarnya sudah dimulai langsung setelah wafatnya Rasulullah
Saw. yaitu pada periode sahabat dan pada waktu itu pemikiran tentang ushul fikih juga
telah ada.
Sebagai contoh, seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah, bahwa
ketika Ali Bin Abi Thalib menetapkan hukuman cambuk kepada peminum khamr, Ali
berkata, apabila ia minum khamr akan mabuk dan kalau ia mabuk maka ia akan
menuduh orang berbuat zina, maka kepadanya dijatuhkan hukuman tuduhan berbuat
zina (qadzaf) yaitu dicambuk delapan puluh kali. Apa yang | dilakukan oleh Ali Bin Abi
Thalib ini dipahami bahwa beliau telah menggunakan kaidah apa yang dikenal dengan
sadzudz dz|ari’ah.
Pada masa tabi’in kegiatan istinbath semakin meluas karena bersamaan dengan
itu banyak persoalan hukum muncul. Pada masa ini tampil sejumlah tokoh dari
kalangan tabi’in yang banyak mengeluarkan fatwa, diantaranya Sa’id Ibnu al-Musayib
dan beberapa orang lain di Madinah dan Ibrahim al-Nakha’i di Irak. Mereka adalah
orang-orang yang memahami al-Qur’an, al-Hadits dan fatwa sahabat.
Diantara mereka ada yang menggunakan pendekatan maslahah mursalah dan ada
pula yang mengunakan al-qiyas jika mereka tidak menemukan jawaban atas persoalan
di dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Kemudian Ibrahim al-Nakha’i dan ulama Irak dalam
praktik istimbath hukum mengarah kepada penggunaan pendekatan ‘illat dalam
memahami nash dan menerapkannya terhadap persoalan atau kasus baru yang
muncul.
Secara praktis, baik pada masa sahabat maupun pada masa tabî’in kegiatan
istimbath hukum dengan menggunakan pendekatan ushuliyah telah ada, hanya saja,
belum dirumuskan sebagai teori. Setelah berlalunya era tabi’in, maka mulai muncul era
kebangkitan ulama dengan pola-pola tersendiri dalam istinbat hukum. Perbedaan-

RANGKUMAN FIKIH KELAS XII 6


perbedaan pola istinbath ini yang kemudian melahirkan madzhab ushul fikih yang
beragam dalam pemikiran hukum Islam. Era ini terjadi ketika memasuki awal abad
kedua Hijriyah.
Pada era inilah muncul sejumlah ulama besar yang sangat berjasa dalam
melahirkan ilmu ushul fikih dan masing-masing ulama besar tersebut memiliki metode
atau manhaj tersendiri yang berbeda dengan lainnya dalam istimbath hukum. Imam
Abu Hanifah, misalnya meletakkan dasar-dasar istimbathnya dengan urutan dalil, yaitu
al-Kitab, al-Sunnah, dan fatwa sahabat dengan mengambil apa yang telah disepakati
oleh sahabat dan memilih pendapat diantara mereka jika terjadi ikhtilaf. Abu Hanifah
juga menggunakan al-Qiyas dan alIstihsan sebagai sarana dalam istinbath hukum.
Menurut Sofi Hasan Abu Thalib, sesungguhnya sistem istimbath yang dibangun oleh
Abu Hanifah, yang kemudian sistem ini menjadi pokok-pokok pegangan madzhab
Hanafi (ushul al-madzhab) adalah sebagai berikut : al-Kitab, al-Sunnah, al-Ijma’, al-
Qiyas, al-Istihsan, dan kemudian al-‘Urf.
Sementara itu, Imam Malik menempuh pendekatan (manhaj) ushuliyah yang
secara tegas menggunakan ‘amal ahli Madinah (tradisi/praktik) kehidupan penduduk
Madinah. Secara jelas, Imam Malik dalam sistem istimbath yang dibangun dan ini
menjadi ushul al-madzhab nya sebagai berikut : al-Kitab, al-Sunnah, al-Ijma’, al-Qiyas,
‘amal ahli Madinah, al-Maslahah Mursalah, alIstihsan, al-Sadzdudz Dzari’ah, al-‘Urf, dan
al-Istishab. Selanjutnya, selain Abu Hanifah dan Imam Malik muncul pula Imam Syafi’i
sebagai ulama besar yang hidup dalam suasana perkembangan ilmu yang kondusif dan
penghargaan fikih yang sudah berkembang sejak zaman sahabat, tabi’in dan era
kebangkitan ulama madzhab. Imam Syafi’i juga berhadapan dengan berbagai
keragaman pola istimbath yang berkembang saat ini.
Dengan demikian, Imam Syafi’i berada pada posisi yang menguntungkan dalam
bidang ushul fikih, sehingga dalam merumuskan teori istimbath hukum, beliau memiliki
dasar dan cara yang lebih sistematis. Secara teoritis, Imam
Imam Syafi’i merupakan orang pertama yang merumuskan langkah-langkah yang
harus ditempuh oleh mujtahid dalam menetapkan hukum dari dalilnya. Metode yang

RANGKUMAN FIKIH KELAS XII 7


sistematis ini yang kemudian disebut dengan ushul fikih. Secara sistematis prinsip-
prinsip istimbath yang dibangun oleh Imam Syafi’i sebagai berikut: berpegang kepada
al-Kitab, al-Sunnah, al-Ijma’ dan al-Qiyas. Teori istnbath yang dirumuskan oleh Imam
Syafi’i menjadi rujukan bagi para ulama atau mujtahid sepeninggal beliau.
Menurut para ahli baik dari kalangan Islam maupun para ahli di luar Islam
(orientalis), mengatakan bahwa Imam Syafi’i adalah orang pertama yang merumuskan
ushul fikih secara sistematis, sehingga ushul fikih lahir sebagai cabang ilmu hukum Islam
yang posisinya sangat sentral dalam pemikiran hukum Islam. Imam Syafi’i dipandang
“The Founding Father of Islamic Law Theory” yaitu bapak ushul fikih. Diakui meskipun
sudah ada upaya sebelumnya untuk merumuskan langkah-langkah dalam istimbath
hukum yang dilakukan oleh para pendahulu Imam Syafi’i, seperti Imam Abu Hanifah
dan Imam Malik, akan tetapi belum merupakan suatu metode yang sistematis.
Dengan kata lain, ushul fikih yang lahir sebagai suatu teori hukum Islam
merupakan hasil rumusan Imam Syafi’i. Rumusan itu lahir setelah melewati telaah dan
kajian akademik (kajian secara mendalam) yang dilakukan oleh Imam Syafi’i terhadap
berbagai pemikiran fikih yang masih sporadis atau belum sistematis dan masih
berserakan. Teori ushul fikih yang telah dirumuskan oleh
Imam Syafi’i secara sistematis itu dapat dilihat dalam karya monumental beliau,
yaitu kitab ar-Risalah yang hingga sekarang tetap menjadi rujukan oleh para ahli hukum
Islam dalam istimbath hukum. Setelah era Imam Syafi’i berlalu, pembicaraan tentang
ushul fikih tetap berlanjut dan semakin meningkat.
Kerangka dasar yang telah diletakkan oleh Imam Syafi’i ini dikembangkan oleh
para murid, pengikutnya dan orang-orang yang datang kemudian. Salah seorang murid
Imam Syafi’i yang terkenal yaitu Imam Ahmad Ibnu Hambal (164 H-241 H) yang juga
cukup besar andilnya dalam pemikiran ushul fikih. Langkahlangkah istimbath hukum
yang digariskannya suatu al-Kitab, al-Sunnah, al-Ijma, al-Qiyas, al-Istishab, al-Maslahah
Mursalah, dan al-Sadzudz Dżari’ah. Ada sejumlah ulama yang juga cukup berjasa dalam
pengembangan ushul fikih. Diantaranya, Daud Ibnu Sulaiman al-Zahiri. Tokoh ini lebih
populer dikenal dengan sebutan Daud Zahiri, karena dalam istinbath hukum lebih

RANGKUMAN FIKIH KELAS XII 8


menekankan kepada zahir nash al-Kitab dan as-Sunnah. Daud Zahiri adalah seorang
mujtahid yang dilahirkan di Irak pada tahun 270 H. Dalam istinbath hukum ia berpijak
kepada zahir nash dan menolak qiyas.
Pemikiran Daud Zahiri banyak mewarnai pemikiran hukum Islam. pengikut Daud
Zahiri yang cukup terkenal adalah Ali Ibnu Ahmad Sa’id Ibnu Galib Ibnu Saleh Ibnu
Sofyan Bin Yazid, yang lebih populer dipanggil dengan Ibnu Hazm. Karya ushul fikihnya
yang sangat terkenal yang hingga sekarang tetap menjadi rujukan yaitu “Al-Ihkam fi
Ushul al-Ahkam”. Setelah masa ini bermunculan sejumlah kitab ushul fikih, seperti kitab
Jam’u al-Jawami’ karya Ibnu al-Subky, kitab Irsyad al-Fuhul karya Imam al-Syaukani, dan
kitab alBurhan karya Imam al-Haramain serta kitab al-Mu’tamad karya Hasan al-Basri.

RANGKUMAN FIKIH KELAS XII 9

Anda mungkin juga menyukai