Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

‫النحو التطبيقي‬

Disusun Oleh :

Meisi Kurniadi
Sufi Kurniyanti

DOSEN PENGAMPU:

Al-ustazah SARI USWATUN HASANAH , MA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL FURQON PAYAKUMBUH

PENDIDIKAN BAHASA ARAB

2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan hidayah-
Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini, serta salawat dan salam senantiasa
tercurah kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW. yang telah mengajarkan umatnya
tentang yang benar dan yang salah.

Makalah ini kami susun dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah “‫و‬ ‫النح‬
‫”التط بيقي‬ yang ditugaskan oleh Dosen Pengampuh. Selain untuk memenuhi tugas, tujuan

selanjutnya yaitu agar kita dapat mengetahui TAMYIZ Dan istisna

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini sangat jauh dari kata sempurna,
sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun motivasi penulis dalam
memperbaiki makalah selanjutnya.  Kami sebagai penulis tak luput dari kesalahan karena
kebenaran hanya datang dari Allah SWT.

Payakumbuh , Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2

DAFTAR ISI...................................................................................................................................................3

BAB I: PENDAHULUAN..........................................................................................................................4

A. Latar Belakang.................................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah............................................................................................................................5

BAB II: PEMBAHASAN............................................................................................................................5

A. Tamyiz.............................................................................................................................................5

B. Istisna..............................................................................................................................................5

BAB III: PENUTUP....................................................................................................................................7

A. Kesimpulan......................................................................................................................................7

B. Saran................................................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................8

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayak yang menganggap bahasa arab adalah bahasa yang paling sulit di dunia. Hal ini
disebabkan oleh terlalu banyaknya kadah yang ada pada bahasa arab. Nahwu
merupakan bagian dari ilmu bahasa arab yang mengkaji tentang rumus-rumus untuk
mengetaui kedudukan suatu kalimat sehingga dapat memahami bacaan dengan baik
mengerti maksudnya.
Diperlukan pemahami yang baik terhadap dasar-dasar ilmu ilmu bahasa arab dapat
membaca dan menulis secara tepat. Dalam makalah kali ini akan membahas Tamyiz
dan istisna yang merupakan salah satu bahasan yang penting dalam bahasa arab.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, diambil rumusan masalah yang akan
menjadi pembahasan makalah ini, yaitu:
1. Apa Pengertian tamyiz?
2. Apa pengertian istisna?
C.      Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah adalah:
1. Untuk mengetahui Pengertian tamyiz?
2. Untuk mengetahui syarat istisna ?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tamyiz

Secara etimologi kata tamyiz berasal dari kata ‫ميّز‬, ia merupakan bentuk masdhar dari fi’il
tersebut. Dalam kamus disebutkan bahwa mayyaza berarti “ memisahkan sesuatu dari yang lain
atau mengutamakan sesuatu daripada yang lain. Tamyiz berfungsi untuk menjelaskan atau
menghilangkan kekaburan atau ketidak jelasan dari apa yang dimaksud kata atau kalimat

sebelumnya, misalnya ‫كتابا‬


ً ‫ت ِع ْشريْ َن‬
ُ ْ‫إ ْشّتّري‬ ( saya membeli dua puluh buku). Kata– kata ini
masih sifatnya umum, bisa berarti dua puluh buku, dua puluh majallah, dua puluh pulpen dan

lain-lain, namun setelah ada kata-kata ‫كتابا‬, maka sudah jelaslah yang dimaksud buku dan
ً
keluarlah yang lain. Inilah yang dimaksud tamyiz dalam bahasa Arab.

Sedangkan tamyiz dari segi terminologi ialah :

“ isim nakirah yang dituturkan untuk memperjelas kesamaran suatu zat atau suatu nisbah.”

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tamyiz adalah isim nakirah yang disebutkan
dengan tujuan menghilangkan kesamaran isim yang terletak sebelumnya. Atau dengan kata lain
bahwa tamyiz merupakan keterangan pembeda, terhadap pengertian yang belum jelas pada kata-
kata yang sebelumnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Isim nakirah itu mengandung pengertian

‫ ( ِم ْن‬berarti dari). Tamyiz sebagai penjelasan dari sesuatu yang kabur atau belum jelas terbagi
dalam dua jenis:

1. Tamyiz al- Mufrad.


Tamyiz mufrad yaitu tamyiz yang menjelaskan sesuatu kekaburan yang timbul dari kosa kata (

‫) املفرد‬. Tamyiz ini terbagi dua:


a. Tamyiz yang bukan bilangan
b. Tamyiz yang termasuk bilangan.
c. Tamyiz yang bukan bilangan

Tamyiz bukan bilangan terbagi pula dalam:

5
1) Yang menunjukkan pada takaran (‫)الكيل‬, seperti :“Saya mempunyai satu liter beras”

‫عندي لرتٌ ارزًّا‬


2) Yang menunjukkan pada timbangan ( ‫)الوزن‬, seperti:“ saya mempunyai satu kilo gram

apel.‫ت ّفاحا‬ ‫عندي كيلو جرام‬


3) Yang menunjukkan kepada luas (‫)املساحة‬, seperti:“saya mempunyai satu hektar tanah”
‫عندي هكتار أرضا‬
4) Yang menunjukkan pada ukuran panjang (‫) الطول‬, seperti;“Dia mempunyai satu meter

dari kain” ‫قماشا‬ ‫عنده مرت‬


5) Tamyiz adalah asal dari kata sebelumnya, seperti:
“ Dia mempunyai cincin perak” ‫فضة‬ ‫عنده خامت‬
Susunan kalimat dan struktur diatas dapat diungkapkan dalam bentuk lain, yaitu bahwa semua
isim yang berbentuk tamyiz yang manshub dapat dijadikan:

1) Majrur, dengan huruf jar “‫ ”من‬, seperti :

‫ارز‬
ٍ ‫ عندي لتر من‬:saya mempunyai beras satu liter‫ض ٍة‬ ّ ‫ عندي خاتم من ف‬: saya mempunyai cincin perak
Atau sebagai badal ( ‫) البدل‬, atau pengganti dari isim sebelumnya. Karena itu,

Badal bisa berasal dari isim marfu’ (‫) المرفوع‬, seperti :

ٌ‫ عندها ساعةٌ ذهب‬: dia mempunyai jam emas

Tamyiz Bilangan ( ‫) تمييز عدد‬.

2) Tamyiz bilangan dibagi ke dalam Sembilan bentuk:


a. Bilangan (angka) satu dan dua tidak mempunyai tamyiz, karena masing – masing bentuk

ِ ّ‫ (جمل‬dua buah
telah menunjukkan kepada jumlahnya, seperti: (ٌ‫جملّة‬sebuah majalah)‫تان‬
majalah)Tetapi dapat juga ditulis bersamaan dengan angkanya, namun ia berstatus

sebagai taukid (‫ )التوكيد‬yang berarti penguat.

6
b. Bilangan angka 3 ( tiga) sampai dengan sepuluh, dalam menentukan tamyiznya,
mempunyai 3 ciri:
1) Berbentuk jamak
2) Majrur, sebagai mudhaf ilaih (‫إليه‬ ‫) مضاف‬
3) Bilangan (‫) العدد‬dengan yang dibilang (‫ ) املعدود‬dalam hal ini adalah tamyiz selalu

ٍ ُ‫ُكت‬
berlawanan antara muzakkar dan muannats, coba perhatikan contoh: ‫ب‬ ‫ثالث‬
ُ

Kata “‫ ”كتب‬adalh yang dibilang atau yang dihitung, sekaligus berperang sebagai tamyiz

berbentuk jamak majrur, karena ia adalah mudaf ilaih, yang berasal dari kata “‫اب‬ ِ
ٌ َ‫ ”كت‬yang
berbentuk mufrad muzakkar, oleh karena ia muzakkar, maka bilangannya (‫ )العدد‬harus

muannats, yaitu “‫”ثالثة‬. Akan tetapi sebaliknya, apabila yang dihitung muannats, maka

bilangnnya harus muzakkar, seperti : ‫ثالث جماّل ٍت‬


ُ .

c. Bilangan (angka) sebelas dan dua belas, ketentuannya sebagai berikut :


1) Tamyiznya atau al- ma’dudnya berbentuk mufrad dan manshub.
2) Tidak berlawanan antara al-‘adad dan al- ma’dud atau tamyiznya dari segi
muzakkar dan muannats.
3) Bilangan satuan dan puluhannya selalu mabni, kecuali kata “ ‫( ”اثنان‬ia marfu’

dengan alif dan manshub dan majrur dengan ya). Hubungan antara “‫ ”اثنان‬dengan

puluhannya yaitu “‫”عشر‬, adalah hubungan antara mudhaf dengan mudhaf ilaih.

Jadi huruf nun pada kata “‫ ”اثنان‬dibuang dan menjadi “‫عشر‬ ‫”اثنا‬ atau “‫عشر‬ ‫”اثىن‬
kalau mansub atau majrur.
Sebagai contoh :‫طالبًا‬ ‫عشر‬
ُ ‫أحد‬
ُ ‫ضَر‬
َ ‫ َح‬: telah hadir sebelas mahasiswa
d. Bilangan (angka) tiga belas sampai dengan Sembilan belas (kecuali) angka puluhan yang
bersamaan dengan angka satu dan dua, ketentuannya sebagai berikut:
1) Tamyiz (al-ma’dud)nya: mufarad dan manshub dengan fathah.

7
2) Al-‘adad bersama dengan al-ma’dud, atau tamyiznya berlawanan dengan
mudzakkar dan muannats pada bilangan satuannya.
3) Angka puluhan dan satuannya mabni. Contoh: untuk yang dihitung mudzakkar,
maka satuan bilangannya harus mu’annats
e. Untuk angka puluhan genap dari dua puluh, tiga puluh, dan seterusnya, tetap terbentuk
mufrad dan manshub, dan tidak berlawanan antara muannats dengan mudzakkar, seperti:

‫ حضر عشرون طالبا او طالبة‬: telah hadir dua puluh mahasiswa atau mahsiswi.
f. Untuk angka (bilangan) satu dan dua bersamaan dengan angka puluhan genap dari dua
puluh, tiga puluh, dan seterusnya, maka angka satu dan dua tidak berlawanan antara

al-‘adad dengan al-ma’dud, seperti: ‫طالبا‬ ‫حضر واحد و عشرون‬


g. Untuk angka (bilangan) satuan tiga sampai dengan Sembilan, apabila bersamaan dengan
angka puluhan, dan sampai ke angka Sembilan puluh, maka angka satuannya sebagai
al-’adad berlawanan dengan al-ma’dud dan tamyiznya berbentuk mufrad dan

manshub.Perhatikan contoh – contoh berikut:‫طالبا‬ ‫جنح ثالثة و عشرون‬


h. Untuk angka (bilangan) seratus, seribu, jutaan, maka tamyiznya adalah mufrad majrur
dan tidak berlawanan antara al-‘adad dan al-ma’dud, contoh: ‫مائة طالب او طالبة‬seratus
maha siswa

2. Tamyiz Nisbah atau Jumlah (‫)متييز النسبة او اجلملة‬


Tamyiz nisbah atau jumlah adalah tamyiz yang menjelaskan atau menentukan maksud
dari suatu jumlah yang belum jelas bagi si pendengar, seperti kalau kita mengatakan:

Tamu itu segar ‫ طاب الضيف‬Susunan kalimat tersbut dalam bahasa Arab masih
menimbulkan pertanyaan, yaitu apa yang segar? Apakah jiwanya, hingga kita harus

mengatakan: ‫نفسا‬ ‫طاب الضيف‬, apakah dari segi mentalnya, hingga kita harus
mengatakan ‫طاب الضيف عقال‬, ataukah dari segi budi pekertinya, hingga kita
seharusnya mengatakan: .

B. PENGERTIAN ISTISNA'

8
Istisna’ menurut bahasa adalah pengecualian, sedangkan menurut istilah adalah mengecualikan

suatu perkara setelah adanya lafadz ‫ إال‬atau saudara-saudaranya ‫إال‬. Atau bisa juga diartikan
dengan mengkhususkan sifat yang umum dengan di tengah-tengahi oleh salah satu adat dari
beberapa adat istisna’.

Adapun uslub istisna’ itu tersusun atas 3 pokok, yaitu adat istisna’, ‫ مستثىن‬dan ‫منه‬ ‫مستثىن‬.
Maksud dati adat istisna’ adalah alat atau perantara yang digunakan untuk

mengecualikan. Maksud dari ‫ مستثىن‬adalah lafadz yang dikecualikan atau lafadz yang jatuh

setelah adat istitsna’, sedangkan ‫مستثىن منه‬adalah lafadz yang mengeluarkan atau lebih
mudahnya yaitu lafadz yang jatuh sebelum adat istitsna’.

Misalkan ‫زيدا‬ ‫ جاء القوم إال‬lafadz ‫جاء‬ kedudukannya sebagai mahkum bih (yang
menghukum atau hukum), sedangkan mahkum alainya (yang dihukumi) atau yang dihukumi

datang adalah lafadz ‫القوم‬. Nah, terus manakah yang dinamakan ‫ مستثىن‬dan ‫?مستثىن منه‬....
sesuai dengan pengertian/devinisi di atas dapat disimpulkan bahwa ‫ مستثىن‬nya adalah lafadz ‫زيدا‬
, sedangkan ‫منه‬ ‫ مستثىن‬nya adalah lafadz ‫ القوم‬.
Huruf-huruf istitsna’ ada 8, namun dapat kita simpulkan menjadi 4 sesuai dengan fungsi dan
faidahnya, yaitu:

1. Kalimat huruf, yaitu ‫إال‬

2. Kalimat isim, yaitu ‫سواء‬ ِ


َ ,‫ ُسوى‬,‫ سوى‬,‫غري‬
3. Kalimat fi’il, yaitu ‫ ليس‬dan ‫اليكون‬

4. Kalimat taroddud antara fi’il dan huruf, yaitu ‫حاش‬ ,‫ عدا‬,‫خال‬. Untuk kalimat ‫حاش‬
sering biasanya digunakan sebagai kalimat huruf.

Sebagai tambahan, jika yang dimaksud huruf istisna’ berupa kalimat isim, maka lafadz
yang jatuh setelahnya dibaca majrur karena menjadi mudhof ilaihnya. Sedangkan jika yang
dimaksud adalah fi’il, maka lafadz yang jatuh setelahnya berkedudukan menjadi maf’ul bihnya.
Dan jika yang dimaksud adalah kalimat fi’il naqish yang sesuai di atas, maka lafadz yang jatuh
setelahnya adalah menyesuaikan kedudukan/amil yang sesuai dengannya.

9
Pada bab istisna’ ini tedapat beberapa kriteria, diantaranya:

1) Pengecualian itu harus menggunakan isim ma’rifat/isim nakiroh yang berfaidah. Ciri-
ciri nakirih mufidah diantaranya:
ٍ
a. Jika diidhofahkan Contohnya, ‫سوء‬ ‫رجل‬
َ ‫جاء القوم إال‬
b. Jika disifati Contohnya, ‫جاء القوم إال رجال مريضا‬

c. Jika bergabung dengan kalimat lain dapat diketahui maknanya Contohnya, َ ِ‫َفلَب‬
‫ث‬
)‫ف َسنَ ٍة إال مخسني عاما (العنكبوت‬
َ ْ‫ْفيهم أَل‬
d. Jika ada keterkaitan/didahului oleh nafi, nahi, ataupun isstifham inkary.

Contohnya, ‫ما جاء القوم إال محار‬


2) Adanya keterkaitan antara mustasna dan mustasna minhu, diantaranya:
a. Adakalanya yang dikecualikan itu sedikit dari yang banyak
b. Adakalanya yang dikecualikan itu banyak dari yang lebih banyak
c. Adakalanya yang dikecualikan itu setengah dari asalnya. Misalnya, ‫علي‬
ٌ ‫له‬
‫(املزمل‬
ّ ‫الليل إال قليال نص َفه‬ ِ ّ
َ ‫ قم‬.‫ياأيهااملزمل‬ , ً‫عشرةٌ إال مخسة‬
Hukum-hukum istisna’ sesuai dengan adat istisna’nya, yaitu:

1. Istisna’ dengan ‫إال‬

Kalam tam mujab Pada kalam tam mujab hukum mustasna minhunya wajib dibaca

nashob. Misalnya ‫الكسول‬


َ ‫ ينجح التالمي ُذ إال‬. lafadz ‫الكسول‬
َ wajib dibaca nashob karena
menjadi istisna’, baik yang muttashil maupun yang munqoti’
Kalam tam manfi Pada kalam tam manfi hukum mustasna minhunya ada 2, yaitu boleh
dibaca rofa’ dan juga boleh dibaca nashob: Jika dibaca nashob maka mustasna minhunya

sebagai istisna’. Misalanya, . ‫زيدا‬ ‫ماجاء القوم إال‬.


Kalam naqish Pada kalam naqish hukum mustasnanya adalah sesuai dengan

amilnya. misalnya, )‫(النساء‬ ‫احلق‬


َّ ‫ وال تقولوا على اهلل إال‬lafadz ‫احلق‬
َّ kedudukannya
sebagai maf’ul bih.
2. Istisna’ dengan ‫سواء‬ ِ
َ ,‫ ُسوى‬,‫ سوى‬,‫غري‬

10
Hukum mustasna/lafadz yang jatuh setelah ‫سواء‬ ِ
َ ,‫ ُسوى‬,‫ سوى‬,‫غري‬ adalah majrur atau
menjadi mudhof ilaih dari adat tersebut. Sedangkan, adat istisna’nya beri’rob/berhukum
sesuai dengan mustasna dengan ‫ إال‬. misalkan:
Pada kalam tam mujab

ٍ ‫جاءالقوم غري‬
‫خالد‬ dibaca ‫ غري‬dengan menfathah huruf ro’ karena menjadi istisna’
َ ُ
Pada kalam tam manfi

ٍ ‫ما جاء القوم غري‬


‫خالد‬ dibaca ‫ غري‬dengan menfathah huruf ro’ karena menjadi istisna’, atau
َ َ
dibaca

ٍ ‫ماجاء القوم غري‬


‫خالد‬ dibaca ‫ غري‬dengan mendhommah huruf ro’ karena menjadi badal dari
ُ ُ ُ
lafadz ‫القوم‬
ُ
Pada kalam naqish

ٍ ‫ما جاءغري‬
‫خالد‬ ُ lafadz
ُ‫غري‬dengan mendhommah huruf ro’nya karena menjadi fa’il
ٍ ‫ما رأيت غري‬
‫خالد‬ lafadz ‫ غري‬dengan menfathah huruf ro’nya karena menjadi maf’ul bih. Tidak
َ ُ َ
dikatakan istisna’ karena jumlah ini termasuk kalam naqish yang tidak disebutkan mustasna
minhunya

ٍ ‫مررت بغ ِري‬
‫خالد‬ lafadz ‫ غري‬dengan mengkasroh huruf ro’nya karena majrur oleh huruf jar
ُ
3. Istisna’ dengan ‫ ليس‬dan ‫اليكون‬

Hukum mustsna/lafadz yang jatuh setelah ‫ ليس‬dan adalah wajib manshub karena menjadi

khobar dari kedua lafadz tersebut. Misalkan, ‫خلدا‬ ‫ جاء القوم ال يكون‬/ ‫ جاء القوم ليس خالدا‬.
lafadz ‫ خالدا‬dinashobkan karena menjadi khobar, baik khobar dari lafadz ‫ ليس‬maupun lafadz ‫ال‬
‫ يكون‬yang mana isimnya itu tesimpan yang kembali ke mustasna minhunya.

4. Istisna’ dengan ‫حاش‬ ,‫ عدا‬,‫خال‬

11
Hukum mustasna/lafadz yang jatuh setelah lafadz ‫حاش‬ ,‫ عدا‬,‫خال‬ adalah boleh dibaca nashob
atau dibaca majrur.

Lafadz-lafadz yang menyerupai istisna’ adalah ‫سيّما‬ ‫ال‬ dan ‫بيد‬


َ :

1. Lafadz ‫سيّما‬ ‫ال‬

Lafadz ‫سيّما‬ ‫ ال‬adalah kalimat yang tersusun dari lafadz;

‫ ال‬: laa nafiyah lil jinsi

‫سي‬
ّ : isim
‫ ما‬: mempumpunyai 3 keadaan:
Huruf ‫ ما‬berupa huruf tambahan, pada keadaan seperti ini isim yang jatuh setelah lafadz ‫ال‬

‫ سيّما‬dibaca majrur, kedudukannya menjadi mudhof pada lafadz ‫سي‬


ّ .
Misalkan, ‫مثلِك‬ ٍ ‫ال سيما‬
‫تلميذ‬ ّ
Huruf ‫ ما‬berupa isim sifat yang disandarkan, dalam keadaan seperti ini isim yang jatuh
setelah ‫ ال سيّما‬dibaca marfu’,kedudukannnya menjadi khobar yang mubtada’nya dibuang dengan
mengira-ngirakan lafadz ‫ هو‬.

Misalkan, ‫ال سيّما تلمي ٌذ مثلُك‬

Huruf ‫ما‬ berupa isim yang bersandar pada lafadz ‫ سي‬, dalam keadaan seperti ini isim yang
ّ
jatuh setelah ‫سيّما‬ ‫ ال‬dibaca manshub, kedudukannya menjadi tamyiz ( dengan syarat isimnya
nakiroh).

Misalkan, ‫مثلَك‬ ‫ال سيّما تلمي ًذا‬

2. Lafadz ‫بيد‬
َ

12
Lafadz ‫ بي َد‬adalah isim yang tetap dibaca nashob karena menjadi istisna’. Dan dapat ditemukan

pada jenis istisna’ yang munqoti’. Lafadz ‫ بيد‬itu harus bersandar pada masdar muawwal yaitu
yang dapat menashobkan isim dan merofa’kan khobar.

ٍ
Misalnya, ‫خبيل‬ ‫بيد أنه‬ ِ ‫إنه لكثري‬.
َ ‫املال‬

Kesimpulan

bahwa tamyiz adalah isim nakirah yang disebutkan dengan tujuan menghilangkan
kesamaran isim yang terletak sebelumnya. Atau dengan kata lain bahwa tamyiz merupakan
keterangan pembeda, terhadap pengertian yang belum jelas pada kata-kata yang sebelumnya.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa Isim nakirah itu mengandung pengertian ‫ ( ِمن‬berarti dari). Istisna’
ْ
menurut bahasa adalah pengecualian, sedangkan menurut istilah adalah mengecualikan suatu

perkara setelah adanya lafadz ‫ إال‬atau saudara-saudaranya ‫إال‬. Atau bisa juga diartikan dengan
mengkhususkan sifat yang umum dengan di tengah-tengahi oleh salah satu adat dari beberapa
adat istisna’

13
Daftar Pustaka
http://hamsiatibadawi.blogspot.com/2015/10/makalah-bahasa-arab-tamyiz.html?m=1
https://nahwuppbacintanikahpoligamifull.blogspot.com/2016/05/bab-istisna.html?m=1

14

Anda mungkin juga menyukai