Oleh :
Muhammad Ardin Rosadi (UAD)
Muhammad Nizar Aldi Saputra (UMY)
Ringkasan
Dakwah bil Mujadalah adalah salah satu metode dakwah yang telah dilakukan sejak zaman Rasulullah.
Sebagaimana firman Allah pada surah An-Nahl 16:125 :
َن
ْ لع َّ ض
َ ن
ْ م ُ َ و اَع ْل
َ ِم ب َ َّ ن َرب
َ ُك ه َّ ِ ن ا
ُ س ْ َي ا
َ ح َ ِ م بِالَّتِيْه ه
ْ ُجادِلْه
َ َسنَةِ و َ ْ عظَةِال
َ ح َ ْ مةِ وَال
ِ ْمو َ ْ حكِ ْ ك بِالَ ِّ ل َرب َ اُدْع ُ اِلَي
ِ ْ سبِي
ن
َ ْ مهْتَدِيُ ْ م بِال ُ َ سبِيْلِهِ وَهُوَ اَعْل
َ
Artinya :
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Dakwah bil Mujadalah juga memiliki 2 macam, yaitu Al-Hiwar dan As’ilah wa Ajwibah.
Metode Dakwah bil Mujadalah pada masa Rasulullah memerhatikan beberapa aspek, antaranya
memberikan begitu besar perhatian kepada diskusi dan metode dalam menghadapi serta menjelaskan
terhadap lawan, dan meerespon lawan yang kita hadapi dengan bantahan yang baik akan tetapi di sisi
lain kita membantahnya dengan bantahan yang tegas dan lugas demi mematahkan pendapat lawan.
Latar Belakang
Dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang dilakuka secara sadar dalam
rangka menyampaikan pesan-pesan agama Islam pada orang lain agar mereka
menerima ajaran Islam tersebut dan menjalankannya dengan baik dalam kehidupan
maupun bermasyarakat untuk mencapai kebahagiaan manusia baik di dunia
maupun di akhirat, dengan menggunakan media dan cara-cara tertentu. Berbicara
mengenai dakwah, dakwah dalam praktiknya merupakan kegiatan yang sudah cukup
tua, yaitu sejak adanya tugas dan fungsi yang harus diemban oleh manusia di
belantara kehidupan dunia ini. Oleh sebab itu, eksistensi dakwah tidak dapat
dipungkiri oleh siapa pun, karena kegiatan dakwah sebagai proses penyelamatan
umat manusia dari berbagai persoalan yang merugikan kehidupannya, merupakan
bagian dari tugas dan fungsi manusia yang sudah direncanakan sejak awal
penciptaan manusia sebagai khalifah fi al-ardh. (Enjang dan Aliyudin 1: 2009)
Dakwah merupakan kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan
memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah sesuai dengan
garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Kata dakwah merupakan masdar
(kata benda) dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan
atau ajakan.
Diantara banyak metode dakwah, terdapat salah satunya yaitu
metode mujadalah. Mujadalah merupakan upaya dakwah melalui
bantahan, diskusi atau berdebat dengan cara yang baik. Mujadalah
adalah berdiskusi, berdialog, bertukar pendapat yang di lakukan oleh
dua pihak atau lebih, yang tidak melahirkan 3 permusuhan dengan
tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan
memberikan argumentasi dan bukti yang kuat yang berpengang teguh
pada ajaran Allah SWT.
Problematika
Seiring berkembangnya zaman, Aktivitas dakwah bil mujadalah ini
kurang diketahui oleh masyarakat baik maksud, metode, dan
implementasinya dalam kehidupan bermasyarakat.
Sehingga kami rasa perlu untuk dibahsa dan dimunculkan kembali ke
permukaan sebagai sarana pengenalan kepada masyarakat apa yang
dimaksud dengan dakwah, khususnya dakwah bil mujadalah
Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang masalah dan problematikanya, maka muncul
beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
• Apa yang dimaksud dengan Dakwah bil Mujadalah?
• Apa macam-macam Dakwah bil Mujadalah?
• Apa saja metode Dakwah bil Mujadalah pada masa Rasulullah?
Tujuan Pembahasan
• Mengetahui apa yang dimaksud dengan Dakwah bil Mujadalah
• Mengetahui macam-macam Dakwah bil Mujadalah
• Mengetahui metode Dakwah bil Mujadalah pada masa Rasulullah
Kajian Pustaka
• Dari pengamatan yang kami peroleh, terdapat literatur primer yang
menjadi sumber utama dalam kajian ini yaitu buku Metode Dakwah
karya M. Munir, S.Ag, M.A. Buku inilah yang menjadi pegangan kami
selama mengkaji.
• Dan dalam megkaji, kami juga dibantu juga oleh beberapa literatur
yang kami temukan dari berbagai sumber seperti buku lain dan
beberapa artikel.
Metode Pembahasan
• Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini berdasarkan studi pustaka atau Library research , dengan cara
mengumpulkan dan menelaah sumber-sumber tertulis yang sesuai dengan topik
pembahasan.
• Sumber Data
Kajian ini menggunakan dua sumber data, yaitu primer dan sekunder. Data primer
dalam kajian ini adalah buku karya M. Munir, S.Ag, M.A. Sedangkan Data sekunder
berasal dari buku, situs, atau jurnal yang berkaitan dengan topik pengkajian.
• Analisis Data
Data yang terkumpul kemudan dianalisis secara kualitatif, kemudian disajikan secara
sistematik dan menambah penjelasan-penjelasan yang berhubungan sehingga mudah
untuk dipahami.
Pembahasan
A. Pengertian Metode Al-Mujadalah
Dari segi etimologi (bahasa) lafazh mujadalah berasal dari kata
“Jadala” yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambahkan Alif
pada huruf jim yang mengikuti wazan Faaala, “jaa dala” dapat
bermakna berdebat, dan “Mujadalah” perdebatan.
Kata “Jaadala” dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna
menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan
ucapan untuk menyakinkan lawannya dengan menguatkan
pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan.
Menurut Ali al-Jarisyah, dalam kitabnya Adab al-Hiwar wa-
almunadzarah, mengartikan bahwa “al-jidal” secara bahasa dapat
bermakna pula “datang untuk memilih kebenaran” dan apabila
berbentuk isim “al-Jadlu” maka berarti pertentangan atau perseteruan
yang tajam. Al-Jarisyah menambahkan bahwa,
lafadz musytaqdarilafazh “al-Qatlu” yang berarti sama-sama terjadi
pertentangan, seperti halnya terjadinya perseteruan antara dua orang
yang saling bertentangan sehingga saling melawan/menyerang dan
salah satu menjadi kalah.
Dari segi istilah (terminologi) terdapat beberapa pengertian al-Mujadalah
(al-Hiwar). Al-Mujadalah (al-Hiwar) berarti upaya tukar pendapat yang
dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya susunan yang
mengharuskan lahirnya permusuhan di antara keduanya. Sedangkan
menurut Dr. Sayyid Muhammad Thantawi ialah, suatu upaya yang bertujuan
untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi
dan bukti yang kuat.
Menurut tafsir an-Nasafi, kata ini mengandung arti:
Berbantahan dengan baik yaitu dengan jalan yang sebaik-baiknya dalam
bermujadalah, antara lain dengan perkataan yang lunak, lemah lembut,
tidak dengan ucapan yang kasar atau dengan mempergunakan sesuatu
(perkataan) yang bisa menyadarkan hati membangunkan jiwa dan
memerangi akal pikiran, ini merupakan penolakan bagi orang yang enggan
melakukan perdebatan dalam agama
B. Macam-macam Al-Mujadalah
Mahmudah membagi al Jidal/al-Mujaadalah menjadi dua bagian,
yaitu Al-Khiwar dan As Ilah wa Ajwibah. Dari pembagian segi bahasa
tersebut terlihat, bahwa terdapat perbedaan pendapat antara al-
Hiwar (Dialog) dan as-ilah wa ajwibah (tanya jawab). Al-Hiwar (dialog)
dikemas dalam bentuk dua orang berbicara dalam tingkat kesetaraan.
Tidak ada dominasi yang satu dengan yang lainnya. Dalam kerangka ini,
metode ini dapat digunakan apabila antara da’I dan mad’u berada pada
tingkat kecerdasan yang sama. Sedangkan as-ilah wa ajwibah (tanya
jawab) dikemas dalam bentuk dua orang berbicara dalam tingkat yang
berbeda. Salah satu sisi bertanya dan salah satu sisi menjawab.
1. Al-Hiwar (Dialog)
Redaksi al-Mujadalah Allah menyebutkan sebanyak 16 kali di dalam
Al-Quran. Akan tetapi, redaksi Al-Qur’an yang mempergunakan lafadz
al-Mujadalah tidaklah menunjukkan al-hiwar/dialog. Ayat-ayat yang
mempergunakan redaksi al-mujaadalah, secara keseluruhan
menunjukkan dalam kontek pembicaraan yang tidak menghendaki
munculnya debat (membantah/bantahan).
dialog yang dalam redaksi al-Quran menggunakan lafadz “al-Hiwar” dan disebutkan
sebanyak 7 kali dalam al-Qur’an juga tidak mengisyaratkan dialog yang diharapkan dalam
pendekatan sebuah metode dakwah.
Dalam hal ini al-Quran menyikapinya ternyata bukan mempergunakan redaksi al-
Mujadalah/ al-Hiwar akan tetapi memakai lafadz “Qaala” (dia telah berkata), “Yaquulu”
(dia sedang/ akan berkata), “Qul” (katakanlah), “Qaalu” (mereka telah berkata),
“yaquuluna” (mereka sedang/akan berkata) dan “Quuluu” (katakanlah oleh kamu semua)
diturunkan dari kata dasar “al-Qawl” yang berarti pendapat, karena dalam dialog tersebut
kedua pihak saling mengemukakan pendapatnya, dan hal ini telah diungkapkan oleh al-
Quran secara berulang-ulang lebih dari 1700. Firman Allah SWT. surat An-Nahl 16:125 :
ن
ْ م َ ِم بُ َ ك هُوَ اَعْل َ َّ ن َرب
َّ ِ ن ا
ُ س
َ حْ َي ا
َ ِ م بِالَّتِيْه ه
ْ ُجادِلْه
َ َسنَةِ و َ ْ عظَةِال
َ ح َ ْ مةِ وَال
ِ ْ مو ِ ْ ك بِال
َ Eح ْك َ ِّ ل َرب َ اُدْع ُ اِلَي
ِ ْ سبِي
نَ ْ مهْتَدِيُ ْ م بِال
ُ َ سبِيْلِهِ وَهُوَ اَعْلَ ن ْ َل ع َّ ض
َ
Artinya :
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.
a. Landasan dan Etika Berdialog
1) Kejujuran
2) Tematik dan objektif
3) Argumentatif dan logis
4) Bertujuan untuk mencapai
5) Memberi kesempatan kepada pihak lawan.