Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Terorisme merupakan suatu tindak kejahatan luar biasa yang menjadi perhatian dunia
dewasa ini. Bukan sekedar aksi teror semata, namun pada kenyataannya tindak kejahatan
terorisme juga melanggar hak asasi manusia sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat
dalam diri manusia, yaitu hak untuk merasa nyaman dan aman ataupun hak untuk hidup.
Selain itu terorisme juga menimbulkan korban jiwa dan kerusakan pada harta benda, tindak
kejahatan terorisme juga merusak stabilitas negara, terutama dalam sisi ekonomi, pertahanan,
keamanan, dan sebagainya. Sementara itu, secara sosiologis, tindak kejahatan terorisme
merusak nilai spiritual dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dengan menimbulkan dalil
agama sebagai pembenaran tindakan teror tersebut. Padahal, dampak dari kejahatan ini
adalah masyarakat yang tidak berdosa yang menjadi korban dari aksi terorisme yang keji dan
tidak berprikemanusiaan. Hal inilah yang mendasari pentingnya menyelesaikan
permasalahan terorisme secara tuntas.

Terorisme kian jelas menjadi momok bagi peradaban modern. Sifat tindakan, pelaku,
tujuan strategis, motivasi, hasil yang diharapkan serta dicapai, target-target serta metode
Terorisme kini semakin luas dan bervariasi, sehingga semakin jelas bahwa teror bukan
merupakan bentuk kejahatan kekerasan destruktif biasa, melainkan sudah merupakan
kejahatan 2 terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia (crimes against peace and
security of mankind1 . Salah satu faktor penyebab munculnya tindak pidana terorisme adalah
sebagai akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan
"terorisme". Para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang
pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Dalam pembenaran di
mata terrorism : "Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan
terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang". Peledakan
bom merupakan salah satu modus pelaku terorisme yang telah menjadi fenomena umum di
beberapa negara.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka diperoleh rumusan masalah yaitu:

a. Apa yang dimaksud dengan terorisme


b. Seperti apa jenis, gejala dan pola dari terorisme
c. Apa saja kasus dan dampak terorisme di Indonesia
C. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui Pengertian Terorisme
b. Mengetahui jenis, gejala dan pola terorisme
c. Mengetahui contoh kasus terorisme dan dampak/kerugian terorisme di indonesia

1
BAB I

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Dalam KBBI, terorisme didefinisikan sebagai penggunaan kekerasan untuk


menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik). Atau secara
sederhana, KBBI memuat pengertian terorisme sebagai tindakan teror.

menurut Pasal 1 angka 2 Perpu 1/2002. UU 5/2018, terorisme adalah perbuatan yang
menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa
takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau
menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan
hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau
gangguan keamanan.

Berikut definisi dan pengertian terorisme dari beberapa sumber buku: 

 Menurut Black’s Law Dictionary, terorisme adalah kegiatan yang melibatkan unsur
kekerasan atau yang menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia yang melanggar
hukum pidana, yang jelas dimaksudkan untuk mengintimidasi penduduk sipil,
memengaruhi kebijakan pemerintah dan memengaruhi penyelenggaraan negara dengan
cara penculikan atau pembunuhan (Ali, 2012).
 Menurut Federal Bureau of Investigation (FBI), terorisme adalah pemakaian kekuatan
atau kekerasan tidak sah melawan orang atau properti untuk mengintimidasi atau
menekan suatu pemerintahan, masyarakat sipil atau bagian-bagiannya, untuk
memaksakan tujuan sosial politik (Sulistyo dkk, 2002). 
 Menurut Manulang (2006), terorisme adalah suatu cara untuk merebut kekuasaan dari
kelompok lain, dipicu oleh banyak hal seperti pertentangan agama, ideologi dan etnis,
kesenjangan ekonomi, serta terhambatnya komunikasi masyarakat dengan pemerintah,
atau karena adanya paham separatisme dan ideologi fanatisme.

B. Jenis – Jenis Terorisme

Menurut Firmansyah (2011), beberapa tindak kejahatan yang termasuk dalam kategori
tindak pidana terorisme adalah sebagai berikut: 

1. Irrational Terrorism. Irrational terrorism adalah teror yang motif atau tujuannya bisa
dikatakan tak masuk akal sehat, yang bisa dikategorikan dalam kategori ini misalnya saja
salvation (pengorbanan diri) dan madness (kegilaan). Pengorbanan diri ini kerap
menjadikan para pelaku teror melakukan aksi ekstrem berupa bom bunuh diri. 
2. Criminal Terrorism. Criminal Terrorism adalah teror yang dilatarbelakangi motif atau
tujuan berdasarkan kepentingan kelompok agama atau kepercayaan tertentu dapat

2
dikategorikan ke dalam jenis ini. Termasuk kegiatan kelompok dengan motif balas
dendam (revenge). 
3. Political Terrorism. Political Terrorism adalah teror bermotifkan politik.Batasan
mengenai political terrorism sampai saat ini belum ada kesepakatan internasional yang
dapat dibakukan. Contoh; seorang figur Yasser Arrafat bagi masyarakat israel adalah
seorang tokoh teroris yang harus dieksekusi, tetap bagi bangsa Palestina dia adalah
seorang Freedom fighter, begitu pula sebaliknya dengan founding father negara Israel
yang pada waktu itu dicap sebagai teroris, setelah israel merdeka mereka dianggap
sebagai pahlawan bangsa dan dihormati. 
4. State Terrorism. Istilah state teorrism ini semula dipergunakan PBB ketika melihat
kondisi sosial dan politik di Afrika Selatan, Israel dan negara-negara Eropa Timur.
Kekerasan negara terhadap warga negara penuh dengan intimidasi dan berbagai
penganiayaan serta ancaman lainnya banyak dilakukan oleh oknum negara termasuk
penegak hukum. Teror oleh penguasa negara, misalnya penculikan aktivis. Teror oleh
negara bisa terjadi dengan kebijakan ekonomi yang dibuatnya. Terorisme yang dilakukan
oleh negara atau aparatnya dilakukan dan atas nama kekuasaan, stabilitas politik dan
kepentingan ekonomi elite. 

Menurut USA Army Training and Doctrine Command (2007), berdasarkan motivasi yang
digunakan, tindakan terorisme dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu: 

1. Separatisme. Motivasi gerakan untuk mendapatkan eksistensi kelompok melalui


pengakuan kemerdekaan, otonomi politik, kedaulatan, atau kebebasan beragama.
Kategori ini dapat timbul dari nasionalisme dan etnosentrisme pelaku. 
2. Etnosentrisme. Motivasi gerakan berlandaskan kepercayaan, keyakinan, serta
karakteristik sosial khusus yang mempererat kelompok tersebut sehingga terdapat
penggolongan derajat suatu ras. Penggolongan ini membuat orang atau kelompok yang
memiliki ras atas semena-mena dengan kelompok ras yang lebih rendah. Tujuannya ialah
mempertunjukan kekuasaan dan kekuatan (show of power) demi pengakuan bahwa
pelaku masuk dalam ras yang unggul (supreme race). 
3. Nasionalisme. Motivasi ini merupakan kesetiaan dan loyalitas terhadap suatu negara atau
paham nasional tertentu. Paham tersebut tidak dapat dipisahkan dengan kesatuan budaya
kelompok, sehingga bermaksud untuk membentuk suatu pemerintahan baru atau lepas
dari suatu kedaulatan untuk bergabung dengan pemerintahan yang memiliki pandangan
atau paham nasional yang sama.
4. Revolusioner. Motivasi ini merupakan dedikasi untuk melakukan perubahan atau
menggulingkan pemerintahan dengan politik dan struktur sosial yang baru. Gerakan ini
identik dengan idealisme dan politik komunisme.

3
C. Gejala Terorisme

Menurut Terrorism Act 2000, UK. Terorisme mengandung arti sebagai penggunaan atau
ancaman tindakan dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1. aksi yang melibatkan kekerasan serius terhadap seseorang, kerugian berat pada harta
benda, membahayakan kehidupan seseorang, bukan kehidupan orang yang melakukan
tindakan, menciptakan risiko serius bagi kesehatan atau keselamatan publik atau bagian
tertentu dari publik atau didesain secara serius untuk campur tangan atau mengganggu
sistem elektronik.
2. penggunaan atau ancaman didesain untuk memengaruhi pemerintah atau untuk
mengintimidasi publik atau bagian tertentu publik.
3. penggunaan atau ancaman dibuat dengan tujuan mencapai tujuan politik, agama atau
ideologi.
4. penggunaan atau ancaman yang masuk dalam subseksi 1) yang melibatkan penggunaan
senjata api atau bahan peledak.

D. Pola Terorisme

Aksi terorisme biasanya dilakukan melalui bentuk serangan serangan yang terkoordinasi
dengan tujuan untuk membangkitkan perasaan ketakutan luar biasa dalam masyarakat. Aksi
ini berbeda dengan perang, karena aksi ini memilih waktu pelaksanaan yang tiba-tiba dengan
target korban jiwa secara acak di mana korban kebanyakan berasal dari masyarakat awam.
Secara umum, melalui aksi serangannya pelaku teror tidak mengharapkan pencapaian tujuan
secara langsung. Mereka berupaya agar tindakannya memunculkan efek dan reaksi berupa
kepanikan dalam masyarakat dan pemerintah. Dengan demikian, pola teror yang berawal dari
ketenangan hingga terjadi serangan harus direncanakan dalam pola strategi yang matang
(Adjie, 2005: 39). Demikian pula dalam penentuan lokasi, pelaku teror mempunyai pola yang
relatif sama. Mereka memilih lokasi yang bersifat selebritis agar aksi mereka membawa
dampak psikologis bagi masyarakat (Manulang, 2006: 6).

E. Contoh Kasus Terorisme di Indonesia

 Tahun 2013 Bom Polres Poso 2013, 9 Juni 2013 dengan target personel polisi yang
sedang apel pagi. Bom meledak di depan Masjid Mapolres Poso, Sulawesi Tengah. 1
orang petugas bangunan terluka di tangan sebelah kiri, sementara pelaku bom bunuh diri
tewas di tempat.

 Tahun 2016 Bom dan baku tembak Jakarta, 14 Januari 2016. Ledakan dan baku tembak
di sekitar Plaza Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
 Pada tanggal 5 Juli 2016, ledakan bom bunuh diri meledak di halaman Markas Kepolisian
Resor Kota Surakarta, Surakarta, Jawa Tengah. 1 pelaku tewas dan 1 petugas kepolisian
luka-luka.

4
 Pada 28 Agustus 2016, sebuah ledakan bom bunuh diri terjadi di Gereja Katolik Stasi
Santo Yosep, Jalan Dr Mansur, Kota Medan, Sumatra Utara. Pelaku mengalami luka
bakar, sedangkan seorang pastor mengalami luka ringan.
 Pada 13 November 2016, sebuah bom molotov meledak di depan Gereja Oikumene Kota
Samarinda, Kalimantan Timur. Empat anak-anak terluka dan satu korban di antaranya
meninggal dunia dalam perawatan di rumah sakit.
 Pada 14 November 2016, sebuah bom molotov meledak di Vihara Budi Dharma, Kota
Singkawang, Kalimantan Barat.

 Bom Bandung, 27 Februari 2017, sebuah bom panci meledak di Taman Pandawa
Cicendo, Bandung. Pelaku diketahui bernama Yayat Cahdiyat alias Dani alias Abu Salam
(41) yang merupakan anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) jaringan Bandung Raya [8]
 Bom Jakarta, 24 Mei 2017, sebuah bom panci meledak di Kampung Melayu, Jakarta
Timur. Menewaskan 3 polisi dan 2 pelaku dan melukai 14 orang.

 Kerusuhan Mako Brimob, 8-10 Mei 2018, Penyanderaan sejumlah anggota brimob dan
densus 88 selama 36 jam oleh 156 Napi Terorisme di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.
Dilaporkan, 5 perwira Polri gugur dan 1 napi teroris tewas, sedangkan 4 perwira Polri
luka berat/ringan.
 Bom Surabaya, 13-14 Mei 2018. Sedikitnya lima belas orang tewas dan puluhan lainnya
terluka setelah serangkaian pengeboman bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, Jawa
Timur. Pada malam harinya, sebuah bom meledak di Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo,
Jawa Timur. Keesokan harinya, sebuah bom meledak di Mapolrestabes Surabaya, Jawa
Timur, pada 14 Mei 2018, pukul 08.50 WIB. Semua pelaku yang melakukan rentetan
teror bom di Surabaya dan Sidoarjo ini merupakan anggota dari jaringan Jamaah
Ansharut Daulah (JAD), yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Syam (ISIS).
 Serangan Mapolda Riau, 16 Mei 2018, Mapolda Riau diserang oleh kelompok teroris
Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Setidaknya, satu orang polisi gugur, dua orang polisi
luka-luka, dan dua jurnalis luka-luka. Empat orang teroris tewas tertembak, sedangkan
satu orang teroris yang berperan sebagai pengemudi mobil melarikan diri.
 Pada 5 Juli 2018, tiga bom meledak di sebuah rumah di Desa Pogar di Bangil di
Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur, melukai anak pelaku, Pemilik bom kabur,
tapi istrinya ditangkap polisi.

 Bom Sibolga, 12-13 Maret 2019. 2 orang luka-luka.


 Pada 10 Oktober 2019, Menkopolhukam Wiranto ditusuk oleh penyerang menggunakan
kunai saat kunjungan kerja di Pandeglang, Banten. Seorang polisi juga ditusuk dari
belakang. Setelah kejadian itu Polda Banten menangkap pelaku, pelaku terdiri dari satu
pria dan satu wanita. Nama pelaku yaitu Syahrial Alamsyah alias Abu Rara, dan istrinya
Fitri Andriana, diduga terkena ajaran radikal ISIS.
 Bom Medan, 13 November 2019, 1 pelaku tewas, 6 orang luka-luka.

5
 Penyerangan Polsek Daha Selatan, 1 Juni 2020. Pelaku membakar mobil patroli dan
menewaskan 1 orang petugas kepolisian.
 Penyerangan di Sigi, 27 November 2020. Sebuah keluarga tewas dibunuh oleh orang
tidak dikenal di Lembantongoa, Palolo, Sigi, Sulawesi Tengah. Mereka ditemukan dalam
keadaan tewas mengenaskan sementara tujuh rumah termasuk rumah yang biasa
dijadikan tempat peribadahan umat Kristen turut dibakar. Pelaku kemudian diketahui
adalah kelompok teroris pimpinan Ali Kalora dari Mujahidin Indonesia Timur.

 Bom bunuh diri di Makassar, 28 Maret 2021. peristiwa ledakan bom pertama di
Indonesia dengan sasaran rumah ibadah yang menewaskan 2 pelaku di Gereja Katedral
Makassar. Semua pelaku merupakan anggota dari jaringan Jamaah Ansharut Daulah
(JAD), yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) yang juga melakukan
serangkaian teror di Surabaya pada 2018.
 Penembakan di Mabes Polri, 31 Maret 2021. Pelaku menembak sebanyak 6 kali kepada
petugas jaga. Polisi melakukan tindakan tegas terukur kepada pelaku, dan pelaku tewas di
tempat.

F. Dampak / Kerugian Terorisme

Dampak dari terorisme antara lain:

 Dampak psikologis

Aksi terorisme biasanya dilakukan oleh sekelompok tertentu untuk mencapai


tujuannya. Tindakan tersebut seringkali diwujudkan dengan melakukan kekerasan dalam
upaya menundukkan target oprasinya (entri poin). Lebih jauh, tindakan tersebut tidak
hanya melibatkan kedua belah pihak, akan tetapi juga melibatkan barbagai komponen
masyarakat termasuk masyarakat sipil.

Dengan demikian, secara sikologis terorisme yang syarat dengan kekerasan


menjadi ancama tersendiri bagi masyarakat. Oleh karenanya mayarakat senantiasa selalu
dihantui ketakutan- ketakutan akan terorisme.

 Dampak ekonomis

Tindakan terorisme seringkali dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab
dengan cara merusak fasilitas publik. Bahkan lebih dari itu, tindakan terorisme memang
acap kali menargetkan tempat-tempat strategis dan sensitive.

 Disintegritasi

Bagi sebagian kelompok munculnya gerakan-gerakan radikalisme dan terorisme


yang syarat dengan upaya perebutan kekuasaan (motif-politik) memunculkan harapan
baru. Akan tetapi pada sisi yang lain merupakan ancaman bagi entitas yang lain, karena
dibalik gerakan tersebut tersirat semangat sektarianisme.

6
Dengan demikian, Aksi terorisme dengan ragam motifnya akan dapat
mengancam stabilitas politik dan keamanan yang pada gilirannya akan menghambat
kelancaran pembangunan nasional.

 Kekosongan kekuasaan (Vacum of power)

“Teror” marupaka sebuah pilihan strategi teroris upaya mencapai kepentingan


politik-nya, dengan meggunakan medium teror mereka menekan lawan politik dengan
memanfaatkan kelemahan negara menjalankan fungsi kontrolnya. Tujuan akhirnya
adalah sebuah kosongnya kekuasan (vacum of power).

7
BAB III

KESIMPULAN

Tindak Pidana Terorisme jelas merupakan kejahatan terorisme sebagai “Extra Ordinary
Crime”. Tapi tidak berarti sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku bersifat tidak bermartabat.
Sanksi pada hakikatnya merupakan elemen yang penting dalam penegakan hukum pidana
sebagai salah satu sarana di dalam pencegahan dan pemberantasan kejahatan. Saksi yang pada
hakikat demikian harus diimplemantasikan secara proporsional terhadap pelaku tindak pidana
terorisme.

Anda mungkin juga menyukai