Anda di halaman 1dari 21

TUGAS SEJARAH

KONFERENSI ASIA AFRIKA

KATAPENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta hidayah kepada saya, sehingga berkat
Karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah DKONFERENSI
ASIA AFRIKA.
Dalam penyusunan makalah ini, kami tidak lupa mengucapkan
banyak terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan

tugas

makalah

menyelesaikan

penyusunan

ini

makalah

sehinggga
ini.

Dalam

saya

dapat

penyusunan

makalah ini saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat


bagi kami maupun kepada pembaca umumnya.

Bandung, November 2011

BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Berakhirnya Perang Dunia II pada bulan Agustus 1945, tidak


berarti berakhir pula situasi permusuhan di antara bangsa-bangsa di
dunia dan tercipta perdamaian dan keamanan. Ternyata di beberapa
pelosok dunia, terutama di belahan bumi Asia Afrika, masih ada
masalah dan muncul masalah baru yang mengakibatkan
permusuhan yang terus berlangsung, bahkan pada tingkat perang
terbuka, seperti di Jazirah Korea, Indo Cina, Palestina, Afrika
Selatan, Afrika Utara.
Masalah-masalah tersebut sebagian disebabkan oleh lahirnya dua
blok kekuatan yang bertentangan secara ideologi maupun
kepentingan, yaitu Blok Barat dan Blok Timur. Blok Barat dipimpin
oleh Amerika Serikat dan Blok Timur dipimpin oleh Uni Sovyet. Tiaptiap blok berusaha menarik negara-negara di Asia dan Afrika agar
menjadi pendukung mereka. Hal ini mengakibatkan tetap hidupnya
dan bahkan tumbuhnya suasana permusuhan yang terselubung di
antara kedua blok itu dan pendukungnya. Suasana permusuhan
tersebut dikenal dengan sebutan "perang dingin".
Timbulnya pergolakan dunia disebabkan pula oleh masih adanya
penjajahan di bumi kita ini, terutama di belahan Asia dan Afrika.
Memang sebelum tahun 1945, pada umumnya benua Asia dan Afrika
merupakan daerah jajahan bangsa Barat dalam aneka bentuk. Tetapi
sej ak tahun 1945, banyak daerah di Asia Afrika menjadi negara
merdeka dan banyak pula yang masih berjuang bagi kemerdekaan
negara dan bangsa mereka seperti Aljazair, Tunisia, dan Maroko di
wilayah Afrika Utara; Vietnam di Indo Cina; dan di ujung selatan
Afrika. Beberapa negara Asia Afrika yeng telah merdeka pun masih
banyak yang menghadapi masalah-masalah sisa penjajahan seperti

Indonesia tentang Irian Barat, India dan Pakistan tentang Kashmir,


negara-negara Arab tentang Palestina. Sebagian bangsa ArabPalestina terpaksa mengungsi, karena tanah air mereka diduduki
secara paksa oleh pasukan Israel yang dibantu oleh Amerika Serikat.
Sementara itu bangsa-bangsa di dunia, terutama bangsa-bangsa
Asia Afrika, sedang dilanda kekhawatiran akibat makin
dikembangkannya pembuatan senjata nuklir yang bisa
memusnahkan umat manusia. Situasi dalam negeri dibeberapa
negara Asia Afrika yang telah merdeka pun masih terjadi konflik antar
kelompok masyarakat sebagai akibat masa penjajahan (politik devide
et impera) dan perang dingin antar blok dunia tersebut.
Walaupun pada masa itu telah ada badan internasional yaitu
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berfungsi menangani
masalahmasalah dunia, namun nyatanya badan ini belum berhasil
menyelesaikan persoalan tersebut. Sedangkan kenyataannya, akibat
yang ditimbulkan oleh masalah-masalah ini, sebagaian besar diderita
oleh bangsa-bangsa di Asia Afrika. Keadaan itulah yang
melatarbelakangi lahirnya gagasan untuk mengadakan Konferensi
Asia Afrika.
B. Tujuan
Mengetahui sejarah singkat konferensi Asia Afrika
Memahami bagaimana lahirnya ide konferensi Asia
Afrika

BABII
PEMBAHASAN
1 Latar Belakang

Berakhirnya Perang Dunia II pada bulan Agustus 1945, tidak


berarti berakhir pula situasi permusuhan di antara bangsa-bangsa di
dunia dan tercipta perdamaian dan keamanan. Ternyata di beberapa
pelosok dunia, terutama di belahan bumi Asia Afrika, masih ada
masalah dan muncul masalah baru yang mengakibatkan
permusuhan yang terus berlangsung, bahkan pada tingkat perang
terbuka, seperti di Jazirah Korea, Indo Cina, Palestina, Afrika Selatan,
Afrika Utara.

Masalah-masalah tersebut sebagian disebabkan oleh lahirnya


dua blok kekuatan yang bertentangan secara ideologi maupun
kepentingan, yaitu Blok Barat dan Blok Timur. Blok Barat dipimpin
oleh Amerika Serikat dan Blok Timur dipimpin oleh Uni Sovyet. Tiaptiap blok berusaha menarik negara-negara di Asia dan Afrika agar
menjadi pendukung mereka. Hal ini mengakibatkan tetap hidupnya
dan bahkan tumbuhnya suasana permusuhan yang terselubung di
antara kedua blok itu dan pendukungnya. Suasana permusuhan
tersebut dikenal dengan sebutan "perang dingin".

Timbulnya pergolakan dunia disebabkan pula oleh masih


adanya penjajahan di bumi kita ini, terutama di belahan Asia dan
Afrika. Memang sebelum tahun 1945, pada umumnya benua Asia
dan Afrika merupakan daerah jajahan bangsa Barat dalam aneka

bentuk. Tetapi sejak tahun 1945, banyak daerah di Asia Afrika


menjadi negara merdeka dan banyak pula yang masih berjuang
bagi kemerdekaan negara dan bangsa mereka seperti Aljazair,
Tunisia, dan Maroko di wilayah Afrika Utara; Vietnam di Indo Cina;
dan di ujung selatan Afrika. Beberapa negara Asia Afrika yeng telah
merdeka pun masih banyak yang menghadapi masalah-masalah
sisa penjajahan seperti Indonesia tentang Irian Barat, India dan
Pakistan tentang Kashmir, negara-negara Arab tentang Palestina.
Sebagian bangsa Arab-Palestina terpaksa mengungsi, karena tanah
air mereka diduduki secara paksa oleh pasukan Israel yang dibantu
oleh Amerika Serikat.

Sementara itu bangsa-bangsa di dunia, terutama bangsabangsa Asia Afrika, sedang dilanda kekhawatiran akibat makin
dikembangkannya pembuatan senjata nuklir yang bisa
memusnahkan umat manusia. Situasi dalam negeri dibeberapa
negara Asia Afrika yang telah merdeka pun masih terjadi konflik
antar kelompok masyarakat sebagai akibat masa penjajahan (politik
devide et impera) dan perang dingin antar blok dunia tersebut.

Walaupun pada masa itu telah ada badan internasional yaitu


Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berfungsi menangani
masalahmasalah dunia, namun nyatanya badan ini belum berhasil
menyelesaikan persoalan tersebut. Sedangkan kenyataannya,
akibat yang ditimbulkan oleh masalah-masalah ini, sebagaian besar
diderita oleh bangsa-bangsa di Asia Afrika. Keadaan itulah yang
melatarbelakangi lahirnya gagasan untuk mengadakan Konferensi
Asia Afrika.

2. Lahirnya Ide Konferensi


Keterangan Pemerintah Indonesia tentang politik luar negeri
yang disampaikan oleh Perdana Menteri Mr. Ali Sastroamidjojo, di

depan parlemen pada tanggal 25 Agustus 1953, menyatakan "Kerja


sama dalam golongan negara-negara Asia Arab (Afrika) kami
pandang penting benar, karena kami yakin, bahwa kerja sama erat
antara negara-negara tersebut tentulah akan memperkuat usaha ke
arah tercapainya perdamaian dunia yang kekal. Kerja sama antara
negara-negara Asia Afrika tersebut adalah sesuai benar dengan
aturan-aturan dalam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang
menyenangi kerja sama kedaerahan (regional arrangements). Lain
dari itu negaranegara itu pada umumnya memang mempunyai
pendirian-pendirian yang sama dalam beberapa soal di lapangan
internasional, jadi mempunyai dasar sama (commonground) untuk
mengadakan golongan yang khusus. Dari sebab itu kerja sama
tersebut akan kami lanjutkan dan pererat". Bunyi pernyataan
tersebut mencerminkan ide dan kehendak Pemerintah Indonesia
untuk mempererat kerja sama di antara negaranegara Asia Afrika.

Pada awal tahun 1954, Perdana Menteri Ceylon (Srilanka) Sir


John Kotelawala mengundang para Perdana Menteri dari Birma (U
Nu), India (Jawaharlal Nehru), Indonesia (Ali Sastroamidjojo), dan
Pakistan (Mohammed Ali) dengan maksud mengadakan suatu
pertemuan informal di negaranya. Undangan tersebut diterima
baik oleh semua pimpinan pemerintah negara yang diundang.
Pertemuan yang kemudian disebut Konferensi Kolombo itu
dilaksanakan pada tanggal 28 April sampai dengan 2 Mei 1954.
Konferensi ini membicarakan masalah-masalah yang menjadi
kepentingan bersama.

Yang menarik perhatian para peserta konferensi, diantaranya


pertanyaan yang diajukan oleh Perdana Menteri Indonesia
"Where do we stand now, we the peoples ofAsia, in this world of
ours to day?" ("Dimana sekarang kita berdiri, bangsa Asia sedang
berada di tengah-tengah persaingan dunia?"), kemudian pertanyaan
itu dijawab sendiri dengan menyatakan

"We have now indeed arrived at the cross-roads of the history of


mankind. It is therefore that we Prime Ministers of five Asian
countries are meeting here to discuss those crucial problems of the
peoples we represent. There are the very problems which urge
Indonesia to propose that another conference be convened wider in
scope, between the African andAsian nations. Iam convinced that
the problems are not only convened to the Asian countries
represented here but also are of equal importance to the African and
other Asian countries".
("Kita sekarang berada dipersimpangan jalan sejarah umat manusia.
Oleh karena itu kita lima Perdana Menteri negara-negara Asia
bertemu di sini untuk membicarakan masalah-masalah yang krusial
yang sedang dihadapi oleh masyarakat yang kita wakili. Ada
beberapa hal yang mendorong Indonesia mengajukan usulan untuk
mengadakan pertemuan lain yang lebih luas, antara negara-negara
Afrika dan Asia. Saya percaya bahwa masalah-masalah itu tidak
hanya terjadi di negara-negara Asia yang terwakili di sini, tetapi
juga sama pentingnya bagi negara-negara di Afrika dan Asia
lainnya").

Pernyataan tersebut memberi arah kepada lahirnya


Konferensi Asia Afrika.
Selanjutnya, soal perlunya Konferensi Asia Afrika diadakan, diajukan
pula oleh Indonesia dalam sidang berikutnya. Usul itu akhirnya
diterima oleh semua peserta konferensi, walaupun masih dalam
suasana keraguan.
Perdana Menteri Indonesia pergi ke Kolombo untuk memenuhi
urndangan Perdana Menterl Srilanka dengan membawa bahanbahan hasil perumusan Pemerintah Indonesia. Bahan-bahan
tersebut merupakan hasil rapat dinas Kepala-kepala Perwakilan
Indonesia di negara-negara Asia dan Afrika yang dipimpin oleh
Menteri Luar Negeri Mr. Sunario. Rapat dinas tersebut diadakan di
Tugu (Bogor) pada tanggal 9 sampai dengan 22 Maret 1954.

Akhirnya, dalam pernyataan bersama pada akhir Konferensi


Kolombo, dinyatakan bahwa para Perdana Menteri peserta
konferensi membicarakan kehendak untuk mengadakan konferensi
negara-negara Asia Afrika dan menyetujui usul agar Perdana
Menteri Indonesia dapat menjejaki sampai dimana kemungkinannya
mengadakan konferensi semacam itu.

3 Usaha-Usaha Persiapan Konferensi


Di atas telah diungkapkan bahwa Konferensi Kolombo menugaskan
Indonesia agar menjejaki kemungkinan untuk diadakannya
Konferensi Asia Afrika. Dalam rangka menunaikan tugas itu
Pemerintah Indonesia melakukan pendekatan melalui saluran
diplomatik kepada 18 negara Asia Afrika. Maksudnya, untuk
mengetahui sejauh mana pendapat negara-negara tersebut
terhadap ide mengadakan Konferensi Asia Afrika. Dalam pendekatan
tersebut dijelaskan bahwa tujuan utama konferensi itu ialah untuk
membicarakan kepentingan bersama bangsa-bangsa Asia Afrika
pada saat itu, mendorong terciptanya perdamaian dunia, dan
mempromosikan Indonesia sebagai tempat konferensi. Ternyata
pada umumnya negara-negara yang dihubungi menyambut baik ide
tersebut dan menyetujui Indonesia sebagai tuan rumahnya,
walaupun dalam hal waktu dan peserta konferensi terdapat
berbagai pendapat yang berbeda.

Pada tanggal 18 Agustus 1954, Perdana Menteri Jawaharlal Nehru


dari India, melalui suratnya, mengingatkan Perdana Menteri
Indonesia tentang perkembangan situasi dunia dewasa itu yang
semakin gawat, sehubungan dengan adanya usul untuk
mengadakan Konferensi Asia Afrika. Memang Perdana Menteri India
dalam menerima usul itu masih disertai keraguan akan berhasiltidaknya usul tersebut dilaksanakan. Barulah setelah kunjungan
Perdana Menteri Indonesia pada tanggal 25 September 1954, beliau
yakin benar akan pentingnya diadakan konferensi semacam itu,

seperti tercermin dalam pernyataan bersama pada akhir kunjungan


Perdana Menteri Indonesia
"The prime Ministers discussed also the proposal to have a
conference of representatives of Asian and African countries and
were agreed that a conference of this kind was desirable and world
be helpful in promoting the cause of peace and a common approach
to these problems. It should be held at an early date".
("Para Perdana Menteri telah membicarakan usulan untuk
mengadakan sebuah konferensi yang mewakili negara-negara Asia
dan Afrika serta menyetujui konferensi seperti ini sangat diperlukan
dan akan membantu terciptanya perdamaian sekaligus pendekatan
bersama ke arah masalah (yang dihadapi). Hendaknya konferensi ini
diadakan selekas mungkin").

Keyakinan serupa dinyatakan pula oleh Perdana Menteri Birma U Nu


pada tanggal 28 September 1954.
Dengan demikian, maka usaha-usaha penyelidikan atas
kemungkinan diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika dianggap
selesai dan berhasil serta usaha selanjutnya ialah mempersiapkan
pelaksanaan konferensi itu.
Atas undangan Perdana Menteri Indonesia, para Perdana Menteri
peserta Konferensi Kolombo (Birma, Srilanka, India, Indonesia, dan
Pakistan) mengadakan konferensi di Bogor pada tanggal 28 dan 29
Desember 1954, yang dikenal dengan sebutan Konferensi Panca
Negara. Konferensi ini membicarakan persiapan pelaksanaan
Konferensi Asia Afrika.
Konferensi Bogor berhasil merumuskan kesepakatan bahwa
Konferensi Asia Afrika diadakan atas penyelenggaraan bersama dan
kelima negara peserta konferensi tersebut menjadi negara
sponsornya.Undangan kepada negara-negara peserta disampaikan
oleh Pemerintah Indonesia atas nama lima negara.

4 Tujuan Konferensi
Konferensi Bogor menghasilkan 4 (empat) tujuan pokok Konferensi
Asia Afrika, yaitu
1. Untuk memajukan goodwill (kehendak yang luhur) dan kerja sama
antara bangsa-bangsa Asia dan Afrika, untuk menjelajah serta
memaj ukan kepentingan-kepentingan mereka, baik yang silih ganti
maupun yang bersama, serta untuk menciptakan dan memajukan
persahabatan serta perhubungan sebagai tetangga baik;
2. Untuk mempertimbangkan soal-soal serta hubungan-hubungan di
lapangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan negara yang diwakili;
3. Untuk mempertimbangkan soal-soal yang berupa kepentingan
khusus bangsa-bangsa Asia dan Afrika, misalnya soal-soal yang
mengenai kedaulatan nasional dan tentang masalah-masalah
rasialisme dan kolonialisme;
4. Untuk meninjau kedudukan Asia dan Afrika, serta
rakyatrakyatnya di dalam dunia dewasa ini serta sumbangan yang
dapat mereka berikan guna memajukan perdamaian serta kerja
sama di dunia.

5 Peserta dan Waktu Konferensi


Negara-negara yang diundang disetujui berjumlah 25 negara, yaitu :
Afganistan, Kamboja, Federasi Afrika Tengah, Republik Rakyat
Tiongkok (China), Mesir, Ethiopia, Pantai Emas (Gold Coast), Iran,
Irak, Jepang, Yordania, Laos, Lebanon, Liberia, Libya, Nepal, Filipina,
Saudi Arabia, Sudan, Syria, Thailand (Muang Thai), Turki, Republik
Demokrasi Viet-nam (Viet-nam Utara), Viet-nam Selatan, dan
Yaman. Waktu konferensi ditetapkan pada minggu terakhir April
1955.

Mengingat negara-negara yang akan di undang mempunyai politik

luar negeri serta sistem politik dan sosial yang berbeda-beda,


Konferensi Bogor menentukan bahwa menerima undangan untuk
turut dalam Konferensi Asia Afrika tidak berarti bahwa negara
peserta tersebut akan berubah atau dianggap berubah pendiriannya
mengenai status dari negara-negara lain. Konferensi menjunjung
tinggi pula azas bahwa bentuk pemerintahan atau cara hidup
sesuatu negara sekalisekali tidak akan dapat dicampuri oleh
negara lain. Maksud utama konferensi ialah supaya negara-negara
peserta menjadi lebih saling mengetahui pendirian mereka masingmasing.

6 Struktur Organisasi Panitia Pelaksana


Dalam persiapan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika, Indonesia
membentuk sekretariat konferensi yang diwakili oleh negara-negara
penyelenggara.

Guna mewujudkan keputusan-keputusan Konferensi Bogor, segera


dibentuk Sekretariat Bersama (Joint Secretariat) oleh lima negara
penyelenggara. Indonesia diwakili oleh Sekretaris Jenderal
Kementerian Luar Negeri Roeslan Abdul Gani yang juga menjadi
ketua badan itu, dan 4 (empat) negara lainnya diwakili oleh
Kepalakepala Perwakilan mereka masing-masing di Jakarta, yaitu U
Mya Sein dari Birma, M. Saravanamuttu dari Srilanka, B.F.H.B. Tyobji
dari India, dan Choudhri Khaliquzzaman dari Pakistan. Di dalam
Sekretariat Bersama itu terdapat 10 (sepuluh) orang staf yang
melaksanakan pekerjaan sehari-hari, terdiri atas 2 (dua) orang dari
Birma, seorang dari Srilanka, 2 (dua) orang dari India, 4 (empat)
orang dari Indonesia, dan seorang dari Pakistan. Selain itu terdapat
pula 4 (empat) komite terdiri atas Komite Politik, Komite Ekonomi,
Komite Sosial, Komite Kebudayaan. Selain itu, ada pula panitia yang

menangani bidangbidang : keuangan, perlengkapan, dan pers.

Pemerintah Indonesia sendiri pada tanggal 11 Januari 1955


membentuk Panitia Interdepartemental (Interdepartemental
Committee) yang diketuai oleh Sekretaris Jenderal
SekretariatBersama dengan anggota-anggota dan penasehatnya
berasal dari berbagai departemen guna membantu persiapanpersiapan konferensi itu. Di Bandung, tempat diadakannya
konferensi, dibentuk Panitia Setempat (Local Committee) pada
tanggal 3 Januari 1955 dengan ketuanya Sanusi Hardjadinata,
Gubernur Jawa Barat. Panitia Setempat bertugas mempersiapkan
dan melayani soal-soal yang bertalian dengan akomodasi, logistik,
transport, kesehatan, komunikasi, keamanan, hiburan, protokol,
penerangan, dan lain-lain.

Gedung Concordia dan Gedung Dana Pensiun dipersiapkan sebagai


tempat sidang-sidang konferensi. Hotel Homann, Hotel Preanger,
dan 12 (dua belas) hotel lainnya serta perumahan perorangan dan
pemerintah dipersiapkan pula sebagai tempat menginap para tamu
yang berjumlah 1300 orang. Keperluan transport dilayani oleh 143
mobil, 30 taksi, 20 bus, dengan jumlah 230 orang sopir dan 350 ton
bensin tiap hari serta cadangan 175 ton bensin.

Dalam kesempatan memeriksa persiapan-persiapan terakhir di


Bandung pada tanggal 17 April 1955, Presiden RI Soekarno
meresmikan penggantian nama Gedung Concordia menjadi Gedung
Merdeka, Gedung Dana Pensiun menjadi Gedung Dwi Warna, dan
sebagian Jalan Raya Timur menjadi Jalan Asia Afrika. Penggantian
nama tersebut dimaksudkan untuk lebih menyemarakkan konferensi
dan menciptakan suasana konferensi yang sesuai dengan tujuan
konferensi.

Pada tanggal 15 Januari 1955, surat undangan Konferensi Asia Afrika


dikirimkan kepada kepala pemerintahan 25 (dua puluh lima) negara
Asia dan Afrika. Dari seluruh negara yang diundang hanya satu
negara yang menolak undangan itu, yaitu Federasi Afrika Tengah
(Central African Federation), karena memang negara itu masih
dikuasai oleh orang-orang bekas penjajahnya. Sedangkan 24 (dua
puluh empat) negara lainnya menerima baik undangan itu,
meskipun pada mulanya ada negara yang masih ragu-ragu.
Sebagian besar delegasi peserta konferensi tiba di Bandung lewat
Jakarta pada tanggal 16 April 1955.

3.7 Pelaksanaan Konferensi


Pada hari Senin 18 April 1955, sejak fajar menyingsing telah tampak
kesibukan di Kota Bandung untuk menyambut pembukaan
Konferensi Asia Afrika. Sejak pukul 07.00 WIB kedua tepi sepanjang
Jalan Asia Afrika dari mulai depan Hotel Preanger sampai dengan
kantor pos, penuh sesak oleh rakyat yang ingin menyambut dan
menyaksikan para tamu dari berbagai negara. Sementara para
petugas keamanan yang terdiri dari tentara dan polisi telah siap di
tempat tugas mereka untuk menjaga keamanan dan ketertiban.

Sekitar pukul 08.30 WIB, para delegasi dari berbagai negara


berjalan meninggalkan Hotel Homann dan Hotel Preanger menuju
Gedung Merdeka secara berkelompok untuk menghadiri pembukaan
Konferensi Asia Afrika. Banyak di antara mereka memakai pakaian
nasional masing-masing yang beraneka corak dan wama. Mereka
disambut hangat oleh rakyat yang berderet disepanjang Jalan Asia
Afrika dengan tepuk tangan dan sorak sorai riang gembira.
Perjalanan para delegasi dari Hotel Homann dan Hotel Preanger ini
kemudian dikenal dengan nama Langkah Bersejarah (The Bandung

Walks). Kira-kira pukul 09.00 WIB, semua delegasi masuk ke dalam


Gedung Merdeka.

Tak lama kemudian rombongan Presiden dan Wakil Presiden


Republik Indonesia, Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, tiba di
depan Gedung Merdeka dan disambut oleh rakyat dengan soraksorai dan pekik "merdeka". Di depan pintu gerbang Gedung
Merdeka kedua pucuk pimpinan pemerintah Indonesia itu disambut
oleh lima Perdana Menteri negara sponsor. Setelah diperdengarkan
lagu kebangsaan Indonesia : "Indonesia Raya", maka Presiden RI Ir.
Soekarno mengucapkan pidato pembukaan yang berjudul "LET A
NEW ASIA AND NEW AFRICA BE BORN" (Lahirlah Asia Baru dan
Afrika Baru) pada pukul 10.20 WIB.

Dalam kesempatan tersebut Presiden RI Ir. Soekarno menyatakan


bahwa kita, peserta konferensi, berasal dari kebangsaan yang
berlainan, begitu pula latar belakang sosial dan budaya, agama,
sistem politik, bahkan warna kulit pun berbeda-beda. Meskipun
demikian, kita dapat bersatu, dipersatukan oleh pengalaman pahit
yang sama akibat kolonialisme, oleh ketetapan hati yang sama
dalam usaha mempertahankan dan memperkokoh perdamaian
dunia. Pada bagian akhir pidatonya beliau mengatakan
"I hope that it will give evidence of the fact that we, Asian and
African leaders, understand that Asia and Africa can prosper only
when they are united, and that even the safety of the world at large
can not be safeguarded without a united Asia-Africa. I hope that it
conference will give guidance to mankind, will point out to mankind
the way which it must take to attain safety and peace. I hope that it
will give evidence that Asia and Africa have been reborn, that a New
Asia and New Africa have been born !"
("Saya berharap konferensi ini akan menegaskan kenyataan, bahwa
kita, pemimpin pemimpin Asia dan Afrika, mengerti bahwa Asia dan
Afrika hanya dapat menjadi sejahtera, apabila mereka bersatu, dan

bahkan keamanan seluruh dunia tanpa persatuan Asia-Afrika tidak


akan terjamin. Saya harap konferensi ini akan memberikan
pedoman kepada umat manusia, akan menunjukkan kepada umat
manusia jalan yang harus ditempuhnya untuk mencapai
keselamatan dan perdamaian. Saya berharap, bahwa akan menjadi
kenyataan, bahwa Asia dan Afrika telah lahir kembali. Ya, lebih dari
itu, bahwa Asia Baru dan Afrika Baru telah lahir!")

Pidato Presiden RI Ir. Soekarno berhasil menarik perhatian,


mempesona, dan mempengaruhi hadirin, terbukti dengan adanya
usul Perdana Menteri India yang didukung oleh semua peserta
konferensi untuk mengirimkan pesan ucapan terimakasih kepada
Presiden atas pidato pembukaannya.

Pada pukul 10.45 WIB., Presiden RI Ir. Soekarno mengakhiri


pidatonya, dan selanjutnya bersama rombongan meninggalkan
ruangan. Perdana Menteri Indonesia, sebagai pimpinan sidang
sementara, membuka sidang kembali. Atas usul Ketua Delegasi
Mesir (Perdana Menteri Gamal Abdel Nasser) yang kemudian
disetujui oleh pimpinan delegasi-delegasi : Republik Rakyat Cina,
Yordania, dan Filipina, serta karena tidak ada calon lain yang
diusulkan, maka secara aklamasi Perdana Menteri Indonesia terpilih
sebagai ketua konferensi. Selain itu, Ketua Sekretariat Bersama
Konferensi, Roeslan Abdulgani dipilih sebagai Sekretaris Jenderal
Konferensi.

Kelancaran pemilihan pimpinan konferensi dan acara-acara sidang


selanjutnya dimungkinkan oleh adanya pertemuan informal terlebih
dahulu di antara para pimpinan delegasi negara sponsor dan negara
peserta sebelum konferensi dimulai (16 dan 17 April 1955).
Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan yang
bertalian dengan prosedur acara, pimpinan konferensi, dan lain-lain

yang dipandang perlu. Beberapa kesepakatan itu antara lain bahwa


prosedur dan acara konferensi ditempuh dengan sesederhana
mungkin.

Dalam memutuskan sesuatu akan ditempuh sistem musyawarah


dan mufakat (sistem konsensus) dan untuk menghemat waktu tidak
diadakan pidato sambutan delegasi. Perdana Menteri Indonesia
akan dipilih sebagai ketua konferensi. Sidang konferensi terdiri atas
sidang terbuka untuk umum dan sidang tertutup hanya bagi peserta
konferensi. Dibentuk tiga komite, yaitu Komite Politik, Komite
Ekonomi, dan Komite Kebudayaan. Semua kesepakatan tersebut
selanjutnya disetujui oleh sidang dan susunan pimpinan konferensi
adalah sebagai berikut :
Ketua Konferensi : Mr. Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri Indonesia
Ketua Komite Politik Mr. Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri
Indonesia
Ketua Komite Ekonomi : Prof. Ir. Roosseno,
Menteri Perekonomian Indonesia
Ketua Komite Kebudayaan : Mr. Moh. Yamin,
Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Indonesia

Dalam sidang-sidang selanjutnya muncul beberapa kesulitan yang


bisa diduga sebelumnya. Kesulitan-kesulitan itu terutama terjadi
dalam sidang-sidang Komite Politik. Perbedaan-perbedaan
pandangan politik dan masalah-masalah yang dihadapi antara
negara-negara Asia Afrika muncul ke permukaan, bahkan sampai
pada tahap yang agak panas.
Namun berkat sikap yang bijaksana dari pimpinan sidang serta
hidupnya rasa toleransi dan kekeluargaan di antara peserta
konferensi, maka jalan buntu selalu dapat dihindari dan pertemuan
yang berlarutlarut dapat diakhiri.

Setelah melalui sidang-sidang yang menegangkan dan melelahkan


selama satu minggu, maka pada pukul 19.00 WIB. (terlambat dari
yang direncanakan) tanggal 24 April 1955 Sidang Umum terakhir
Konferensi Asia Afrika dibuka. Dalam Sidang Umum itu dibacakan
oleh Sekretaris Jenderal Konferensi rumusan pemyataan dari tiaptiap panitia sebagai hasil konferensi. Sidang Umum menyetujui
seluruh pemyataan tersebut. Kemudian sidang dilanjutkan dengan
pidato sambutan para ketua delegasi. Setelah itu, Ketua Konferensi
menyampaikan pidato penutupan dan menyatakan bahwa
Konferensi Asia Afrika ditutup.

Dalam komunike terakhir itu diantaranya dinyatakan bahwa


Konferensi Asia Afrika telah meninjau soal-soal mengenai
kepentingan bersama negara-negara Asia dan Afrika dan telah
merundingkan cara-cara bagaimana rakyat negara-negara ini dapat
bekerja sama dengan lebih erat di bidang ekonomi, kebudayaan,
dan politik. Yang paling mashur dari hasil konferensi ini ialah apa
yang kemudian dinamakan Dasa Sila Bandung, yaitu suatu
pernyataan politik berisi prinsip-prinsip dasar dalam usaha
memajukan perdamaian dan kerja sama dunia. Kesepuluh prinsip itu
ialah :
1. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta
azas-azas yang termuat dalam piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsabangsa.
3. Mengakui persamaan semua suku-suku bangsa dan persamaan
semua bangsa-bangsa besar maupun kecil.
4. Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal
soal dalam negeri negara lain.
5. Menghormati hak tiap-tiap bangsa untuk mempertahankan diri
sendiri secara sendirian atau secara kolektif, yang sesuai dengan
Piagam PBB.

6. a. Tidak mempergunakan peraturan-peraturan dari pertaha


nan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah
satu dari negara-negara besar.
b. Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain.
7. Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun
penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau
kemerdekaan politik sesuatu negara.
8. Menyelesaikan segala perselisihan-perselisihan internasional
dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrase
atau penyelesaian hakim atau pun lain-lain cara damai lagi menurut
pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang sesuai dengan Piagam
PBB.
9. Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.
10. Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasio-nal.

3.8 Penutup
Dalam penutup komunike terakhir dinyatakan bahwa Konferensi
Asia Afrika menganjurkan supaya kelima negara penyelenggara
mempertimbangkan untuk diadakan pertemuan berikutnya dari
konferensi ini, dengan meminta pendapat negara-negara peserta
lainnya. Tetapi usaha untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika
kedua selalu mengalami hambatan yang sulit diatasi. Tatkala usaha
itu hampir terwujud (1964), tiba-tiba di negara tuan rumah (Aljazair)
terjadi pergantian pemerintahan, sehingga konferensi itu tidak jadi.
Konferensi Asia Afrika di Bandung, telah berhasil menggalang
persatuan dan kerja sama di antara negara-negara Asia dan Afrika,
baik dalam menghadapi masalah internasional maupun masalah
regional. Konferensi serupa bagi kalangan tertentu di Asia dan Afrika
beberapa kali diadakan pula, seperti Konferensi Wartawan Asia
Afrika, Konferensi Islam Asia Afrika, Konferensi Pengarang Asia
Afrika, dan Konferensi Mahasiswa Asia Afrika.

Konferensi Asia Afrika telah membakar semangat dan menambah


kekuatan moral para pejuang bangsa-bangsa Asia dan Afrika yang
pada masa itu tengah memperjuangkan kemerdekaan tanah air
mereka, sehingga kemudian lahirlah sejumlah negara merdeka di
benua Asia dan Afrika. Semua itu menandakan bahwa cita-cita dan
semangat Dasa Sila Bandung semakin merasuk ke dalam tubuh
bangsa-bangsa Asia dan Afrika.

Jiwa Bandung dengan Dasa Silanya telah mengubah pandangan


dunia tentang hubungan internasional. Bandung telah melahirkan
faham Dunia Ketiga atau "Non-Aligned' terhadap Dunia Pertamanya
Washington dan Dunia Keduanya Moscow. Jiwa Bandung telah
mengubah juga struktur Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Forum
PBB bukan lagi forum eksklusif Barat atau Timur.

Sebagai penutup uraian singkat ini, dikutip bagian terakhir pidato


penutupan Ketua Konferensi Asia Afrika sebagai berikut
"May we continue on the way we have taken together and may the
Bandung Conference stay as a beacon guiding the future progress of
Asia and Africa".
("Semoga kita dapat meneruskan perjalanan kita di atas jalan yang
telah kita pilih bersama-sama dan semoga Konferensi Bandung ini
tetap tegak sebagai sebuah mercusuar yang membimbing
kemajuan di masa depan dari Asia dan Afrika").

DAFTARPUSTAKA
http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=150483&page=1

Anda mungkin juga menyukai