Sebelum perang dunia II, negara-negara dunia ketiga yang berada di kawasan benua Asia
dan Afrika umumnya adalah daerah jajahan. Namun setelah berakhirnya perang dunia II pada
Agustus 1945, negara-negara dunia ketiga menjadi bangkit dan semakin meningkatkan
perjuangan mereka untuk memperoleh kemerdekaan. Hal tersebutlah yang menyebabkan
timbulnya konflik dan pergolakan di berbagai tempat seperti konflik di Semenanjung Korea,
Vietnam, Palestina, Yaman, Daratan China, Afrika, dan Indonesia.
Kondisi keamanan dunia yang masih belum stabil pasca berakhirnya perang dunia kedua
tersebut semakin diperparah dengan munculnya perang dingin antara dua blok yang saling
berseberangan yaitu Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat, dan Blok Timur yang
dipimpin oleh Uni Sovyet. Kedua kekuatan besar yang saling berlawanan baik secara
ideologis maupun kepentingan tersebut terus berlomba-lomba untuk membangun senjata
modern, sehingga situasi dunia pada saat itu selalu diliputi oleh kecemasan akan terjadinya
perang nuklir. KAA diawali dengan Konferensi Kolombo di Sri Lanka yang diprakarsai oleh
Sir John Kotelawala.
Berikut ini beberapa latar belakang dan dasar pertimbangan terselenggaranya KAA :
Perubahan politik pada tahun 1950-an yaitu berakhirnya Perang Korea (1953). Akibat
Perang Korea, semenanjung terbagi menjadi dua negara yaitu Korea Utara dan Korea
Selatan. Peristiwa ini semakin menambah ketegangan dunia.
PBB sudah ada forum konsultasi dan dialog antarnegara yang baru merdeka, tetapi di
luar PBB belum ada forum yang menjembatani dialog antarnegara tersebut.
Persamaan nasib bangsa-bangsa di Asia dan Afrika, terutama pernah mengalami
penjajahan.
Persamaan masalah sebagai negara yang masih terbelakang dan berkembang.
Ingin menggalang kekuatan negara-negara Asia Afrika agar mendukung perjuangan
merebut Irian Barat.
Memiliki kedekatan yang kuat karena dihubungkan oleh faktor keturunan, agama, dan
latar belakang sejarah.
Berdasarkan letak geografisnya, letak negara-negara Asia dan Afrika saling
berdekatan.
2. Pelaksanaan KAA.
Hasil dan keputusan yang dicapai dalam KAA, antara lain kerja sama bidang ekonomi,
kebudayaan, hak asasi manusia dan hak menentukan nasib sendiri, serta memajukan
perdamaian dunia.
Usaha untuk meningkatkan kerjasama bidang ekonomi, sosial, budaya, dan hak asasi
manusia.
Hak menentukan nasib sendiri.
Rasialisme (perbedaan warna kulit).
Kerjasama internasional.
Masalah pelucutan senjata.
Masalah rakyat yang masih terjajah di Afrika Utara.
Masalah Irian Barat.
Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat
di dalam piagam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).
Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.
Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar
maupun kecil.
Tidak melakukan campur tangan atau intervensi dalam soalan-soalan dalam negeri
negara lain.
Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian
mahupun secara kolektif, yang sesuai dengan Piagam PBB.
(a) Tidak menggunakan peraturan-peraturan dan pertahanan kolektif untuk bertindak
bagi kepentingan khusus dari salah satu negara-negara besar, (b) Tidak melakukan
campur tangan terhadap negara lain.Tidak melakukan tindakan ataupun ancaman
agresi mahupun penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan
politik suatu negara.
Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan cara damai, seperti
perundingan, persetujuan, arbitrasi, atau penyelesaian masalah hukum , ataupun lain-
lain cara damai, menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang sesuai dengan
Piagam PBB.
Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama.
Menghormati hukum dan kewajibankewajiban internasional
Terlaksananya KAA tidak bisa lepas dari peran Indonesia. Di samping sebagai salah satu
pelopor dan pemrakarsa KAA, Indonesia menyediakan diri sebagai tempat penyelenggaraan
KAA. Hal ini membuktikan prestasi Kabinet Ali Sastroamijoyo yang berhasil
menyelenggarakan suatu kegiatan yang bersifat internasional.
KAA berpengaruh sangat besar dalam upaya menciptakan perdamaian dunia dan mengakhiri
penjajahan di seluruh dunia secara damai, khususnya di Asia dan Afrika. Semangat KAA
untuk tidak berpihak pada blok Barat maupun blok Timur telah mendorong lahirnya Gerakan
Nonblok. Dengan demikian ketegangan dunia dapat diredam. Bagi Indonesia, KAA
memberikan dua keuntungan. Pertama pemerintah Indonesia berhasil mencapai kesepakatan
mengenai masalah RRC dwikewarganegaraan. Usai konferensi, mereka yang memiliki
dwikewarganegaraan diharuskan memilih menjadi warga negara Indonesia atau warga negara
RRC. Kedua, RI mendapat dukungan dalam perjuangan pengembalian Irian Barat.
Indonesia terus meyakinkan empat negara pelopor ini untuk melaksanakan konferensi
yang lebih dari sekedar Lima Negara itu, India, Srilanka, Birma, Indonesia, dan Pakistan. Ide
untuk menyelenggarakan konferensi yang lebih tinggi itu merupakan dorongan dari Presiden
Soekarno dan hasil perundingan para menteri dan duta besar Indonesia di Tugu, Puncak.
Pertemuan yang dikenal sebagai pertemuan Tugu ini dilakukan sebagai persiapan sebelum
Mr. Alisastroamijoyo berangkat ke Kolombo untuk memenuhi undangan dari Perdana
Menteri Ceylon, Sir John Kotelawala.
1. Ali Sastroamidjoyo-Indonesia.
5. U nu- Myanmar
Kilas Balik.
25 April2 Mei 1954 - Berlangsung Persidangan Kolombo di Sri Lanka. Hadir dalam
pertemuan tersebut para pemimpin dari India, Pakistan, Burma (sekarang Myanmar),
dan Indonesia. Dalam konferensi ini Indonesia memberikan usulan perlunya adanya
Konferensi Asia-Afrika.
2829 Desember 1954 - Untuk mematangkan gagasan masalah Persidangan Asia-
Afrika, diadakan Persidangan Bogor. Dalam persidangan ini dirumuskan lebih rinci
tentang tujuan persidangan, serta siapa saja yang akan diundang.
Terkait kepastian para kepala negara yang akan hadir dalam KAA, sampai saat ini sudah ada 72
kepala negara yang menyatakan kesiapan hadir dalam KAA. Kementerian Luar Negeri memastikan 72
negara telah mengonfirmasi kehadirannya. KAA ke-60 akan dilaksanakan di 2 kota yaitu Jakarta pada
19-23 April dan Bandung pada 24 April. Agenda KAA meliputi "Asia-Afrika Bussiness Summit" dan
"Asia-Africa Carnival". Tema yang dibawa Indonesia dalam acara yang akan dihadiri 109 pemimpin
negara dan 25 organisasi internasional tersebut adalah peningkatan kerja sama negara-negara di
kawasan Selatan, kesejahteraan, serta perdamaian.
Menurut informasi, dari 109 negara, 17 observer yang diundang, sampai beberapa hari lalu yang
menyatakan partisipasi 85 negara. Kepala negara yang konfirmasi hadir itu sebanyak 24 kepala
negara. Tapi, konten lebih lengkap ada di Kementerian Luar Negeri. Pemimpin Korea Utara Kim Jong-
un sempat dikabarkan akan hadir dalam Konferensi Asia Afrika (KAA). Hal tersebut sebelumnya
diberitakan di yonhap.kr.co, Minggu 25 Januari lalu. Jika kehadiran itu benar-benar terjadi, hal ini
merupakan yang pertama bagi pemimpin Korea Utara itu menghadiri pertemuan internasional.
Semenjak dia mengambil alih pemerintahan Korea Utara pada 2011, belum pernah ada laporan
resmi mengenai perjalanan luar negeri Kim Jong-un. Tetapi sebelumnya dikabarkan, Dubes Republik
Demokratik Rakyat Korea (DPRK/Korut) untuk Indonesia Ri Jong Ryul membantah informasi
kedatangan 'Supreme Leader'. Dia mengatakan, Presiden Presidium Majelis Tertinggi Rakyat DPRK
Kim Yong-nam yang bakal datang ke Tanah Air, bukan Kim Jong-un. Apabila Kim Jong-un bisa hadir di
KAA ke-60, maka ini merupakan sejarah baru.