Anda di halaman 1dari 24

TUGAS SEJARAH

PERAN BANGSA INDONESIA DALAM PERDAMAIAN


DUNIA

OLEH:
KELAS: XII MIPA 2
1. BRYAN M.N SERAN
2. CARLA NOVENIA BIRE
3. DESTI KURNIASIH ROPA
4. ELISABETH A.M DJAHIMO
5. FIONA I. ELI MANAFE
6. FIRLYA PUJA AMTARAN

TAHUN AJARAN:2021/2022
SMAN 3 KUPANG
SOAL:

Deskripsi tentang peran bangsa Indonesia dalam perdamaian dunia antara lain : Konferensi
Asia Afrika, Misi Garuda, Deklarasi Djuanda, dan Gerakan Non-Blok.

JAWABAN:

A. Konferensi Asia Afrika


Konferensi Asia-Afrika adalah sebuah konferensi antara negara-negara Asia dan
Afrika, yang kebanyakan baru saja memperoleh kemerdekaan. KAA diselenggarakan
oleh Indonesia, Myanmar (Burma), Sri Lanka (Ceylon), India dan Pakistan, dan
dikoordinasikan oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia Sunario. Pertemuan ini
berlangsung antara 18 April-24 April 1955 pada Gedung Merdeka, Bandung,
Indonesia dengan tujuan mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan Asia-
Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet,
atau negara imperialis lainnya.

Sebanyak 29 negara yang mewakili lebih dari setengah total penduduk dunia
pada saat itu mengirimkan wakilnya. Konferensi ini mencerminkan apa yang mereka
lihat sebagai kekuatan Barat keengganan untuk berkonsultasi dengan mereka tentang
keputusan yang mempengaruhi Asia selama perang dingin, kekhawatiran mereka
tentang ketegangan antara Republik Rakyat Cina dan Amerika Serikat. Keinginan
mereka untuk menyebarkan hubungan damai antara Cina dan Barat, penentangan
mereka terhadap kolonialisme, khususnya pengaruh Perancis di Afrika Utara dan
kekuasaan kolonial Perancis di Aljazair, Indonesia dan keinginan untuk
mempromosikan hak-hak mereka dalam konflik dengan Belanda di Irian Barat.

Sepuluh poin hasil dari pertemuan ini kemudian terkandung dalam apa yang
disebut Dasasila Bandung, yang berisi “pernyataan dukungan untuk kerusuhan dan
kerjasama dunia”. Dasasila Bandung ini memasukkan prinsip-prinsip dalam Piagam
PBB dan prinsip-prinsip Nehru. Konferensi ini akhirnya menyebabkan pembentukan
Gerakan Non-Blok pada tahun 1961.
Sejarah Konferensi Asia-Afrika
 23 Agustus 1953 – Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo (Indonesia) di DPR
Sementara mengusulkan perlunya kerjasama antara negara-negara di Asia dan
Afrika di perdamaian dunia.
 25 April – 2 Mei 1954 – Pengadilan Berlangsung Colombo di Sri Lanka.
Hadir pada pertemuan para pemimpin India, Pakistan, Burma (sekarang
Myanmar), dan Indonesia. Dalam konferensi ini Indonesia mengusulkan
perlunya Konferensi Asia Afrika.
 28-29 Desember 1954 – Untuk menyelesaikan ide masalah Percobaan Asia-
Afrika, yang diselenggarakan Pengadilan Bogor. Dalam uji coba ini
dirumuskan secara lebih rinci tentang tujuan persidangan, serta siapa yang
akan diundang.
 18-24 April 1955 – Konferensi Asia Afrika berlangsung di Gedung Merdeka,
Bandung. Sidang ini diresmikan oleh Presiden Soekarno dan dipimpin oleh
Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Hasil uji coba ini dalam bentuk
perjanjian yang dikenal sebagai Prinsip Sepuluh Bandung.
Latar Belakang Konferensi Asia-Afrika
Politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif. Bebas, artinya bangsa
Indonesia tidak memihak pada salah satu blok yang ada di dunia. Jadi, bangsa
Indonesia berhak bersahabat dengan negara mana pun asal tanpa ada unsur ikatan
tertentu. Bebas juga berarti bahwa bangsa Indonesia mempunyai cara sendiri dalam
menanggapi masalah internasional.

Aktif berarti bahwa bangsa Indonesia secara aktif ikut mengusahakan


terwujudnya perdamaian dunia. Negara Indonesia memilih sifat politik luar negerinya
bebas aktif sebab setelah Perang Dunia II berakhir di dunia telah muncul dua
kekuatan adidaya baru yang saling berhadapan, yaitu negara Amerika Serikat dan Uni
Soviet. Amerika Serikat memelopori berdirinya Blok Barat atau Blok kapitalis
(liberal), sedangkan Uni Soviet memelopori kemunculan Blok Timur atau blok
sosialis (komunis).

Dalam upaya meredakan ketegangan dan untuk mewujudkan perdamaian


dunia, pemerintah Indonesia memprakarsai dan menyelenggarakan Konferensi Asia
Afrika. Usaha ini mendapat dukungan dari negara-negara di Asia dan Afrika. Bangsa-
bangsa di Asia dan Afrika pada umumnya pernah menderita karena penindasan
imperialis Barat. Persamaan nasib itu menimbulkan rasa setia kawan.

Setelah Perang Dunia II berakhir, banyak negara di Asia dan Afrika yang
berhasil mencapai kemerdekaan, di antaranya adalah India, Indonesia, Filipina,
Pakistan, Burma (Myanmar), Sri Lanka, Vietnam, dan Libia. Sementara itu, masih
banyak pula negara yang berada di kawasan Asia dan Afrika belum dapat mencapai
kemerdekaan. Bangsa-bangsa di Asia dan Afrika yang telah merdeka tidak melupakan
masa lampaunya.

Mereka tetap merasa senasib dan sependeritaan. Lebih-lebih apabila


mengingat masih banyak negara di Asia dan Afrika yang belum merdeka. Rasa setia
kawan itu dicetuskan dalam Konferensi Asia Afrika. Sebagai cetusan rasa setia kawan
dan sebagai usaha untuk menjaga perdamaian dunia, pelaksanaan Konferensi Asia
Afrika mempunyai arti penting, baik bagi bangsa-bangsa di Asia dan Afrika pada
khususnya maupun dunia pada umumnya.
Terwujudnya Konferensi Asia-Afrika
Terwujudnya konferensi Asia-Afrika didahului oleh Konferensi Colombo dan
Konferensi Bogor.
a. Konferensi Colombo (Konferensi Pancanegara I)
Pada tanggal 28 April-2 Mei 1954 diadakan konferensi di Colombo, ibu kota
Srilangka. Adapun wakil dari 5 negara yang hadir tersebut sekaligus akan menjadi
sponsor KAA sebagai berikut.
 Indonesia, diwakili oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjoyo.
 India, diwakili oleh Perdana Menteri Shri Pandit Jawarhalal Nehru
 Pakistan diwakili oleh Perdana Menteri Mohammad Ali Jinnah.
 Burma (sekarang Myanmar), diwakili oleh Perdana Menteri Unu.
 Srilangka, diwakili oleh Perdana Menteri Sir John Kotelawala.
Dalam konferensi ini Indonesia mengusulkan agar diadakan konferensi yang lebih
luas jangkauannya, tidak hanya negara-negara Asia, tetapi juga beberapa negara
Afrika. Gagasan ini disambut positip dan Perdana Menteri Ali Sastroamidjoyo
mendapat mandat untuk menjajagi kemungkinan dilaksanakan konferensi Asia-
Afrika.
Dalam konferensi Colombo ini diputuskan antara lain sebagai berikut:
 Indocina harus dimerdekakan dari penjajahan Perancis.
 Menuntut kemerdekaan bagi Tunisia dan Maroko.
 Menyetujui dan mengusahakan adanya konferensi Asia-Afrika dan memilih
Indonesia sebagai penyelenggara.
b. Konferensi Bogor (Konferensi Pancanegara II)
Pada tanggal 28-31 Desember 1954 diadakan Konferensi di Bogor. Konferensi ini
merupakan kelanjutan dari Konferensi Colombo, di mana negara-negara sponsor akan
mengevaluasi hasil penjajagan Indonesia dalam mempersiapkan KAA. Hal-hal yang
menjadi pokok pembicaraan dalam Konferensi Bogor adalah tujuan konferensi,
tempat konferensi, agenda pembicaraan negara-negara yang akan diundang dan
kesekretariatan.
Rekomendasi yang diajukan dalam sidang ini adalah sebagai berikut:
 Mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung dalam bulan April 1955.
 Menetapkan kelima negara peserta konferensi Colombo sebagai negara-negara
sponsor.
 Menetapkan 25 negara-negara Asia-Afrika yang akan diundang.
 Menentukan tujuan konferensi Asia-Afrika.
Fungsi Konferensi Asia-Afrika
a. Meninjau kedudukan Asia-Afrika serta rakyatnya, serta memberikan
sumbangan untuk meningkatkan perdamaian dan kerja sama internasional.
b. Meninjau masalah-masalah hubungan sosial, ekonomi dan kebudayaan dalam
hubungannya dengan negara-negara peserta.
c. Mengembangkan saling pengertian dan kerja sama antara bangsa-bangsa Asia-
Afrika, serta untuk menjajagi dan melanjutkan kepentingan timbal balik
maupun kepentingan bersama.
d. Meninjau kedudukan Asia-Afrika serta rakyatnya, serta memberikan
sumbangan untuk meningkatkan perdamaian dan kerja sama internasional.
Tujuan Konferensi Asia-Afrika
 Memajukan kerja sama, persahabatan, perhubungan antara bangsa-bangsa
Asia dan Afrika untuk menyelenggarakan kepentingan bersama.
 Kerja sama dalam bidang sosial, ekonomi, kebudayaan di antara bangsa-
bangsa Asia-Afrika.
 Memecahkan bersama soal-soal khusus dan penting bagi bangsa-bangsa Asia-
Afrika, seperti: menjamin kedaulatan, melenyapkan deskriminasi ras dan
penjajahan.
 Memperbesar peranan Asia-Afrika dalam dunia sekarang dan ikut serta
mengusahakan perdamaian dunia.
Bidang Pelaksanaan Kerja Sama Konferensi Asia-Afrika
a. Kerja sama ekonomi.
b. Kerja sama kebudayaan.
c. HAM dan hak menentukan nasib sendiri.
d. Masalah negara-negara yang belum merdeka.
e. Peningkatan kerja sama dunia.
Anggota Konferensi Asia-Afrika
Konferensi Asia-Afrika berlangsung pada tanggal 18-25 April 1955 bertempat
di Gedung Merdeka, Bandung. Konferensi ini dihadiri oleh 29 negara (termasuk lima
negara sponsor) dari 30 negara yang diundang. Satu negara yang tidak hadir yakni
Federasi Afrika Tengah (Rhodesia dan Nyasa) karena sedang terjadi pergolakan
politik orang-orang Negro menentang ras diskriminasi.
Adapun negara-negara yang hadir dalam KAA adalah :
1. Indonesia 16. Laos
2. India 17. Libanon
3. Birma (Myanmar) 18. Liberia
4. Pakistan 19. Libia
5. Srilangka 20. Nepal
6. Afghanistan 21. Filipina
7. Kamboja (Kampuchea) 22. Saudi Arabia
8. Republik Rakyat China 23. Sudan
9. Mesir 24. Syiria
10. Ethiopia 25. Muang Thai
11. Ghana (Pantai Emas) 26. Turki
12. Iran 27. Vietnam Utara
13. Irak 28. Vietnam Selatan
14. Jepang 29. Yaman
15. Yordania
Dalam KAA ini negara-negara peserta terdiri dari 3 kelompok pandangan
politiknya yang berbeda, yaitu: kelompok yang pro Barat, seperti Filipina, Muang
Thai, Pakistan, Iran, dan Turki; kelompok yang beraliran Komunis yaitu RRC dan
Vietnam Utara; dan kelompok yang netral seperti India, Birma, Srilangka dan
Indonesia, serta ada juga yang belum menampakkan pandangan politiknya.
Hasil Konferensi Asia-Afrika
Konferensi Asia-Afrika menghasilkan beberapa keputusan yang disepakati para
peserta sebagai berikut:
 Kerja sama ekonomi, antara lain mengusahakan kemajuan ekonomi,
memajukan perdagangan, saling memberikan bantuan teknik, dan mendirikan
bank-bank.
 Kerja sama kebudayaan, antara lain memajukan kerja sama kebudayaan
sebagai jalan terpenting untuk mendapatkan pengertian antara bangsa-bangsa
Asia -Afrika, memajukan pendidikan dan pengajaran dengan pertukaran
pelajar, pelatih, dan guru.
 Masalah hak asasi manusia, yakni menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia
seperti yang tercantum dalam Piagam PBB serta menentang ras diskriminasi.
 Masalah bangsa-bangsa yang belum merdeka, yakni menentang adanya
imperialisme dan menuntut kemerdekaan bagi rakyat Aljazair, Maroko, dan
Tunisia.
 Masalah-masalah lain, yakni mengakui hak-hak bangsa Arab di Palestina dan
menuntut soal Palestina diselesaikan secara damai, menuntut kembalinya
wilayah Irian Barat (sekarang Papua) kepada Indonesia serta menuntut hak
wilaya Aden bagi Yaman. Mengusahakan perdamaian dan kerja sama di dunia
dengan cara berikut:
 Mendesak PBB untuk menerima negara-negara yang telah memenuhi
persyaratan yakni Kamboja, Srilangka, Jepang, Yordania, Laos,
Libya, Nepal dan Vietnam.
 Mengusulkan supaya diadakan pelarangan atas pembuatan,
percobaan dan penggunaan senjata nuklir.
 Mengusulkan diadakan kerja sama semua negara di seluruh dunia
atas dasar menghormati hak-hak manusia.
 Pernyataan mengenai usaha memajukan perdamaian dan kerja sama di dunia.
Selain keputusan KAA di atas, konferensi Asia-Afrika juga mengajak semua
bangsa di dunia untuk hidup bersama dalam perdamaian dan menjalankan kerja
sama dalam suasana persahabatan atas dasar sepuluh prinsip yang dikenal dengan
“Dasasila Bandung” (Bandung Declaration). Adapun isi Dasasila Bandung
selengkapnya adalah :
1. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang
termuat dalam Piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.
3. Mengakui persamaan ras, dan persamaan semua bangsa baik besar maupun
kecil.
4. Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal-soal besar maupun
kecil.
5. Menghormati hak tiap-tiap bangsa untuk mempertahankan diri secara
sendirian atau secara kolektif, yang sesuai dengan Piagam PBB.
6. Tidak menggunakan peraturan-peraturan pertahanan kolektif untuk bertindak
bagi kepentingan khusus salah satu negara besar dan tidak melakukan tekanan
terhadap negara lain.
7. Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan
kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara.
8. Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai,
perundingan, persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hukum, ataupun cara
damai lain lagi menurut pihak-pihak yang bersangkutan, sesuai dengan
Piagam PBB.
9. Memajukan kerja sama untuk kepentingan bersama.
10. Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.
Pengaruh Konferensi Asia-Afrika
Konferensi Asia-Afrika di tutup secara resmi pada tanggal 24 April 1955. para
utusan kembali ke negaranya masing-maisng untuk memperjuangkan hasil-hasil
konferensi secara bersama-sama. Konferensi Asia-Afrika membawa pengaruh atau
akibat penting, misalnya :
 Berkurangnya ketegangan dan bahaya pecahnya peperangan yang bersumber
dari persengketaan masalah Taiwan antara RRC dengan Amerika Serikat.
 Perjuangan bangsa-bangsa Asia-Afrika untuk mencapai kemerdekaan semakin
meningkat. Hal ini tampak dengan meningkatnya jumlah negara-negara Asia-
Afrika yang merdeka setelah tahun 1955.
 Politik luar negeri bebas aktif yang dijalankan Indonesia, India, Birma, dan
Srilangka mulai diikuti negara-negara lain yang tidak masuk Blok Barat
maupun Blok Timur.

Peranan Indonesia dalam Konferensi Asia-Afrika

 Indonesia ikut memprakarsai dan sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi


Pancanegara II yang berlangsung tanggal 28-29 Desember 1954 di Bogor
(Jawa Barat). Konferensi ini sebagai pendahuluan dari Konferensi Asia
Afrika.
 Indonesia ikut memprakarsai dan sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi
Asia-Afrika yang berlangsung pada tanggal 18-24 April 1955 di Gedung
Merdeka Bandung (Jawa Barat). Dalam konferensi ini beberapa tokoh
Indonesia menduduki peranan penting, di antaranya adalah : Ketua Konferensi
: Mr. Ali Sastroamidjoyo, Sekretaris Jenderal Konferensi : Ruslan Abdulgani,
Ketua Komite Kebudayaan : Mr. Muh. Yamin, dan Ketua Komite Ekonomi:
Prof. Ir. Roseno.

B. Misi Garuda
Misi Garuda adalah salah satu bentuk komitmen Indonesia ikut terlibat
melaksanakan Misi Pemeliharaan Perdamaian yang digelar Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB). Kontingen pasukan perdamaian Indonesia dikenal dengan sebutan
Kontingen Garuda (Konga). Kontingen Garuda terdiri dari Tentara Nasional indonesia
(TNI), polisi dan sipil yang ditugaskan ke negara yang mengalami konflik.

Awal Mula Terbentuknya Misi Garuda


Latar Belakang Terbentuknya Misi Pemeliharaan Perdamaian (MPP) PBB

Misi Garuda terbentuk dari adanya United Nations Peacekeeping Operations


(Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB/ MPP PBB). MPP PBB menjadi alat untuk
memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Menurut data UN DPKO pada
2018, ada 100.000 lebih personil dari 124 negara yang terjun di 14 MPP PBB. Mereka
berasal dari militer, polisi, maupun sipil. Peran awalnya hanya terbatas pada
pemeliharaan gencatan senjata dan stabilisasi situasi di lapangan.

Namun, saat ini tugas MPP PBB semakin luas. Sebelumnya, MPP PBB
menghadapi konflik antar negara, sekarang mereka juga terjun ke dalam konflik
internal dan perang saudara, termasuk terorisme, radikalisme, penyakit menular, dan
sebagainya.

Latar Belakang Terbentuknya Misi Garuda

Pembentukan Pasukan Garuda diawali dari kemunculan konflik di Timur


Tengah pada 26 Juli 1956. Saat itu, tiga negara yang terdiri dari Inggris, Prancis, dan
Israel melancarkan serangan gabungan terhadap Mesir. Melihat momentum,
Indonesia ingin segera mengungkapkan rasa terima kasih kepada negara-negara liga
Arab, terutama Mesir. Alasannya adalah Mesir sebagai negara pertama yang
mengakui kemerdekaan Indonesia secara De Jure, dan negara yang gigih mendukung
Indonesia saat bersengketa dengan Belanda.

Mesir yang mengalami konflik militer skala besar, dibantu oleh Indonesia
yang berusaha membalas budi Mesir melalui mekanisme diplomasi PBB. Indonesia
mendukung PBB untuk mengirimkan pasukan perdamaian demi membantu
meredakan krisis. Akhirnya, Kontingen Garuda I dikirimkan ke Mesir pada 8 Januari
1967. Itulah yang menjadi awal mula Indonesia menjadi anggota penting dalam
pasukan penjaga perdamaian PBB.

Selanjutnya, Indonesia tak berhenti mengirimkan kontingen Garuda dalam


misi Garuda ke berbagai negara di dunia di bawah naungan PBB. Seperti yang dikutip
dari situs resmi Kemenlu, Indonesia menjadi kontributor terbesar ke-10 pasukan
Pemeliharaan Perdamaian PBB dari total 124 negara. Misi pasukan Garuda tentu
adalah wujud pelaksanaan mandat Konstitusi Indonesia yang berbunyi "Ikut
melaksanakan ketertiban dunia".

Tujuan Pembentukan

 Pembentukan Misi Garuda ini merupakan bentuk nyata keterlibatan Indonesia


dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia di berbagi belahan dunia.
 Pembentukan Misi Garuda bertujuan untuk menjalankan tugas sebagai “Peace
Keeping Force”atau yang disebut dengan Pasukan Pemelihara Perdamaian.
 Melakukan hubungan diplomatik yang baik dengan negara yang diberi
bantuan.
 Mengharumkan nama bangsa Indonesia.

Peran Indonesia dalam Misi Garuda

Peran Indonesia dalam Misi Garuda diwujudkan dengan dikirimkannya


Kontingen Garuda ke berbagai negara. Rincian dari peran Kontingen Garuda
(KONGA) beserta misi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

 KONGA I-VIII (1957-1979)


 Kontingen ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Infanteri Hartoyo
yang kemudian digantikan oleh Letnan Kolonel Infanteri Suadi
Suromihardjo.
 Wakilnya Mayor Infanteri Soediono Suryantoro.
 Kontingen Indonesia dengan pesawat C-124 Globe Master dari
Angkatan Udara Amerika Serikat.
 KONGA I berada dibawah misi UNEF
 Kontingen Garuda I berkekuatan 559 pasukan KONGA I (8 Januari
– 29 September 1957)
 MESIR KONGA II (1960 – Mei 1961) KONGO Pengiriman KONGA I
 KONGA II dipimpin Kol. Prijatna (kemudian digantikan oleh
Letkol Solichin G.P)
 KONGA II berada di bawah misi UNOC.
 KONGA II berkekuatan 1.740 pasukan
 Bertugas di Kongo September 1960 hingga Mei 1961
 KONGA III (1962 – 1963) KONGO
 KONGA III dipimpin oleh Brigjen TNI Kemal Idris dan Kol Inf
Sobirin Mochtar.
 KONGA III berada di bawah misi UNOC
 KONGA III terdiri atas 3.457 pasukan
 TNI Ahmad Yani pernah berkunjung ke Markas Pasukan PBB di
Kongo (ketika itu bernama Zaire) pada tanggal 19 Mei 1963.
 Komandan Yon Kavaleri 7 Letkol GA.Manullang gugur di Kongo.
 KONGA IV (23 Januari 1973) VIETNAM
 KONGA IV dipimpin oleh Brigjen TNI Wiyogo Atmodarminto
 KONGA IV berada di bawah misi ICCS .
 KONGA IV berkekuatan 294 orang yang terdiri dari anggota
ABRI dan PNS Departemen Luar Negeri.
 Tugas kontingen Garuda IV adalah mencegah pelanggaran-
pelanggaran, menjaga status quo, mengawasi evakuasi pasukan
dan alat-alatperang serta mengawali pertukaran tawanan perang.
 KONGA V (1973) VIETNAM
 KONGA V dipimpin oleh Brigjen TNI Harsoyo. Kepala Staf
Konga Kolonel Art. E Bintoro Hardjono, Kra IV kursus reguler
Seskoad dan Lemhanas.
 KONGA V berada di bawah misi ICCS.
 KONGA VI (1973 - 31 September 1974) TIMUR TENGAH
 KONGA VI dipimpin oleh Kol Inf Rudini.
 KONGA VI berada di bawah misi UNEF
 KONGA VI berkekuatan 466 orang,
 KONGA VI tiba di Indonesia setelah menyelesaikan tugasnya
Pada tanggal 31 September 1974.
 KONGA VII (1974) VIETNAM
 KONGA VII berada di bawah misi ICCS
 KONGA VII dipimpin oleh Brigjen TNI S.Sumantri digantikan
oleh Kharis Suhud.
 KONGA VIII menugaskan E BintoroHardjono sebagai penasihat
militer.
 KONGA VIII (1973) TIMUR TENGAH
 KONGA VIII dikirim paska Perang Yom Kippur antara Mesir dan
Israel dari tanggal 6 sampai dengan 26 Oktober 1973.
 KONGA VIII bertugas di Semenanjung Sinai tersebut dikirim
dalam 9 gelombang rotasi, dan setiap rotasi bertugas selama 6
bulan.

KONGA IX-XVIII (1988-1997)


 KONGA IX (1988 – 1990) IRAN-IRAK
 KONGA IX /1 berada di bawah misi UNIIMOG dan dipimpin oleh
Letkol Inf Endriartono Sutarto.
 KONGA IX/2 berada di bawah misi UNIIMOG dan dipimpin oleh
Letkol Inf. Fachrul Razi.
 KONGA IX/3 berada di bawah misi UNIIMOG dan dipimpin oleh
Letkol Inf Jhony Lumintang.
 KONGA X (1989) NAMIMBIA
 KONGA X dipimpin oleh Kol Mar Amin S.
 KONGA X berada di bawah misi UNTAG.
 KONGA IX (1992 – 1995) IRAK - KUWAIT
 KONGA XI/1 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh
Letkol Inf Albert Inkiriwang.
 KONGA XI/2 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh
May CZI TP Djatmiko.
 KONGA XI/3 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh
May Kav Bambang Sriyono.
 KONGA XI/4 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh
May Inf Muh. Mubin.
 KONGA XI/5 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh
May CPL Mulyono Esa.
 KONGA XII (1992 – 1993) KAMBOJA
 KONGA XII/A berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh
Letkol Inf Erwin Sujono.
 KONGA XII/B berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh
Letkol Inf Ryamizard Ryacudu.
 KONGA XII/C berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh
Letkol Inf Darmawi Chaidir.
 KONGA XII/D berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh
Letkol Inf Saptaji Siswaya dan Letkol Inf Asril Hamzah Tanjung.
 KONGA XIII (1992) SOMALIA
 KONGA XIII berada di bawah misi UNOSOM
 KONGA XIII dipimpin oleh May Mar Wingky S
 KONGA XIV (1993 – 1994) BOSNIA
 KONGA XIV/1 berada di bawah misi UNPROFOR dan dipimpin
Letkol Inf Eddi Budianto.
 KONGA XIV/2 berada di bawah misi UNPROFORdan dipimpin
Letkol Inf Tarsis K.
 KONGA XIV/3 berada di bawah misi UNPROFOR.
 KONGA XIV/4 berada di bawah misi UNPROFOR (civil police)
dan dipimpin oleh Letkol Pol Drs Suhartono.
 KONGA XIV/5 berada di bawah misi UNPROFOR dan dipimpin
oleh Letkol Art Mazni Harun.
 KONGA XV (1994 – 2009) GEORGIA
 Konga XV berada di bawah misi UNOMIG dan dipimpin oleh
May Kav M. Haryanto.
 Bertugas di Rep. of Georgia untuk mengawasi perjanjian damai
antara Rep. of Georgia dan Rep. of Abkhazia yang merupakan
upaya pemecahan diri dari sebagian wilayah.
 Pertama kali misi ini di kirimkan pada tahun1994 dan berakhir
tahun 2009.
 KONGA XVI (1994) MOZAMBIK
 KONGA XVI berada di bawah misi UNOMOZ
 KONGA XVI dipimpin oleh May Pol Drs Kuswandi.
 KONGA XVI ini terdiri dari 15 pasukan
 KONGA XVII (Juni – Desember 1994) FILIPINA
 KONGA XVII dipimpin oleh Brigjen TNI Asmardi Arbi,
 Bertugas di Filipina sebagai pengawas gencatan senjata setelah
adanya perundingan antara MNLF pimpinan Nur Misuari dengan
pemerintah Filipina.
 KONGA XVIII (1997) TAJIKISTAN
 KONGA XVIII dipimpin oleh Mayor Can Suyatno.
 Kontingen ini terdiri dari 8 perwira TNI

KONGA XIX-XXII (1999-2005)

 KONGA XIX (1999 – 2002) SIERRA LEONE


 KONGA XX (2003-2005) REPUBLIK DEMOKRATIK KONGO
 Konga XX/A berjumlah 175 prajurit dan dibawah pimpinan Mayor
CZI Ahmad Faizal.
 Konga XX/B berjumlah 175 prajurit dan dipimpin Mayor Czi Demi
A. Siahaan.
 KONGA XXI (2003 – 2008) LIBERIA
 KONGA XXI terdiri dari perwira AD, AL, AU.
 KONGA XXI-1 dipimpin oleh Letkol Lek. Bayu Roostono,
bertugas tahun 2003-2004
 KONGA XXI-2 dipimpin oleh Letkol (L) Putu Angga, bertugas
tahun 2004-2005
 KONGA XXI-3 dipimpin oleh Letkol (L) Supriatno, bertugas tahun
2005-2006
 KONGA XXI-4 dipimpin oleh Letkol Kav. Hilman Hadi, bertugas
tahun 2006-2007
 KONGA XXI-5 dipimpin oleh Letkol Lek. Joseph Rizki P.,
bertugas tahun 2007-2008
 KONGA XXII (2008-2009) SUDAN
 KONGA XXII/G berjumlah 6 personel yang dipimpin Mayor Inf
Tri Saktiyono
 Kontingen Garuda XXII/H berjumlah 3 personel yang dipimpin
Mayor Arm Ari Estefanus
 Kontingen Garuda XXII/I berjumlah 3 personelyang dipimpin
Mayor Inf Freddino Silalahi

KONGA XXIII-XXX (2006-2019)

 KONGA XXIII (2007 – 2011) LEBANON SELATAN


 KONGA XXIII/B di bawah komando Letkol Inf A M Putranto,
berkekuatan 850 personel
 KONGA XXIII/C dibawah pimpinan Letkol Inf R.Haryono yang
merupakan komandan batalyon 600 raider yang berangkat ke
Lebanon
 KONGA XXIII/D di bawah Pimpinan Letkol Inf Andi Perdana
Kahar berkekuatan 1000 personel
 KONGA XXIII/E dibawah pimpinan Letkol Inf Hendy Antariksa.
Konga XXIII-E mendapatkan kepercayaan perluasan 5 wilayah
binaan
 KONGA XXIV (2003-2005) NEPAL
 KONGA XXIV-1 dipimpin oleh Mayor, beserta 5 orang perwira
lainnya dari tahun 2007-2008
 Konga XXIV-2 dipimpin oleh Kol Laut (T) (Anumerta) Sondang
Dodi Irawan, beserta lima orang perwira lainnya dari tahun 2008-
2009
 Konga XXIV-3 dipimpin oleh Mayor Kav Arief Munandar, beserta
empat orang perwira dari tahun 2009-2010.
 Konga XXIV-4 dipimpin oleh Mayor Arm Aziz Mahmudi, beserta
empat orang perwira lainnya dari 2010-2011
 KONGA XXV (2008 – 2019) LEBANON SELATAN
 Konga XXV-A tahun 2008 - 2009
 Konga XXV-B tahun 2009 - 2010
 Konga XXV-C tahun 2010 - 2011
 Konga XXV-D tahun 2011 - 2012
 Konga XXV-E tahun 2012 – 2013
 Konga XXV-F tahun 2013- 2014
 Konga XXV-G tahun 2014 - 2015
 Konga XXV-H tahun 2015 - 2016
 Konga XXV-I tahun 2016 - 2017
 Konga XXV-J tahun 2017-2018
 Konga XXV-K tahun 2018-2019
 KONGA XXVI (2008) NAQOURA
 Konga XXVI merupakan satuan yang bertugas untuk mendukung
pelayanan dan pengamanan
 Konga XXVI dipimpin oleh Kolonel Mar Saud P. Tamba Tua.
 KONGA XXVII (2008 – 2019) DARFUR
 KONGA XXVII/1 dipimpin oleh Mayor Pnb Destianto Nugroho.
 KONGA XXVII/2 dipimpin oleh Letkol CHK Tiarsen
 KONGA XXVII/3 dipimpin Mayor Arh Irwan Setiawan
 KONGA XXVII/ 4 dipimpin Mayor Arm Abdi Wirawan
 KONGA XXVIII (2009 – 2019) LEBANON
 KONGA XXVIII adalah kontribusi Indonesia yang dimulai dengan
mengirimkan KRI Diponegoro 365 untuk bergabung dalam MTF
UNIFIL, ini adalah kali pertama partisipasi Indonesia dalam satgas
MTF, dengan satgas pertama diberi nama Konga XXVIII-A yang
hingga saat ini sudah ada 11 Satgas MTF dari Indonesia yang
diberangkatkan ke Lebanon.
 KONGA XXVI (2009-2018) LEBANON
 Satgas ini memiliki tugas pokok untuk memberikan dukungan
kesehatan kepada personel UNIFIL maupun warga
 Secara rutin tiap tahun Indonesia mengirim personel medisnya
yang terdiri dari Dokter Spesialis, Dokter umum dan perawat, yang
terdiri dari 6-11 personel dengan pimpinan seorang Dansatgas
 KONGA XXVII (2010 – 2018) LEBANON
 Unit ini dibentuk dalam rangka memelihara citra UNIFIL di mata
masyarakat Lebanon
 Indonesia mulai mengirimkan personilnya sejak tahun 2010.
 Dengan sebutan Satgas pertama adalah Kontingen Garuda XXXI-A
(CIMIC). Konga XXXI-A CIMIC oleh Mayor Inf Sapto Irianto.
 KONGA XXVII (2011 – 2018) LEBANON
 Unit ini bernama Satgas MCOU XXXA/UNIFIL, gabungan 2
negara Prancis dan Italia. Mulai Juli 2011 dengan Dansatgas
pertamanya adalah Letnan Kolonel Caj GT Situmorang
 Tugas utama unit ini adalah melaksanakan kegiatan Outreach.
C. Deklarasi Djuanda
Deklarasi Djuanda adalah deklarasi yang dicetuskan oleh Indonesia melalui
perdana Menteri Djuanda pada 13 Desember 1957. Deklarasi ini secara umum
menyatakan bahwa seluruh kawasan laut yang ada di sekitar, di antara, dan di dalam
kepulauan RI adalah termasuk Republik Indonesia. pernyataan ini menyudahi
kesulitan yang dialami Indonesia akibat kepemilikan laut yang hanya 3 juta dari garis
pantai. Sehingga memisahkan antarpulau di Indonesia dengan kawasan laut
internasional.

Ir. Djuanda berupaya membawa Indonesia untuk menganut prinsip-prinsip


negara kepulauan yang saat itu tidak digunakan oleh negara manapun. Konvensi
hukum laut yang saat itu ada sangat merugikan Indonesia tidak dirasakan oleh negara-
negara lainnya. Deklarasi Djuanda berusaha berusaha kondisi ini, namun tentunya
mengalami pengalaman dari dunia internasional.
Latar Belakang Deklarasi Djuanda
Teritoriale Zeeen en Maritieme Kringen Ordonantie (TMZKO) atau Ordinansi
Teritori Laut Hindia Belanda pada tahun 1939 menyatakan bahwa pulau-pulau di
Nusantara memiliki batas laut sejauh tiga mil dari garis pantai. Sehingga di antara
kepulauan tersebut terdapat laut internasional yang dapat dilalui oleh siapapun.
Peraturan ini tentunya mengganggu tanggung jawab Republik Indonesia, karena di
antara pulau-pulaunya dapat dilalui semua negara. Kapal asing dapat mengambil
sumber daya, mengintai, dan bahkan memblokade kepentingan Indonesia untuk
berpindah dari satu pulau ke pulau lainnya.
Tokoh Pengusul
Ir. Djuanda Kartawidjaja yang saat itu sebagai permulaan Menteri
mengusulkan bahwa laut lepas di antara pulau Indonesia merupakan bagian dari
kedaulatan RI. Pada saat itu tahun 1957 Indonesia berada di tengah-tengah perang
dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. keberadaan laut internasional di
tengah-tengah kepulauan Indonesia merupakan ancaman bagi Kepemilikan Indonesia.
Karena siapapun dapat melalui laut tersebut tanpa harus menjelaskan kepentingan dan
tujuan untuk Indonesia.

Melihat hal ini, Kabinet Djuanda yang menaiki Kabinet Ali Sastroamidjojo
kemudian mengusulkan dibuatnya sebuah deklarasi yang menyatakan kepemilikan
Republik Indonesia atas laut-laut di sekitarnya. Hal ini merupakan gejala dari dunia
karena deklarasi ini melangkahi hukum laut yang telah disepakati sebelumnya.
Tujuan
Tujuan dari pernyataan Djuanda tidak lain adalah menegaskan kepemilikan
Indonesia atas wilayah laut di sekitar pulau-pulaunya. Djuanda menyatakan bahwa
Indonesia merupakan Archipelago State yang dengan prinsip-prinsipnya memiliki hak
atas laut-laut yang ada di sekitarnya. Serta mencegah terjadinya konflik akibat adanya
laut internasional di antara wilayah-wilayahnya. Konsepsi ini tentunya mendapat
tentangan dari dunia internasional. Pada dasarnya negara-negara lain belum ada yang
menggunakan konsep Archipelago State karena wilayah negaranya yang tidak
terpisah dengan laut yang amat panjang.

Djuanda tentunya terlihat pada ukuran yang mudahnya Indonesia pasca


deklarasi kemerdekaan tahun 1945 diblokade oleh Belanda melalui laut. Bisa saja
terjadi kondisi-kondisi yang serupa, tentunya sangat merugikan bagi Indonesia.
Tujuan dari deklarasi Djuanda dapat dibagi menjadi tiga bagian :
1. Mewujudkan bentuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
utuh dan bulat
2. Menentukan batas-batas wilayah yang jelas dari Republik Indonesia,
sesuai dengan prinsip-prinsip negara kepulauan
3. lalu lintas pelayaran yang damai, serta pada saat yang sama dapat
menjamin keamanan dan keamanan Republik Indonesia.
Isi Deklarasi Djuanda
Isi Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957 berisi antara lain :
1. Bahwa Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki
corak tersendiri.
2. Bahwa dahulu sejak kala kepulauan Nusantara ini merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
3. Ketentuan Ordonansi tahun 1939 yang dianut sebelumnya dapat
memecah belah kesatuan dan Kepunyaan Republik Indonesia
Isi dari deklarasi ini menyatakan dengan jelas bahwa sebagai negara kepulauan,
Indonesia memiliki hak atas laut di sekitar kepulauannya. Tidak ada jaminan tersebut
membuat Republik Indonesia sepanjang waktu terancam oleh keberadaan pihak-pihak
asing dengan bebas melayari laut internasional di antara pulau-pulau.
Peran Indonesia dalam deklarasi Djuanda
Deklarasi Djuanda tahun 1957 memang awalnya ditolak oleh banyak negara. dunia
internasional akan kehilangan keleluasaan untuk melayari laut Indonesia yang
merupakan jalur perdagangan internasional seperti Selat Malaka dan Selat Karimata.
Namun deklarasi ini juga menunjukkan itikad Indonesia untuk mewujudkan
perdamaian sekaligus legal di lautan Indonesia, mencegah konflik yang dapat terjadi
antara berbagai pihak di tengah wilayah Indonesia.

Pernyataan ini baru dapat diterima oleh dunia internasional setelah PBB pada
tahun 1982 menetapkan konvensi hukum laut ketiga. Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) dikeluarkan pada tahun tersebut serta
diratifikasi oleh negara-negara utama dunia. Keputusan ini diratifikasi Indonesia
dalam sebuah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 UNCLOS 1982. Adanya
deklarasi Djuanda merupakan peran besar Indonesia dalam mewujudkan konvensi
hukum laut yang disepakati dunia. Memberikan ketegasan serta dalam urusan laut
yang sangat penting bagi negara kepulauan seperti Indonesia.
Dampak
Dampak dari Deklarasi Djuanda 1957 dan selanjutnya melalui UNCLOS 1982
adalah luas wilayah yang bertambah kurang lebih 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km 2
kemudian menjadi 5.193.250 km 2 . Saat itu belum termasuk dengan Irian Barat yang
melalui jalan buntu kesepakatannya dengan Belanda. Selain itu, Indonesia juga berhak
atas lautan lepas yang berisi sumber daya alam sekaligus jalur dagang yang strategis.
Hal ini menjadikan Indonesia memiliki potensi ekonomi yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan sebelumnya. Tanggal 13 Desember kemudian disahkan oleh
Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Hari Nusantara pada tahun 1999, kemudian
oleh Presiden Megawati melalui Keputusan Presiden RI Nomor 126 Tahun 2001
tentang Hari Nusantara.

D. Gerakan Non-Blok
Gerakan Non-Blok (GNB) adalah suatu organisasi internasional yang terdiri
dari 120 negara yang menganggap diri mereka tidak beraliansi dengan kekuatan besar
apapun Gerakan ini bermula pada 1950-an sebagai upaya beberapa negara untuk
menghindari terpolarisasi dunia Perang Dingin. Berdasarkan prinsip yang disepakati
pada Konferensi Bandung 1955, GNB didirikan pada 1961 di Beograd, SR, Serbia,
Yugoslavia. Hal ini terjadi melalui inisiatif Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru,
Presiden Ghana Kwame Nkrumah, Presiden Soekarno, Presiden Mesir Gamal Abdel
Nasser, dan Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito.
Latar Belakang
GNB bermula dari sebuah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Afrika atau
Konferensi Asia-Afrika (KAA), sebuah konferensi yang diadakan di Bandung, tahun
1955. Konferensi ini dihadiri oleh pemimpin negara dari 29 negara berkembang di
Asia-Afrika. Konferensi ini mendiskusikan tentang masalah-masalah yang dihadapi
negara-negara bekas koloni Barat yang baru saja berkembang. Namun KAA saja
tidak cukup. Karena ada negara berkembang yang baru merdeka juga, yaitu
Yugoslavia yang berada di luar Asia-Afrika. Maka setelah KAA Bandung, pada 1956
ada pula Deklarasi Brijuni yang digelar di Pulau Brijuni, Yugoslavia. Deklarasi
tersebut ditandatangani Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito, Perdana Menteri India
Jawaharlal Nehru, dan Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser. Setelah Perang Dunia II,
AS dan Uni Soviet mengalami Perang Dingin. Perang Dingin adalah ketegangan plitik
yang terjadi antara Barat (AS dan Sekutu NATO) dengan Uni Soviet dan negara
satelitnya. Yang menjadi sasaran adalah negara-negara berkembang yang baru
merdeka, seperti Indonesia dan India.

Kondisi inilah yang kemudian membuat Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri


India, dan pemimpin dunia lainnya mencetus GNB. GNB terbentuk melalui
Konferensi Beograd yang digelar pada 1961. Di sana, para negara yang tidak
berpihak pada blok tertentu mendeklarasikan keinginan mereka untuk tidak terlibat
dalam konfrontasi ideologi Barat-Timur. Lahirnya GNB ini dilatarbelakangi oleh
kekhawatiran para pemimpin negara dunia terutama dari Asia-Afrika terhadap
munculnya ketegangan dunia karena adanya persaingan antara Blok Barat (Amerika)
dan Blok Timur (Uni Soviet/Rusia).
Pelopor
Pendiri dari gerakan ini adalah:
1. Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru.
2. Presiden Ghana Kwame Nkrumah.
3. Presiden Soekarno.
4. Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser.
5. Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito.
Kata non-blok sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Perdana Menteri India,
Nehru, melalui pidatonya tahun 1954 di Colombo, Sri Lanka. Ia menjelaskan lima
pilar yang kemudian dijadikan basis dari GNB, yaitu:
1. Saling menghormati integritas teritorial dan kedaulatan.
2. Perjanjian non-agresi
3. Tidak mengintervensi urusan dalam negeri negara lain
4. Kesetaraan dan keuntungan bersama
5. Menjaga perdamaian
Tujuan
Tujuan utama dari GNB adalah guna mengupayakan hak untuk menentukan
nasib sendiri, kemerdekaan nasional, kedaulatan, dan integritas negara anggota. GNB
juga menentang adanya apartheid (sistem pemisahan ras) serta tidak memihak pakta
militer manapun. Gerakan ini juga menolak segala macam bentuk imperialisme dan
kolonialisme, serta mendukung pelucutan senjata, dan tidak mencampuri urusan
negara lain. Dalam ekonomi, GNB berkomitmen dalam pembangunan ekonomi-
sosial, restrukturisasi perekonomian internasional, serta kerjasama atas dasar
persamaan hak.
Prinsip
GNB didirikan berdasarkan prinsip-prinsip dasar yang disepakati dalam KTT
Asia-Afrika yang dikenal dengan sebutan Dasasila Bandung. Dasasila Bandung
adalah 10 poin hasil pertempuan KTT Asia-Afrika pada 18-25 April 1955 di
Bandung. Isi Dasasila Bandung:
1. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang
termuat di dalam piagam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
2. Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa
3. Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar
maupun kecil
4. Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soalan-soalan dalam
negeri negara lain
5. Menghormati hak-hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri secara
sendirian ataupun kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB
6. Tidak menggunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk
bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara besar dan tidak
melakukannya terhadap negara lain
7. Tidak melakukan tindakan-tindakan ataupun ancaman agresi maupun
penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah maupun kemerdekaan
politik suatu negara
8. Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti
perundingan, persetujuan, arbitrasi, ataupun cara damai lainnya, menurut
pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBBcc
9. Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama
10. Menghormati hukum dan kewajiban–kewajiban internasional
Peran Indonesia dalam Gerakan Non-Blok
Gerakan Non-Blok mempunyai makna yang sangat penting dalam peran
bangsa Indonesia sebagai negara yang merdeka dan netral. Dimana netral disini
artinya Indonesia tidak memihak pada blok tertentu, baik itu Timur ataupun Barat.
Indonesia juga memilih untuk menentukan jalan sendiri dalam upaya membantu
terciptanya tujuan dunia dengan menyelenggarakan persahabatan dengan segala
bangsa. Indonesia juga senantiasa memegang teguh prinsip-prinsip dan aspirasi GNB.
Sikap ini secara langsung dan berlanjut ditujukan ke Indonesia dalam kiprah yang
baik pada kepemimpinan Soekarno pada tahun 1992 sampai 1995.
DAFTAR ISI

https://www.studiobelajar.com/deklarasi-djuanda/#:~:text=Deklarasi%20Djuanda%20adalah
%20deklarasi%20yang,adalah%20termasuk%20kedaulatan%20Republik%20Indonesia

https://www.kompas.com/stori/read/2021/06/03/133931579/gerakan-non-blok-latar-
belakang-pelopor-tujuan-dan-prinsip?page=all

https://www.scribd.com/presentation/443436133/MISI-GARUDA-pptx

Konferensi Asia-Afrika - Latar Belakang, Tujuan, Anggota, Hasil (dosenpendidikan.co.id)

https://haloedukasi.com/misi-garuda

Anda mungkin juga menyukai