Sebanyak 29 negara yang mewakili lebih dari setengah total penduduk dunia pada saat
itu mengirimkan wakilnya. Konferensi ini merefleksikan apa yang mereka pandang
sebagai ketidakinginan kekuatan-kekuatan Barat untuk mengonsultasikan dengan mereka
tentang keputusan-keputusan yang memengaruhi Asia pada masa Perang Dingin;
kekhawatiran mereka mengenai ketegangan antara Uni Soviet dan Amerika Serikat;
keinginan mereka untuk membentangkan fondasi bagi hubungan yang damai antara
Tiongkok dengan mereka dan pihak Barat; penentangan mereka terhadap kolonialisme,
khususnya pengaruh Prancis di Afrika Utara dan kekuasaan kolonial Prancis di
Aljazair; dan keinginan Indonesia untuk mempromosikan hak mereka dalam pertentangan
dengan Belanda mengenai Irian Barat.Sepuluh poin hasil pertemuan ini kemudian
tertuang dalam apa yang disebut Dasasila Bandung, yang berisi tentang "pernyataan
mengenai dukungan bagi kerukunan dan kerjasama dunia". Dasasila Bandung ini
memasukkan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB dan prinsip-prinsip Nehru.[3]
Konferensi ini akhirnya membawa kepada terbentuknya Gerakan Non-Blok pada 1961.
Latar belakang
Konferensi Asia–Afrika didahului oleh Persidangan Bogor pada tahun 1949.
Persidangan Bogor merupakan pendahuluan bagi Persidangan Kolombo dan Konferensi
Asia–Afrika. Persidangan Bogor ke-2 diadakan pada 28–29 Desember 1954.[4]
Sekjen PBB, Kofi Annan, Perdana Menteri Jepang, Junichiro Koizumi, Presiden
Tiongkok, Hu Jintao, Presiden Pakistan, Pervez Musharraf, Presiden Afganistan,
Hamid Karzai, Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Ahmad Badawi, Sultan Brunei,
Hassanal Bolkiah dan Presiden Afrika Selatan, Thabo Mbeki ikut hadir di Bandung
dalam pertemuan ini. KTT Asia–Afrika 2005 menghasilkan NAASP (New Asian-African
Strategic Partnership, Kemitraan Strategis Baru Asia-Afrika), yang diharapkan akan
membawa Asia dan Afrika menuju masa depan yang lebih baik berdasarkan
ketergantungan-sendiri yang kolektif dan untuk memastikan adanya lingkungan
internasional untuk kepentingan para rakyat Asia dan Afrika.
Pertemuan ketiga (2015)
Konferensi Asia-Afrika ke-60 dilaksanakan di 2 kota yaitu Jakarta pada 19-23 April
2015 dan Bandung pada 24 April 2015 dengan agenda meliputi "Asia-Africa Business
Summit" dan "Asia-Africa Carnival". Tema yang dibawa adalah peningkatan kerja sama
negara-negara di kawasan Selatan, kesejahteraan, serta perdamaian.KTT Asia-Afrika
2015 diikuti sebanyak 89 kepala negara/pemerintahan dari 109 negara di kawasan Asia
dan Afrika, 17 negara pengamat dan 20 organisasi internasional, dan 1.426
perwakilan media domestik dan asing.
Para peserta di antaranya adalah Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, Presiden
Tiongkok, Xi Jinping, Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, Raja Yordania,
Abdullah II dari Yordania, Perdana Menteri Malaysia, Najib Tun Razak, Presiden
Myanmar, Thein Sein, Raja Swaziland, Mswati III dan Perdana Menteri Nepal.
Konferensi Asia Afrika 2015 telah menghasilkan 3 dokumen yaitu Pesan Bandung
(Bandung Message), Deklarasi Penguatan Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika (NAASP)
dan Deklarasi kemerdekaan Palestina.
1.Konferensi Asia–Afrika
Konferensi antar negara.
Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika (disingkat KTT Asia Afrika atau KAA; kadang
juga disebut Konferensi Bandung) adalah sebuah konferensi antara negara-negara Asia
dan Afrika, yang kebanyakan baru saja memperoleh kemerdekaan. KAA diselenggarakan
oleh Indonesia, Myanmar (dahulu Burma), Sri Lanka (dahulu Ceylon), India dan
Pakistan dan dikoordinasi oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario. Pertemuan ini
berlangsung antara 18 April-24 April 1955, di Gedung Merdeka, Bandung, Indonesia
dengan tujuan mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan
melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara
imperialis lainnya
2.Tujuan KAA
Konferensi Asia Afrika adalah salah satu warisan Indonesia untuk perdamaian dunia.
Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika ini. Tujuan KAA di Bandung
melahirkan Gerakan Non-Blok yang berusaha menahan Perang Dingin antara Amerika
Serikat dengan Uni Soviet. Selain itu tujuan KAA di Bandung sebagai wujud upaya
melawan kolonialisme yang masih ada.
Mereka membahas masalah-masalah yang dihadapi negara-negara bekas koloni Barat yang
baru berkembang. Mulai dari masalah perdamaian, perkembangan ekonomi, peran negara
dunia ketiga atau negara berkembang dalam Perang Dingin, dan dekolonisasi. Banyak
di antara peserta yang datang, khususnya di Afrika, mewakili dan menyampaikan
aspirasi negara-negara yang masih dalam proses kemerdekaan.
4.Hasil KAA
Ada 10 poin hasil KAA atau yang disebut dengan Dasasila Bandung:
1. Menghormati hak-hak asasi manusia dan menghormati tujuan-tujuan dan prinsip-
prinsip dalam Piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah semua negara.
3. Mengakui persamaan derajat semua ras serta persamaan derajat semua negara besar
dan kecil.
4. Tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri negara lain.
5. Menghormati hak setiap negara untuk mempertahankan dirinya sendiri atau secara
kolektif, sesuai Piagam PBB.
6. (a) Tidak menggunakan pengaturan-pengaturan pertahanan kolektif untuk
kepentingan khusus negara besar mana pun. (b) Tidak melakukan tekanan terhadap
negara lain mana pun.
7. Tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi atau menggunakan kekuatan terhadap
keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun.
8. Menyelesaikan semua perselisihan internasional dengan cara-cara damai, seperti
melalui perundingan, konsiliasi, arbitrasi, atau penyelesaian hukum, ataupun cara-
cara damai lainnya yang menjadi pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai Piagam
PBB.
9. Meningkatkan kepentingan dan kerja sama bersama.
10. Menjunjung tinggi keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.