Anda di halaman 1dari 13

Sejarah Konferensi Asia Afrika

KONDISI DUNIA INTERNASIONAL SEBELUM KONFERENSI ASIA


AFRIKA

Berakhirnya Perang Dunia II pada Agustus 1945, tidak berarti berakhir pula situasi
permusuhan di antara bangsa-bangsa di dunia. Di beberapa belahan dunia masih ada masalah
dan muncul masalah baru.

Penjajahan yang dialami oleh negara-negara di kawasan Asia dan Afrika merupakan masalah
krusial sejak abad ke-15. Walaupun sejak tahun 1945 banyak negara, terutama di Asia,
kemudian memperoleh kemerdekaannya, seperti : Indonesia (17 Agustus 1945), Republik
Demokrasi Vietnam (2 September 1945), Filipina (4 Juli 1946), Pakistan (14 Agustus 1947),
India (15 Agustus 1947), Birma (4 Januari 1948), Ceylon (4 Februari 1948), dan Republik
Rakyat Tiongkok (1 Oktober 1949), namun masih banyak negara lainnya yang berjuang bagi
kemerdekaannya seperti Aljazair, Tunisia, Maroko, Kongo, dan di wilayah Afrika lainnya.
Beberapa Negara Asia Afrika yang telah merdeka pun masih banyak yang menghadapi
masalah sisa penjajahan seperti daerah Irian Barat, Kashmir, Aden, dan Palestina. Selain itu
konflik antarkelompok masyarakat di dalam negeri pun masih berkecamuk akibat politik
devide et impera.

Lahirnya dua blok kekuatan yang bertentangan secara ideologi, yaitu Blok Barat yang
dipimpin oleh Amerika Serikat (kapitalis) dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Sovyet
(komunis), semakin memanaskan situasi dunia. Perang Dingin berkembang menjadi konflik
perang terbuka, seperti di Jazirah Korea dan Indo-Cina. Perlombaan pengembangan senjata
nuklir meningkat. Hal tersebut menumbuhkan ketakutan dunia akan kembali dimulainya
Perang Dunia.

Walaupun pada masa itu telah ada badan internasional yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) yang berfungsi menangani masalah dunia, namun pada kenyataannya badan ini belum
berhasil menyelesaikan persoalan tersebut, sementara akibat yang ditimbulkan oleh masalah-
masalah ini sebagian besar diderita oleh bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.

LAHIRNYA IDE PELAKSANAAN KONFERENSI ASIA AFRIKA

Pada awal tahun 1954, Perdana Menteri Ceylon, Sir John Kotelawala, mengundang para
perdana menteri dari Birma (U Nu), India (Jawaharlal Nehru), Indonesia (Ali
Sastroamidjojo), dan Pakistan (Mohammed Ali) dengan maksud mengadakan suatu
pertemuan informal di negaranya. Undangan tersebut diterima baik oleh semua pimpinan
pemerintah negara tersebut. Pada kesempatan itu, Presiden Indonesia, Soekarno, menekankan
kepada Perdana Menteri Indonesia, Ali Sastroamidjojo, untuk menyampaikan ide
diadakannya Konferensi Asia Afrika pada pertemuan Konferensi Kolombo tersebut. Beliau
menyatakan bahwa hal ini merupakan cita-cita bersama selama hampir 30 tahun telah
didengungkan untuk membangun solidaritas Asia Afrika dan telah dilakukan melalui
pergerakan nasional melawan penjajahan.

Sebagai persiapan, maka Pemerintah Indonesia mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh
para Kepala Perwakilan Indonesia di Asia, Afrika, dan Pasifik, bertempat di Wisma Tugu,
Puncak, Jawa Barat pada 9 22 Maret 1954, untuk membahas rumusan yang akan dibawa
oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo pada Konferensi Kolombo, sebagai dasar usulan
Indonesia untuk meluaskan gagasan kerja sama regional di tingkat Asia Afrika.

Pada 28 April 2 Mei 1954, Konferensi Kolombo berlangsung untuk membicarakan


masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama.

Dalam konferensi tersebut, Perdana Menteri Indonesia, Ali Sastroamidjojo, mengusulkan


perlunya diadakan pertemuan lain yang lebih luas antara Negara-negara Afrika dan Asia
karena masalah-masalah krusial yang dibicarakan itu tidak hanya terjadi di Negara-negara
Asia yang terwakili dalam konferensi tersebut tetapi juga dialami oleh negara-negara di
Afrika dan Asia lainnya.

Usul ini diterima oleh semua peserta konferensi walaupun masih dalam suasana skeptis.
Konferensi memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk menjajaki kemungkinannya dan
keputusan ini dimuat di bagian akhir Komunike Konferensi Kolombo.

USAHA-USAHA PERSIAPAN KONFERENSI

Pemerintah Indonesia, melalui saluran diplomatik, melakukan pendekatan kepada 18 Negara


Asia Afrika, untuk mengetahui sejauh mana pendapat negara-negara tersebut terhadap ide
pelaksanaan Konferensi Asia Afrika. Ternyata pada umumnya mereka menyambut baik ide
ini dan menyetujui Indonesia sebagai tuan rumah konferensi tersebut, walaupun mengenai
waktu penyelenggaraan dan peserta konferensi terdapat berbagai pendapat yang berbeda.

Pada 18 Agustus 1954, melalui suratnya, Perdana Menteri Jawaharlal Nehru dari India
mengingatkan Perdana Menteri Indonesia tentang perkembangan situasi dunia dewasa itu
yang semakin gawat, sehubungan dengan adanya usul untuk mengadakan Konferensi Asia
Afrika. Memang Perdana Menteri India dalam menerima usul itu masih disertai keraguan
akan berhasil-tidaknya usul tersebut dilaksanakan. Barulah setelah kunjungan Perdana
Menteri Indonesia pada 25 September 1954, beliau yakin benar akan pentingnya diadakan
konferensi tersebut, seperti tercermin dalam pernyataan bersama pada akhir kunjungan
Perdana Menteri Indonesia :

Para perdana menteri telah membicarakan usulan untuk mengadakan sebuah konferensi
yang mewakili Negara-negara Asia dan Afrika serta menyetujui konferensi seperti ini sangat
diperlukan dan akan membantu terciptanya perdamaian sekaligus pendekatan bersama ke
arah masalah (yang dihadapi). Hendaknya konferensi ini diadakan selekas mungkin.

Keyakinan serupa dinyatakan pula oleh Perdana Menteri Birma, U Nu, pada 28 September
1954.

Pada 28 29 Desember 1954, atas undangan Perdana Menteri Indonesia, para perdana
menteri peserta Konferensi Kolombo (Birma, Ceylon, India, Indonesia, dan Pakistan)
mengadakan pertemuan di Bogor, untuk membicarakan persiapan Konferensi Asia Afrika.

Konferensi tersebut berhasil merumuskan kesepakatan tentang agenda, tujuan, dan negara-
negara yang diundang pada Konferensi Asia Afrika.

Kelima negara peserta Konferensi Bogor menjadi sponsor Konferensi Asia Afrika dan
Indonesia dipilih menjadi tuan rumah pada konferensi tersebut, yang ditetapkan akan
berlangsung pada akhir minggu April tahun 1955. Presiden Indonesia, Soekarno, menunjuk
Kota Bandung sebagai tempat berlangsungnya konferensi.

MENJELANG KONFERENSI ASIA AFRIKA

Dalam persiapan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika, dibentuk Sekretariat Bersama yang
diwakili oleh lima negara penyelenggara. Indonesia diwakili oleh Sekretaris Jenderal
Kementerian Luar Negeri, Roeslan Abdulgani, yang juga menjadi ketua badan itu, dan 4
negara lainnya diwakili oleh kepala-kepala perwakilan mereka masing-masing di Jakarta,
yaitu Kuasa Usaha U Mya Sein (Birma), Duta Besar M. Saravanamuttu (Ceylon), Duta Besar
B.F.H.B. Tyabji (India), dan Duta Besar Choudhri Khaliquzzaman (Pakistan).

Pemerintah Indonesia sendiri membentuk Panitia Interdepartemental pada 11 Januari 1955


yang diketuai oleh Sekretaris Jenderal Sekretariat Bersama dengan anggota-anggota dan
penasehatnya berasal dari berbagai departemen guna membantu persiapan-persiapan
konferensi tersebut.

Di Bandung, tempat diadakannya konferensi, dibentuklah Panitia Setempat pada 3 Januari


1955, dengan ketuanya Sanusi Hardjadinata, Gubernur Jawa Barat. Panitia Setempat bertugas
mempersiapkan dan melayani hal-hal yang bertalian dengan akomodasi, logistik, transportasi,
kesehatan, komunikasi, keamanan, hiburan, protokol, penerangan, dan lain-lain.

Gedung Concordia dan Gedung Dana Pensiun dipersiapkan sebagai tempat sidang-sidang
konferensi. Hotel Homann, Hotel Preanger, dan 12 hotel lainnya serta 31 bungalow di
sepanjang Jalan Cipaganti, Lembang, dan Ciumbuleuit dipersiapkan sebagai tempat
menginap para peserta yang berjumlah lebih kurang 1.500 orang. Selain itu, disediakan juga
fasilitas akomodasi untuk lebih kurang 500 wartawan dalam dan luar negeri.

Keperluan transportasi dilayani oleh 143 mobil, 30 taksi, 20 bus, dengan jumlah 230 orang
sopir dan 350 ton bensin tiap hari serta cadangan 175 ton bensin.

Dalam kesempatan memeriksa persiapan-persiapan terakhir di Bandung pada 7 April 1955,


Presiden Indonesia Soekarno meresmikan penggantian nama Gedung Concordia menjadi
Gedung Merdeka, Gedung Dana Pensiun menjadi Gedung Dwiwarna, dan sebagian
Jalan Raya Timur menjadi Jalan Asia Afrika. Penggantian nama tersebut dimaksudkan
untuk lebih menyemarakkan konferensi dan menciptakan suasana konferensi yang sesuai
dengan tujuannya.

Pada 15 Januari 1955, surat undangan Konferensi Asia Afrika dikirimkan kepada kepala
pemerintah dari 25 Negara Asia dan Afrika. Dari seluruh negara yang diundang hanya satu
negara yang menolak undangan itu, yaitu Federasi Afrika Tengah, karena memang negara itu
masih dikuasai oleh orang-orang bekas penjajahnya, sedangkan 24 negara lainnya menerima
baik undangan itu, meskipun pada mulanya ada negara yang masih ragu-ragu.

Negara-negara Peserta Konperensi Asia-Afrika :

1. Afghanistan
2. Indonesia
3. Pakistan
4. Birma
5. IranFilipina
6. Kamboja
7. Irak
8. Iran
9. Arab Saudi
10. Ceylon
11. Jepang
12. Sudan
13. Republik Rakyat Tiongkok
14. Yordania
15. Suriah
16. Laos
17. Thailand
18. Mesir
19. Libanon
20. Turki
21. Ethiopia
22. Liberia
23. Vietnam (Utara)
24. Vietnam (Selatan)
25. Pantai Emas
26. Libya
27. India
28. Nepal
29. Yaman

ASIA AFRIKA BERGEMA DARI BANDUNG

Pada Senin, 18 April 1955, sejak fajar menyingsing telah tampak kesibukan di Kota Bandung
untuk menyambut pembukaan Konferensi Asia Afrika. Sejak pukul 07.00 WIB kedua tepi
sepanjang Jalan Asia Afrika dari mulai depan Hotel Preanger sampai dengan kantor pos
penuh sesak oleh rakyat yang ingin menyambut dan menyaksikan para tamu dari berbagai
negara. Sementara itu, para petugas keamanan yang terdiri dari tentara dan polisi telah siap di
tempat tugas mereka untuk menjaga keamanan dan ketertiban.

Sekitar pukul 08.30 WIB, para delegasi dari berbagai negara berjalan meninggalkan Hotel
Homann dan Hotel Preanger menuju Gedung Merdeka secara berkelompok untuk menghadiri
pembukaan Konferensi Asia Afrika. Banyak di antara mereka memakai pakaian nasional
masing-masing yang beraneka corak dan warna. Mereka disambut hangat oleh rakyat yang
berderet di sepanjang Jalan Asia Afrika dengan tepuk tangan dan sorak sorai riang gembira.
Perjalanan para delegasi dari Hotel Homann dan Hotel Preanger ini kemudian dikenal dengan
nama Langkah Bersejarah (The Bandung Walks). Kira-kira pukul 09.00 WIB, semua
delegasi masuk ke dalam Gedung Merdeka.

Tidak lama kemudian rombongan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, Soekarno dan
Mohammad Hatta, tiba di depan Gedung Merdeka dan disambut oleh rakyat dengan sorak-
sorai dan pekik merdeka. Di depan pintu gerbang Gedung Merdeka kedua pimpinan
Pemerintah Indonesia itu disambut oleh lima perdana menteri negara sponsor.
Pada pukul 10.20 WIB setelah diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia : Indonesia
Raya, Presiden Indonesia, Soekarno, mengucapkan pidato pembukaan yang berjudul Let a
New Asia And a New Africa be Born (Mari Kita Lahirkan Asia Baru dan Afrika Baru).
Dalam kesempatan tersebut Presiden Soekarno menyatakan bahwa kita, peserta konferensi,
berasal dari kebangsaan yang berlainan, begitu pula latar belakang sosial dan budaya, agama,
sistem politik, bahkan warna kulit pun berbeda-beda, namun kita dapat bersatu, dipersatukan
oleh pengalaman pahit yang sama akibat kolonialisme, oleh keinginan yang sama dalam
usaha mempertahankan dan memperkokoh perdamaian dunia. Pada bagian akhir pidatonya
beliau mengatakan :

Saya berharap konferensi ini akan menegaskan kenyataan, bahwa kita, pemimpin-pemimpin
Asia dan Afrika, mengerti bahwa Asia dan Afrika hanya dapat menjadi sejahtera, apabila
mereka bersatu, dan bahkan keamanan seluruh dunia tanpa persatuan Asia Afrika tidak akan
terjamin. Saya harap konferensi ini akan memberikan pedoman kepada umat manusia, akan
menunjukkan kepada umat manusia jalan yang harus ditempuhnya untuk mencapai
keselamatan dan perdamaian. Saya berharap, bahwa akan menjadi kenyataan, bahwa Asia
dan Afrika telah lahir kembali. Ya, lebih dari itu, bahwa Asia Baru dan Afrika Baru telah
lahir!

Pidato tersebut berhasil menarik perhatian dan mempengaruhi hadirin yang dibuktikan
dengan adanya usul Perdana Menteri India dan didukung oleh semua peserta konferensi
untuk mengirimkan pesan ucapan terimakasih kepada presiden atas pidato pembukaannya.

Pada pukul 10.45 WIB., Presiden Indonesia, Soekarno, mengakhiri pidatonya, dan
selanjutnya sidang dibuka kembali. Secara aklamasi, Perdana Menteri Indonesia terpilih
sebagai ketua konferensi. Selain itu, Ketua Sekretariat Bersama, Roeslan Abdulgani, dipilih
sebagai sekretaris jenderal konferensi.

Kelancaran jalannya konferensi dimungkinkan oleh adanya pertemuan informal terlebih


dahulu di antara para pimpinan delegasi negara sponsor dan negara peserta sebelum
konferensi dimulai yaitu pada 17 April 1955. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa
kesepakatan yang bertalian dengan prosedur acara, pimpinan konferensi, dan lain-lain yang
dipandang perlu. Beberapa kesepakatan itu berisi antara lain bahwa prosedur dan acara
konferensi ditempuh dengan sesederhana mungkin dan dalam memutuskan sesuatu akan
ditempuh sistem musyawarah dan mufakat (sistem konsensus).

Sidang konferensi terdiri atas sidang terbuka untuk umum dan sidang tertutup hanya bagi
peserta konferensi. Dibentuk tiga komite, yaitu Komite Politik, Komite Ekonomi, dan Komite
Kebudayaan. Semua kesepakatan tersebut selanjutnya disetujui oleh sidang dan susunan
pimpinan konferensi adalah sebagai berikut :

Ketua Konferensi : Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri Indonesia


Ketua Komite Politik : Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri Indonesia
Ketua Komite Ekonomi : Roosseno, Menteri Perekonomian Indonesia
Ketua Komite Kebudayaan : Muhammad Yamin, Menteri Pendidikan,
Pengajaran, dan Kebudayaan Indonesia
Sekretaris Jenderal
Konferensi : Roeslan Abdulgani, Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri
Indonesia
Dalam sidang-sidang selanjutnya muncul beberapa kesulitan yang bisa diduga sebelumnya.
Kesulitan-kesulitan itu terutama terjadi dalam sidang-sidang Komite Politik. Perbedaan
pandangan politik dan masalah-masalah yang dihadapi antara Negara-negara Asia Afrika
muncul ke permukaan, bahkan sampai pada tahap yang relatif panas.

Namun berkat sikap yang bijaksana dari pimpinan sidang serta hidupnya rasa toleransi dan
kekeluargaan di antara peserta konferensi, maka jalan buntu selalu dapat dihindari dan
pertemuan yang berlarut-larut dapat diakhiri.

Setelah melalui sidang-sidang yang menegangkan dan melelahkan selama satu minggu, pada
pukul 19.00 WIB. (terlambat dari yang direncanakan) tanggal 24 April 1955, Sidang Umum
terakhir Konferensi Asia Afrika dibuka. Dalam Sidang Umum itu dibacakan oleh sekretaris
jenderal konferensi rumusan pernyataan dari tiap-tiap panitia (komite) sebagai hasil
konferensi. Sidang Umum menyetujui seluruh pernyataan tersebut, kemudian sidang
dilanjutkan dengan pidato sambutan para ketua delegasi. Setelah itu, ketua konferensi
menyampaikan pidato penutupan dan menyatakan bahwa Konferensi Asia Afrika ditutup.

Konsensus itu dituangkan dalam komunike akhir, yang isinya adalah mengenai :

1. Kerja sama ekonomi;


2. Kerja sama kebudayaan;
3. Hak-hak asasi manusia dan hak menentukan nasib sendiri;
4. Masalah rakyat jajahan;
5. Masalah-masalah lain;
6. Deklarasi tentang memajukan perdamaian dunia dan kerja sama internasional.

Deklarasi yang tercantum pada komunike tersebut, selanjutnya dikenal dengan sebutan
Dasasila Bandung, yaitu suatu pernyataan politik berisi prinsip-prinsip dasar dalam usaha
memajukan perdamaian dan kerja sama dunia.

Dasasila Bandung :

1. Menghormati hak-hak asasi manusia dan menghormati tujuan-tujuan dan prinsip-


prinsip dalam Piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah semua negara.
3. Mengakui persamaan derajat semua ras serta persamaan derajat semua negara besar
dan kecil.
4. Tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri negara lain.
5. Menghormati hak setiap negara untuk mempertahankan dirinya sendiri atau secara
kolektif, sesuai dengan Piagam PBB.
6. (a) Tidak menggunakan pengaturan-pengaturan pertahanan kolektif
untuk kepentingan khusus negara besar mana pun.
(b) Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain mana pun.
7. Tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi atau menggunakan kekuatan terhadap
keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun.
8. Menyelesaikan semua perselisihan internasional dengan cara-cara damai, seperti
melalui perundingan, konsiliasi, arbitrasi, atau penyelesaian hukum, ataupun cara-cara
damai lainnya yang menjadi pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan
Piagam PBB.
9. Meningkatkan kepentingan dan kerja sama bersama.
10. Menjunjung tinggi keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.

DAMPAK KONFERENSI ASIA AFRIKA

Konferensi Asia Afrika di Bandung telah membakar semangat dan menambah kekuatan
moral para pejuang bangsa-bangsa Asia dan Afrika yang pada masa itu tengah
memperjuangkan kemerdekaan tanah air mereka, sehingga kemudian lahirlah sejumlah
negara merdeka di kawasan Asia dan Afrika. Semua itu menandakan bahwa cita-cita dan
semangat Dasasila Bandung semakin merasuk ke dalam tubuh bangsa-bangsa Asia dan
Afrika.

Konferensi Asia Afrika juga telah berhasil menumbuhkan semangat solidaritas di antara
Negara-negara Asia Afrika, baik dalam menghadapi masalah internasional maupun regional.
Beberapa konferensi antarorganisasi dari negara-negara tersebut diselenggarakan, seperti
Konferensi Mahasiswa Asia Afrika, Konferensi Setiakawan Rakyat Asia Afrika, Konferensi
Wartawan Asia Afrika, dan Konferensi Islam Afrika Asia.

Jiwa Bandung dengan Dasasilanya telah mengubah pandangan dunia tentang hubungan
internasional. Bandung telah melahirkan faham Dunia Ketiga atau Non-Aligned terhadap
Dunia Pertama Washington, dan Dunia Kedua Moscow. Jiwa Bandung telah mengubah juga
struktur Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Forum PBB tidak lagi menjadi forum eksklusif
Barat atau Timur saja.
Museum Konferensi Asia Afrika merupakan salah satu museum yang berada di kota
Bandung. Terletak di Jl.Asia Afrika No.65. Museum ini merupakan memorabilia Konferensi
Asia Afrika. Museum ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan Gedung Merdeka.
Secara keseluruhan Gedung Merdeka memiliki dua bangunan utama, yang pertama disebut
Gedung Merdeka sebagai tempat sidang utama, sedangkan yang berada di samping Gedung
Merdeka adalah Museum Konferensi Asia Afrika sebagai tempat memorabilia Konferensi
Asia Afrika. Latar belakang dibangunnya museum ini adalah adanya keinginan dari para
pemimpin bangsa-bangsa di Asia dan Afrika untuk mengetahui tentang Gedung Merdeka dan
sekitarnya tempat Konferensi Asia Afrika berlangsung. Hal ini membuat Menteri Luar Negeri
Republik Indonesia, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M memiliki ide untuk
membangun sebuah museum. Ide tersebut disampaikannya pada forum rapat Panitia
Peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika (1980) yang dihadiri oleh Direktur Jenderal
Kebudayaan Prof. Dr. Haryati Soebadio sebagai wakil dari Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Kemudian museum ini diresmikan pada tanggal 24 April 1980 bertepatan
dengan peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika.

Daftar isi

1 Sejarah Museum Konferensi Asia Afrika


2 Nama, Status dan Sifat
3 Penataan Kembali Museum Konferensi Asia Afrika
4 Referensi

Sejarah Museum Konferensi Asia Afrika

Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18 sampai dengan 24
April 1955 mencapai kesuksesan besar, baik dalam mempersatukan sikap dan menyusun
pedoman kerja sama di antara bangsa-bangsa Asia Afrika maupun dalam ikut serta membantu
terciptanya ketertiban dan perdamaian dunia. Konferensi ini melahirkan Dasa Sila Bandung
yang kemudian menjadi pedoman bangsa-bangsa terjajah di dunia dalam perjuangan
memperoleh kemerdekaannya dan yang kemudian menjadi prinsip-prinsip dasar dalam usaha
memajukan perdamaian dan kerja sama dunia. Kesuksesan konferensi ini tidak hanya tampak
pada masa itu, tetapi juga terlihat pada masa sesudahnya, sehingga jiwa dan semangat
Konferensi Asia Afrika menjadi salah satu faktor penting yang menentukan jalannya sejarah
dunia.

Semua itu merupakan prestasi besar yang dicapai oleh bangsa-bangsa Asia Afrika. Jiwa dan
semangat Konferensi Bandung telah berhasil memperbesar volume kerja sama antar bangsa-
bangsa Asia dan Afrika, sehingga peranan dan pengaruh mereka dalam hubungan percaturan
internasional meningkat dan disegani.

Dalam rangka membina dan melestarikan hal tersebut, adalah penting dan tepat jika
Konferensi Asia Afrika beserta peristiwa, masalah, dan pengaruh yang mengitarinya
diabadikan dalam sebuah museum di tempat konferensi itu berlangsung, yaitu di Gedung
Merdeka di Kota Bandung, kota yang dipandang sebagai ibu kota dan sumber inspirasi bagi
bangsa-bangsa Asia Afrika. Sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Prof. Dr.
Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M., sering bertemu muka dan berdialog dengan para
pemimpin negara dan bangsa Asia Afrika. Dalam kesempatan-kesempatan tersebut beliau
sering mendapat pertanyaan dari mereka tentang Gedung Merdeka dan Kota Bandung tempat
diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika. Berulang kali pembicaraan tersebut diakhiri oleh
pernyataan keinginan mereka untuk dapat mengunjungi Kota Bandung dan Gedung Merdeka.

Terilhami oleh hal tersebut serta kehendak untuk mengabadikan Konferensi Asia Afrika,
maka lahirlah gagasan beliau untuk mendirikan Museum Konperensi Asia Afrika di Gedung
Merdeka ini. Gagasan tersebut dilontarkan dalam forum rapat Panitia Peringatan 25 tahun
Konferensi Asia Afrika (1980) yang dihadiri antara lain Direktur Jenderal Kebudayaan Prof.
Dr. Haryati Soebadio sebagai wakil dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ternyata
gagasan itu mendapat sambutan baik, termasuk dari Presiden RI Soeharto. Gagasan pendirian
Museum Konperensi Asia Afrika diwujudkan oleh Joop Ave sebagai Ketua Harian Panitia
Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika dan Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler
Departemen Luar Negeri, bekerja sama dengan Departemen Penerangan, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat, dan
Universitas Padjadjaran. Perencanaan dan pelaksanaan teknisnya dikerjakan oleh PT.
Decenta, Bandung. Museum Konperensi Asia Afrika diresmikan berdirinya oleh Presiden RI
Soeharto pada tanggal 24 April 1980 sebagai puncak peringatan 25 tahun Konferensi Asia
Afrika.

Nama, Status dan Sifat

Museum ini bernama Museum Konferensi Asia Afrika. Nama tersebut digunakan untuk
mengenang peristiwa Konferensi Asia Afrika yang menjadi Sumber inspirasi dan motivasi
bagi bangsa Asia-Afrika.

Museum ini dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia dan berada di bawah wewenang
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sementara pengelolaannya di bawah koordinasi
Departemen Luar Negeri dan Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat.

Pada 18 Juni 1986, kedudukan Museum Konferensi Asia-Afrika dialihkan dari Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan ke Departemen Luar Negeri di bawah pengawasan Badan
Penelitian dan Pengembangan Masalah Luar Negeri. Pada Tahun 2003 dilakukan
restrukturisasi di Tubuh Departemen Luar Negeri dan Museum Konferensi Asia Afrika
dialihkan ke Ditjen Informasi, Diplomasi Publik dan Perjanjian Internasional (Sekarang
Ditjen Informasi dan Diplomasi Publik). Saat ini UPT Museum Konferensi Asia Afrika
berada dalam koordinasi Direktorat Diplomasi Publik. Museum ini menjadi museum sejarah
bagi perjuangan politik luar negeri Indonesia.

Penataan Kembali Museum Konferensi Asia Afrika

Dalam rangka Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika 2005 dan peringatan 50 tahun
Konferensi Asia Afrika 1955, pada 22-24 April 2005, tata pameran Museum Konferensi Asia
Afrika direnovasi atas prakarsa Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Dr. N. Hassan
Wirajuda.

Penataan kembali museum tersebut dilaksanakan atas kerja sama Departemen Luar NEgeri
dengan sekretariat Negara dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Perencanaan dan pelaksanaan
teknisnya dikerjakan oleh Vasco Design dan Wika Realty.
Koleksi Museum
Koleksi Museum Asia Afrika berjumlah 4.000 buah.
Penataannya dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :

a. Koleksi benda-benda tiga dimensi :

* Suasana Sidang Pembukaan Konferensi Asia Afrika di Gedung Merdeka 18 April 1955
* Kursi rotan yang diduduki para delegasi ketika melakukan pertemuan untuk melobi dan
mempererat persahabatan
* Kamera, mesin tik, dan mesin teleks yang dipakai selama konferensi berlangsung
* Terbitan prangko-prangko yang berhubungan dengan konferensi Asia Afrika

b. Gallery foto mengenai : Gedung merdeka dari masa ke masa

Sejarah Konferensi Asia Afrika yang menggambarkan suasana dunia internasional sebelum
pelaksanaan konferensi, konferensi-konferensi pendahuluan, persiapan dan pelaksanaan serta
menampilkan suasana hasil konferensi tersebut terhadap perkembangan dunia internasional.

Lokasi: Jl. Asia Afrika No. 65, Kelurahan Braga, Kecamatan Sumur Bandung
Koordinat : 655'16"S 10736'34"E
Telepon: Telp. (022) 4233564, 4238031 Faks. (022) 4238031
Email: museum_kaa@Yahoo.com
Internet: www.asianafrican-museum.org
KUNJUNGAN MUSEUM
Museum Konperensi Asia-Afrika, tempat sejarah Asia dan Afrika dikibarkan, tempat
Kemitraaan Asia dan Afrika ditegakkan demi masa depan yang lebih baik.

Berlokasi di Bandung, Museum Konperensi Asia-Afrika memiliki sejarah sebagai tempat


Konferensi Asia-Afrika tahun 1955. Museum ini diresmikan oleh Presiden Republik
Indonesia, Soeharto, pada tanggal 24 April 1980 pada Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia-
Afrika.

Menyambut Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika 2005 serta Peringatan 50 Tahun


Konferensi Asia-Afrika, museum tersebut direnovasi. Perubahan pada diri Museum
Konperensi Asia-Afrika sedang dan akan terus berlangsung, menuju satu museum dengan
berbagai ruang pamer pilar-pilar Kemitraan Asia-Afrika, dilengkapi dengan perpustakaan
modern Asia-Afrika.

SEJARAH 1955
Berakhirnya Perang Dunia II (Agustus 1945) tidak serta merta mengakhiri situasi
permusuhan antarbangsa. Situasi dunia terus memanas akibat adanya 'Perang Dingin' antara
Blok Barat dan Blok Timur, serta masih adanya penjajahan, terutama di kawasan Asia dan
Afrika. Pengembangan senjata nuklir juga semakin menimbulkan kekhawatiran akan
terjadinya perang dunia selanjutnya.

Saat situasi dunia semakin tak menentu, berlangsunglah Konferensi Asia-Afrika pada 18-24
April 1955. Konferensi ini berlangsung di Gedung Merdeka, Bandung, diikuti 29 negara.
Hasil Konferensi Asia-Afrika yang paling terkenal adalah Dasasila Bandung, atau Sepuluh
Prinsip dari Bandung. Prinsip-prinsip ini kemudian menjadi pedoman bagi bangsa-bangsa
Asia dan Afrika dalam menggalang solidaritas dan kerja sama internasional. Semangatnya
telah menambah kekuatan moral bagi para pejuang kemerdekaan bangsa-bangsa tersebut.

GEDUNG MERDEKA
Gedung Merdeka, arsitektur yang tak lekang oleh waktu dan sarat makna. Terletak di Jalan
Asia-Afrika, Bandung. Berdiri pada tahun 1895 sebagai tempat perkumpulan orang-orang
Eropa, Societeit Concordia.

Gaya Art deco ditonjolkan oleh C.P. Wolff Schoemaker pada tahun 1921 untuk memberikan
warna rekreasi pada Gedung Merdeka. Perancang A.F. Aalbers, pada tahun 1940
menambahkan Gaya Internasional. Gaya untuk menarik lebih banyak anggota bergabung di
Societeit Concordia.

Pada masa pendudukan Jepang, gedung itu berganti nama menjadi Dai Toa Kaikan dan
digunakan sebagai pusat kebudayaan. Menjelang Konferensi Asia-Afrika tahun 1955, gedung
itu mengalami perbaikan dan diubah namanya oleh Presiden Republik Indonesia, Soekarno,
menjadi Gedung Merdeka.

PAMERAN TETAP
Ruang Pameran Tetap memamerkan koleksi berupa benda-benda tiga dimensi dan foto-foto
dokumenter peristiwa yang melatarbelakangi Konperensi Asia-Afrika, Pertemuan Tugu,
Konperensi Kolombo, Konperensi Bogor, Konperensi Asia-Afrika 1955, dan dampak
Konperensi Asia-Afrika bagi dunia internasional, serta profil negara-negara peserta
Konferensi Asia-Afrika yang dimuat dalam sarana multimedia.
PERPUSTAKAAN
Perpustakaan mengoleksi buku-buku sejarah, politik, sosial dan budaya negara-negara Asia-
Afrika; dokumen-dokumen mengenai Konferensi Asia-Afrika, konferensi-konferensi
pendahulu, KTT Asia-Afrika 2005, serta majalah, surat kabar, dan 'Braille Corner' untuk para
tunanetra.

INTERNET
Tersedia fasilitas komputer dengan koneksi internet dan Wi-Fi

RUANG AUDIOVISUAL
Ruang Audiovisual menayangkan film-film dokumenter mengenai kondisi dunia hingga
tahun 1950-an, Konferensi Asia-Afrika, konferensi-konferensi pendahulu, konferensi
selanjutnya dan KTT Asia-Afrika tahun 2005. Selain itu ditayangkan pula pemutaran dan
diskusi film tematik secara berkala mengenai kehidupan sosial budaya bangsa-bangsa Asia
Afrika.

KEDAI CENDERA MATA


Berbagai macam cendera mata unik dan khas tersedia di kedai cendera mata.

KEGIATAN KOMUNITAS
Sebagai hasil jalinan kerja sama dengan sejumlah komunitas, Museum Konperensi Asia-
Afrika yang berbasis pada konsep 'Participatory Museum' memiliki sejumlah program publik.

PEMANDUAN
Tersedia pemandu untuk kunjungan kelompok dalam bahasa Indonesia, bahasa Sunda, bahasa
Inggris, dan bahasa Perancis yang memerlukan reservasi sebelumnya.

PERATURAN BERKUNJUNG
Demi kenyamanan pengunjung museum, mohon agar memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Tidak berlarian di museum. Bicaralah dengan nada tenang. Gunakan suara rendah di
semua area museum agar tidak mengganggu pengunjung lain.
Harap tidak makan, minum, mengunyah permen karet, atau menggunakan produk
tembakau lainnya di dalam museum kecuali di kafe museum.
Pengunjung tidak diperbolehkan membawa senjata atau sejenisnya.
Tidak diperkenankan membawa binatang peliharaan.
Tidak diperkenankan mengenakan sandal jepit atau sejenisnya.
Boleh berfoto namun tidak menggunakan kilat dan kaki tiga (tripod).
Untuk meningkatkan interaksi, pengunjung disarankan mengurangi penggunaan
ponsel kecuali pada keadaan darurat saja.
Tidak menyentuh artefak.
Tidak masuk ke tempat dimana tur sedang berlangsung, silakan kembali kemudian.
Tidak menggunakan perangkat pameran sebagai alas untuk menulis.

Museum Konperensi Asia-Afrika juga menyelenggarakan kegiatan pameran temporer tematik


secara berkala yang berkaitan dengan Semangat Bandung dan Kerjasama Kemitraan Strategis
Baru Asia-Afrika (NAASP). Untuk informasi terkini termasuk kegiatan pameran temporer
dan kegiatan komunitas lainnya dapat dilihat pada publikasi cetak atau melalui website kami:
www.mkaa.or.id
JALUR ANGKUTAN UMUM

1. Dari Terminal Bus Cicaheum: Naik bus kota jurusan Cicaheum-Leuwi Panjang.
Turun di Halte Bus Asia-Afrika. Jalan kaki sejauh kurang lebih 100 meter ke barat
menuju Alun-alun Bandung.
2. Dari Terminal Bus Leuwi Panjang: Naik bus kota jurusan Cicaheum-Leuwi Panjang.
Turun di Halte Bus Alun-alun Bandung. Jalan kaki sejauh sekitar 100 meter ke timur
menuju Jalan Braga.
3. Dari Stasiun Kereta Api Kebon Kawung Bandung: Naik angkutan kota jurusan St.
Hall-Gedebage. Turun di perempatan Jalan Braga-Naripan. Jalan kaki ke arah selatan
sejauh kurang lebih seratus meter menuju Jalan Braga.

Sumber: Brosur 'Museum Konperensi Asia-Afrika', Direktorat Jenderal Informasi dan


Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia

ALAMAT:
MUSEUM KONPERENSI ASIA AFRIKA
Jl. Asia-Afrika no. 65
Bandung
Jawa Barat

Telp. 022 423 3564


Fax. 022 423 8031

http://www.mkaa.or.id
http://www.asianafrican-museum.org

JAM KUNJUNGAN:
Senin - Jumat 08.00-15.00
Museum tutup tengah hari (12.00-13.00) untuk istirahat siang.

Pengunjung berkebutuhan khusus dan kunjungan berkelompok lebih dari 25 orang harap
melakukan reservasi sebelumnya.

TIKET:
Pengunjung tidak dikenakan biaya masuk kecuali untuk kegiatan tertentu.

Anda mungkin juga menyukai