Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KONFERENSI ASIA AFRIKA

Disusun Oleh :
 Annisa Amelia
 Ella Saradina
 Dini Aminarti
 Melly Puspita Sari

SMA NEGERI 2 BANGKINANG KOTA


TAHUN PELAJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat ALLAH Swt. Yang telah
melimpahkan kepada umatnya, atas ridhonya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad Saw, yang mengantarkan kita dari jaman jahiliah menuju zaman ilmiah seperti
sekarang ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritiknya yang
bersifat membangun dan mendidik demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan pada umumnya dan penulis khususnya, Amin…

Bangkinang, Januari 2022

penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berakhirnya Perang Dunia II pada bulan Agustus 1945, tidak berarti berakhir pula
situasi permusuhan di antara bangsa-bangsa di dunia dan tercipta perdamaian dan
keamanan. Ternyata di beberapa pelosok dunia, terutama di belahan bumi Asia Afrika,
masih ada masalah dan muncul masalah baru yang mengakibatkan permusuhan yang terus
berlangsung, bahkan pada tingkat perang terbuka, seperti di Jazirah Korea, Indo Cina,
Palestina, Afrika Selatan, Afrika Utara.
Masalah-masalah tersebut sebagian disebabkan oleh lahirnya dua blok kekuatan yang
bertentangan secara ideologi maupun kepentingan, yaitu Blok Barat dan Blok Timur. Blok
Barat dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur dipimpin oleh Uni Sovyet. Tiap-tiap
blok berusaha menarik negara-negara di Asia dan Afrika agar menjadi pendukung mereka.
Hal ini mengakibatkan tetap hidupnya dan bahkan tumbuhnya suasana permusuhan yang
terselubung di antara kedua blok itu dan pendukungnya. Suasana permusuhan tersebut
dikenal dengan sebutan "perang dingin".
Timbulnya pergolakan dunia disebabkan pula oleh masih adanya penjajahan di bumi
kita ini, terutama di belahan Asia dan Afrika. Memang sebelum tahun 1945, pada
umumnya benua Asia dan Afrika merupakan daerah jajahan bangsa Barat dalam aneka
bentuk. Tetapi sej ak tahun 1945, banyak daerah di Asia Afrika menjadi negara merdeka
dan banyak pula yang masih berjuang bagi kemerdekaan negara dan bangsa mereka
seperti Aljazair, Tunisia, dan Maroko di wilayah Afrika Utara; Vietnam di Indo Cina; dan
di ujung selatan Afrika. Beberapa negara Asia Afrika yeng telah merdeka pun masih
banyak yang menghadapi masalah-masalah sisa penjajahan seperti Indonesia tentang Irian
Barat, India dan Pakistan tentang Kashmir, negara-negara Arab tentang Palestina.
Sebagian bangsa Arab-Palestina terpaksa mengungsi, karena tanah air mereka diduduki
secara paksa oleh pasukan Israel yang dibantu oleh Amerika Serikat.
Sementara itu bangsa-bangsa di dunia, terutama bangsa-bangsa Asia Afrika, sedang
dilanda kekhawatiran akibat makin dikembangkannya pembuatan senjata nuklir yang bisa
memusnahkan umat manusia. Situasi dalam negeri dibeberapa negara Asia Afrika yang
telah merdeka pun masih terjadi konflik antar kelompok masyarakat sebagai akibat masa
penjajahan (politik devide et impera) dan perang dingin antar blok dunia tersebut.
Walaupun pada masa itu telah ada badan internasional yaitu Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) yang berfungsi menangani masalah¬masalah dunia, namun nyatanya badan
ini belum berhasil menyelesaikan persoalan tersebut. Sedangkan kenyataannya, akibat
yang ditimbulkan oleh masalah-masalah ini, sebagaian besar diderita oleh bangsa-bangsa
di Asia Afrika. Keadaan itulah yang melatarbelakangi lahirnya gagasan untuk mengadakan
Konferensi Asia Afrika.

B.     Metode penulisan


Metode penulisan dalam makalah ini, menggunakan metode pencarian informasi dari
berbagai media seperti buku dan internet.
C.      Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang Tujuan Utama
Dari Konferensi Asia Afrika
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konferensi Asia Afrika
Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika (disingkat KTT Asia Afrika atau
KAA; kadang juga disebut Konferensi Bandung) adalah sebuah konferensi antara
negara-negara Asia dan Afrika, yang kebanyakan baru saja memperoleh
kemerdekaan. KAA diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar (dahulu Burma), Sri
Lanka (dahulu Ceylon), India dan Pakistan dan dikoordinasi oleh Menteri Luar Negeri
Indonesia Sunario. Pertemuan ini berlangsung antara 18 April-24 April 1955, di
Gedung Merdeka, Bandung, Indonesia dengan tujuan mempromosikan kerjasama
ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau
neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya.
Sebanyak 29 negara yang mewakili lebih dari setengah total penduduk dunia
pada saat itu mengirimkan wakilnya. Konferensi ini merefleksikan apa yang mereka
pandang sebagai ketidakinginan kekuatan-kekuatan Barat untuk mengkonsultasikan
dengan mereka tentang keputusan-keputusan yang memengaruhi Asia pada masa
Perang Dingin; kekhawatiran mereka mengenai ketegangan antara Republik Rakyat
Cina dan Amerika Serikat; keinginan mereka untuk membentangkan fondasi bagi
hubungan yang damai antara Tiongkok dengan mereka dan pihak Barat; penentangan
mereka terhadap kolonialisme, khususnya pengaruh Perancis di Afrika Utara dan
kekuasaan kolonial perancis di Aljazair; dan keinginan Indonesia untuk
mempromosikan hak mereka dalam pertentangan dengan Belanda mengenai Irian
Barat.
B. Lahirnya Ide Konferensi
Keterangan Pemerintah Indonesia tentang politik luar negeri yang
disampaikan oleh Perdana Menteri Mr. Ali Sastroamidjojo, di depan parlemen pada
tanggal 25 Agustus 1953, menyatakan "Kerja sama dalam golongan negara-negara
Asia Arab (Afrika) kami pandang penting benar, karena kami yakin, bahwa kerja
sama erat antara negara-negara tersebut tentulah akan memperkuat usaha ke arah
tercapainya perdamaian dunia yang kekal. Kerja sama antara negara-negara Asia
Afrika tersebut adalah sesuai benar dengan aturan-aturan dalam PBB (Perserikatan
Bangsa-Bangsa) yang menyenangi kerja sama kedaerahan (regional arrangements).
Lain dari itu negara¬negara itu pada umumnya memang mempunyai pendirian-
pendirian yang sama dalam beberapa soal di lapangan internasional, jadi mempunyai
dasar sama (commonground) untuk mengadakan golongan yang khusus. Dari sebab
itu kerja sama tersebut akan kami lanjutkan dan pererat". Bunyi pernyataan tersebut
mencerminkan ide dan kehendak Pemerintah Indonesia untuk mempererat kerja sama
di antara Negara-negara afrika.
Pada awal tahun 1954, Perdana Menteri Ceylon (Srilanka) Sir John
Kotelawala mengundang para Perdana Menteri dari Birma (U Nu), India (Jawaharlal
Nehru), Indonesia (Ali Sastroamidjojo), dan Pakistan (Mohammed Ali) dengan
maksud mengadakan suatu pertemuan infor¬mal di negaranya. Undangan tersebut
diterima baik oleh semua pimpinan pemerintah negara yang diundang. Pertemuan
yang kemudian disebut Konferensi Kolombo itu dilaksanakan pada tanggal 28 April
sampai dengan 2 Mei 1954. Konferensi ini membicarakan masalah-masalah yang
menjadi kepentingan bersama.
Yang menarik perhatian para peserta konferensi, diantaranya pertanyaan yang
diajukan oleh Perdana Menteri Indonesia
"Where do we stand now, we the peoples ofAsia, in this world of ours to day?"
("Dimana sekarang kita berdiri, bangsa Asia sedang berada di tengah-tengah
persaingan dunia?"),
kemudian pertanyaan itu dijawab sendiri dengan menyatakan
"We have now indeed arrived at the cross-roads of the history of mankind. It is
therefore that we Prime Ministers of five Asian countries are meeting here to discuss
those crucial problems of the peoples we represent. There are the very problems
which urge Indonesia to propose that another conference be convened wider in scope,
between the African andAsian nations. Iam convinced that the problems are not only
convened to the Asian countries represented here but also are of equal importance to
the African and other Asian countries".
("Kita sekarang berada dipersimpangan jalan sejarah umat manusia. Oleh
karena itu kita lima Perdana Menteri negara-negara Asia bertemu di sini untuk
membicarakan masalah-masalah yang krusial yang sedang dihadapi oleh masyarakat
yang kita wakili. Ada beberapa hal yang mendorong Indonesia mengajukan usulan
untuk mengadakan pertemuan lain yang lebih luas, antara negara-negara Afrika dan
Asia. Saya percaya bahwa masalah-masalah itu tidak hanya terjadi di negara-negara
Asia yang terwakili di sini, tetapi juga sama pentingnya bagi negara-negara di Afrika
dan Asia lainnya").
Pernyataan tersebut memberi arah kepada lahirnya Konferensi Asia Afrika.
Selanjutnya, soal perlunya Konferensi Asia Afrika diadakan, diajukan pula oleh
Indonesia dalam sidang berikutnya. Usul itu akhirnya diterima oleh semua peserta
konferensi, walaupun masih dalam suasana keraguan.
Perdana Menteri Indonesia pergi ke Kolombo untuk memenuhi urndangan
Perdana Menterl Srilanka dengan membawa bahan-bahan hasil perumusan
Pemerintah Indonesia. Bahan-bahan tersebut merupakan hasil rapat dinas Kepala-
kepala Perwakilan Indonesia di negara-negara Asia dan Afrika yang dipimpin oleh
Menteri Luar Negeri Mr. Sunario. Rapat dinas tersebut diadakan di Tugu (Bogor)
pada tanggal 9 sampai dengan 22 Maret 1954.
Akhirnya, dalam pernyataan bersama pada akhir Konferensi Kolombo,
dinyatakan bahwa para Perdana Menteri peserta konferensi membicarakan kehendak
untuk mengadakan konferensi negara-negara Asia Afrika dan menyetujui usul agar
Perdana Menteri Indonesia dapat menjejaki sampai dimana kemungkinannya
mengadakan konferensi semacam itu.
C. Usaha-usaha Persiapan Konferensi
Di atas telah diungkapkan bahwa Konferensi Kolombo menugaskan Indonesia
agar menjejaki kemungkinan untuk diadakannya Konferensi Asia Afrika. Dalam
rangka menunaikan tugas itu Pemerintah Indonesia melakukan pendekatan melalui
saluran diplomatik kepada 18 negara Asia Afrika. Maksudnya, untuk mengetahui
sejauh mana pendapat negara-negara tersebut terhadap ide mengadakan Konferensi
Asia Afrika. Dalam pendekatan tersebut dijelaskan bahwa tujuan utama konferensi itu
ialah untuk membicarakan kepentingan bersama bangsa-bangsa Asia Afrika pada saat
itu, mendorong terciptanya perdamaian dunia, dan mempromosikan Indonesia sebagai
tempat konferensi. Ternyata pada umumnya negara-negara yang dihubungi
menyambut baik ide tersebut dan menyetujui Indonesia sebagai tuan rumahnya,
walaupun dalam hal waktu dan peserta konferensi terdapat berbagai pendapat yang
berbeda.
Pada tanggal 18 Agustus 1954, Perdana Menteri Jawaharlal Nehru dari India,
melalui suratnya, mengingatkan Perdana Menteri Indonesia tentang perkembangan
situasi dunia dewasa itu yang semakin gawat, sehubungan dengan adanya usul untuk
mengadakan Konferensi Asia Afrika. Memang Perdana Menteri India dalam
menerima usul itu masih disertai keraguan akan berhasil-tidaknya usul tersebut
dilaksanakan. Barulah setelah kunjungan Perdana Menteri Indonesia pada tanggal 25
September 1954, beliau yakin benar akan pentingnya diadakan konferensi semacam
itu, seperti tercermin dalam pernyataan bersama pada akhir kunjungan Perdana
Menteri Indonesia
"The prime Ministers discussed also the proposal to have a conference of
representatives of Asian and African countries and were agreed that a conference of
this kind was desirable and world be helpful in promoting the cause of peace and a
common approach to these problems. It should be held at an early date".
("Para Perdana Menteri telah membicarakan usulan untuk mengadakan sebuah
konferensi yang mewakili negara-negara Asia dan Afrika serta menyetujui konferensi
seperti ini sangat diperlukan dan akan membantu terciptanya perdamaian sekaligus
pendekatan bersama ke arah masalah (yang dihadapi). Hendaknya konferensi ini
diadakan selekas mungkin").
Keyakinan serupa dinyatakan pula oleh Perdana Menteri Birma U Nu pada
tanggal 28 September 1954. Dengan demikian, maka usaha-usaha penyelidikan atas
kemungkinan diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika dianggap selesai dan
berhasil serta usaha selanjutnya ialah mempersiapkan pelaksanaan konferensi itu.
Atas undangan Perdana Menteri Indonesia, para Perdana Menteri peserta Konferensi
Kolombo (Birma, Srilanka, India, Indonesia, dan Pakistan) mengadakan konferensi di
Bogor pada tanggal 28 dan 29 Desember 1954, yang dikenal dengan sebutan
Konferensi Panca Negara. Konferensi ini membicarakan persiapan pelaksanaan
Konferensi Asia Afrika.
Konferensi Bogor berhasil merumuskan kesepakatan bahwa Konferensi Asia
Afrika diadakan atas penyelenggaraan bersama dan kelima negara peserta konferensi
tersebut menjadi negara sponsornya.Undangan kepada negara-negara peserta
disampaikan oleh Pemerintah Indonesia atas nama lima negara.
D. Tujuan Konferensi
Konferensi Bogor menghasilkan 4 (empat) tujuan pokok Konferensi Asia Afrika,
yaitu:
1. Untuk memajukan goodwill (kehendak yang luhur) dan kerja sama antara bangsa-
bangsa Asia dan Afrika, untuk menjelajah serta memaj ukan kepentingan-
kepentingan mereka, baik yang silih ganti maupun yang bersama, serta untuk
menciptakan dan memajukan persahabatan serta perhubungan sebagai tetangga
baik;
2. Untuk mempertimbangkan soal-soal serta hubungan-hubungan di lapangan sosial,
ekonomi, dan kebudayaan negara yang diwakili;
3. Untuk mempertimbangkan soal-soal yang berupa kepentingan khusus bangsa-
bangsa Asia dan Afrika, misalnya soal-soal yang mengenai kedaulatan nasional
dan tentang masalah-masalah rasialisme dan kolonialisme;
4. Untuk meninjau kedudukan Asia dan Afrika, serta rakyat¬rakyatnya di dalam
dunia dewasa ini serta sumbangan yang dapat mereka berikan guna memajukan
perdamaian serta kerja sama di dunia.
E. Peserta dan waktu Konferensi
Negara-negara yang diundang disetujui berjumlah 25 negara, yaitu :
Afganistan, Kamboja, Federasi Afrika Tengah, Republik Rakyat Tiongkok (China),
Mesir, Ethiopia, Pantai Emas (Gold Coast), Iran, Irak, Jepang, Yordania, Laos,
Lebanon, Liberia, Libya, Nepal, Filipina, Saudi Arabia, Sudan, Syria, Thailand
(Muang Thai), Turki, Republik Demokrasi Viet-nam (Viet-nam Utara), Viet-nam
Selatan, dan Yaman. Waktu konferensi ditetapkan pada minggu terakhir April 1955.
Mengingat negara-negara yang akan di undang mempunyai politik luar negeri
serta sistem politik dan sosial yang berbeda-beda, Konferensi Bogor menentukan
bahwa menerima undangan untuk turut dalam Konferensi Asia Afrika tidak berarti
bahwa negara peserta tersebut akan berubah atau dianggap berubah pendiriannya
mengenai status dari negara-negara lain. Konferensi menjunjung tinggi pula azas
bahwa bentuk pemerintahan atau cara hidup sesuatu negara sekali¬sekali tidak akan
dapat dicampuri oleh negara lain. Maksud utama konferensi ialah supaya negara-
negara peserta menjadi lebih saling mengetahui pendirian mereka masing-masing.
F.     Struktur Organisasi Panitia Pelaksana
Dalam persiapan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika, Indonesia membentuk
sekretariat konferensi yang diwakili oleh negara-negara penyelenggara. Guna
mewujudkan keputusan-keputusan Konferensi Bogor, segera dibentuk Sekretariat
Bersama (Joint Secretariat) oleh lima negara penyelenggara. Indonesia diwakili oleh
Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Roeslan Abdul Gani yang juga menjadi
ketua badan itu, dan 4 (empat) negara lainnya diwakili oleh Kepala¬kepala
Perwakilan mereka masing-masing di Jakarta, yaitu U Mya Sein dari Birma, M.
Saravanamuttu dari Srilanka, B.F.H.B. Tyobji dari India, dan Choudhri
Khaliquzzaman dari Pakistan. Di dalam Sekretariat Bersama itu terdapat 10 (sepuluh)
orang staf yang melaksanakan pekerjaan sehari-hari, terdiri atas 2 (dua) orang dari
Birma, seorang dari Srilanka, 2 (dua) orang dari India, 4 (empat) orang dari Indonesia,
dan seorang dari Pakistan. Selain itu terdapat pula 4 (empat) komite terdiri atas
Komite Politik, Komite Ekonomi, Komite Sosial, Komite Kebudayaan. Selain itu, ada
pula panitia yang menangani bidang¬bidang : keuangan, perlengkapan, dan pers.
Pemerintah Indonesia sendiri pada tanggal 11 Januari 1955 membentuk
Panitia Interdepartemental (Interdepartemental Committee) yang diketuai oleh
Sekretaris Jenderal SekretariatBersama dengan anggota-anggota dan penasehatnya
berasal dari berbagai departemen guna membantu persiapan-persiapan konferensi itu.
Di Bandung, tempat diadakannya konferensi, dibentuk Panitia Setempat (Local
Committee) pada tanggal 3 Januari 1955 dengan ketuanya Sanusi Hardjadinata,
Gubernur Jawa Barat. Panitia Setempat bertugas mempersiapkan dan melayani soal-
soal yang bertalian dengan akomodasi, logistik, transport, kesehatan, komunikasi,
keamanan, hiburan, protokol, penerangan, dan lain-lain.
G. Peranan Indonesia dalam Konferensi Asia-Afrika
Indonesia ikut memprakarsai dan sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi
Pancanegara II yang berlangsung tanggal 28-29 Desember 1954 di Bogor (Jawa
Barat). Konferensi ini sebagai pendahuluan dari Konferensi Asia Afrika.
Indonesia ikut memprakarsai dan sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi
Asia-Afrika yang berlangsung pada tanggal 18-24 April 1955 di Gedung Merdeka
Bandung (Jawa Barat).
Dalam konferensi ini beberapa tokoh Indonesia menduduki peranan penting,
di antaranya adalah :
Ketua Konferensi : Mr. Ali Sastroamidjoyo, Sekretaris.
Jenderal Konferensi : Ruslan Abdulgani, Ketua Komite.
Kebudayaan : Mr. Muh. Yamin.
Ketua Komite Ekonomi: Prof. Ir. Roseno.

DIAGRAM ORGANISASI KONPERENSI ASIA AFRIKA


Gedung Concordia dan Gedung Dana Pensiun dipersiapkan sebagai tempat
sidang-sidang konferensi. Hotel Homann, Hotel Preanger, dan 12 (dua belas) hotel
lainnya serta perumahan perorangan dan pemerintah dipersiapkan pula sebagai tempat
menginap para tamu yang berjumlah 1300 orang. Keperluan transport dilayani oleh
143 mobil, 30 taksi, 20 bus, dengan jumlah 230 orang sopir dan 350 ton bensin tiap
hari serta cadangan 175 ton bensin.
Dalam kesempatan memeriksa persiapan-persiapan terakhir di Bandung pada
tanggal 17 April 1955, Presiden RI Soekarno meresmikan penggantian nama Gedung
Concordia menjadi Gedung Merdeka, Gedung Dana Pensiun menjadi Gedung Dwi
Warna, dan sebagian Jalan Raya Timur menjadi Jalan Asia Afrika. Penggantian nama
tersebut dimaksudkan untuk lebih menyemarakkan konferensi dan menciptakan
suasana konferensi yang sesuai dengan tujuan konferensi.
Pada tanggal 15 Januari 1955, surat undangan Konferensi Asia Afrika
dikirimkan kepada kepala pemerintahan 25 (dua puluh lima) negara Asia dan Afrika.
Dari seluruh negara yang diundang hanya satu negara yang menolak undangan itu,
yaitu Federasi Afrika Tengah (Central African Federation), karena memang negara itu
masih dikuasai oleh orang-orang bekas penjajahnya. Sedangkan 24 (dua puluh empat)
negara lainnya menerima baik undangan itu, meskipun pada mulanya ada negara yang
masih ragu-ragu. Sebagian besar delegasi peserta konferensi tiba di Bandung lewat
Jakarta pada tanggal 16 April 1955.
3.7 Pelaksanaan Konferensi
Pada hari Senin 18 April 1955, sejak fajar menyingsing telah tampak
kesibukan di Kota Bandung untuk menyambut pembukaan Konferensi Asia Afrika.
Sejak pukul 07.00 WIB kedua tepi sepanjang Jalan Asia Afrika dari mulai depan
Hotel Preanger sampai dengan kantor pos, penuh sesak oleh rakyat yang ingin
menyambut dan menyaksikan para tamu dari berbagai negara. Sementara para petugas
keamanan yang terdiri dari tentara dan polisi telah siap di tempat tugas mereka untuk
menjaga keamanan dan ketertiban.
Sekitar pukul 08.30 WIB, para delegasi dari berbagai negara berjalan
meninggalkan Hotel Homann dan Hotel Preanger menuju Gedung Merdeka secara
berkelompok untuk menghadiri pembukaan Konferensi Asia Afrika. Banyak di antara
mereka memakai pakaian nasional masing-masing yang beraneka corak dan wama.
Mereka disambut hangat oleh rakyat yang berderet disepanjang Jalan Asia Afrika
dengan tepuk tangan dan sorak sorai riang gembira. Perjalanan para delegasi dari
Hotel Homann dan Hotel Preanger ini kemudian dikenal dengan nama Langkah
Bersejarah (The Bandung Walks). Kira-kira pukul 09.00 WIB, semua delegasi masuk
ke dalam Gedung Merdeka.
Tak lama kemudian rombongan Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia, Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, tiba di depan Gedung Merdeka
dan disambut oleh rakyat dengan sorak-sorai dan pekik "merdeka". Di depan pintu
gerbang Gedung Merdeka kedua pucuk pimpinan pemerintah Indonesia itu disambut
oleh lima Perdana Menteri negara sponsor. Setelah diperdengarkan lagu kebangsaan
Indonesia : "Indonesia Raya", maka Presiden RI Ir. Soekarno mengucapkan pidato
pembukaan yang berjudul "LET A NEW ASIA AND NEW AFRICA BE BORN"
(Lahirlah Asia Baru dan Afrika Baru) pada pukul 10.20 WIB.
Dalam kesempatan tersebut Presiden RI Ir. Soekarno menyatakan bahwa kita,
peserta konferensi, berasal dari kebangsaan yang berlainan, begitu pula latar belakang
sosial dan budaya, agama, sistem politik, bahkan warna kulit pun berbeda-beda.
Meskipun demikian, kita dapat bersatu, dipersatukan oleh pengalaman pahit yang
sama akibat kolonialisme, oleh ketetapan hati yang sama dalam usaha
mempertahankan dan memperkokoh perdamaian dunia. Pada bagian akhir pidatonya
beliau mengatakan
"I hope that it will give evidence of the fact that we, Asian and African leaders,
understand that Asia and Africa can prosper only when they are united, and that even
the safety of the world at large can not be safeguarded without a united Asia-Africa. I
hope that it conference will give guidance to mankind, will point out to mankind the
way which it must take to attain safety and peace. I hope that it will give evidence that
Asia and Africa have been reborn, that a New Asia and New Africa have been born !"

("Saya berharap konferensi ini akan menegaskan kenyataan, bahwa kita, pemimpin
pemimpin Asia dan Afrika, mengerti bahwa Asia dan Afrika hanya dapat menjadi
sejahtera, apabila mereka bersatu, dan bahkan keamanan seluruh dunia tanpa
persatuan Asia-Afrika tidak akan terjamin. Saya harap konferensi ini akan
memberikan pedoman kepada umat manusia, akan menunjukkan kepada umat
manusia jalan yang harus ditempuhnya untuk mencapai keselamatan dan perdamaian.
Saya berharap, bahwa akan menjadi kenyataan, bahwa Asia dan Afrika telah lahir
kembali. Ya, lebih dari itu, bahwa Asia Baru dan Afrika Baru telah lahir!")
Pidato Presiden RI Ir. Soekarno berhasil menarik perhatian, mempesona, dan
mempengaruhi hadirin, terbukti dengan adanya usul Perdana Menteri India yang
didukung oleh semua peserta konferensi untuk mengirimkan pesan ucapan
terimakasih kepada Presiden atas pidato pembukaannya.
Pada pukul 10.45 WIB., Presiden RI Ir. Soekarno mengakhiri pidatonya, dan
selanjutnya bersama rombongan meninggalkan ruangan. Perdana Menteri Indonesia,
sebagai pimpinan sidang sementara, membuka sidang kembali. Atas usul Ketua
Delegasi Mesir (Perdana Menteri Gamal Abdel Nasser) yang kemudian disetujui oleh
pimpinan delegasi-delegasi : Republik Rakyat Cina, Yordania, dan Filipina, serta
karena tidak ada calon lain yang diusulkan, maka secara aklamasi Perdana Menteri
Indonesia terpilih sebagai ketua konferensi. Selain itu, Ketua Sekretariat Bersama
Konferensi, Roeslan Abdulgani dipilih sebagai Sekretaris Jenderal Konferensi.
Kelancaran pemilihan pimpinan konferensi dan acara-acara sidang selanjutnya
dimungkinkan oleh adanya pertemuan informal terlebih dahulu di antara para
pimpinan delegasi negara sponsor dan negara peserta sebelum konferensi dimulai (16
dan 17 April 1955). Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan yang
bertalian dengan prosedur acara, pimpinan konferensi, dan lain-lain yang dipandang
perlu. Beberapa kesepakatan itu antara lain bahwa prosedur dan acara konferensi
ditempuh dengan sesederhana mungkin.
Dalam memutuskan sesuatu akan ditempuh sistem musyawarah dan mufakat
(sistem konsensus) dan untuk menghemat waktu tidak diadakan pidato sambutan
delegasi. Perdana Menteri Indonesia akan dipilih sebagai ketua konferensi. Sidang
konferensi terdiri atas sidang terbuka untuk umum dan sidang tertutup hanya bagi
peserta konferensi. Dibentuk tiga komite, yaitu Komite Politik, Komite Ekonomi, dan
Komite Kebudayaan. Semua kesepakatan tersebut selanjutnya disetujui oleh sidang
dan susunan pimpinan konferensi adalah sebagai berikut :
Ketua Konferensi    : Mr. Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri Indonesia
Ketua Komite Politik    Mr. Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri Indonesia
Ketua Komite Ekonomi    : Prof. Ir. Roosseno,
Menteri Perekonomian Indonesia
Ketua Komite Kebudayaan : Mr. Moh. Yamin,
Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Indonesia

Dalam sidang-sidang selanjutnya muncul beberapa kesulitan yang bisa diduga


sebelumnya. Kesulitan-kesulitan itu terutama terjadi dalam sidang-sidang Komite
Politik. Perbedaan-perbedaan pandangan politik dan masalah-masalah yang dihadapi
antara negara-negara Asia Afrika muncul ke permukaan, bahkan sampai pada tahap
yang agak panas.
Namun berkat sikap yang bijaksana dari pimpinan sidang serta hidupnya rasa
toleransi dan kekeluargaan di antara peserta konferensi, maka jalan buntu selalu dapat
dihindari dan pertemuan yang berlarut¬larut dapat diakhiri.
Setelah melalui sidang-sidang yang menegangkan dan melelahkan selama satu
minggu, maka pada pukul 19.00 WIB. (terlambat dari yang direncanakan) tanggal 24
April 1955 Sidang Umum terakhir Konferensi Asia Afrika dibuka. Dalam Sidang
Umum itu dibacakan oleh Sekretaris Jenderal Konferensi rumusan pemyataan dari
tiap-tiap panitia sebagai hasil konferensi. Sidang Umum menyetujui seluruh
pemyataan tersebut. Kemudian sidang dilanjutkan dengan pidato sambutan para ketua
delegasi. Setelah itu, Ketua Konferensi menyampaikan pidato penutupan dan
menyatakan bahwa Konferensi Asia Afrika ditutup.
Dalam komunike terakhir itu diantaranya dinyatakan bahwa Konferensi Asia
Afrika telah meninjau soal-soal mengenai kepentingan bersama negara-negara Asia
dan Afrika dan telah merundingkan cara-cara bagaimana rakyat negara-negara ini
dapat bekerja sama dengan lebih erat di bidang ekonomi, kebudayaan, dan politik.
Yang paling mashur dari hasil konferensi ini ialah apa yang kemudian dinamakan
Dasa Sila Bandung, yaitu suatu pernyataan politik berisi prinsip-prinsip dasar dalam
usaha memajukan perdamaian dan kerja sama dunia. Kesepuluh prinsip itu ialah :
1. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta azas-azas yang
termuat dalam piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa-bangsa.
3. Mengakui persamaan semua suku-suku bangsa dan persamaan
semua bangsa-bangsa besar maupun kecil.
4. Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal¬
soal dalam negeri negara lain.
5. Menghormati hak tiap-tiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara
sendirian atau secara kolektif, yang sesuai dengan Piagam PBB.
6. Tidak mempergunakan peraturan-peraturan dari pertaha¬
nan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu          dari
negara-negara besar.
7. Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain.
8. Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan
kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik sesuatu negara.
9. Menyelesaikan segala perselisihan-perselisihan internasional dengan jalan damai,
seperti perundingan, persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hakim atau pun lain-
lain cara damai lagi menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang sesuai
dengan Piagam PBB.
10. Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.
11. Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasio-nal.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam penutup komunike terakhir dinyatakan bahwa Konferensi Asia Afrika
menganjurkan supaya kelima negara penyelenggara mempertimbangkan untuk
diadakan pertemuan berikutnya dari konferensi ini, dengan meminta pendapat negara-
negara peserta lainnya. Tetapi usaha untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika
kedua selalu mengalami hambatan yang sulit diatasi. Tatkala usaha itu hampir
terwujud (1964), tiba-tiba di negara tuan rumah (Aljazair) terjadi pergantian
pemerintahan, sehingga konferensi itu tidak jadi.
Konferensi Asia Afrika di Bandung, telah berhasil menggalang persatuan dan
kerja sama di antara negara-negara Asia dan Afrika, baik dalam menghadapi masalah
internasional maupun masalah regional. Konferensi serupa bagi kalangan tertentu di
Asia dan Afrika beberapa kali diadakan pula, seperti Konferensi Wartawan Asia
Afrika, Konferensi Islam Asia Afrika, Konferensi Pengarang Asia Afrika, dan
Konferensi Mahasiswa Asia Afrika.
Konferensi Asia Afrika telah membakar semangat dan menambah kekuatan
moral para pejuang bangsa-bangsa Asia dan Afrika yang pada masa itu tengah
memperjuangkan kemerdekaan tanah air mereka, sehingga kemudian lahirlah
sejumlah negara merdeka di benua Asia dan Afrika. Semua itu menandakan bahwa
cita-cita dan semangat Dasa Sila Bandung semakin merasuk ke dalam tubuh bangsa-
bangsa Asia dan Afrika.
Jiwa Bandung dengan Dasa Silanya telah mengubah pandangan dunia tentang
hubungan internasional. Bandung telah melahirkan faham Dunia Ketiga atau "Non-
Aligned' terhadap Dunia Pertamanya Washington dan Dunia Keduanya Moscow. Jiwa
Bandung telah mengubah juga struktur Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Forum
PBB bukan lagi forum eksklusif Barat atau Timur. sebagai penutup uraian singkat ini,
dikutip bagian terakhir pidato penutupan Ketua Konferensi Asia Afrika sebagai
berikut "May we continue on the way we have taken together and may the Bandung
Conference stay as a beacon guiding the future progress of Asia and Africa".
("Semoga kita dapat meneruskan perjalanan kita di atas jalan yang telah kita pilih
bersama-sama dan semoga Konferensi Bandung ini tetap tegak sebagai sebuah
mercusuar yang membimbing kemajuan di masa depan dari Asia dan Afrika").
DAFTAR PUSTAKA
http://www.bandung.eu/2011/11/sejarah-konferensi-asia-afrika.html#ixzz2LnngbSK7
Panduan Museum Konperensi Asia Afrika, Departemen Luar Negeri RI Direktorat Jenderal
Informasi, Diplomasi Publik, Dan Perjanjian Internasional Museum Konperensi Asia Afrika,
2004

Anda mungkin juga menyukai