Anda di halaman 1dari 5

KAA (Konferensi Asia Afrika)

1. Latar Belakang Berdirinya KAA


Sebab atau latar belakang konferensi Asia Afrika adalah adanya kekuatan besar yang
mendominasi dunia setelah Perang Dunia II, kekuatan besar yang dimaksud yaitu Blok
Barat dan Blok Timur. Negara dari Blok Barat dipimpin oleh Amerika Serikat, mereka
mendirikan NATO (North Atlantic Treaty Organization), anggotanya terdiri dari 12 negara,
meliputi AS, Perancis, Inggris, Portugal, Norwegia, Italia, Belgia, Luksemburg, Kanada,
Belanda, Denmark dan Islandia. 
Sementara negara dari Blok Timur membuat aliansi militer bernama Pakta Warsawa,
didirikan pada tahun 1955. Diketuai oleh Uni Soviet (sekarang Rusia), anggotanya terdiri dari
7 negara, antara lain : Polandia, Hongaria, Rumania, Bulgaria, Jerman Timur, dan
Cekoslovakia. Kedua aliansi ini saling memperebutkan pengaruh besar di dunia, baik
dibidang politik dan Militer. Periode ini disebut dengan Perang Dingin, akibatnya ada negara-
negara yang terpecah, seperti Vietnam, Korea dan Jerman, sehingga menjadi dua wilayah
yang saling bermusuhan.
Akibat ketegangan dunia internasional ini, beberapa negara Asia dan Afrika berinisiatif
untuk mewujudkan politik bebas aktif. Langkah yang dilakukan yaitu menyelenggarakan
KAA Konferensi Asia Afrika. Tokoh pelopor dari lima negara yang sudah disebutkan diatas
tadi yaitu Ali Sastroamidjojo (Indonesia), Mohammad Ali Bogra (Pakistan), Jawaharlal
Nehru (India), U Nu (Myanmar) dan Sir John Kotelawala (Sri Langka). Jumlah negara
peserta Konferensi Asia Afrika sangat fantastis, yaitu mencapai 29 negara. Apabila dihitung
penduduknya, maka lebih dari setengah penduduk dunia mengirimkan wakilnya dalam
pertemuan ini. Salah satu hasil KKA yaitu aktif mengusung perdamaian dunia dan
memajukan kerjasama dibidang sosial, ekonomi dan kebudayaan antar negara-negara di
Benua Asia dan Afrika.

2. Tujuan Berdirinya KAA


Tujuan KAA atau Konferensi Asia Afrika antara lain:
1) Mempererat solidaritas negara-negara di Asia dan Afrika,
2) Meninjau masalah-masalah hubungan sosial ekonomi dan kebudayaan dari negara-negara
Asia dan Afrika,
3) Menjalin kerukunan antar umat beragama di wilayah Asia dan Afrika,
4) Memberikan sumbangan untuk memajukan perdamaian dan kerja sama dunia,
5) Mencanangkan gerakan politik untuk melawan kapitalisme asing, dan
6) Melawan kolonialisme dan neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet dan negara
imprialis lainnya.

3. Sejarah Lahirnya KAA


Keterangan Pemerintah Indonesia tentang politik luar negeri yang disampaikan oleh
Perdana Menteri Mr. Ali Sastroamidjojo, di depan parlemen pada tanggal 25 Agustus 1953,
menyatakan "Kerja sama dalam golongan negara-negara Asia Arab (Afrika) kami pandang
penting benar, karena kami yakin, bahwa kerja sama erat antara negara-negara tersebut
tentulah akan memperkuat usaha ke arah tercapainya perdamaian dunia yang kekal. Kerja
sama antara negara-negara Asia Afrika tersebut adalah sesuai benar dengan aturan-aturan
dalam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang menyenangi kerja sama kedaerahan (regional
arrangements). Lain dari itu negara¬negara itu pada umumnya memang mempunyai
pendirian-pendirian yang sama dalam beberapa soal di lapangan internasional, jadi
mempunyai dasar sama (commonground) untuk mengadakan golongan yang khusus. Dari
sebab itu kerja sama tersebut akan kami lanjutkan dan pererat". Bunyi pernyataan tersebut
mencerminkan ide dan kehendak Pemerintah Indonesia untuk mempererat kerja sama di
antara Negara-negara afrika.
Pada awal tahun 1954, Perdana Menteri Ceylon (Srilanka) Sir John Kotelawala
mengundang para Perdana Menteri dari Birma (U Nu), India (Jawaharlal Nehru), Indonesia
(Ali Sastroamidjojo), dan Pakistan (Mohammed Ali) dengan maksud mengadakan suatu
pertemuan infor¬mal di negaranya. Undangan tersebut diterima baik oleh semua pimpinan
pemerintah negara yang diundang. Pertemuan yang kemudian disebut Konferensi Kolombo
itu dilaksanakan pada tanggal 28 April sampai dengan 2 Mei 1954. Konferensi ini
membicarakan masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama.
Yang menarik perhatian para peserta konferensi, diantaranya pertanyaan yang
diajukan oleh Perdana Menteri Indonesia  "Where do we stand now, we the peoples ofAsia, in
this world of ours to day?" ("Dimana sekarang kita berdiri, bangsa Asia sedang berada di
tengah-tengah persaingan dunia?"),  kemudian pertanyaan itu dijawab sendiri dengan
menyatakan  "We have now indeed arrived at the cross-roads of the history of mankind. It is
therefore that we Prime Ministers of five Asian countries are meeting here to discuss those
crucial problems of the peoples we represent. There are the very problems which urge
Indonesia to propose that another conference be convened wider in scope, between the
African andAsian nations. Iam convinced that the problems are not only convened to the
Asian countries represented here but also are of equal importance to the African and other
Asian countries".  ("Kita sekarang berada dipersimpangan jalan sejarah umat manusia. Oleh
karena itu kita lima Perdana Menteri negara-negara Asia bertemu di sini untuk membicarakan
masalah-masalah yang krusial yang sedang dihadapi oleh masyarakat yang kita wakili. Ada
beberapa hal yang mendorong Indonesia mengajukan usulan untuk mengadakan pertemuan
lain yang lebih luas, antara negara-negara Afrika dan Asia. Saya percaya bahwa masalah-
masalah itu tidak hanya terjadi di negara-negara Asia yang terwakili di sini, tetapi juga sama
pentingnya bagi negara-negara di Afrika dan Asia lainnya").

4. Penggagas Awal KAA


Ide membuat Konferensi Asia-Afrika datang ketika Ali Sastroamidjojo menerima surat
dari Perdana Menteri Sri Lanka John Kotelawala pada awal 1954. Kotelawala mengajak
Perdana Menteri Ali, PM India Jawaharlal Nehru, PM Birma (kini Myanmar) U Nu, dan PM
Pakistan Muhammad Ali bertemu untuk menurunkan ketegangan di Indocina (sekarang
Vietnam). Ali Sastroamidjojo menyebut lima perdana menteri ini sebagai "Panca Lima",
yang nantinya menjadi penggagas Konferensi Asia-Afrika 1955.
5. Arti Penting KAA Bagi Bangsa Indonesia
Arti penting Konferensi Asia-Afrika (KAA) bagi Indonesia adalah mendapat dukungan
gerakan non-blok (GNB).
Setelah Perang Dunia II berakhir, negara-negara di dunia masih mengalami
permasalahan.  Salah satunya adalah Perang dingin antara negara Blok Barat dan Blok Timur.
Blok Barat memiliki paham liberal dipimpin oleh Amerika Serikat. Sedangkan Blok timur
memiliki paham komunis dipimpin oleh Uni Soviet. Kedua blok tersebut selama perang
dingin saling menyebarkan paham dan berebut kekuasaan/pengaruh di negara-negara lain.
Masalah ini menyebabkan banyak negara tidak benar-benar berdaulat atas negaranya sendiri.
Melihat kondisi tersebut, Indonesia memprakarsai KAA. Ide ini dilontarkan pada Konferensi
Colombo pada 28 April 1954.
Lalu, konferensi ini diadakan pada 18-25 April 1955 di Bandung. Terdapat 29 negara
di Asia-Afrika yang hadir dalam Konferensi Asia-Afrika ini.
Dari KAA tersebut menghasilkan Declaration on The Promotion of World Peace and
Coorporation atau dikenal dengan Dasasila Bandung. Salah satu yang terpenting di sini
adalah lahirnya paham dunia baru non-aliansi atau non-blok. Pada akhirnya, KAA ini berhasil
menuntun pada gerak perdamaian antar negara.

6. Pelaksanaan KAA
Konferensi Asia Afrika (KAA) adalah konferensi tingkat tinggi yang diadakan oleh negara-
negara Asia dan Afrika. KAA diselenggarakan pada 18 hingga 24 April 1955 di Bandung,
Indonesia. Itulah mengapa, konferensi ini juga dikenal sebagai Konferensi Bandung.
Konferensi yang dihadiri 29 negara ini, diprakarsai oleh lima negara, yakni Indonesia,
Myanmar, Sri Lanka, India, dan Pakistan.

7. Pengaruh / Relevansi KAA bagi Bangsa Indonesia di Era Globalisasi


Pemerintah Indonesia berharap seluruh negara anggota KAA dapat kembali
membangkitkan dan menjaga relevansi nilai solidaritas dan kemanusiaan yang terkandung
dalam Dasasila Bandung yang lahir dari peristiwa Konferensi Asia-Afrika pertama pada
1955. Pertemuan KAA 1955 menyepakati sepuluh poin yang kemudian dikenal dengan
Dasasila Bandung yang merupakan suatu pernyataan politik berisi prinsip-prinsip dasar
dalam upaya memajukan perdamaian dan kerja sama dunia.
"Secara prinsip, Indonesia mendorong agar seluruh negara KAA kembali berkaca pada
Dasasila Bandung dan relevansinya dalam penghargaan terhadap hak asasi manusia,
kedaulatan semua bangsa, dan perdamaian dunia,” ucap Febrian.
Dia pun menekankan bahwa hingga saat ini Dasasila Bandung tetap relevan sebagai
panduan hubungan di antara negara-negara, khususnya negara di Asia dan Afrika, serta untuk
penyelesaian masalah-masalah global yang menjadi kepentingan bersama, termasuk pandemi
global.
"Seperti yang Ibu Menteri Luar Negeri (Retno Marsudi) berkali-kali tegaskan, tidak ada
seorang pun yang benar-benar aman (dari COVID-19) sampai semua orang sudah aman,"
katanya.
Pandangan itu memang sepenuhnya selaras dengan Dasasila Bandung yang menekankan
prinsip kemanusiaan, kesetaraan, dan kepentingan bersama. Selanjutnya, di tengah kondisi
dunia yang saat ini sudah sangat saling terhubung (interconnected) dan warga dunia
bergantung pada interkonektivitas itu maka masalah penanganan pandemi global memang
tidak bisa dipandang sebagai isu yang terkotak pada setiap negara. Keterikatan atau
keterhubungan tersebut paling mudah dilihat dari segi ekonomi. Walaupun suatu negara dapat
berhasil mengendalikan ekonomi dan memulihkan produktivitasnya, keberhasilan negara itu
tidak akan berarti jika negara lainnya yang menjadi pasar belum bisa menyerap produktivitas
tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa dalam menghadapi pandemi global ini, kepentingan
semua negara dan bangsa adalah setara.
"Di dalam pandemi ini kita semua setara ... semua orang menghadapi musuh yang sama. Oleh
karena itu, harus dipastikan bahwa semua orang memiliki kemampuan yang sama untuk
menghadapi musuh bersama tersebut," ujar Febrian.
TUGAS SEJARAH
PERAN INDONESIA DALAM PERDAMAIAN DUNIA
“KAA (Konferensi Asia Afrika)”

D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
KELOMPOK
Nama Anggota : 1. 1.Melly
2.Dinda Nisya Maharani
3.Damar Dwi Saputra
4.Meita Dwi Saputri
Kelas : XII.IPA.
Guru pembimbing : Amriyadi, S.Pd

SMAN 1 TALANG KELAPA


TAHUN AJARAN 2022 / 2023

Anda mungkin juga menyukai