Konferensi Tingkat Tinggi Asia –Afrika adalah sebuah konferensi antara negara-negara Asia dan
Afrika, yang kebanyakan baru saja memperoleh kemerdekaan.
Latar belakang diadakannya konferensi ini adalah kesamaan nasib negara-negara di Asia-Afrika
pasca-Perang Dunia II. Kesamaan nasib ini mendorong keinginan para pemimpin negara-negara
Asia dan Afrika untuk memperkuat persatuan dan solidaritas di antara mereka, serta
memperjuangkan hak dan kepentingan bersama di tingkat internasional.
Peristiwa ini bermula dari persidangan Bogor yang digelar pada tanggal 28– 29 Desember 1954.
Sebelum adanya persidangan Bogor, Ali Sastroamijoyo mengemukakan betapa pentingnya
bangsa-bangsa di Asia Afrika saling menjalin kerja sama untuk mencapai misi perdamaian dunia.
Negara-negara Asia dan Afrika pada masa itu masih terbelakang dan miskin. Banyak dari negara
tersebut yang menjadi sasaran eksploitasi dan penjajahan oleh negara-negara Barat. Oleh karena itu,
pemimpin negara-negara tersebut merasa perlu untuk bekerja sama dan saling mendukung dalam
menghadapi tekanan dan ancaman dari negara-negara Barat. Akhirnya, Konferensi Asia Afrika
diselenggarakan pada antara 18-24 April 1955, di Gedung Merdeka, Bandung, Indonesia.
Tujuan KAA :
1. Memperkuat Persahabatan dan Solidaritas antara Negara-negara Asia dan Afrika.
KAA bertujuan untuk mempererat hubungan antara negara-negara Asia dan Afrika yang selama ini
mengalami penindasan kolonialisme dan imperialisme oleh negara-negara Eropa dan Amerika
Serikat.
Konferensi ini ingin menciptakan solidaritas dan persahabatan antara negara-negara yang memiliki
latar belakang sejarah yang sama. Ini juga menjadi salah satu latar belakang KAA, yakni kesamaan
nasib dan sejarah bangsa.
Kelima sosok pengagas KAA itu adalah Ali Sastroamijoyo (Indonesia), Sir Jhon Kotelawala
(Srilanka), Muhammad Ali (Pakistan), Jawaharlal Nehru (India) dan U Nu (Burma/Myanmar).
Soal - soal :
1. Siapa tokoh penggagas Konferensi Asia-Afrika?
2. Tuliskan minimal 3 peran bangsa Indonesia dalam KAA
3. Apa alasan Indonesia mendirikan museum Konferensi Asia Afrika