Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji dan Syukur atas limpahan berkat dan Rahmat-Nya dari Tuhan
Yang Maha Esa karena atas izinnyalah penulis masih diberikan kesempatan atas selesainya
penyusunan makalah ini sebagai tambahan ilmu, tugasdan pedoman yang berjudul Penegakan
Hukum Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Dalam penyusunan makalah ini saya mengumpulkan dari berbagai sumber buku-
buku dan sumber lainnya yang berhubungan dengan Penegakan Hukum Kekerasan dalam
Rumah Tangga yang memudahkan saya dalam menyelesaikan tugas ini. Adapun tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahamandan menambah wawasan bagi orang
yang membacanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak sekali kekurangan-
kekurangan baik dalam penulisan, pemakaian kata, redaksional kalimatdan bahkan dalam
penggunaan aturan-aturan tata bahasa Indonesia yang baik.
dan benar, hal mana ini disebabkan terbatasanya kemampuan dan pengetahuan penulis
miliki, Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dansaran yang
bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan penulisan
makalah lebih lanjut.
Akhir kata penulis berharap semoga penyusunan dan penulisan makalah inidapat
memberikan manfaat bagi kita semua
DAFTAR ISI Halaman
Halaman Judul .................................................................................................................. i
Halaman Pengesahan ........................................................................................................ ii
Kata Pengantar .................................................................................................................. iii
Daftar Isi .......................................................................................................................... v
Bab I Pendahuluan ............................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penulisan ....................................................................................................... 3
1.5 Metode Penulisan ........................................................................................................ 4
1.6 Sistematika Penulisan .................................................................................................. 4
Bab II Pembahasan............................................................................................................ 6
2.1 Pengertian dan ruang lingkup Kekerasan dalam Rumah Tangga ................................. 6
2.2 Hukum Kekerasan dalam Rumah Tangga .................................................................... 10
Bab III Penutup ................................................................................................................. 20
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 20
3.2 Saran ........................................................................................................................... 21
Daftar Pustaka .................................................................................................................. vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang

Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorangterutama


perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik,seksual, psikologis
dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untukmelakukan perbuatan, pemaksaan
atau perampasan kemerdekaan secara melawanhukum dalam lingkup rumah tangga. Dampak
KDRT sangat kompleks danmempengaruhi ketahanan individu maupun ketahanan keluarga.
Sehingga memerlukan penanganan yang kompleks untuk memulihkan korban.Dalam
Aspek hukumdiperlukan lembaga-lembaga yang berkekuatan hukum danaparat penegak hukum
serta pendamping korban KDRT yang membantu jalannya proses hukum korban KDRT.
Aspek psikologidiperlukan untuk memberikenyamanan korban untuk menyampaikan masalah
kekerasan yang dialami danmembantu korban KDRT agar mampu mengambil keputusan serta
pilihan yangdiperlukan agar kembali berdaya. Aspek social diperlukan agar korban KDRT
dapathidup bebas sebagai warga masyarakat sebagaimana adanya.Korban KDRT
dapat berhubungan sosial dengan tetangga dan keluarganya, tidak terisolasi dan dijauhilingkunga
nnya serta tidak dipersalahkan keluarganya. Untuk aspek pemenuhanHAM, diperlukan karena
HAM sebagai hak-hak yang melekat pada diri manusiayaitu hak-hak dasar yang dimiliki
manusia sejak ia lahir berkaitan dengan harkat danmartabat sebagai makhluk ciptaan Tuhan
YME tidak bisa dilanggar atau dihilangkan oleh siapapun. Maka sebab itu Penegakan hukum
korban KDRT itu penting karenaakan memberikan perlindungan kepada korban KDRT itu
sendiri serta menindak pelaku dari KDRT tersebut.
Berbicara mengenai upaya penegakan hukum tak mungkin lepas
dari berbicara mengenai aparaturnya. Upaya penegakan hukum tentu saja harus adaaktornya.
Sejauh ini kita menemukan dan merasakan fakta adanya penegakan hukumyang terus menerus
dilaksanakan akan tetapi out-putnya tidak memberikan keadilankepada masyarakat. Aparat
penegak hukum atau Catur Wangsa alias Empat Pilar Penegak Hukum yang dimaksud adalah
Hakim, Jaksa, Polisi dan Pengacara (atauyang sekarang secara yuridis formal disebut Advokat).
Salah satu yang menjadi menarik ketika kita berbicara mengenai penegakanhukum
khususnya para korban kekerasan dalam rumah tangga, yaitu sejauh manakahsudah efektifnya
peraturan perundang-undangan dalam melindungi para korbankekerasan dalam rumah
tangga dan bagaimanakah peran serta upaya para Aparat penegak hukum dalam menegakan
hukum tersebut.
Sejalan dengan uraian singakt diatas, maka penulis tertarik untuk sedikitmenguraikan
Permasalahan-Permasalahan yang berkaitan dengan Penegakan hukumkhususnya para korban
kekerasan dalam rumah tangga ini dalam bentuk makalah,dengan judul“ PENEGAKAN HUKUM
KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA”.Yang merupakan gambaran dan fakta hukum yang
terjadi dalamkehidupan kemasyarakatan dan ketimpangan-ketimpangan dalam kehidupan
sosialyang kiranya penting untuk dibahas

1.2.Perumusan dan Batasan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dan isuhukum yang
dikemukakan dalam penulisan ini, maka perumusan masalah yang dapatdirumuskan sebagai
berikut:
1. ApakahPengertian dan ruang lingkup Kekerasan dalam Rumah Tangga?.
2. Bagaimana upaya Penegakan Hukum Kekerasan dalam Rumah Tangga?.
Terhadap dua rumusan masalah tersebut, penulis melakukan pembatasandengan mengacu
pada perspektif kajian Penegakan Hukum Kekerasan dalam RumahTangga.
1.3. Tujuan Penulisan
Hakekat kegiatan penulisan adalah penyaluran hasrat ingin tahu manusia dalam
taraf keilmuan, karena manusia pada dasarnya selalu ingin tahu sebab darisuatu rentetan akibat.
Demikian pula halnya dengan penulisan karya bidang tulishukum, berupa makalah,
sesungguhnya tidak lepas dari adanya suatu tujuan yangingin dicapai yaitu sebagi berikut :
1. Mengetahui dan memahamiPengertian dan ruang lingkup Kekerasan dalamRumah
Tangga.
2. Mengetahui dan memahami Bagaimana upaya Penegakan Hukum Kekerasandalam
Rumah Tangga.
1.4.Manfaat Penulisan
Adapun manfaat makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai media untuk menambah wawasan.
2. Bahan referensi actual.
3. Bahan bacaan dan pengetahuan
1.5.Metode Penulisan
Metode yang di gunakan dalam penulisan makalah ini yang bersumber pada buku-
buku referensi yang berhubungan dengan Hukum Undang-Undang Kekerasaandalam Rumah
Tangga dan situs internet yang langsung mengangkat permasalahan-
permasalahan tentang perspektif kajian Penegakan Hukum Kekerasan dalam RumahTangga.
1.6.Sistematika Penulisan
Sistematiaka penulisan makalah ini mempunyai makna deskripsi secara
garis besar akan hal-hal yang mendasari isu hukum berupa rumusan masalah untukdilakukan
analisis untuk selajutnya dikembangkan dan diberikan pemahaman bersifatkomprehensif
sebagimana tersarikan dalam 3 (BAB) yaitu sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bermaterikan latar belakang, rumusan dan batasan masalah, tujuan penulisan,manfaat
penulisan,metodologi penulisan, dan sistematika penulisan
.BAB II PEMBAHASAN
Merupakan uraian dalam bentuk analisis hukum secara normatif yangditujukan untuk
memberikan penjelsan secara komprehensif terhadap 2(hal) permasalahan yang
dirumuskan pada bab I yaitu :
1. Pengertian dan ruang lingkup Kekerasan dalam Rumah Tangga.
2. upaya Penegakan Hukum Kekerasan dalam Rumah Tangga.
BAB III PENUTUP
Pada BAB penutup ini penulis mencoba mensarikan hal-hal yang telahdideskripsikan
pada
BAB I-BAB II didepan, dalam bentuk suatu kesimpulandan dilengkapi saran-saran
sebagai masukan positif bagi semua pihak
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Pengertian dan ruang lingkup Kekerasan dalam Rumah Tangga


2.1.1.PengertianKekerasan dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.23
Tahun 2004 tentangPenghapusan Kekerasan dalam RumahTangga, memiliki arti
setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secarafisik, seksual, psikologis,dan/atau
penelantaran rumah tangga termasukancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasankemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga. Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan
perlindungan hukum dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 yangantara lain
menegaskan bahwa:
 Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebesdari segala
bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila danUndang-undang Republik
Indonesia tahun 1945.
 Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah
tanggamerupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadapmartabat
kemanusiaan serta bentuk deskriminasi yang harus dihapus.
 Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan
adalah perempuan, hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara
dan/ataumasyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan.
 atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkanderajat dan
martabat kemanusiaan.
 Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang penghapusan
kekerasan dalam rumah tangga.
2.1.2. Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasanterhadap istri dalam
rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :
 Kekerasan fisik,Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit,
jatuhsakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golonganini
antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut(menjambak),
menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukaidengan senjata, dan
sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampakseperti bilur-bilur, muka lebam,
gigi patah atau bekas luka lainnya.
 Kekerasan psikologis / emosional,Kekerasan psikologis atau emosional adalah
perbuatan yangmengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnyakemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau
penderitaan8 psikis berat pada seseorang. Perilaku kekerasan yang termasuk peng
aniayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentaryang
menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri daridunia luar,
mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakankehendak.
 Kekerasan seksualKekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri
darikebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksaselera
seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
 Kekerasan ekonomiSetiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup
rumahtangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau
karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatanata
pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis iniadalah tidak
memberi nafkah istri,bahkan menghabiskan uang istri
2.1.3. Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga
Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteksstruktur
masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasandalam rumah
tangga (marital violence) sebagai berikut:
 Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkandengan wanita,
sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.
 Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerjamengakibatkan
wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketikasuami kehilangan pekerjaan
maka istri mengalami tindakan kekerasan.
 Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban
sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak,maka
suami akan menyalah-kan istri sehingga tejadi kekerasan dalamrumah tangga.
 Wanita sebagai anak-anak
Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum,mengakibatkan kele-
luasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikansegala hak dan kewajiban
wanita. Laki-laki merasa punya hak untukmelakukan kekerasan sebagai seorang
bapak melakukan kekerasanterhadap anaknya agar menjadi tertib.
 Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalamikekerasan oleh
suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya
sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazimdikemukakan oleh penegak hukum
yaitu adanya legitimasi hukum bagisuami melakukan kekerasan sepanjang bertindak
dalam konteks harmoni keluarga
2.2.Penegakan Hukum Kekerasan dalam Rumah Tangga
2.2.1.Peran Aparat Penegak Hukum dalam Penanganan KDRT
Berbicara mengenai peran aparat penegak hukum dalam penangananKDRT tak lepas dari
tinjauan hak-hak korban. seperti yang telah ditentukandalam Pasal 13 UU Nomor 23 Tahun
2004 Salah satunya adalah perlindungandari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan,
pengadilan, advokat, lembagasosial atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan
penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.Hak perlindungan adalah segala upaya
yang ditujukan untuk memberikan rasaaman kepada korban yang dilakukanoleh pihak
keluarga, masyarakat, advokat,lembaga sosial, kepolisian,kejaksaan, pengadilan atau pihak
lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan
1.Peran Kepolisian (Pasal l6)
Perlindungan oleh polisi dilakukandalam waktu 1 X 24 jam terhitung sejak
mengetahui atau menerima laporan KDRT.Kepolisian wajib segera memberikan
perlindungan sementara pada korban.Perlindungan sementaradiberikan paling lama 7 (tujuh)
hari sejak korban diterima atau ditangani.Dalam waktu 1 X 24 jam terhitung sejak
pemberian perlindungan kepolisianwajib meminta surat penetapan pemerintah perlindungan
dari pengadilan.Dalam memberikan perlindungan sementara kepolisian dapat
bekerjasamadengan tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan /
atau pembimbing rohani untuk mendampingi korban.
Setelah memperoleh perlindungan sementara, hak lain berkaitan proseshukum dan
kepolisian korban memperoleh hak penanganan perkara secaracepat. Dalam Undang-
Undang Kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan setelah mengetahui atau
menerima laporan tentang terjadinyakekerasan dalam rumah tangga (KDRT) Untuk lebih
jelas proses pelaporan diKepolisian antara lain :
 Pembuatan laporan Polisi.
Pelapor/korban melaporkan kekerasan yang dialaminya ke kantorKepolisian di wilayah
Tempat Kejadian Perkara (TKP).
 Pembuatan visum et repertum.
Polisi akan membuat surat pengantar visum et repertum di Rumah Sakityang ditunjuk.
 Pemeriksaan korban/pelapor.
Pemeriksaan korban dituangkan ke dalam BAP yang berisi kronologikejadian.
 Pemeriksaan saksi-saksi.
Pemeriksaan saksi-saksi dituangkan ke dalam BAP yang berisiketerangan saksi yang
mendukung keterangan korban.
 Pemeriksaan tersangka.
Setelah pemeriksaan dianggap selesai yang dilakukan Kepolisian yaituapabila berkas
penyidikan sudah dianggap lengkap maka polisi akanmelimpahkan berkas ke Kejaksaan.
Jika Kejaksaan merasa berkas belumlengkap maka berkas dikembalikan ke Kepolisian
untuk melengkapi catatan-catatan yang diberikan Jaksa Penuntut Umum. Jika berkas sudah
lengkapmaka dinyatakan perkara sudah P-21 (siap disidangkan).
2.Peran Kejaksaan (Pasal 10)
Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum akan menyusun Surat Dakwaan berisi pasal-
pasal yang didakwakan kepada terdakwa atas perbuatan yangtelah dilakukannya. Berkas
Perkara dan Surat Dakwaan kemudiandilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan. Lebih
jelas lagi peran aparat penegak hukum dalam proses persidangan yaitu :
 .Sidang Pembacaan Dakwaan.
Merupakan sidang pertama di pengadilan dimana Jaksa Penuntut Umummembacakan Surat
Dakwaan di muka pengadilan.
 Sidang Pemeriksaan Korban.
Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Pengacara Terdakwa memberika pertanyaan. Korban
memberikan keterangan.
 Sidang Pemeriksaan Saksi-saksi.
Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Pengacara Terdakwa memberikan pertanyaan. Saksi
memberikan keterangan. Apabila berbeda dengan BAPmaka yang diakui pengadilan adalah
keterangan di muka pengadilan.
 Sidang Pemeriksaan Terdakwa.
Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Pengacara Terdakwa
memberikan pertanyaan kepada terdakwa. Apabila berbeda dengan BAP maka yangdiakui
pengadilan adalah keterangan di muka pengadilan.
 Sidang Pembacaan Tuntutan.Tuntutan diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum berisi fakta-
fakta persidangan, pasal yang dilanggar dan tuntutan hukuman.
 Sidang Pembacaan Pledoi/Pembelaan.Pembelaan diajukan oleh Terdakwa/Pengacara
Terdakwa sebagaitangkisan atas dalil-dalil tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
 Sampai Sidang Pembacaan Putusan oleh Majelis Hakim yang memeriksadan mengadili
perkara tersebut.
3.Peran Pengadilan (Pasal 28)
Sementara itu, undang-undang juga mengatur tentang peran pengadilandalam
memberikan perlindungan terhadap korban, khususnya
mengenai pelaksanaan mekanisme perintah perlindungan. Kepolisian harus memintasurat
penetapan perintah perlindungan dari pengadilan. Setelah menerima permohonan itu,
pengadilan harus:
 Mengeluarkan surat penetapan yang berisi perintah perlindungan bagikorban dan
anggota keluarga lain.
 Atas permohonan korban atau kuasanya, pengadilan dapatmempertimbangkan untuk
menetapkan suatu kondisi khusus yakni

Pembatasan gerak pelaku, larangan memasuki tempat tinggal bersama,larangan membuntuti,


mengawasi atau mengintimidasi korban.
Apabila terjadi pelanggaran perintah perlindungan maka korban dapatmelaporkan hal ini
kepada kepolisian, kemudian secara bersamasamamenyusun laporan yang ditujukan kepada
pengadilan. Setelah itu, pengadilanwajib memanggil pelaku untuk mengadakan
penyelidikan dan meminta pelakuuntuk membuat pernyataan tertulis yang isinya berupa
kesanggupan untukmematuhi perintah perlindungan. Apabila pelaku tetap melanggar
surat pernyataan itu, maka pengadilan dapat menahan pelaku sampai 30 harilamanya.
3.Peran Advokat (Pasal 25)
Dalam hal memberikan perlindungan dan pelayanan bagi korban makaadvokat
wajib:
 memberikan konsultasi hukum yang mencakup informasi mengenai hak-hak korban dan
proses peradilan,
 mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaandalam sidang
pengadilan dan membantu korban untuk secara lengkapmemaparkan kekerasan dalam
rumah tangga yang dialaminya, dan
 melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum,
relawan pendamping, dan pekerja sosial agar proses peradilan berjalansebagaimana
mestinya.
2.2.2 .Faktor-faktor yang mendukung dalam penanganan Penegakan Hukum KDRT
 Peraturan perundang-undangan
Perlu kiranya diperbanyak kegiatan sosialisasi masalah hukum dan perundang-
undangan yang berkaitan masalah ini kepada masyarakat,terutama UU Nomor
23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KekerasanDalam Rumah Tangga yang
tergolong baru terbit dan baru disahkanoleh negara sehingga masyarakat tahu,
sadar, dan memahami isiundang-undang tersebut untuk sekaligus dijadikan
pemahaman diridalam prilaku kehidupan mereka.
 Sarana dan Prasarana
Sarana adalah alat bantu disebut juga dengan fasilitas (facilities),keadaan
(circumstances) yang menyebabkan kemudahan dalammelakukan sesuatu.
Dilain pihak sarana juga disebut segala sesuatu yangdapat dipakai sebagai alat
untuk mencapai maksud dan tujuan.Sedangkan prasarana disebut juga dengan
infrastructure diartikansebagai keterpaduan antara sistem dan bangunan fisik.
Antara prasaranadan sarana terdapat satu keterpaduan makna yang tidak bisa
dipisahkanantara satu dengan yang lain. Dalam konteks ini faktor sarana
dan prasarana pendukung dalam penegakan hukum KDRT ialah
MendirikanRuang dan Pelayanan Khusus (RPK), sebagai tempat penanganan
kasus-KDRT dan pelanggaran anak, serta Membentuk unit
PelayananPerempuan dan Anak (PPA) di tingkat kepolisian
sebagaimanadituangkan dalam Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2007.
 Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia yang dimaksud ialah aparat penegakanhukumnya.
Dalam konteks ini faktor Sumber Daya Manusia pendukungdalam penegakan
hukum KDRT ialah meningkatkan kemampuan personil Ruang dan
Pelayanan Khusus (RPK) dalam penyidikan dan penanganan kasus kekerasan te
rhadap perempuan dan anak dilakukanmelalui pendidikan, sehingga akan
menambah pengetahuan personilRPK tentang penyidikan secara umum ini
dilakukan di intansikepolisian, , serta bagaimana upaya pencegahan dan
menangani pelanggarnya, dan Menjalin kerjasama dengan KementerianPemberd
ayaan Perempuan menyusun suatu manual atau buku saku pegangan polisi
dalam menangani kasus KDRT.
 Masyarakat dan Budaya
Masih rendahnya kesadaran untuk berani melapor dikarenakanmasyarakat
sendiri enggan melaporkan permasalahan dalam rumahtangganya. Masyarakat
ataupun pihak yang tekait dengan KDRT, baru benar-
benar bertindak jika kasus KDRT sampai menyebabkan korban, baik fisik yang
parah maupun kematian, itupun jika diliput oleh mediamassa; Faktor budaya
pun mendukung hal tersebut, diantara kalanganMasyarakat yang khusus
menganut patriarkis/patrilineal ditandai dengan pembagian kekuasaan yang
sangat jelas antara lakilaki dan perempuandimana lakilaki mendominasi
perempuan. Selain itu juga pandangan bahwa cara yang digunakan orang
tua untuk memperlakukan anak anaknya, atau cara suami memperlakukan
istrinya, sepenuhnya urusanmereka sendiri yang mana tidak boleh dicampuri
oleh pihak lain,termasuk aparat penegak hukum; Maka yang dimkasud dengan
faktor pendukung Masyarakat dan Budaya dalam penegakan hukum KDRTialah
Menyelenggarakan berbagai seminar/lokakarya bertujuan untukmemberikan
informasi kepada masyarakat tentang ketentuan/ peraturanyang terkait dengan
masalah perlindungan hukum terhadap KDRTsehingga diharapakan masyarakat
menjadi tanggap dalam menyikapisegala bentuk kekerasaan dilingkungan
sekitarnya yang menyakutKDRT.
BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Bentuk-bentuk kekerasan yang umum diketemukan dalam kekerasan dalamrumah tangga
antara lain kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dankekerasan ekonomi.
Berbagai Perlindungan terhadap Korban kekerasan dalam rumahtangga seperti berhak
mendapatkan perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian,kejaksaan, pengadilan, advokat,
lembaga sosial atau pihak lain baik sementaramaupun berdasarkan penetapan perintah
perlindungan dari pengadilan dimana sudahdiatur didalam UU. No. 23 Tahun 2004
TentangPenghapusan Kekerasan DalamRumah Tangga.
Bahkan Peran aparat penegak hukum, yaitu kepolisian, advokat dan pengadilan,dalam
memberikan perlindungan dan pelayanan kepada korban kekerasan dalamrumah
tangga,diatur secara khusus yaitu, sebagai berikut:
 Kepolisian
Diatur dalam ketentuan Pasal l6 UU No. 23 Tahun 2004. Pada waktu kepolisianmenerima
laporan kekerasan dalam rumah tangga, harus segera dijelaskankepadakorban bahwa mereka
mendapatkan pelayanan dan pendampingan.Kepolisianmemperkenalkan identitas mereka dan
segera wajib melakukan penyelidikan serta wajibmelindungi korban. Selanjutnya kepolisian
akan meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan. Kepolisian dapat
melakukan penangkapan dan penahanan terhadap pelaku.
 Kejaksaan
Diatur dalam ketentuan Pasal 1 butir 4 dan Pasal 10 huruf a UU No 23 tahun2004. Pada
Tahap penuntutan (to carry out accusation) adalah berkas perkarayang diterima pihak
kejaksaan dilakukan penelitian apakah perkara/kasustersebut dapat atau tidak dilimpahkan ke
pengadilan negeri, apabila berkas perkara belum lengkap maka
berkas dikembalikan kepihak penyidik untukdilengkapi dan apabila berkas perkara
dinyatakan lengkap maka penyidik wajibmenyerahkan tersangka berikut barang
bukti.Sehingga dalam hal tersebut dapatdikatakan, lembaga kejaksaan mempunyai peranan
juga dalam memberikan perlindungan terhadap korban.
 Advokat
Diatur dalam ketentuan Pasal 25 UU. No. 23 Tahun 2004. Di dalam
memberikan perlindungan dan pelayanan, advokat wajib memberikan konsultasi hukummeng
enaihak-hak korban dan proses peradilan. Mendampingi korban pada penyidikan
dan pemeriksaan di dalam sidang, serta melakukan koordinasi dengansesama
penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerja sosial agar proses peradilan
berjalansebagaimana mestinya.
 Pengadilan
Diatur dalam ketentuan Pasal 28 sampai dengan 34, 37 dan 38 UU. No. 23
Tahun2004.Pengadilan harus mengeluarkan surat penetapan perintah perlindungan bagi
korban dananggota keluarga lain yang diajukan oleh kepolisian.

3.2.Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan untuk mencegah agar tidakmenjadi korban
kekerasan dalam rumah tangga antara lain peningkatan pendidikansehingga dapat menyadari
hak-hak dan kewajibannya sebagai warga negara danwarga masyarakat. Serta peningkatan
kesempatan kerja dan lapangan kerja bagi yangmerata tidak membedakan gender antara laki-
laki dan perempuan, sehingga secaraekonomi tidak tergantung sepenuhnya kepada salah satu
pihak. Sosialisasi peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan kepada
korban khususnya sosialisasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
KekerasanDalam Rumah Tangga lengkap dengan peran dan fungsi Ruang Pelayanan
Khusus(RPK). Memberikan advokasi dan pendampingan bagi korban serta
Memberikanadvokasi kebijakan pemerintah di dalam menyusun peraturan-peraturan
yangmelindungi istri.

Anda mungkin juga menyukai