PENDIDIKAN KEWARGANAEGARAAN
PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA
Disusun Oleh
Kelompok 4 :
Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas karunia serta berkat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan harapan dan tepat pada
waktunya. Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan. Makalah ini berjudul Penegakan Hukum di Indonesia.
Kami berterima kasih kepada dosen pengampu Bapak Rio Sundari, S.IP., M.A. yang
telah mengajar mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Dan kami juga berterima kasih
kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Kami mengharapkan
kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah pengetahuan.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................................. 2
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................ 3
BAB 11 PEMBAHASAN.............................................................................................. 6
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................... 19
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada kenyataannya selama lebih lima tujuh tahun usia Republik Indonesia, pelaksanaan
penghormatan, perlindungan atau penegakan hak asasi manusia masih jauh dari
memuaskan.
Hal tersebut tercermin dari kejadian berupa penangkapan yang tidak sah,
penculikan, penganiayaan, perkosaan, penghilangan paksa, pembunuhan, pemusnahan
3
kelompok etnis tertentu, pembakaran sarana pendidikan dan tempat ibadah, dan teror bom
yang semakin berkembang. Selain itu, terjadi pula penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat
publik dan aparat penegak hukum, pemelihara keamanan, dan pelindung rakyat, tetapi
justru mengintimidasi, menganiaya, menghilangkan paksa dan/atau menghilangkan
nyawa. Bahkan pada beberapa kesempatan yang lalu, Pengadilan HAM Ad Hoc Kasus
pelanggaran HAM berat Timtim telah membebaskan sebagian terbesar para Jendaral
Angkatan Darat dari segala tuntutan hukum.
Padahal secara jelas dan tegas untuk melaksanakan amanat Undang-undang Dasar
1945, Majelis Permusyarwaratan Rakyat melalui Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia, telah menugaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara
dan seluruh aparatur Pemerintah, untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan
pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat. Telah terbentuk juga
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang No.
26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang diikuti dengan pengukuhan
melalui Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
4
1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis
mendapatkan hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa perumusan
masalah. Rumusan masalah itu adalah :
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
Tujuan Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi pustaka atau
studi literatur, yaitu penulis mengambil sumber penulisan dari internet dan jurnal hukum.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu
dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan
sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan
yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang
hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya
menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu,
penerjemahan perkataan ‘law enforcement’ ke dalam bahasa Indonesia dalam menggunakan
perkataan ‘penegakan hukum’ dalam arti luas dan dapat pula digunakan istilah
‘penegakan peraturan’ dalam arti sempit. Pembedaan antara formalitas aturan hukum
yang tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul
6
dalam bahasa Inggeris sendiri dengan dikembangkannya istilah ‘the rule of law’ versus
‘the rule of just law’ atau dalam istilah ‘the rule of law and not of man’ versus istilah ‘the
rule by law’ yang berarti ‘the rule of man by law’. Dalam istilah ‘the rule of law’
terkandung makna pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan dalam artinya yang formal,
melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. Karena
itu, digunakan istilah ‘the rule of just law’. Dalam istilah ‘the rule of law and not
of man’ dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu
negara hukum modern itu dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya
adalah ‘the rule by law’ yang dimaksudkan sebagai pemerintahan oleh orang yang
menggunakan hukum sekedar sebagai alat kekuasaan .
Dengan uraian di atas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dengan penegakan
hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik
dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materiel yang luas, sebagai
pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang
bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan
kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum
yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dari pengertian yang luas itu,
pembahasan kita tentang penegakan hukum dapat kita tentukan sendiri batas-batasnya.
Apakah kita akan membahas keseluruhan aspek dan dimensi penegakan hukum itu,
baik dari segi subjeknya maupun objeknya atau kita batasi hanya membahas hal-hal
tertentu saja, misalnya, hanya menelaah aspek-aspek subjektifnya saja. Makalah ini
memang sengaja dibuat untuk memberikan gambaran saja mengenai keseluruhan
aspek yang terkait dengan tema penegakan hukum itu.
7
pengertian penegakan hukum dan penegakan keadilan. Penegakan hukum dapat
dikaitkan dengan pengertian ‘law enforcement’ dalam arti sempit, sedangkan penegakan
hukum dalam arti luas, dalam arti hukum materiel, diistilahkan dengan penegakan keadilan.
Dalam bahasa Inggeris juga terkadang dibedakan antara konsepsi ‘court of law’ dalam
arti pengadilan hukum dan ‘court of justice’ atau pengadilan keadilan. Bahkan,
dengan semangat yang sama pula, Mahkamah Agung di Amerika Serikat disebut dengan
istilah ‘Supreme Court of Justice’.
Setiap norma hukum sudah dengan sendirinya mengandung ketentuan tentang hak-
hak dan kewajiban-kewajiban para subjek hukum dalam lalu lintas hukum. Norma- norma
hukum yang bersifat dasar, tentulah berisi rumusan hak-hak dan kewajiban- kewajiban yang
juga dasar dan mendasar. Karena itu, secara akademis, sebenarnya, persoalan hak dan
kewajiban asasi manusia memang menyangkut konsepsi yang niscaya terkandung di
dalamnya dimensi hak dan kewajiban secara paralel dan bersilang. Karena itu, secara
akademis, hak asasi manusia mestinya diimbangi dengan kewajiban asasi manusia. Akan
tetapi, dalam perkembangan sejarah, issue hak asasi manusia itu sendiri terkait erat
dengan persoalan ketidakadilan yang timbul dalam kaitannya
8
dengan persoalan kekuasaan. Dalam sejarah, kekuasaan yang diorganisasikan ke
dalam dan melalui organ-organ negara, seringkali terbukti melahirkan penindasan dan
ketidakadilan.
Dengan perkataan lain, issue hak asasi manusia itu sebenarnya terkait erat dengan
persoalan penegakan hukum dan keadilan itu sendiri. Karena itu, sebenarnya,
tidaklah terlalu tepat untuk mengembangkan istilah penegakan hak asasi manusia
secara tersendiri. Lagi pula, apakah hak asasi manusia dapat ditegakkan? Bukankah
yang ditegakkan itu adalah aturan hukum dan konstitusi yang menjamin hak asasi manusia
itu, dan bukannya hak asasinya itu sendiri? Namun, dalam praktek sehari-hari, kita memang
sudah salah kaprah. Kita sudah terbiasa menggunakan istilah penegakan ‘hak asasi
manusia’. Masalahnya, kesadaran umum mengenai hak-hak asasi manusia dan kesadaran
untuk menghormati hak-hak asasi orang lain di kalangan masyarakat kitapun
memang belum berkembang secara sehat.
9
aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau
perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya
pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.
Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat tiga elemen
penting yang mempengaruhi, yaitu: (i) institusi penegak hukum beserta berbagai
perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya;
(ii) budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan
aparatnya, dan (iii) perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja
kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja,
baik hukum materielnya maupun hukum acaranya. Upaya penegakan hukum secara
sistemik haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses
penegakan hukum dan keadilan itu sendiri secara internal dapat diwujudkan secara nyata.
Namun, selain ketiga faktor di atas, keluhan berkenaan dengan kinerja penegakan
hukum di negara kita selama ini, sebenarnya juga memerlukan analisis yang lebih
menyeluruh lagi. Upaya penegakan hukum hanya satu elemen saja dari keseluruhan
persoalan kita sebagai Negara Hukum yang mencita-citakan upaya menegakkan dan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hukum tidak mungkin akan
tegak, jika hukum itu sendiri tidak atau belum mencerminkan perasaan atau nilai-
nilai keadilan yang hidup dalam masyarakatnya. Hukum tidak mungkin menjamin
keadilan jika materinya sebagian besar merupakan warisan masa lalu yang tidak sesuai lagi
dengan tuntutan zaman. Artinya, persoalan yang kita hadapi bukan saja berkenaan dengan
upaya penegakan hukum tetapi juga pembaruan hukum atau pembuatan hukum baru.
Karena itu, ada empat fungsi penting yang memerlukan perhatian yang seksama, yang
yaitu (i) pembuatan hukum (‘the legislation of law’ atau ‘law and rule making’), (ii)
sosialisasi, penyebarluasan dan bahkan pembudayaan hukum (socialization and
promulgation of law, dan (iii) penegakan hukum (the enforcement of law).
10
bertanggungjawab (accountable). Karena itu, pengembangan administrasi hukum dan
sistem hukum dapat disebut sebagai agenda penting yang keempat sebagai tambahan
terhadap ketiga agenda tersebut di atas. Dalam arti luas, ‘the administration of law’
itu mencakup pengertian pelaksanaan hukum (rules executing) dan tata administrasi hukum
itu sendiri dalam pengertian yang sempit. Misalnya dapat dipersoalkan sejauhmana
sistem dokumentasi dan publikasi berbagai produk hukum yang ada selama ini telah
dikembangkan dalam rangka pendokumentasian peraturan-peraturan (regels), keputusan-
keputusan administrasi negara (beschikkings), ataupun penetapan dan putusan (vonis)
hakim di seluruh jajaran dan lapisan pemerintahan dari pusat sampai ke daerah-
daerah. Jika sistem administrasinya tidak jelas, bagaimana mungkin akses masyarakat
luas terhadap aneka bentuk produk hukum tersebut dapat terbuka? Jika akses tidak
ada, bagaimana mungkin mengharapkan masyarakat dapat taat pada aturan yang tidak
diketahuinya? Meskipun ada teori ‘fiktie’ yang diakui sebagai doktrin hukum yang
bersifat universal, hukum juga perlu difungsikan sebagai sarana pendidikan dan
pembaruan masyarakat (social reform), dan karena itu ketidaktahuan masyarakat akan
hukum tidak boleh dibiarkan tanpa usaha sosialisasi dan pembudayaan hukum secara
sistematis dan bersengaja.
11
Kemudian Al. Wisnubroto dalam bukunya yang berjudul Hakim dan peradilan di
Indonesia (1997:88-90) memuat beberapa faktor internal yang mempengaruhi hakim dalam
mengambil keputusan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi hakim dalam
mempertimbangkan suatu keputusan adalah :
1. Faktor Subjektif
Sering kali hakim dalam mengadili suatu perkara sejak awal dihinggapi suatu
prasangka atau dugaan bahwa terdakwa atau tergugat bersalah, sehingga harus dihukum
atau dinyatakan sebagai pihak yang kalah. Sikap ini jelas bertentangan dengan asas yang
dijunjung tinggi dalam peradilan modern, yakni asas praduga tak bersalah (presumtion of
innocence), terutama dalam perkara pidana. Sikap yang bersifat memihak salah satu pihak
(biasanya adalah penuntut umum atau penggugat) dan tidak adil ini bisa saja terjadi karena
hakim terjebak oleh rutinitas penanganan perkara yang menumpuk dan target penyelesaian
yang tidak seimbang.
Perilaku hakim yang mudah tersinggung, pendendam dan pemarah akan berbeda
dengan prilaku hakim yang penuh pengertian, sabar dan teliti dalam menangani suatu
perkara. Hal ini jelas sangat berpengaruh pada hasil putusannya.
Hakim yang memiliki sikap arogan, merasa dirinya berkuasa dan pintar melebihi
orang lain seperti jaksa, penasihat hukum apalagi terdakwa atau pihak-pihak yang
bersengketa lainnya, sering kali mempengaruhi Keputusannya.
d. Moral
Faktor ini merupakan landasan yang sangat vital bagi insan penegak keadilan,
terutama hakim. Faktor ini berfungsi membentengi tindakan hakim terhadap cobaan-cobaan
yang mengarah pada penyimpangan, penyelewengan dan sikap tidak adil lainnya.
12
2. Faktor Objektif
Latar belakang sosial hakim mempengaruhi sikap perilaku hakim. Dalam beberapa
kajian sosiologis menunjukkan bahwa, hakim yang berasal dari status sosial tinggi berbeda
cara memandang suatu permasalahan yang ada dalam masyarakat dengan hakim yang
berasal dari lingkungan status sosial menengah atau rendah.
b. Profesionalisme
Aturan ini tidak akan berlaku bagi TNI dan Polri. Bahkan polisi yang bertugas
membiarkan begitu saja mobil dinas TNI atau Polri yang melintas meski mobil tersebut
13
berpenumpang kurang dari tiga orang atau bahkan terkadang polisi yang bertugas
memberikan penghormatan apabila penumpangnya berpangkat lebih tinggi. Secara tidak
disadari hal tersebut merupakan diskriminasi terhadap masyarakat awam tapi sayangnya
banyak masyarakat yang tidak menyadari hal tersebut.
Ketimpangan dan putusan hukum yang tidak menyentuh rasa keadilan masyarakat
tetap dirasakan dari hari ke hari. Berikut ini beberapa kasus inkonsistensi penegakan hukum
di Indonesia yang dikelompokan berdasarlan beberapa alasan yang banyak ditemui oleh
masyarakat awam baik melalui pengalaman pencari keadilan itu sendiri maupun peristiwa
lain yang bisa diikuti melalui media cetak dan media elektronik.
Mari kita simak kasus berikut ini. Kasus Ancolgate berkaitan dengan studi banding
keluar negri yang diikuti oleh sekitar 40 orang anggota DPRD DKI Komisi D. Dalam studi
banding tersebut anggota DPRD yang berangkat memanfaatkan dua sumber keuangan
yaitu SPJ anggaran yang diperoleh dari anggaran DPRD DKI sekitar 5,2 M dan uang saku
dari PT. Pembangunan Jaya Ancol sekitar 2,1 M. Dalam kasus ini 9 orang staf Bapedal DKI
Bambang Sungkono dan Kepala Dinas Tata Kota DKI Ahmadin Ahmad tidak dikenai
tindakan apapun. Penyelesaian masalah ini dilakukan setelah media cetak dan media
elektronik menemukan ketidaksesuaian dalam masalah pendanaan studi banding tersebut.
14
Penyelesaian secara administratif ini seakan dilakukan agar dapat mencegah tindakan
hukum yang mungkin bisa dilakukan. Rasa ketidakadilan masyarakat terurik ketika sanksi
ini hanya dikenalan pada pegawai rendahan. Pihak kejaksaan pun terkesan mengulur-ulur
janji untuk mengusut kasus ini sampai ke pejabat tinggi DKI yaitu Gubernur Sutiyoso (saat
itu) yang sebagai komisaris PT. Pembangunan Jaya Ancol ikut bertanggungjawab.
Dari kasus diatas terlihat sekali bahwa seseorang yang memiliki jabatan tinggi
mendapat keringanan hukuman dibanding pegawai rendahannya. Entah apa penyebabnya
sampai hal ini terjadi. Secara tidak langsung hal ini bisa disebut sebagai ketidakadilan
hukum dimana karna jabatan seseorang yang tinggi hukuman yang didapat ketika
melakukan pelanggaran hukumannya pun lebih ringan dibandingkan seseorang yang
jabatannya rendah walaupun pada kasus yang sama.
c. Nepotisme
Terdakwa Letda (Inf) Agus Isrok anak mantan Kepala Staf Angkatan Darat
(KASAD), Jendral (TNI) Subagyo H.S. diperingan hukumannya oldh mahkamah militer
dari empat tahum penjara menjadi dua tahun penjara. Disamping itu, terdakwa juga
dikembalikan ke kesatuannya selama dua minggu sambil menunggu dan berpikir terhadap
vonis mahkamah militer tinggi. Putusan ini terasa tidk adil dibandingkan dengan vonis-
vonis kasus narkoba lainnya yang terjadi di Indonesia yang didasarkan atas pelaksanaan
UU Psikotropika. Disamping itu, proses pengadilan ini juga memperlihatkan eksklusivitas
hukum militer yang diterapkan pada kasus narkoba. Jelas sekaki kasus ini mengesankan
adanya diskriminasi hukum bagi keluarga bekas pejabat.
d. Tekanan Internasional
Kasus Atambua, Nusa Tenggara Timur xang terjadi 6 September 2000 yang menewaskan
tiga orang staf NHCR mendapat perhatian Internasional dengan cepat. Tekanan
Internasional ini mengakibatjan pemerintah Indonesia bertindak dengan melucuti
pesenjataan milisi Timor Timor dan mengadiji beberapa bekas anggota milisi Timor Leste
yang dianggap bertanggungjawab. Apabila dibandingkan dengan kasus-kasus kekerasan
yamg terjadi di bagian lain di Indonesia seperti Ambon, Aceh, Samlar, Sampit, kasus
15
Atambua termasuk kasus yang memgalami penyelesaian secara cepat dan tanggap dari
aparat. Dalam enam bulan sejak kasus ini terjadi, kekerasan berhasil diatasi, milisi berhasil
dilucuti dan situasi kembali aman dan normal. Meskipun kasus lainnya juga mendapat
perhatian dari Internasional, namun tekanan yang diberikn pada kasus ini lebih menekan
pemerintah Indonesia untuk dapat diselesaikan secepatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa
derajat tekanan Internasional menentukan kecepatan aparat melakukan penegakan hukum
dalam mengatasi kasus kekerasan.
Dari beberapa kasus tadi, dapat menimbulkan masalah yang paling dirasakan oleh
masyarakat dan membawa dampak yang sangat buruk bagi kehidupan bermasyarakat.
Persepsi masyarakat menjadi buruk terhadap penegakan hukum. Hal ini membuat
masyarakat tidak mempercayai huktm sebagai sarana penyelesaian konflik dan cenderung
menyelesaikan permasalahannya diluar jalur hukum. Pemanfaatan inkonsistensi penegakan
hukum oleh sekelompok orang demi kepentingannya sendiri, selaku berakibat merugikan
pihak yang tidak mempunyai kemampuan yang setara. Akibatnya rasa ketidakadilan dan
ketidakpuasan tumbuh subur di masyarakat Indonesia. Penegakan hukum di Indonesia
harus terus diupayakan dengan mulai memperbaiki kinerja dan moral aparat baik polisi,
jaksa, hakim maupun pemerintah (eksekutif) yang ada dalam wilayah peradilan
bersangkutan. Tanpa adanya perbaikan tersebut segala bentuk KKN akan terus berpengaruh
dalam proses penegakan hukum di Indonesia.
Selain itu materi hukum sendiri juga harus terus menerus diperbaiki, peran DPR
sebagai lembaga legislatif untuk lebih aktif dalam memperbaiki dan menciptakan perundang-
undangan yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan lebih tegas lagi. Peningkatan
kesadaran hukum masyarakat juga menjadi faktor kunci dalam penegakan hukum secara
konsisten. Jadi, keterpurukan penegakan hukum di Indonesia terletak pada faktor integritas
aparat penegak hukum, aturan hukum yang tidak responsif, serta tidak diaplikasikannya nilai-
nilai Pancasila khususnya nilai kemanusiaan, nilai musyawarah untuk mufakat dan nilai
keadilan dalam penegakan hukum oleh aparat penegak hukum, sehingga menimbulkan
ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum yang ada di Indonesia. Hasil
penelitian, menunjukkan tingkat kepercayaan
16
masyarakat terhadap penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh keadaan atau
situasional suatu daerah, apabila disuatu daerah penegakan hukumnya baik, maka
tingkat kepercayaan masyarakat juga baik di daerah tersebut, namun apabila
penegakan hukumnya kurang baik, maka tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
penegakan hukum di daerah tersebut menjadi kurang baik.
Suatu hukum hanya dapat dilaksanakan dan diterapkan dengan baik apabila dalam
Masyarakat terdapat suatu struktur yang memungkinkan bagi setiap anggota masyarakat
untuk mewujudkan cita-cita hukum tersebut. Oleh karena itu jika kita mengharapkan
perilaku hukum masyarakat yang baik, maka kita harus menciptakan struktur sosial
masyarakat yang baik pula. Selama struktur sosial masyarakat tidak terkandung kearah
susunan masyarakat yang baik maka selama itu pula perilaku hukum masyarakat sulit
untuk mengarah kepada perilaku hukum yang baik.
17
Dengan kata lain, harus terdapat kaitan yang erat antara sikap batin dan tindakan yang
dilakukan oleh seseorang
Berdasarkan uraian-uraian yang telah kami kemukakan pada bahagian terdahulu, maka
pada bahagian ini dapat kami simpulkan hal-hal sebagai berikut:
2) Bahwa pemahaman hukum masyarakat dipengaruhi oleh struktur sosial tempat di mana
hukum itu berlaku, karenanya untuk mencapai terpeliharanya tertib hukum melalui
kesadaran hukum masyarakat, maka perlu pula dibenahi struktur masyarakat yang
bersangkutan, seperti struktur ekonomi, politik, pendidikan, pertahanan keamanan dan
lain sebagainya yang terdapat dalam sistem sosial
4) Bahwa perlu kiranya untuk menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat agar tertib
hukum terpelihara dengan baik disusun suatu kaedah hukum yang sesuai dengan aspirasi
masyarakat Indonesia, sesuai dengan asas-asas hukum Indonesia dengan kata lain perlu
diperhatikan segi substansialnya, bukan segi formalnya seperti yang berkembang selama ini
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat tiga elemen
penting yang mempengaruhi, yaitu: (i) institusi penegak hukum beserta berbagai
perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja
kelembagaannya; (ii) budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk
mengenai kesejahteraan aparatnya, dan (iii) perangkat peraturan yang mendukung
baik kinerja kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan
standar kerja, baik hukum materielnya maupun hukum acaranya. Upaya penegakan
hukum secara sistemik haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan.
19
3.2 Daftar Pustaka
Mahkamah Agung RI. Cetak Biru Pembaruan Mahkamah Agung RI. Jakarta:
Mahkamah Agung RI, 2003.
Kertas Kerja Pembaruan Sistem Pengeloaan Pengadilan. Jakarta:
Mahkamah Agung RI, 2003.
Bagaimana Undang-Undang Dibuat. Seri Panduan Legislasi. Jakarta:
Https://www.coursehero.com/ Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu
terdapat tiga elemen penting | Course Hero
20