Anda di halaman 1dari 12

Konferensi Asia–Afrika

Gedung Merdeka saat berlangsungnya Konferensi Asia Afrika

Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika (disingkat KTT Asia


Afrika atau KAA; kadang juga disebut Konferensi Bandung) adalah
sebuah konferensi antara negara-negara Asia dan Afrika, yang
kebanyakan baru saja memperoleh kemerdekaan. KAA diselenggarakan
oleh Indonesia, Myanmar (dahulu Burma), Sri Lanka
(dahulu Ceylon), India dan Pakistan dan dikoordinasi oleh Menteri Luar
Negeri Indonesia Sunario. Pertemuan ini berlangsung antara 18 April-24
April 1955, di Gedung Merdeka, Bandung, Indonesia dengan tujuan
mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan
melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet,
atau negara imperialis lainnya.[1]
Sebanyak 29 negara yang mewakili lebih dari setengah total penduduk
dunia pada saat itu mengirimkan wakilnya. Konferensi ini merefleksikan
apa yang mereka pandang sebagai ketidakinginan kekuatan-kekuatan
Barat untuk mengonsultasikan dengan mereka tentang keputusan-
keputusan yang memengaruhi Asia pada masa Perang Dingin;
kekhawatiran mereka mengenai ketegangan antara Uni Soviet dan
Amerika Serikat; keinginan mereka untuk membentangkan fondasi bagi
hubungan yang damai antara Tiongkok dengan mereka dan pihak Barat;
penentangan mereka terhadap kolonialisme, khususnya pengaruh
Prancis di Afrika Utara dan kekuasaan kolonial Prancis di Aljazair; dan
keinginan Indonesia untuk mempromosikan hak mereka dalam
pertentangan dengan Belanda mengenai Irian Barat.[2]
Sepuluh poin hasil pertemuan ini kemudian tertuang dalam apa yang
disebut Dasasila Bandung, yang berisi tentang "pernyataan mengenai
dukungan bagi kerukunan dan kerjasama dunia". Dasasila Bandung ini
memasukkan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB dan prinsip-
prinsip Nehru.[3] Konferensi ini akhirnya membawa kepada
terbentuknya Gerakan Non-Blok pada 1961.
TUJUAN KONFERENSI ASIA AFRIKA

Tujuan KAA di Bandung antara lain untuk mempererat solidaritas negara-negara di Asia
dan Afrika, meninjau masalah-masalah hubungan sosial ekonomi dan kebudayaan dari
negara-negara Asia dan Afrika, menjalin kerukunan antar umat beragama di wilayah
Asia dan Afrika, hingga memberikan sumbangan untuk memajukan perdamaian

Latar belakang]
Konferensi Asia–Afrika didahului oleh persidangan bogo  pada tahun
1949. Persidangan Bogor merupakan pendahuluan bagi Persidangan
Kolombo dan Konferensi Asia–Afrika. Persidangan Bogor ke-2 diadakan
pada 28–29 Desember 1954.[4]
Konferensi Asia–Afrika merefleksikan apa yang oleh para penyelenggara
dianggap sebagai keengganan kekuatan Barat untuk berkonsultasi
dengan mereka mengenai keputusan yang mempengaruhi Asia dalam
pengaturan ketegangan Perang Dingin; keprihatinan mereka atas
ketegangan antara Republik Rakyat Tiongkok dan Amerika Serikat;
keinginan mereka untuk meletakkan fondasi yang lebih kuat bagi
hubungan perdamaian Tiongkok dengan diri mereka sendiri dan Barat;
penentangan mereka terhadap kolonialisme, khususnya pengaruh
Prancis di Afrika Utara dan pemerintahan kolonialnya di Aljazair; dan
keinginan Indonesia untuk mempromosikan kasusnya dalam perselisihan
dengan Belanda di Nugini Barat (Irian Barat).
Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia, menggambarkan
dirinya sebagai pemimpin kelompok negara ini, yang kemudian ia
gambarkan sebagai "NEFOS" (Newly Emerging Forces, Kekuatan Dunia
Baru).[5] Pada 4 Desember 1954, Perserikatan Bangsa-
Bangsa mengumumkan bahwa Indonesia telah berhasil mendapatkan
masalah Irian Barat yang ditempatkan dalam agenda sidang Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1955.[6] Rencana untuk
konferensi Asia–Afrika diumumkan pada bulan yang sama. [7]

Persidangan
Penandatanganan perjanjian kewarganegaraan ganda Tiongkok-Indonesia.

Perdebatan besar berpusat pada pertanyaan apakah kebijakan Soviet di


Eropa Timur dan Asia Tengah harus dikecam bersama dengan
kolonialisme Barat. Sebuah memo dikirimkan oleh 'Bangsa Muslim di
bawah Imperialisme Soviet', menuduh pemerintah Soviet melakukan
pembantaian dan deportasi massal di wilayah Muslim, tetapi hal tersebut
tidak pernah diperdebatkan.[8] Sebuah konsensus dicapai di mana
"kolonialisme dalam semua manifestasinya" dikutuk, secara implisit
mengkritik Uni Soviet, serta Barat.[9] Tiongkok memainkan peran penting
dalam konferensi ini dan memperkuat hubungannya dengan negara-
negara Asia lainnya. Setelah selamat dari upaya pembunuhan dalam
perjalanan menuju konferensi, perdana menteri Tiongkok, Zhou Enlai,
menunjukkan sikap yang moderat dan damai yang cenderung untuk
menenangkan kekhawatiran beberapa delegasi anti-komunis mengenai
niat Tiongkok.
Kemudian dalam konferensi tersebut, Zhou Enlai menandatangani artikel
tersebut dalam deklarasi penutup yang menyatakan bahwa Tionghoa
perantauan memiliki loyalitas utama kepada negara asal mereka, bukan
ke Tiongkok – masalah yang sangat sensitif untuk tuan rumah Indonesia
dan untuk beberapa negara peserta lainnya. Zhou juga
menandatangani perjanjian kewarganegaraan ganda dengan Menteri
Luar Negeri Indonesia Sunario.
Lini masa]
 23 Agustus 1953 – Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo (Indonesia)
di Dewan Perwakilan Rakyat Sementara mengusulkan perlunya
kerjasama antara negara-negara di Asia dan Afrika
dalam perdamaian dunia.[4]
 25 April–2 Mei 1954 – Berlangsung Persidangan Kolombo di Sri
Lanka. Hadir dalam pertemuan tersebut para pemimpin
dari India, Pakistan, Burma (sekarang Myanmar), dan Indonesia.
Dalam konferensi ini Indonesia memberikan usulan perlunya adanya
Konferensi Asia–Afrika.[4]
 28–29 Desember 1954 – Untuk mematangkan gagasan masalah
Persidangan Asia-Afrika, diadakan Persidangan Bogor. Dalam
persidangan ini dirumuskan lebih rinci tentang tujuan persidangan,
serta siapa saja yang akan diundang.[4]
 18–24 April 1955 – Konferensi Asia–Afrika berlangsung di Gedung
Merdeka, Bandung. Persidangan ini diresmikan oleh
Presiden Soekarno dan diketuai oleh PM Ali Sastroamidjojo. Hasil
dari persidangan ini berupa persetujuan yang dikenal
dengan Dasasila Bandung.[4]

Pelopor]
  Ali Sastroamidjojo
  Mohammad Ali Bogra
  Jawaharlal Nehru
  Sir John Kotelawala
  U Nu

Peserta]
  Afganistan
  Arab Saudi
  Burma 
    Myanmar)
  Ceylon 
    Sri Lanka)
  Republik Rakyat Tiongkok
  Ethiopia
  India
  Indonesia
  Irak
  Iran
  Jepang
  Kamboja
  Laos
  Lebanon
  Liberia
  Libya
  Mesir
    Nepal
  Pakistan
  Filipina
  Siprus[1]
  Sudan
  Suriah
  Thailand
  Turki
  Republik Demokratik Vietnam
  Negara Vietnam (Republik Vietnam)
  Kerajaan Mutawakkilīyah Yaman
  Yordania

Deklarasi
Sepuluh poin deklarasi mengenai dukungan bagi kedamaian dan kerjasama dunia,
dinamakan Dasasila Bandung, yang menggabungkan prinsip-prinsip Piagam
PBB diadopsi dengan suara bulat:

1. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas


yang termuat di dalam piagam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
2. Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa
3. Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa,
besar maupun kecil
4. Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soalan-soalan dalam
negeri negara lain
5. Menghormati hak-hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri secara
sendirian ataupun kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB
6. Tidak menggunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk
bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara besar dan tidak
melakukannya terhadap negara lain
7. Tidak melakukan tindakan-tindakan ataupun ancaman agresi maupun
penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah
maupun kemerdekaan politik suatu negara
8. Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai,
seperti perundingan, persetujuan, arbitrasi (penyelesaian masalah hukum) ,
ataupun cara damai lainnya, menurut pilihan pihak-pihak yang
bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB
9. Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama
10. Menghormati hukum dan kewajiban–kewajiban internasional [11]

Komunike akhir dari Konferensi ini menggarisbawahi perlunya negara-negara


berkembang untuk melonggarkan ketergantungan ekonomi mereka pada negara-
negara industri terkemuka dengan memberikan bantuan teknis satu sama lain
melalui pertukaran ahli dan bantuan teknis untuk proyek-proyek pembangunan,
serta pertukaran pengetahuan teknologi, bagaimana dan pembentukan lembaga
pelatihan dan penelitian regional.

Pertemuan kedua {2005}

Prangko peringatan 50 tahun Konferensi Asia–Afrika


Untuk memperingati lima puluh tahun sejak pertemuan bersejarah tersebut, para
Kepala Negara negara-negara Asia dan Afrika telah diundang untuk mengikuti
sebuah pertemuan baru di Bandung dan Jakarta antara 19-24 April 2005. Sebagian
dari pertemuan itu dilaksanakan di Gedung Merdeka, lokasi pertemuan lama pada
50 tahun lalu.
Sekjen PBB, Kofi Annan, Perdana Menteri Jepang, Junichiro Koizumi, Presiden
Tiongkok, Hu Jintao, Presiden Pakistan, Pervez Musharraf, Presiden
Afganistan, Hamid Karzai, Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Ahmad
Badawi, Sultan Brunei, Hassanal Bolkiah dan Presiden Afrika Selatan, Thabo
Mbeki ikut hadir di Bandung dalam pertemuan ini. KTT Asia–Afrika 2005
menghasilkan NAASP (New Asian-African Strategic Partnership, Kemitraan
Strategis Baru Asia-Afrika), yang diharapkan akan membawa Asia dan Afrika
menuju masa depan yang lebih baik berdasarkan ketergantungan-sendiri yang
kolektif dan untuk memastikan adanya lingkungan internasional untuk kepentingan
para rakyat Asia dan Afrika.

Pertemuan ketiga {2015}

Peserta Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika 2015Konferensi Asia-Afrika ke-60


dilaksanakan di 2 kota yaitu Jakarta pada 19-23 April 2015 dan Bandung pada 24
April 2015 dengan agenda meliputi "Asia-Africa Business Summit" dan "Asia-Africa
Carnival". Tema yang dibawa adalah peningkatan kerja sama negara-negara di
kawasan Selatan, kesejahteraan, serta perdamaian. KTT Asia-Afrika 2015 diikuti
sebanyak 89 kepala negara/pemerintahan dari 109 negara di kawasan Asia dan
Afrika, 17 negara pengamat dan 20 organisasi internasional, dan 1.426 perwakilan
media domestik dan asing.Para peserta di antaranya adalah Perdana Menteri
Jepang, Shinzo Abe, Presiden Tiongkok, Xi Jinping, Perdana Menteri
Singapura, Lee Hsien Loong, Raja Yordania, Abdullah II dari Yordania, Perdana
Menteri Malaysia, Najib Tun Razak, Presiden Myanmar, Thein Sein, Raja
Swaziland, Mswati III dan Perdana Menteri Nepal.Konferensi Asia Afrika 2015 telah
menghasilkan 3 dokumen yaitu Pesan Bandung (Bandung Message), Deklarasi
Penguatan Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika (NAASP) dan Deklarasi
kemerdekaan Palestina.

LAMBANG / LOGO KONFERENSI ASIA AFRIKA


Menurut salah seorang konseptor pembuat logo, Muhammad Yahya, pihaknya
menekankan unsur kekinian yang sedang dihadapi bangsa Asia Afrika saat ini. Unsur
dan aroma politik berupaya diminimalisir dari desain logo. Yahya dan kawannya lebih
menekankan hal yang sederhana, mudah dipahami, namun tidak mengurangi semangat
KAA.

Jika dilihat lebih jauh, logo KAA kali ini memang lebih dinamis dibanding
logo-logo KAA sebelumnya. Hal itu terlihat dari dua buah huruf ‘a’ kecil yang
berwarna merah dan hijau. Jika digabungkan, akan terlihat garis relevansi di
antara keduanya, kedua huruf ‘a’ tersebut jika digabung menjadi angka 60.
Di sisi lain, garis persinggungan pada logo itu menandakan keterikatan dan
persaudaraan di antara bangsa Asia Afrika. Sementara warna merah
mencerminkan wilayah Asia dan hijaunya Afrika.
“Dan untuk tetap mempertahankan unsur sejarah KAA pada logo baru ini,
kita pastinya melakukan riset terlebih dahulu, seperti melihat dokumentasi
zaman dulu, terus apa saja yang sudah dibuat mengenai acara Asia Afrika,”
tutur Yahya baru-baru ini.
Logo itu sendiri dibuat Yahya bersama seorang kawannya, Firman Mustari.
Mereka merupakan dua desainer yang berasal dari Bandung. Tergabung
dalam Komunitas Bandung Desain Independen, keduanya diminta langsung
Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil untuk menyumbang ide seputar
pembuatan logo KAA beberapa bulan lalu.
Setelah bertemu Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo)
Rudiantara untuk membahas komunikasi dan identitas logo, mereka pun
langsung bekerja satu malam untuk menyelesaikan desain, karena harus
mendapat persetujuan dari Kementerian lain dan Presiden Jokowi.
Menurut Yahya, awalnya pihaknya membuat lima ide alternatif desain logo
KAA. Namun, setelah semua rancangan diserahkan ke pihak terkait, desain
inilah yang kemudian ditetapkan sebagai logo resmi.
Terlebih lagi, Yahya dan Firman menyatakan tidak dibayar sepeser pun
untuk kerja kerasnya. Pihaknya hanya memegang hak cipta, selebihnya
tidak ada benefit apa-apa. Menurut Firman, mereka melakukan itu karena
hanya ingin mempersembahkan sesuatu bagi bangsa Indonesia.
Peran Indonesia dalam KAA (Konferensi Asia
Afrika)

1. Salah satu pemrakarsa diselenggarakannya KAA


Indonesia menjadi salah satu negara yang mepelopori terselenggaranya KAA
bersama panca negara. Indonesia ikut serta dalam dua konferensi yang
mendahului penyelenggaraan KAA, yakni sebagai berikut:

 Konferensi Colombo
Konferensi Colombo juga dikenal dengan sebutan Konferensi Panca Negara I.
Konferensi tersebut diselenggarakan di Colombo, Sri Lanka. Konferensi ini
dihadiri oleh lima negara (panca negara) dan diadakan tanggal 28 April hingga 2
Mei 1954. Konferensi yang diadakan di Colomb ini dianggap sebagai cikal bakal
diadakannya KAA. Konferensi ini dihadiri oleh perwakilan dari kelima negara
yakni:

 Perdana Menteri Ali Sastroamidjoyo yang mewakili Indonesia


 Menteri Shri Pandit Jawaharlal Nehru yang mewakili India
 Perdana Menteri Mohammad Ali Jinnah yang mewakili Pakistan
 Perdana Menteri Unu yang mewakili Burma (sekarang Myanmar)
 Perdana Menteri Sir John Kotelawala yang mewakili Sri Lanka.
Indonesia saat itu diwakili oleh seorang Perdana Menteri karena menganut
kabinet parlementer pada tahun 1954. Kepala pemerintahan Indonesia saat itu
dipegang oleh Perdana Menteri. Pada Konferensi Colombo, para Kepala
Pemerintahan yang hadir mendiskusikan tentang kondisi Kawasan Indochina
atau Asia Afrika saat itu dan kerja sama yang akan dijalin. Kesepakatan yang
diperoleh adalah:

 Kawasan Indochina dan Asia Afrika harus mendapatkan kemerdekaan


 Kemerdekaan atas Tunisia dan Maroko yang masih dijajah Bangsa Eropa
 Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika yang bertempat di Indonesia
 Pertemuan pendahuluan sebelum KAA
Selain itu, terdapat konferensi lainnya yang disebut dengan Konferensi Bogor.

 Konferensi Bogor atau Konferensi Panca Negara III


Konferensi Bogor dilaksanakan di Bogor, Indonesia, pada 28 – 31 Desember
1954. Konferensi ini dihadiri oleh lima negara atau Panca Negara dari negara
yang sama di Konferensi Colombo. Konferensi Bogor bertujuan untuk
mematangkan rencana diadakannya KAA di Indonesia. Hasil dari konferensi ini
adalah:
 KAA akan diadakan di Bandung, Indonesia, dengan 5 negara yang hadir pada
Konferensi Colombo dan Bogor menjadi negara sponsor atau pengundang.

 2. Tuan Rumah Konferensi Asia Afrika
Peran Indonesia dalam KAA lainnya adalah dengan menjadi tuan rumah
Konferensi Asia Afrika. Penjelasan mengenai penyelenggaraan KAA di
Indonesia adalah:

 Konferensi Asia Afrika 1995


KAA pertama dilaksanakan di Gedung Merdeka, Bandung, Indonesia pada
tanggal 18 hingga 24 April 1955. KAA yang dilaksanakan di Bandung
menghasilkan Dasasila Bandung. Dasasila Bandung merupakan sepuluh poin
deklarasi mengenai dukungan bagi kedamaian dan kerja sama dunia.

 Konferensi Asia Afrika 2005


Sebagai upaya memperingati 50 tahun semenjak pertemuan bersejarah KAA
tahun 1955, para Kepala Negara di negara-negara Asia & Afrika diundang untuk
mengikuti sebuah pertemuan baru di Indonesia. Pertemuan tersebut
diselenggarakan pada tanggal 19 hingga 23 April 2015 di Jakarta dan 24 April di
Bandung. Sebagian dari pertemuan dilaksanakan di Gedung Merdeka, yakni
sama dengan lokasi pertemuan lama pada 50 tahun lalu. Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat itu, Kofii Anan, juga hadir dalam
pertemuan ini.

KTT Asia Afrika tahun 2005 ini menghasilkan NAASP (New Asian-African
Strategic Partnership/ Kemitaan Strategis Baru Asia-Afrika). NAASP
diharapakan akan membawa Asia dan Afrika menuju masa depan yang lebih
baik berdasarkan ketergantungan sendiri yang kolektif. Selain itu, untuk
memastikan adanya lingkungan internasional untuk kepentingan para rakyat Asia
dan Afrika.

 Konferensi Asia Afrika 2015


Konferensi Asia Afrika 2015 juga diselenggarakan di Indonesia. KAA  ke-60 ini
dilaksanakan di dua kota, yakni di Jakarta pada 19 – 23 April 2015 dan Bandung
pada 24 April 2015. Tema yang dibawa oleh KAA yang bertempat di dua kota
ini adalah peningkatan kerja sama negara-negara di Kawasan Selatan,
kesejahteraan, dan perdamaian. KTT ini dihadiri 89 Kepala Negara/
Pemerintahan dari 109 negara di Kawasan Asia Afrika, 17 negara pengamat, 20
organisasi internasional, dan 1.426 perwakilan media domestik dan asing.

Peserta yang hadir pada KTT ini diantaranya adalah Perdana Menteri Jepang
(Shinzo Abe), Presiden Tiongkok (Xi Jinping), Perdana Menteri Malaysia (Najib
Tun Razak), Presiden Myanmar (Thein Sein), Raja Swaziland (Mswati III), dan
Perdana Menteri Nepal (Sushil Koirala). KAA tahun 2015 ini menghasilkan tiga
dokumen. Ketiga dokumen tersebut adalah Pesan Bandung (Bandung Message),
Deklarasi Penguatan Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika (NAASP), dan
Deklarasi Kemerdekaan Palestina. Baca juga sejarah Istana Bogor, sejarah
Museum Kepresidenan, dan museum di Bogor.

3.Panitia Konferensi Asia Afrika


Indonesia menjadi penyelenggara KAA pertama di Indonesia sekaligus panitia
penyelenggara KAA. Tokoh-tokoh Indonesia yang menjadi paniti Konferensi
Asia Afrika adalah:

 Gubernur Jawa Barat saat itu, Sanusi Harjadinata, menjadi Ketua Panitia
Penyelenggara KAA
 Perdana Menteri Ali Sastroamidjoyo menjadi Ketua KAA
 Sekjen Kementrian Luar Negeri Indonesia saat itu, Ruslan Abdul Gani, menjadi
Sekjen KAA
 Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Indonesia saat itu,
Muhammad Yamin, menjadi Ketua Komite Kebudayaan
 Menteri Ekonomi Indonesia saat itu, Prof. Ir. Rooseno, menjadi Ketua Komite
Ekonomi
 Presiden Soekarno memberikan sambutan untuk pembukaan KAA. Baca
juga sejarah Museum Asia Afrika di Bandung, sejarah Perang Asia Pasifik,
dan sejarah Perang Asia Timur Raya.

4. Pendirian Museum Konferensi Asia Afrika
Indonesia memiliki Museum Konferensi Asia Afrika di Gedung Merdeka,
Bandung, Indonesia. Pendirian museum ini terilhami dari kehendak untuk
mengabadikan Konferensi Asia Afrika. Gagasan pendirian Museum Konferensi
Asia Afrika dilontarkan dalam forum rapat Panitia Peringatan 25 tahun
Konferensi Asia Afrika (1980). Konferensi tersebut dihadiri oleh Direktur
Jenderal Kebudayaan saat itu, Prof. Dr. Haryati Soebadio, sebagai perwakilan
dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Gagasan ini mendapat sambutan baik, termasuk dari Presiden RI saat itu,
Soeharto. Perealisasian gagasan ini dilaksanakan oleh Ketua Harian Panitia
Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika (Joop Ave ), Direktur Jenderal
Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negeri, Pemerintah Daerah Tingkat I
Propinsi Jawa Barat, dan Universitas Padjadjaran.

Sementara itu, perencanaan dan pelaksanaan teknis gagasan tersebut


dilaksanakan oleh PT. Decenta, Bandung. Museum Konferensi Asia Afrika
akhirnya diresmikan oleh Presiden RI Soeharto pada 24 April 1980 sebagai
puncak peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika. 

PENGARUH KAA TERHADAP INDONESIA

1. mendukung kegiatan diplomasi Indonesia utamanya di PBB.


2.perekat untuk mendasari pembaharuan tekad bangsa dan
negaramasing-masing dalam meningkatkan martabatnya serta
tetap berusahamelaksanakan kerjasama guna menanggulangi
beragam kesenjanganekonomi, sosial, budaya dan politik
negara-negara di kedua benuatersebut 
3. Membantu menciptakan perdamaian dunia .
4. bekerjasama dengan negara Asia & Afrika di berbagai bidang
(ekonomi, sosial dll ) .
5.Merupakan pendorong kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-
Afrikauntuk lepas dari cengkeraman imperialisme dan
kolonialisme Barat.
;6. Menjadi pendorong lahirnya Gerakan Nonblok; 
7. Merupakan pencetus semangat solidaritas dan kebangkitan
negaraAsia Afrika dalam menggalang persatuan; 
8. Memberikan harapan baru bagi bangsa-bangsa yang sudah
maupun belum merdeka 
9. Mulai diikutinya politik luar negeri bebas dan aktif yang
dijalankanoleh Indonesia, India, Myanmar, dan Sri Lanka; 
10. Kembali bangkit dan sadarnya bangsa-bangsa Asia dan
Afrika akan potensi yang dimiliki

Anda mungkin juga menyukai