Anda di halaman 1dari 21

KONFERENSI ASIA-AFRIKA

- Waktu Pelaksanaan

Pada tanggal 18-24 April 1955 Konferensi Asia Afrika dilaksanakan di Gedung Merdeka
Bandung. Konferensi dimulai pada pukul 09.00 WIB dengan pidato pembukaan oleh
Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno. Sidang- sidang selanjutnya dipimpin oleh Ketua
Konferensi Perdana Menteri RI Ali Sastroamidjojo

Untuk memperingati 50 tahun pertemuan bersejarah tersebut, para kepala negara-negara


Asia dan Afrika kemudian berkumpul mengikuti sebuah pertemuan di Bandung dan Jakarta,
pada 19-24 April 2005. Kofi Annan, yang ketika itu menjabat sebagai Sekjen PBB, juga ikut
hadir. Hasilnya, mereka menyepakati terjalinnya New Asian-African Strategic Partnership,
Kemitraan Strategis Baru Asia-Afrika (NAASP).

Dalam pelaksanaannya yang ketiga di Jakarta dan Bandung pada 19-24 April 2015, agenda
KAA kali itu meliputi Asia-Africa Business Summit serta Asia-Africa Carnival. Negara-negara
dan tokoh-tokoh penting yang terlibat jauh lebih banyak.

Ada sebanyak 89 kepala negara/pemerintahan dari 109 negara di kawasan Asia dan Afrika,
17 negara pengamat, 20 organisasi internasional dan 1.426 perwakilan media domestik dan
asing. Di antaranya Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Presiden Tiongkok Xi Jinping,
Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Razak, Presiden Myanmar Thein Sein, Raja Swaziland
Mswati III dan Perdana Menteri Nepal Sushil Koirala.

KAA 2015 menghasilkan tiga dokumen penting yang mencakup Pesan Bandung (Bandung
Message), Deklarasi Penguatan Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika (NAASP) serta
Deklarasi kemerdekaan Palestina.

- Negara-negara Sponsor dan Peserta dalam KAA

Atas undangan Perdana Menteri Indonesia, para Perdana Menteri peserta Konferensi
Kolombo (Birma, Srilangka, India, Indonesia, dan Pakistan) mengadakan Konferensi di
Bogor pada 28 dan 29 Desember 1954, yang dikenal dengan sebutan Konferensi Lima
Negara. Konferensi ini membicarakan persiapan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika.

Negara-negara yang diundang disetujui berjumlah 25 negara, yaitu: Afganistan, Kamboja,


Federasi Afrika Tengah, Republik Rakyat Tiongkok (China), Mesir, Ethiopia, Pantai Emas
(Gold Coast), Iran, Irak, Jepang, Yordania, Laos, Libanon, Liberia, Libya, Nepal, Filipina,
Saudi Arabia, Sudan, Syria, Thailand (Muangthai), Turki, Republik Demokrasi Vietnam
(Vietnam Utara), Vietnam Selatan, dan Yaman. Waktu Konferensi ditetapkan pada minggu
terakhir April 1955.

Pada 15 Januari 1955, surat undangan Konferensi Asia Afrika dikirimkan kepada Kepala
Pemerintahan 25 negara Asia dan Afrika. Dari seluruh negara yang diundang hanya satu
negara yang menolak undangan itu, yaitu Federasi Afrika Tengah (Central African
Federation), karena memang negara itu masih dikuasai oleh orang-orang bekas
penjajahnya.
- Tokoh negara sponsor

Gagasan untuk mengadakan sebuah konferensi yang melibatkan negara- negara


Asia-Afrika diawali dari pertemuan di Colombo yang digagas oleh PM Sri Lanka Sir John
Kotelawala. Pertemuan ini dikenal dengan Sidang Panca Perdana Menteri yang dihadiri oleh
para Perdana Menteri dari Burma, Srilangka, India, Indonesia dan Pakistan. Pertemuan lima
perdana menteri itu akhirnya berlangsung pada tanggal 28 April - 2 Mei 1954.

Lima negara penggagas KAA 1955, yakni:


1. Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo.
2. Ceylon (Srilanka) diwakili oleh Sir John Kotelawala.
3. Burma (Myanmar) diwakili oleh Perdana Menteri U Nu.
4. Pakistan diwakili oleh Perdana Menteri Mohammed Ali.
5. India diwakili oleh Perdana Menteri Jawaharlal Nehru.

Adapun topik yang kemudian didiskusikan meliputi, kondisi Indocina, bom hidrogen,
kolonialisme dan nasionalisme serta komunisme internasional. Gagasan Indonesia untuk
mengadakan pertemuan negara-negara Asia-Afrika akhirnya baru bisa disampaikan pada
sidangnya yang ke-6 pada tanggal 30 April sore hari. PM Ali Sastroamidjojo berkesempatan
mengajukan usulnya supaya diadakan “suatu Konferensi yang sama hakikatnya dengan
Konferensi Kolombo, tapi lebih luas jangkauannya dengan tidak hanya memasukkan
negara-negara Asia tetapi juga negara-negara Afrika lainnya.

Daftar ke-29 negara anggota KAA:


1. Afghanistan
2. Aljazair
3. Arab Saudi
4. Bangladesh
5. Bhutan
6. Republik Rakyat Tiongkok
7. India
8. Indonesia
9. Iran
10. Irak
11. Yordania
12. Kamboja
13. Korea Utara
14. Korea Selatan
15. Kuwait
16. Laos
17. Lebanon
18. Libya
19. Mesir
20. Maroko
21. Myanmar
22. Nepal
23. Pakistan
24. Palestina
25. Suriah
26. Sri Lanka
27. Sudan
28. Tunisia
29. Vietnam

- Tujuan KAA
● Mempertimbangkan masalah-masalah negara Asia dan Afrika
● Mengembangkan rasa saling pengertian dan kerja sama
● Meninjau masalah hubungan sosial, ekonomi, dan budaya
● Meninjau kedudukan negara-negara Asia dan Afrika.

- Hasil KAA

Dasasila Bandung yang isinya :


● Menghormati hak-hak dasar manusia sebagaimana tercantum dalam Piagam PBB
● Menghormati kedaulatan dan integritas/keutuhan seluruh bangsa
● Mengakui persamaan ras dan hak seluruh bangsa
● Tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain
● Menghormati hak tiap bangsa dalam mempertahankan diri, sebagaimana dalam Piagam
PBB
● Tidak melakukan tekanan kepada negara lain
● Tidak melakukan agresi terhadap negara lain
● Menyelesaikan perselisihan internasional secara damai
● Memajukan kerja sama demi kepentingan bersama
● Menghormati hukum serta kewajiban internasional.

KAA 2 : menyepakati terjalinnya New Asian-African Strategic Partnership, Kemitraan


Strategis Baru Asia-Afrika (NAASP).

KAA 3 : KAA 2015 menghasilkan tiga dokumen penting yang mencakup Pesan Bandung
(Bandung Message), Deklarasi Penguatan Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika (NAASP)
serta Deklarasi kemerdekaan Palestina.

- Dampak Pelaksanaan KAA

Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung menimbulkan beberapa dampak, yakni:


1. Menggalang persatuan dan kerja sama negara-negara Asia dan Afrika.
2. Munculnya Bandung Spirit.
3. Solidaritas negara-negara Asia dan Afrika.
4. Paham Dunia Ketiga (Non-Aligned).
- Pidato Mohammad Hatta dalam Kaitan Politik Luar Negeri Bebas Aktif

“..... perjuangan kita harus diperjuangkan di atas dasar semboyan kita yang lama: percaya
akan diri sendiri dan berjuang atas kesanggupan kita sendiri. Ini tidak berarti bahwa kita
tidak akan mengambil keuntungan dari pergolakan politik internasional. Memang tiap-tiap
politik untuk mencapai kedudukan Negara yang kuat ialah mempergunakan pertentangan
internasional yang ada itu untuk mencapai tujuan nasional. Belanda berbuat begitu, ya
segala bangsa sebenarnya berbuat semacam itu, apa sebab kita tidak akan melakukannya?
Tiap-tiap orang di antara kita tentu ada menaruh simpati terhadap golongan ini atau
golongan itu, akan tetapi perjuangan bangsa tidak bisa dipecah dengan menuruti simpati
saja, tetapi hendaknya didasarkan kepada realitas, kepada kepentingan Negara kita setiap
waktu.” .....(Mohammad Hatta, Mendayung Antara Dua Karang” Jakarta: Penerbit Bulan
Bintang, 1976)

Sejak Mohammad Hatta menyampaikan pidatonya berjudul ”Mendayung Antara Dua


Karang” di depan Sidang BP KNIP pada bulan September 1948, Indonesia menganut politik
luar negeri bebas-aktif yang dipahami sebagai sikap dasar Indonesia yang menolak masuk
dalam salah satu Blok negara- negara superpower, menentang pembangunan pangkalan
militer asing di dalam negeri, serta menolak terlibat dalam pakta pertahanan negara-negara
besar. Namun, Indonesia tetap berusaha aktif terlibat dalam setiap upaya meredakan
ketegangan di dunia internasional (Pembukaan UUD 1945).

PENGIRIMAN MISI GARUDA

- Dasar Politik Luar Negeri Bebas Aktif

Pelaksanaan politik luar negeri yang bebas aktif berdasar atas hukum dasar, yaitu
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang tidak lepas dari tujuan
nasional bangsa Indonesia sebagaimana termaktub di dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 alinea keempat.

- Peran Indonesia dalam Politik Luar Negeri Bebas Aktif

1. Menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung


2. Mendirikan gerakan Non Blok
Seusai Perang Dunia II, negara di dunia terbagi ke dalam dua blok, yaitu Blok Barat yang
dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet.
Adanya dua kekuatan ini menyebabkan terjadinya Perang Dingin (Cold War) di antara kedua
blok itu. Akibatnya, suhu politik dunia menjadi memanas dan penuh dengan
ketegangan-ketegangan.
Untuk mengatasi ketegangan Blok Barat dan Blok Timur, bangsa Indonesia pun
memprakarsai didirikannya Gerakan Non-Blok.
Selain Indonesia, negara pemrakarsa gerakan Non-Blok ada Afghanistan, India, Republik
Arab Persatuan (Mesir), dan Yugoslavia.
Gerakan Non Blok ini dibentuk atas dasar Dasa Sila Bandung atau hasil konferensi Asia
Afrika di Bandung.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pertama Non Blok diadakan di Yugoslavia pada 1-6
September 1961. KTT ini dihadiri oleh total 25 negara.
Konferensi ini bertujuan untuk meredakan ketegangan dunia dan menunjukkan bahwa ada
pihak ketiga yang berada di luar kedua blok itu.
3. Mengirimkan Misi Garuda
Politik luar negeri Indonesia menyatakan bahwa bangsa Indonesia akan senantiasa aktif
dalam upaya menciptakan perdamaian dunia. Untuk mewujudkan misi ini, maka Indonesia
mengirimkan misi perdamaian dunia dengan nama Pasukan Garuda.
Pasukan ini diperbantukan untuk PBB dalam usaha turut mendamaikan daerah-daerah yang
sedang bersengketa. Pada bulan Januari 1957 dikirim lah Pasukan Garuda I ke Timur
Tengah di bawah Komando Kolonel Hartoyo.
Pasukan Garuda II kembali dikirimkan untuk mendamaikan situasi perang saudara di Kongo
di bawah pimpinan Kolonel Prijatna. Tak hanya sampai situ saja, Pasukan Garuda III pun
dikirim ke Kongo yang dipimpin oleh Brigjen Kemal Idris.
Dalam setiap sengketa internasional yang menerjunkan PBB, Indonesia selalu siap sedia
menjadi petugas misi perdamaian PBB melalui Pasukan Garuda. Keikutsertaan Indonesia
dalam Misi Perdamaian ini tergabung dalam Pasukan Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (DK-PBB).
Dalam pengiriman misi perdamaian ini, tentara dari Indonesia mendapat sambutan baik dari
negara yang menerima. Terakhir, Indonesia juga mengirimkan Kontingen Garuda IV ke
Vietnam sebagai pasukan pemelihara kedamaian PBB pada 1970-an.
4. Menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia, bangsa Indonesia menjadi anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1950.
Pada masa Orde Lama, Indonesia pernah menyatakan keluar dari keanggotaan PBB, yakni
pada tanggal 7 Januari 1965.
Ini karena pada saat itu, politik luar negeri Indonesia sedang condong ke Uni Soviet,
teman-teman.
Akan tetapi setelah zaman orde baru, Indonesia kembali menjadi anggota PBB pada tahun
1966.
5. Mendirikan ASEAN
Sebagai perwujudan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, Indonesia bersama
dengan negara lain mendirikan ASEAN.
ASEAN (Association of The South East Asian Nations) merupakan organisasi
negara-negara di Asia Tenggara.
Organisasi ini dibentuk untuk memakmurkan seluruh negara di Asia Tenggara melalui
berbagai kerja sama.
6. Menjalin Kerja Sama dengan Negara di Dunia
Politik luar negeri yang bebas dan aktif memberikan kesempatan kepada bangsa Indonesia
melakukan hubungan dengan negara lain.
Oleh karena itu, Indonesia menjalin hubungan baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya,
hingga pendidikan.
Indonesia tak membatasi diri dengan negara blok barat saja maupun blok timur saja,
sehingga Indonesia menjadi anggota organisasi Internasional.
Dalam organisasi Internasional, Indonesia tergabung dalam:
- APEC (Asia Pasific Economic Community)
APEC ialah forum kerja sama ekonomi antara enagara-negara Asia dengan negara-negara
Pasifik.
Forum ini didirikan pada tahun 1989 atas gagasan negara ASEAN dengan negara-negara
lainnya, termasuk Indonesia.
- Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Pada tahun 1967, Indonesia sebagai salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar
di dunia ikut dalam pendirian OKI.

- Deklarasi Juanda 1957

Latar Belakang Deklarasi Djuanda


Dilansir dari laman its.ac.id, latar belakang Deklarasi Djuanda adalah untuk menetapkan
kembali kedaulatan wilayah perairan NKRI. Seperti diketahui, setelah Indonesia merdeka,
batas wilayah lautnya masih mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yang dikenal
dengan Territoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO).
TZMKO 1939 ini menetapkan wilayah laut Indonesia sejauh tiga mil dari garis pantai yang
mengelilingi pulau-pulaunya. Karena adanya aturan ini maka kapal-kapal asing menjadi
bebas berlayar di Laut Jawa, Laut Banda, dan Laut Makassar yang seharusnya berada di
dalam wilayah NKRI.
Dilansir dari laman Kemendikbud, kondisi tersebut juga membuat peta wilayah Indonesia
pada saat itu masih mengacu pada Peta Kolonial Belanda yang diterbitkan pada tahun
1939. Hal inilah yang menjadi alasan pemerintah Indonesia secara perlahan melakukan
perubahan agar tidak tergantung kepada asing terutama Belanda dengan cara berusaha
untuk memperluas wilayah laut Indonesia.

Isi Deklarasi Djuanda :


1. Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang memiliki corak tersendiri.
2. Wilayah laut di kepulauan nusantara merupakan kedaulatan mutlak Indonesia.
3. Batas teritorial laut Indonesia sepanjang 12 mil diukur dari titik terluar pulau.

- Dampak Deklarasi Juanda terhadap Batas Laut Nusantara

Deklarasi Djuanda membuat luas wilayah Republik Indonesia bertambah 2,5 kali lipat dari
luas sebelumnya yaitu 2.027.087 kilometer persegi menjadi 5.193.250 kilometer persegi
dengan pengecualian wilayah Irian Jaya yang saat itu belum diakui secara Internasional.
Kemudian tercipta garis batas maya yang mengelilingi RI sepanjang 8.069,8 mil laut yang
didasarkan perhitungan 196 garis batas lurus atau straight baselines dari titik pulau-pulau
terluar.

- Berakhirnya Kabinet Djuanda


Tantangan besar bagi Kabinet Djuanda adalah terjadinya percobaan pembunuhan terhadap
Presiden Soekarno. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 30 November 1957 yang
kemudian dikenal sebagai Peristiwa Cikini atau Tragedi Cikini.

Mengutip dari buku IPS 3A SMP/MTs Kelas IXkarya Kurnia (2007: 89), Kabinet Djuanda juga
mengalami pergolakan di daerah yang semakin meningkat dengan berdirinya PRRI dan
Permesta.

Sebenarnya, Kabinet Djuanda dapat menekan pergolakan yang terjadi di berbagai daerah
serta mencoba mengalihkan perhatian pada pembangunan nasional. Namun, seiring
kembali berlakunya UUD 1945 pada 10 Juli 1959, Kabinet Djuanda akhirnya dibubarkan.

Pemberlakuan kembali Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tersebut tercantum dalam Dekrit
Presiden 5 Juli 1959. Dekrit tersebut dikeluarkan karena kegagalan Badan Konstituante
dalam menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUD Sementara 1950.

- Tujuan Pengiriman KONGA

Tujuan dari dibentuknya Misi Garuda ini adalah sebagai bukti konkret adanya keterlibatan
Indonesia dalam usaha mewujudkan perdamaian dunia di berbagai belahan dunia. Pada
akhirnya Pasukan Garuda ini memiliki tugas sebagai “Peace Keeping Force”atau disebut
juga sebagai Pasukan Pemelihara Perdamaian di PBB.

- Negara-negara Konflik terkait KONGA

● Kontingen Garuda I, dikirim ke Mesir pada 8 Januari 1957


● Kontingen Garuda II, dikirim ke Kongo pada 1960
● Kontingen Garuda III, dikirim ke Kongo pada 1962
● Kontingen Garuda IV, dikirim ke Vietnam pada 1973
● Kontingen Garuda V, dikirim ke Vietnam pada 1973
● Kontingen Garuda VI, dikirim ke Timur Tengah pada 1973 Kontingen Garuda VII, dikirim
ke Vietnam pada 1974
● Kontingen Garuda VIII, dikirim dalam rangka misi perdamaian PBB di Timur Tengah
pasca-Perang Yom Kippur antara Mesir dan Israel
● Kontingen Garuda IX, dikirim ke Iran dan Irak pada 1988 Kontingen Garuda X, dikirim ke
Namibia pada 1989
● Kontingen Garuda XI, dikirim ke Irak dan Kuwait pada 1992
● Kontingen Garuda XII, dikirim ke Kamboja pada 1992
● Kontingen Garuda XIII, dikirim ke Somalia pada 1992
● Kontingen Garuda XIV, dikirim ke Bosnia dan Herzegovina pada 1993
● Kontingen Garuda XV, dikirim ke Georgia pada 1994
● Kontingen Garuda XVI, dikirim ke Mozambik pada 1994
● Kontingen Garuda XVII, dikirim ke Filipina pada 1994
● Kontingen Garuda XVIII, dikirim ke Tajikistan pada November 1997
● Kontingen Garuda XIX, dikirim ke Sierra Leone pada 1992-2002
● Kontingen Garuda XX, dikirim ke Bungo, Kongo pada 6 September 2003 dan bertugas
selama satu tahun
● Kontingen Garuda XXI, mengikuti misi perdamaian PBB di Liberia (UNMIL)
● Kontingen Garuda XXII, mengikuti misi perdamaian PBB di Sudan (UNMIS)
● Kontingen Garuda XXIII, mengikuti misi perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL)
● Kontingen Garuda XXIV, mengikuti misi perdamaian PBB di Nepal (UNMIN)
● Kontingen Garuda XXV, penambahan pasukan dalam misi perdamaian di Lebanon
Selatan Kontingen Garuda XXVI, penambahan pasukan
● Kontingen Garuda XXIIII bersama dengan UNFIL, sekaligus dalam rangka
memperbesar peran serta Indonesia dalam pemeliharaan perdamaian di Lebanon
Selatan
● Kontingen Garuda XXVII, mengikuti misi perdamaian PBB di Darfur (UNAMID) dalam
satgas Milobs
● Kontingen Garuda XXVIII, mengikuti misi perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL)
● Kontingen Garuda XXIX, memberikan dukungan kesehatan kepada personel UNIFIL
● Kontingen Garuda XXXI, mengikuti misi perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL)
● Kontingen Garuda XXX, mengikuti misi perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL)

Pengiriman Misi Garuda yang pertama kali dilakukan pada bulan Januari 1957.
Pengiriman Misi Garuda dilatarbelakangi adanya konflik di
Timur Tengah terkait masalah nasionalisasi Terusan Suez yang dilakukan oleh Presiden
Mesir Gamal Abdul Nasser pada 26 Juli 1956. Sebagai akibatnya, pertikaian menjadi
meluas dan melibatkan negara-negara di luar kawasan tersebut yang berkepentingan dalam
masalah Suez. Pada bulan Oktober 1956, Inggris, Prancis dan Israel melancarkan serangan
gabungan terhadap Mesir. Situasi ini mengancam perdamaian dunia sehingga Dewan
Keamanan PBB turun tangan dan mendesak pihak-pihak yang bersengketa untuk
berunding.

Dalam Sidang Umum PBB Menteri Luar Negeri Kanada Lester B. Pearson mengusulkan
agar dibentuk suatu pasukan PBB untuk memelihara perdamaian di Timur Tengah. Usul ini
disetujui Sidang dan pada tanggal 5 November 1956 Sekjen. PBB membentuk sebuah
komando PBB dengan nama United Nations Emergency Forces (UNEF). Pada tanggal 8
November Indonesia menyatakan kesediaannya untuk turut serta menyumbangkan pasukan
dalam UNEF. Sebagai pelaksanaanya, pada 28 Desember 1956, dibentuk sebuah pasukan
yang berkekuatan satu detasemen (550 orang) yang terdiri dari kesatuan-kesatuan
Teritorium IV/Diponegoro dan Teritorium V/Brawijaya. Kontingen Indonesia untuk UNEF
yang diberi nama Pasukan Garuda ini diberangkatkan ke Timur Tengah pada bulan Januari
1957.

Untuk kedua kalinya Indonesia mengirimkan kontingen untuk diperbantukan kepada United
Nations Operations for the Congo (UNOC) sebanyak satu batalyon. Pengiriman pasukan ini
terkait munculnya konflik di Kongo (Zaire sekarang). Konflik ini muncul berhubungan dengan
kemerdekaan Zaire pada bulan Juni 1960 dari Belgia yang justru memicu pecahnya perang
saudara. Untuk mencegah pertumpahan darah yang lebih banyak, maka PBB membentuk
Pasukan Perdamaian untuk Kongo, UNOC. Pasukan kali ini disebut “Garuda II” yang terdiri
atas Batalyon 330/Siliwangi, Detasemen Polisi Militer, dan Peleton KKO Angkatan Laut.
Pasukan Garuda II berangkat dari Jakarta tanggal 10 September 1960 dan menyelesaikan
tugasnya pada bulan Mei 1961.

Tugas pasukan Garuda II di Kongo kemudian digantikan oleh pasukan Garuda III yang
bertugas dari bulan Desember 1962 sampai bulan Agustus 1964. Peran aktif Indonesia
dalam menjaga perdamaian dunia terus berlanjut, ketika meletus perang saudara antara
Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Indonesia kembali diberikan kepercayaan oleh PBB
untuk mengirim pasukannya sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB. Untuk menjaga
stabilitas politik di kawasan Indocina yang terus bergolak akibat perang saudara tersebut,
PBB membentuk International Commission of Control and Supervision (ICCS) sebagai hasil
dari persetujuan internasional di Paris pada tahun 1973. Komisi ini terdiri atas empat negara,
yaitu Hungaria, Indonesia, Kanada dan Polandia. Tugas ICCS adalah mengawasi
pelanggaran yang dilakukan kedua belah pihak yang bertikai.
Pada 1973, ketika pecah perang Arab-Israel ke-4, UNEF diaktifkan lagi dengan kurang lebih
7000 anggota yang terdiri atas kesatuan-kesatuan Australia, Finlandia, Swedia, Irlandia,
Peru, Panama, Senegal, Ghana dan Indonesia. Kontingen Indonesia semula berfungsi
sebagai pasukan pengamanan dalam perundingan antara Mesir dan Israel. Tugas pasukan
Garuda VI berakhir 23 September 1974 untuk digantikan dengan Pasukan Garuda VIII yang
bertugas hingga tanggal 17 Februari 1975. Selanjutnya Indonesia terus ikut berperan aktif
dalam menjaga perdamaian dunia dengan aktif mengirim pasukan perdamaian ke
berbagai wilayah konflik di seluruh dunia.

ASEAN

- Dasar Kerjasama ASEAN

Prinsip Kerja Sama ASEAN. Setiap anggota ASEAN dalam melakukan kerja sama memiliki
prinsip-prinsip yang harus dipegang. Berikut ini prinsip-prinsip kerja sama ASEAN:

● Setiap anggota ASEAN tidak boleh ikut campur urusan dalam negeri dari anggota
ASEAN lainnya.
● Setiap kerja sama ASEAN harus diwujudkan secara berguna, efektif, efisien, dan
rasional.
● Saling menghormati kedaulatan, kesetaraan, kemerdekaan, dan integritas dari setiap
negara anggota.
● Apabila ada permasalahan antar anggota, harus diselesaikan tanpa menggunakan
senjata yang bisa menimbulkan konflik dan peperangan.

- Negara Sponsor dan Peserta, Tokoh negara sponsor ASEAN


Negara Sponsor :
1. Indonesia: Orang yang mewakili Indonesia dalam pendirian ASEAN adalah Adam Malik,
Menteri Luar Negeri Indonesia pada saat itu.
2. Malaysia: Tun Abdul Razak, Perdana Menteri Malaysia saat itu, mewakili negaranya
dalam pembentukan ASEAN.
3. Filipina: Narsisco Ramos, Menteri Luar Negeri Filipina saat itu, mewakili Filipina dalam
pembentukan ASEAN.
4. Singapura: S. Rajaratnam, Perdana Menteri Singapura pada saat itu, mewakili negaranya
dalam pendirian ASEAN.
5. Thailand: Thanat Khoman, Menteri Luar Negeri Thailand saat itu, mewakili Thailand
dalam pembentukan ASEAN.

Peserta :
1. Indonesia
2 Malaysia
3. Filipina
4. Singapura
5. Thailand
6. Brunei Darussalam
7. Vietnam
8. Laos
9. Myanmar (sebelumnya dikenal sebagai Burma)
10. Kamboja

- Tujuan dibentuknya ASEAN

Menurut Deklarasi Bangkok, Tujuan ASEAN adalah:


1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di
Asia Tenggara.
2. Memajukan stabilitas dan perdamaian regional Asia Tenggara.
3. Memajukan kerjasama aktif dan saling membantu di negara- negara anggota dalam
bidang ekonomi, sosial, budaya, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi.
4. Menyediakan bantuan satu sama lain dalam bentuk fasilitas- fasilitas latihan dan
penelitian.
5. Kerja sama yang lebih besar dalam bidang pertanian, industri, perdagangan,
pengangkutan, komunikasi serta usaha peningkatan standar kehidupan rakyatnya.
6. Memajukan studi-studi masalah Asia Tenggara.
7. Memelihara dan meningkatkan kerja sama yang bermanfaat dengan
organisasi-organisasi regional dan internasional yang ada.

- Perkembangan ASEAN

ASEAN telah mengalami berbagai perkembangan signifikan sejak didirikan pada tahun
1967. Beberapa di antaranya termasuk:
1. Ekonomi: ASEAN telah menjadi kawasan ekonomi yang penting di dunia. Dengan
pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015, integrasi ekonomi di antara
negara-negara anggota semakin diperkuat melalui peningkatan perdagangan, investasi, dan
kerja sama ekonomi lainnya.

2. Diplomasi dan Keamanan: ASEAN telah menjadi forum penting untuk dialog dan
diplomasi regional. Melalui berbagai mekanisme seperti KTT ASEAN, ASEAN Regional
Forum (ARF), dan East Asia Summit (EAS), negara-negara anggota berusaha untuk
meningkatkan stabilitas dan keamanan di kawasan Asia Tenggara.

3. Kerja Sama Sosial-Budaya: ASEAN mempromosikan kerja sama dalam bidang


sosial-budaya, termasuk pendidikan, kebudayaan, kesehatan, dan lingkungan hidup.
Program-program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
memperkuat identitas ASEAN.

4. Pengembangan Infrastruktur dan Konektivitas: ASEAN telah fokus pada pembangunan


infrastruktur dan peningkatan konektivitas di kawasan ini melalui proyek-proyek seperti
jaringan transportasi dan komunikasi lintas batas. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan integrasi regional.

5. Perluasan Anggota: Sejak didirikan, ASEAN telah berkembang dengan masuknya


negara-negara anggota baru seperti Vietnam (1995), Laos dan Myanmar (1997), Kamboja
(1999), dan Timor Leste (pengamat pada tahun 2002).

- Lambang Negara ASEAN

Lambang ASEAN adalah seikat padi berwarna kuning dengan latar belakang warna merah
dan dikelilingi lingkaran putih dan biru. Di bawah logo padi terdapat tulisan ASEAN.
Keseluruhan lambang ASEAN ini memiliki makna stabil, damai, bersatu dan dinamis,
sebagaimana dilansir laman resmi ASEAN.
● Seikat padi: seikat padi di tengah mewakili impian para pendiri ASEAN. Padi
melambangkan kesejahteraan, kemakmuran, kesuburan, dan kekayaan yang
merupakan harapan setiap bangsa di Asia Tenggara. Jumlah 10 batang padi yang
terikat melambangkan jumlah anggota ASEAN yang terikat persatuan dan solidaritas.
● Biru: warna biru melambangkan perdamaian dan stabilitas.
● Merah: warna merah melambangkan keberanian dan dinamisme.
● Putih: warna putih melambangkan kesucian.
● Kuning: warna kuning melambangkan kemakmuran.
● Lingkaran: lingkaran melambangkan kesatuan ASEAN.

- Deklarasi ASEAN 27- November 1971

Deklarasi Zopfan atau Deklarasi Zone of Peace, Freedom, and Neutrality (Kawasan Damai,
Bebas, dan Netral) ditandatangani pada 27 November 1971 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Deklarasi ini juga sering disebut Deklarasi Kuala Lumpur, yang diambil dari nama lokasinya.
Artinya, kawasan Asia Tenggara adalah wilayah damai, bebas dari pengaruh atau campur
tangan kekuasaan asing.
Dikutip GNFI dari Sejarah Nasional Indonesia, Volume VI, Menlu RI Adam Malik saat itu
menyatakan, negara-negara Asia Tenggara harus bertindak secara kolektif menghadapi
pertarungan kepentingan yang saling berbeda dari empat negara besar, Amerika Serikat,
Uni Soviet, Tiongkok, dan Jepang yang hadir secara politik dan fisik di kawasan Asia
Tenggara.

Salah satu alasan penandatanganan Deklarasi Zopfan ialah karena pengaruh atau kekuatan
dari luar yang jelas membawa pengaruh besar bagi negara di Asia Tenggara.
terbentuknya kerja sama Zopfan bertujuan untuk menangkal intervensi asing di kawasan
ASEAN. Selain itu, deklarasi ini juga bertujuan untuk menciptakan wilayah Asia Tenggara
menjadi kawasan yang bebas, damai, serta netral. Tujuan lainnya ialah untuk meningkatkan
kemakmuran serta kualitas negara ASEAN.

- Pembahasan Jakarta Informal meeting

Latar Belakang JIM

Kamboja dan Vietnam adalah negara tetangga yang telah lama berselisih. Puncak konflik
keduanya terjadi saat Vietnam menginvasi Kamboja dan menggulingkan pemerintahannya.
Dilansir dari The Diplomat, pada 7 Januari 1979 tentara Vietnam menyerang Phnom Penh
dan menggulingkan pemerintahan Khmer merah.

Penyelenggaraan
Jakarta informal meeting dilakukan sebanyak dua kali, JIM I pada Juli 1987 dan JIM II pada
februari 1889 di Jakarta.
JIM I mempertemukan kedua negara yang berselisih untuk pertama kali dan membuahkan
hasil gencatan senjata yaitu Vietnam menarik pasukannya dari Kamboja dan diturunkannya
PBB ke perbatasan Kamboja. JIM II kemudian dilakukan untuk menindaklanjuti hasil dari
JIM I.
Perundingan yang panjang ini berakhir damai dengan tercapainya perjanjian Paris (Paris
Peace Agreement) pada 23 Oktober 1991 yang ditandatangani oleh 19 negara.
Dilansir dari Asia Sentinel, perjanjian Paris berakhir dengan Vietnam yang menarik diri
sepenuhnya tanpa syarat dari Kamboja.
Semua tawanan perang dilepaskan, seluruh pasukan militer ditarik dari Kamboja.
Pengaturan kedaulatan, teritorial, penyelesaian politik konflik, serta rekonstruksi
dikembalikan ke Kamboja.
Hal ini mengakhiri perang saudara antara Vietnam dan Kamboja yang telah berlangsung
lama. Sehingga tanggal 23 dijadikan hari libur nasional di Kamboja.

ORGANISASI KONFERENSI ISLAM

- Latar Belakang terbentuknya OKI

1) Adanya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab di Mogadishu pada tahun 1964 yang
menimbulkan ide untuk menghimpun kekuatan Islam dalam suatu wadah internasional.
2) Diselenggarakannya sidang Liga Arab sedunia pada tahun 1965 di Jeddah, Saudi Arabia
yang mencetuskan ide untuk menggalang solidaritas islamiyah dalam usaha melindungi
umat Islam.
3) Pecahnya Perang Timur Tengah melawan Israel pada tahun 1967. Hal ini mengakibatkan
solidaritas antara negara Islam di Timur Tengah meningkat.
4) Pada tahun 1968 Raja Faisal dari Saudi Arabia mengadakan kunjungan ke beberapa
negara Islam dalam rangka penjajakan lebih lanjut untuk membentuk suatu Organisasi Islam
Internasional.
5) Puncak adanya solidaritas umat Islam mulai pecah karena adanya peristiwa perusakan
Masjid Al Aqsa oleh Israel pada tanggal 21 Agustus 1969 Hal ini merupakan puncak
kemarahan umat Islam terhadap Zionis Israel

- Negara Sponsor dan Peserta OKI

Negara sponsor :
OKI didirikan atas prakarsa Raja Hussein II (Maroko) dan Raja Faisal (Arab Saudi) pada
tanggal 25 September 1969 berdasarkan Deklarasi Rabat (Maroko) dan memiliki Sekretaris
Jenderal yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi.

Negara Peserta OKI :


1. Azerbaijan – Bergabung 1992
2. Yordania – Bergabung 1969
3. Afghanistan – Bergabung 1969
4. Albania – Bergabung 1992
5. Uni Emirat Arab (UEA) – Bergabung 1972
6. Indonesia – Bergabung 1969
7. Uzbekistan – Bergabung 1996
8. Uganda – Bergabung 1974
9. Iran – Bergabung 1969
10. Pakistan – Bergabung 1969
11. Bahrain – Bergabung 1972
12. Brunei Darussalam – Bergabung 1984
13. Bangladesh – Bergabung 1974
14. Benin – Bergabung 1983
15. Burkina Faso – Bergabung 1974
16. Tajikistan – Bergabung 1992
17. Turki – Bergabung 1969
18. Turkmenistan – 1992
19. Chad – Bergabung 1969
20. Togo – Bergabung 1997
21. Tunisia – Bergabung 1969
22. Algeria – Bergabung 1969
23. Djibouti – Bergabung 1978
24. Arab Saudi – Bergabung 1969
25. Senegal – Bergabung 1969
26. Sudan – Bergabung 1969
27. Suriah – Bergabung 1972
28. Suriname – Bergabung 1996
29. Sierra Leone – Bergabung 1972
30. Somalia – Bergabung 1969
31. Irak ¬ Bergabung 1975
32. Oman – Bergabung 1972
33. Gabon – Bergabung 1974
34. Gambia – Bergabung 1974
35. Guyana – Bergabung 1998
36. Guinea – Bergabung 1969
37. Guinea-Bissau – Bergabung 1974
38. Palestina – Bergabung 1969
39. Comoros – Bergabung 1976
40. Kyrgyztan – Bergabung 1992
41. Qatar – Bergabung 1972
42. Kazakhstan – Bergabung 1995
43. Kamerun – Bergabung 1974
44. Pantai Gading – Bergabung 2001
45. Kuwait – Bergabung 1969
46. Lebanon – Bergabung 1969
47. Libya – Bergabung 1969
48. Maladewa – Bergabung 1976
49. Mali – Bergabung 1969
50. Malaysia – Bergabung 1969
51. Mesir – Bergabung 1969
52. Maroko – Bergabung 1969
53. Mauritania – Bergabung 1969
54. Mozambik – Bergabung 1994
55. Niger – Bergabung 1969
56. Nigeria – Bergabung 1986
57. Yaman – Bergabung sejak 1969

- Tujuan OKI

● Meningkatkan kerja sama dan solidaritas antarnegara anggota OKI


● Menghapus perbedaan rasial, diskriminasi, dan kolonialisme
● Mengupayakan perlindungan bagi tempat-tempat suci Islam
● Mendukung perjuangan rakyat Palestina untuk mendapatkan hak pembentukan negara
merdeka dan berdaulat.

- Hasil sidang2 OKI

1. Sidang Luar Biasa OKI tentang Palestina dan Al-Quds Al-Sharif (2019):
• Hasilnya termasuk penekanan terhadap dukungan OKI terhadap hak-hak
rakyat Palestina dan pembebasan Al-Quds Al-Sharif dari pendudukan Israel. Pernyataan
bersama juga mengutuk tindakan Israel yang merugikan penduduk Palestina.
2. Sidang Khusus OKI tentang Kasus Rohingya (2017):
• Menghasilkan keputusan untuk membentuk kelompok kerja guna menyusun
laporan independen tentang situasi Rohingya di Myanmar. Sidang ini menyoroti kekerasan
dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap minoritas Rohingya dan menekankan
perlunya tindakan internasional.
3. Sidang KTT OKI (KTT ke-13 di Istanbul, 2016):
• Menghasilkan Deklarasi Istanbul yang menekankan pentingnya solidaritas
dan kerja sama di antara negara-negara anggota OKI. Selain itu, deklarasi tersebut
menyoroti isu-isu seperti konflik di Suriah, Irak, Libya, dan Yaman, serta upaya untuk
memerangi terorisme.
4. Sidang KTT OKI (KTT ke-12 di Kairo, 2013):
• Menghasilkan Penyata Kairo yang menekankan komitmen OKI terhadap
perdamaian, keamanan, dan stabilitas di dunia Islam. Dokumen tersebut juga menyoroti
isu-isu seperti Palestina, Suriah, dan Myanmar.
5. Sidang Luar Biasa OKI tentang Masa Depan Suriah (2012):
• Menghasilkan pernyataan yang mengecam kekerasan yang dilakukan oleh
pemerintah Suriah terhadap rakyatnya sendiri. Sidang ini menyerukan kepada pemerintah
Suriah untuk menghentikan kekerasan dan memulai dialog politik untuk mencari solusi
damai.

Gerakan Non Blok

- Prinsip Gerakan Non Blok

Dasasila Bandung
Negara – negara diatas menerapkan prinsip fundamental dari GNB, yaitu :

● Saling menghormati integritas teritorial dan kedaulatan


● Perjanjian non-agresi
● Tidak mengintervensi urusan dalam negeri negara lain
● Kesetaraan dan keuntungan bersama
● Menjaga perdamaian

- Negara-negara Sponsor GNB

1. Presiden Sukarno (Indonesia)


2. Presiden Gamal Abdul Nasser (Republik Persatuan Arab-Mesir)
3. PM Pandit Jawaharlal Nehru (India)
4. Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia)
5. Presiden Kwame Nkrumah (Ghana)

- Ciri Gerakan Non Blok

1. Netralitas: Gerakan Non-Blok menekankan netralitas dalam konflik antara negara-negara


besar dan menolak terlibat dalam blok militer atau politik.
2. Kemerdekaan Kebijakan Luar Negeri: Negara-negara anggota memiliki kebebasan untuk
menentukan kebijakan luar negeri mereka sendiri tanpa tekanan dari kekuatan asing.
3. Solidaritas Seluruh Dunia: Gerakan Non-Blok mendukung solidaritas dan kerja sama
antar negara-negara berkembang di seluruh dunia, terutama dalam hal pembangunan
ekonomi dan sosial.
4. Mendorong Dialog: Mengedepankan dialog dan diplomasi untuk menyelesaikan konflik
dan meningkatkan kerja sama internasional.
5. Memperjuangkan Keadilan dan Kesejahteraan Global: Mengadvokasi perdamaian,
keadilan sosial, dan kemakmuran di tingkat global, serta menentang kolonialisme,
imperialisme, dan diskriminasi rasial.

- Indonesia sebagai tuan rumah sidang GNB

Konferensi Asia–Afrika (KAA) merupakan cikal bakal lahirnya GNB. Pada saat itu, KAA
dilaksanakan di Bandung, Jawa Barat. Pada waktu itu, ada beberapa negara yang memilih
untuk memihak dua blok, dan menyatakan keinginannya untuk bersikap netral. Selain KAA,
Indonesia juga pernah menjadi tuan rumah KTT GNB ke-X yang diadakan di Jakarta, pada
1–6 September 1992. Memimpin GNB Tak hanya menjadi tuan rumah, Indonesia juga
pernah menjadi pemimpin GNB. Pada KTT GNB ke-X, Presiden Soeharto ditunjuk sebagai
Ketua Gerakan Non Blok.

PERKEMBANGAN IPTEK

- Tokoh revolusi Hijau

Norman Ernest Borlaug (25 Maret 1914 – 12 September 2009) adalah biologiwan, agronom,
filantrop, dan peraih anugerah Penghargaan Perdamaian Nobel untuk tahun 1970. Karena
jasa-jasanya dalam menghimpun usaha-usaha untuk meningkatkan produksi pangan,
khususnya gandum, ia dijuluki sebagai "Bapak Revolusi Hijau".

Revolusi hijau adalah usaha pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan


produksi pangan. Revolusi hijau dimulai pada 1940-an di Meksiko dan Filipina dengan
bantuan Ford dan Rockefeller Foundation. Revolusi hijau mengubah sistem dan budaya
pertanian tradisional dengan menerapkan penggunaan pupuk buatan, pestisida, bibit
unggul, peralatan pertanian modern dan sistem budidaya pertanian yang baru. Revolusi
hijau lebih berfokus pada tanaman biji-bijian, seperti gandum, padi, dan jagung.

Sementara di Indonesia, revolusi hijau mulai diupayakan di zaman orde baru pada program
pembangunan. Saat itu Kabinet Ampera diberi tugas memperbaiki kehidupan rakyat baik itu
pada kebutuhan pangan maupun sandang.

Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan pasokan pangan dengan revolusi hijau yang
membuahkan hasil berupa swasembada beras untuk lima tahun (1984-1989). Meski
swasembada ini tidak berlangsung dalam waktu panjang.

Proses revolusi hijau di Indonesia menerapkan 4 hal penting yaitu sistem irigasi untuk
penyedia air, penggunaan pupuk secara optimal, penggunaan pestisida berdasarkan tingkat
serangan hama, dan penggunaan bahan tanam berkualitas seperti varietas unggul.

Cara pemerintah Indonesia mendorong revolusi hijau sebagai berikut:

1. Intensifikasi Pertanian yaitu cara yang dilakukan dengan memilih bibit unggul, mengolah
tanah, irigasi, pemupukan dan memberantas hama. Cara pertama ini disebut juga dengan
Panca Usaha Tani.

2. Ekstensifikasi Pertanian yaitu usaha untuk memperluas lahan tani dengan membuka
lahan baru

3. Diversifikasi Pertanian yaitu upaya membuat suatu lahan berisi beragam jenis tanaman
lewat sistem tumpang sari. Cara ini dapat mencegah gagal panen pokok

4. Rehabilitasi Pertanian yaitu upaya pemulihan produktivitas yang dapat membahayakan


kondisi lingkungan

- Perkembangan Sarana Informasi, transportasi

1. Internet dan Teknologi Komunikasi:


Internet telah merevolusi cara kita berkomunikasi dan berbagi informasi. Teknologi seperti
ponsel pintar, media sosial, dan aplikasi pesan instan memungkinkan kita untuk terhubung
dengan cepat dan mudah ke siapa saja di seluruh dunia.
2. Transportasi Udara:
Kemajuan dalam penerbangan komersial telah memungkinkan perjalanan udara menjadi
lebih cepat, aman, dan terjangkau bagi banyak orang. Bandara-bandara modern dan
pesawat yang canggih telah memperluas jangkauan transportasi udara.
3. Transportasi Darat:
Infrastruktur transportasi darat terus berkembang, termasuk jaringan jalan raya, rel kereta
api, dan sistem transportasi umum. Teknologi seperti mobil otonom dan kereta berkecepatan
tinggi telah mengubah cara kita bergerak di darat.
4. Pengiriman dan Logistik:
Inovasi dalam pengiriman dan logistik, termasuk pengembangan drone dan robot
pengiriman, telah meningkatkan efisiensi dan kecepatan dalam mengirim barang dari satu
tempat ke tempat lain.
5. Pembayaran dan Layanan Keuangan:
Teknologi keuangan digital seperti dompet digital dan pembayaran secara daring telah
mengubah cara kita melakukan transaksi keuangan, membuatnya lebih cepat, mudah, dan
aman.
6. Pertumbuhan Kota dan Urbanisasi:
Perkembangan transportasi dan teknologi informasi telah mempercepat pertumbuhan kota
dan urbanisasi, dengan populasi yang semakin besar bermigrasi ke pusat-pusat perkotaan
untuk mencari peluang ekonomi dan sosial.

- Dampak Perkembangan Teknologi bagi Bangsa Indonesia

1. Konektivitas dan Akses Informasi:


Teknologi telah meningkatkan konektivitas dan akses informasi bagi masyarakat Indonesia,
terutama melalui penetrasi internet yang semakin luas dan adopsi ponsel pintar yang
meningkat pesat. Ini memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan informasi lebih cepat
dan mudah, serta berpartisipasi dalam ekosistem digital yang berkembang.
2. Pertumbuhan Ekonomi:
Perkembangan teknologi juga telah mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia melalui
sektor-sektor seperti e-commerce, fintech, dan start-up teknologi. Inovasi teknologi lokal
juga semakin berkembang, menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan daya saing
ekonomi Indonesia di tingkat global.
3. Pendidikan dan Pembelajaran:
Teknologi telah memberikan peluang baru dalam bidang pendidikan dan pembelajaran,
seperti pembelajaran jarak jauh, platform pembelajaran online, dan konten edukasi digital.
Hal ini membantu meningkatkan akses pendidikan dan kualitas pembelajaran di seluruh
Indonesia, terutama di daerah-daerah terpencil.
4. Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan:
Perkembangan teknologi juga telah memberikan dampak positif dalam bidang kesehatan,
seperti telemedicine, pengembangan aplikasi kesehatan, dan pemantauan kesehatan
berbasis teknologi. Ini membantu meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan,
terutama di daerah yang sulit dijangkau.
5. Partisipasi Masyarakat dan Demokrasi:
Teknologi juga telah memainkan peran penting dalam memperkuat partisipasi masyarakat
dan demokrasi di Indonesia, seperti melalui media sosial, platform partisipasi online, dan
akses informasi yang lebih terbuka. Ini membantu meningkatkan akuntabilitas pemerintah
dan memperkuat ruang publik untuk diskusi dan advokasi.

Asia Tenggara:
1. Indonesia
2. Malaysia
3. Singapura
4. Thailand
5. Filipina
6. Vietnam
7. Laos
8. Kamboja
9. Myanmar (Burma)
10. Brunei Darussalam
11. Timor Leste

Asia Timur:
1. China
2. Jepang
3. Korea Selatan
4. Korea Utara
5. Taiwan
6. Mongolia
7. Hong Kong (wilayah administratif khusus Tiongkok)
8. Macau (wilayah administratif khusus Tiongkok)

Asia Barat:
1. Saudi Arabia
2. Uni Emirat Arab
3. Iran
4. Irak
5. Israel
6. Yordania
7. Lebanon
8. Suriah
9. Palestina
10. Kuwait
11. Qatar
12. Bahrain
13. Oman
14. Yaman
15. Turki
16. Mesir
18. Tunisia
19. Aljazair
20. Maroko

Asia Selatan:
1. India
2. Pakistan
3. Bangladesh
4. Sri Lanka
5. Nepal
6. Bhutan
7. Maladewa
8. Afghanistan

Asia Tengah:
1. Kazakhstan
2. Uzbekistan
3. Turkmenistan
4. Tajikistan
5. Kyrgyzstan
6. Azerbaijan
7. Armenia
8. Georgia

Benua Afrika Utara

• Aljazair, Libya, Maroko, Mesir, Sudan, Sudan Selatan, Sahara Barat, Tunisia.

Benua Afrika Barat

• Benin, Burkina Faso, Gambia, Ghana, Guinea, Guinea Bissau, Liberia, Mali, Mauritania,
Niger, Nigeria, Pantai Gading, Senegal, Sierra Leone, Tanjung Verde, Togo.

Benua Afrika Tengah

• Angola, Chad, Gabon, Guinea Khatulistiwa, Kamerun, Republik Demokratik Kongo, Kongo,
Republik Afrika Tengah, Saotome Principe.

Benua Afrika Timur

• Burundi, Djibouti, Eritrea, Ethiopia, Kenya, Komoro, Madagaskar, Malawi, Mauritius,


Mozambik, Rwanda, Seychelles, Somalia, Tanzania, Uganda, Zambia.

Benua Afrika Selatan

• Afrika Selatan, Bostawa, Lesotho, Namibia, Swaziland, Zimbabwe

Amerika Utara:
1. Amerika Serikat
2. Kanada
3. Meksiko
4. Greenland (Wilayah Otonom di bawah Kerajaan Denmark)
5. Kepulauan Carribean (termasuk Bahamas, Kuba, Jamaica, Haiti, Republik Dominika, dan
sebagainya)

Amerika Tengah:
1. Guatemala
2. Belize
3. El Salvador
4. Honduras
5. Nikaragua
6. Kosta Rika
7. Panama
Amerika Selatan:
1. Brasil
2. Argentina
3. Kolombia
4. Venezuela
5. Peru
6. Chili
7. Ekuador
8. Bolivia
9. Guyana
10. Suriname
11. Uruguay
12. Paraguay

Australia :
1. New South Wales
2. Queensland
3. South Australia
4. Tasmania
5. Victoria
6. Western Australia
7. Northern Territory (wilayah otonom)
8. Australian Capital Territory (wilayah otonom)

Anda mungkin juga menyukai