Munculnya ketegangan dunia akibat dari adanya persaingan antara Blok Barat dan Blok Timur sangat mengkhawatirkan sebagian negara-negara di kawasan Asia dan Afrika yang pada akhir PD II sebagian besar baru memperoleh kemerdekaannya. Adanya persaingan kedua blok tersebut, membuat negaranegara Asia Afrika khawatir bahwa wilayah mereka akan dijadikan arena persaingan dan perebutan pengaruh yang bisa menyebabkan ketidakstabilan politik dan ekonomi di kawasan tersebut. Kekhawatiran mereka menjadi kenyataan dengan munculnya beberapa konflik dikawasan Asia seperti Perang Vietnam dan Perang Korea.Dalam dua konflik tersebut,pihak-pihak internal yang bersengketa atau berkonflik mendapatkan dukungan dari masing-masing blok. Korea Utara dan Vietnam Utara mendapatkan dukungan dari Blok Timur (Uni Soviet), sedangkan pihak lawannya, Korea Selatan dan Vietnam Selatan mendapatkan dukungan dari Blok Barat (AS). Dalam persaingan antara kedua blok tersebut, keduanya memang tidak pernah berhadapan secara langsung dalam perang terbuka. Melihat fenomena seperti itu, beberapa pemimpin negara-negara Asia Afrika yang baru merdeka, seperti Indonesia, India, Burma/Myanmar, Srilanka dan Pakistan, berinisiatif untuk membuat pertemuan yang akan mendiskusikan permasalahan-permasalahan dunia yang krusial pada saat itu. Keadaan itulah yang melatarbelakangi lahirnya gagasan untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika. KONFERENSI KOLOMBO Gagasan untuk mengadakan sebuah konferensi yang melibatkan negaranegara Asia-Afrika diawali dari pertemuan di Kolombo yang digagas oleh PM Srilangka Sir John Kotelawala.Adanya undangan dari Srilangka tersebut disambut baik oleh Indonesia, yang sejak bulan Juli 1953 pemerintahan Indonesia dipegang oleh Ali Sastroamidjojo. Sebelum berangkat ke Kolombo, PM Ali menemui Presiden Soekarno di Istana Merdeka pada bulan April 1955. Pertemuan lima perdana menteri itu akhirnya berlangsung pada tanggal 28 April - 2 Mei 1954.Adapun topik yang kemudian didiskusikan meliputi, kondisi Indocina, bom hidrogen, kolonialisme dan nasonalisme serta komunisme internasional. Konferensi Kolombo selanjutnya menugaskan Indonesia agar menjajaki kemungkinan untuk diadakannya Konferensi Asia Afrika. Pada 28 dan 29 Desember 1954, diadakan Konferensi Lima Negara. Konferensi ini membicarakan persiapan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika. PELAKSANAAN Pada tanggal 18 April 1955 Konferensi Asia Afrika dilaksanakan di Gedung Merdeka Bandung. Konferensi dimulai pada pukul 09.00 WIB dengan pidato pembukaan oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno. Sidangsidang selanjutnya dipimpin oleh Ketua Konferensi Perdana Menteri RI Ali Sastroamidjojo. PENYELENGGARA DAN NEGARA UNDANGAN Penyelenggara atau pelopor dilaksanakannya konferensi ini adalah Perdana Menteri Srilangka (Sir Jhon Kotelawala), Perdana Menteri Burma/Myanmar ( U Nu), Perdana Menteri India (Jawaharlal Nehru), Perdana Menteri Indonesia (Ali Sastroamidjojo), dan Perdana menteri Pakistan (Mohamad Ali Jinah) Negara-negara yang diundang disetujui berjumlah 25 negara, yaitu: Afganistan, Kamboja, Federasi Afrika Tengah, Republik Rakyat Tiongkok (China), Mesir, Ethiopia, Pantai Emas (Gold Coast), Iran, Irak, Jepang, Yordania, Laos, Libanon, Liberia, Libya, Nepal, Filipina, Saudi Arabia, Sudan, Syria, Thailand (Muangthai), Turki, Republik Demokrasi Vietnam (Vietnam Utara), Vietnam Selatan, dan Yaman. HASIL KONFERENSI Hasil dari konferensi asia afrika dinamakan DASASILA BANDUNG yang berbunyi : Dasasila Bandung 1. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan, serta asas-asas kemanusiaan yang termuat dalam Piagam PBB. 2. Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa. 3. Mengakui persamaan semua suku-suku bangsa dan persamaan semua bangsa besar maupun kecil. 4. Tidak melakukan campur tangan dalam soal-soal dalam negara lain. 5. Menghormati hak-hak tiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian atau secara kolektif, yang sesuai dengan Piagam PBB. 6. Tidak melakukan tekanan terhadap negara-negara lain. 7. Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi terhadap integritas teritorial dan kemerdekaan negara lain. 8. Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai seperti perundingan, persetujuan, dan lain-lain yang sesuai dengan Piagam PBB. 9. Memajukan kerja sama untuk kepentingan bersama. 10. Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.