Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Di era tahun 50-an, negara-negara di dunia terpolarisasi kedalam
dua kutub. Ketika itu terjadi pertarungan yang kuat antra Timur dan Barat
terutama sekali pada era perang dingin (cold war) antara Amerika Serikat
dan Uni Soviet.
Pertarungan ini adalah merupakan upaya untuk memperluas sphere
of interest dan sphere of influence. Dengan sasaran utama perebutan
penguasaan atas wilayah-wilayah potensial di dunia dengan berkedok
pada ideologi anutan masing-masing.
Sebagian Negara masuk dalam Blok Amerika dan sebagian lagi
masuk dalam Blok Uni Soviet. Aliansi dan pertarungan didalamnya
memberikan akibat fisik yang negatif bagi beberapa negara di dunia
seperti misalnya Jerman yang sempat terbagi menjadi dua bagian,
Vietnam dimasa lalu, serta Semenanjung Korea yang sampai saat
sekarang ini masih terbelah menjadi Korea Utara dan Korea Selatan.
Dalam pertarungan ini negara dunia ketiga menjadi wilayah
persaingan yang amat mempesona buat keduanya. Sebut saja misalnya
negara-negara di kawasan Asia Timur dan Tenggara seperti Indonesia,
Malaysia, Thailand, Jepang serta negara-negara di kawasan lain yang kaya
akan energi dunia seperti Uni Emirat Arab, Kuwait dan Qatar.
Dalam kondisi yang seperti ini, lahir dorongan yang kuat dari para
pemimpin dunia ketiga untuk dapat keluar dari tekanan dua Negara
tersebut. Soekarno, Ghandi dan beberapa pemimpin dari Asia serta Afrika
merasakan polarisasi yang terjadi pada masa tersebut adalah tidak jauh
berbeda dengan kolonialisme dalam bentuk yang lain.
Akhirnya pada tahun 1955 bertempat di Bandung, Indonesia, 29
Kepala Negara Asia dan Afrika bertemu membahas masalah dan
kepentingan bersama, termasuk didalamnya mengupas secara serius
tentang kolonialisme dan pengaruh kekuatan barat. Pertemuan ini
disebutkan pula sebagai Konferensi Asia Afrika atau sering disebut
sebagai Konferensi Bandung. Konferensi inilah yang menjadi tonggak
lahirnya Gerakan Non Blok.
B. TUJUAN
Dengan didasari semangat Dasa Sila Bandung, Gerakan Non Blok
dibentuk pada tahun 1961 dengan tujuan utama mempersatukan Negaranegara yang tidak ingin beraliansi
dengan Negara-negara adidaya
peserta Perang Dingin yaitu USA dan Uni Soviet.
LAHIRNYA GERAKAN NON BLOK
A.

KONFERENSI ASIA AFRIKA


1. Latar Belakang Konferensi Asia Afrika (KAA)

a.

b.

c.
d.
e.
f.
g.

KAA diawali dengan Konferensi Kolombo di Sri Lanka yang


diprakarsai oleh Sir John Kotelawala. Berikut ini beberapa latar belakang
dan dasar pertimbangan terselenggaranya KAA.
Perubahan politik pada tahun 1950-an yaitu berakhirnya Perang Korea
(1953). Akibat Perang Korea, semenanjung terbagi menjadi dua negara
yaitu Korea Utara dan Korea Selatan. Peristiwa ini semakin menambah
ketegangan dunia.
PBB sudah ada forum konsultasi dan dialog antarnegara yang baru
merdeka, tetapi di luar PBB belum ada forum yang menjembatani dialog
antarnegara tersebut.
Persamaan nasib bangsa-bangsa di Asia dan Afrika, terutama pernah
mengalami penjajahan.
Persamaan masalah sebagai negara yang masih terbelakang dan
berkembang.
Ingin menggalang kekuatan negara-negara Asia Afrika agar mendukung
perjuangan merebut Irian Barat.
Memiliki kedekatan yang kuat karena dihubungkan oleh faktor keturunan,
agama, dan latar belakang sejarah.
Berdasarkan letak geografisnya, letak negara-negara Asia dan Afrika
saling berdekatan.

2. Pelaksanaan KAA
Sebelum dilaksanakan KAA di Bandung tahun 1955, terlebih dahulu
dilaksanakan Konferensi Kolombo yang kemudian dilanjutkan dengan
Konferensi Bogor. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 14.2 berikut!

a.
b.
c.
d.

a.
b.
c.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.

8.

Konferensi Asia Afrika dilaksanakan di Bandung pada tanggal 18 - 24


April 1955. Pelaksanaan KAA dibuka oleh Presiden Soekarno.
Penyelenggaraan KAA mempunyai tujuan berikut.
Mengembangkan saling pengertian dan kerja sama antarbangsa Asia
Afrika meningkatkan persahabatan.
Membicarakan dan mengatasi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan
kebudayaan.
Memerhatikan masalah khusus terkait dengan kedaulatan, kolonialisme,
dan imperialisme.
Memerhatikan posisi dan partisipasi Asia Afrika dan bangsa-bangsa dalam
dunia internasional.
Konferensi Asia Afrika dihadiri oleh 29 negara termasuk 5 negara
pengundang. Ke-24 negara yang diundang adalah 18 negara Asia dan 6
negara Afrika. Negara-negara Asia yang hadir yaitu Filipina, Thailand,
Vietnam Utara, Vietnam Selatan, Laos, Turki, Jepang, Yordania, Kamboja,
Nepal, Lebanon, RRC, Afghanistan, Iran, Irak, Syria, Saudi Arabia, dan
Yaman. Sedang 6 negara Afrika yang hadir adalah Mesir, Sudan, Ethiopia,
Libya, Liberia, dan Ghana. Rhodesia (Afrika Tengah) pada awalnya
diundang, namun karena sedang ada kemelut politik dalam negeri maka
tidak bisa hadir. Dari negara-negara yang diundang tersebut muncul tiga
golongan berikut.
Golongan prokomunis, yaitu RRC dan Vietnam Utara.
Golongan pro-Barat, yaitu Filipina, Thailand, Pakistan, Irak, dan Turki.
Golongan netral, yaitu India, Birma, Sri Lanka, dan Indonesia.
Hasil dan keputusan yang dicapai dalam KAA, antara lain kerja sama
bidang ekonomi, kebudayaan, hak asasi manusia dan hak menentukan
nasib sendiri, serta memajukan perdamaian dunia. Hasil KAA yang paling
mendasar adalah Dasasila Bandung. Berikut ini isi dari Dasasila Bandung
Dari Konferensi ini dihasilkan 10 prinsip yang disepakati bersama
yang sering juga disebutkan sebagai Dasa Sila Bandung, yaitu :
Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas
yang termuat di dalam piagam PBB;
Menghormati kedaulatan dan integrits territorial semua bangsa;
Mengakui persamaan ras dan persamaan semua bangsa baik besar
maupun kecil;
Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal-soal dalam
negeri orang lain;
Menghormati hak-hak tiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri
secara sendiri atau kolektif sesuai dengan piagam PBB;
a.
Tidak menggunakan peraturan-peraturan pertahanan kolektif
untuk bertindak bagi kepentingan khusus salah satu Negara besar.
b. Tidak melaukan tekanan terhadap Negara lain.
Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun
penggunaan kekerasan terhadap integritas territorial atau kemerdekaan
politik suatu Negara.
Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan
damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrase atau penyelesaian
3

hukum, atau cara damai lain berdasarkan pilihan pihak-pihak yang


bersangkutan sesuai dengan piagam PBB.
9.
Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.
10.
Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.
Di dalam komunike akhir konferensi itu, digarisbawahi kebutuhan
untuk membangun kerjasama yang saling menguntungkan antar negaranegara Asia-Afrika dalam hal pembangunan ekonomi untuk melepaskan
diri dari ketergantungan melalui industrialisasi. Kerjasama ini
dilaksanakan dengan membangun komitmen penyediaan asistensi teknis
dalam proyek-proyek pembangunan, selain pertukaran teknologi,
pengetahuan, dan pembangunan pelatihan regional dan lembagalembaga penelitian.
3. Peran Indonesia dalam KAA

Terlaksananya KAA tidak bisa lepas dari peran Indonesia. Di samping


sebagai salah satu pelopor dan pemrakarsa KAA, Indonesia menyediakan
diri sebagai tempat penyelenggaraan KAA. Hal ini membuktikan prestasi
Kabinet Ali Sastroamijoyo yang berhasil menyelenggarakan suatu
kegiatan yang bersifat internasional.

4. Arti Penting KAA

KAA berpengaruh sangat besar dalam upaya menciptakan


perdamaian dunia dan mengakhiri penjajahan di seluruh dunia secara
damai, khususnya di Asia dan Afrika. Semangat KAA untuk tidak berpihak
pada blok Barat maupun blok Timur telah mendorong lahirnya Gerakan
Nonblok. Dengan demikian ketegangan dunia dapat diredam. Bagi
Indonesia, KAA memberikan dua keuntungan. Pertama pemerintah
Indonesia berhasil mencapai kesepakatan mengenai masalah RRC
dwikewarganegaraan.
Usai
konferensi,
mereka
yang
memiliki
dwikewarganegaraan diharuskan memilih menjadi warga negara
Indonesia atau warga negara RRC. Kedua, RI mendapat dukungan dalam
perjuangan pengembalian Irian Barat. Berikut ini makna dan arti penting
terselenggaranya KAA.
a. Merupakan pendorong kemerdekaan bangsa-bangsa Asia Afrika untuk
lepas dari cengkeraman imperialisme dan kolonialisme Barat.
b. Menjadi pendorong lahirnya Gerakan Nonblok.
c. Merupakan pencetus semangat solidaritas dan kebangkitan negara Asia
Afrika dalam menggalang persatuan.

d.

Memberikan harapan baru bagi bangsa-bangsa yang sudah maupun


belum merdeka.

e. Mulai diikutinya politik luar negeri bebas dan aktif yang dijalankan oleh
Indonesia, India, Myanmar, dan Sri Lanka.
f. Kembali bangkit dan sadarnya bangsa-bangsa Asia dan Afrika akan
potensi yang dimiliki.
g. Diakuinya nilai-nilai Dasasila Bandung oleh negara-negara maju karena
terbukti memiliki kemampuan dalam meredakan ketegangan dunia
h. Mulai dihapuskannya praktik-praktik politik diskriminasi ras oleh negaranegara maju.

B.

TERBENTUKNYA GERAKAN NON BLOK

1.
2.
3.
4.
5.

Seperti diketahui, pembangunan Gerakan Non-blok dicanangkan


dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang dihadiri 25 negara dari Asia,
Afrika, Eropa, dan Amerika Latin diselenggarakan di Biograd (Belgrade),
Yugoslavia pada tahun 1961. Pemimpin kharismatik dari Yugoslavia,
Presiden Broz Tito, menjadi pemimpin pertama dalam Gerakan Non-Blok.
Sejak pertemuan Belgrade tahun 1961, serangkaian Konferensi Tingkat
Tinggi Gerakan Non Blok telah diselenggarakan di Kairo, Mesir (1964)
diikuti oleh 46 negara dengan anggota yang hadir kebanyakan dari
negara-negara Afrika yang baru meraih kemerdekaan, kemudian Lusaka,
Zambia (1969), Alzier, Aljazair (1973) saat terjadinya krisis minyak dunia,
Srilangka (1977), Cuba (1981), India (1985), Zimbabwe (1989), Indonesia,
Kolombia, Afrika Selatan, dan terakhir di Malaysia pada tahun 2003.
Dengan didasari oleh semangat Dasa Sila Bandung, maka pada tahun
1961 Gerakan Non Blok dibentuk oleh Josep Broz Tito, Presiden Yugoslavia
saat itu.
Penggunaan istilah Non-Alignment (Tidak Memihak) pertama kali
dilontarkan Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru dalam pidatonya di
Srilangka tahun 1954. Dalam pidato ini, Perdana Menteri Nehru
menjelaskan lima pilar prinsipil, empat pilar diantaranya disampaikan oleh
Petinggi Tiongkok Chou En-lai, yang dijadikan pedoman bagi hubungan
antara Tiongkok dengan India. Lima prinsip itu disebut dengan
Panchshell, yang kemudian menjadi basis dari Gerakan Non-Blok.
Kelima prinsip tersebut adalah :
Saling menghormati kedaulatan teritorial
Saling tidak melakukan agresi
Salng tidak mencampuri urusan dalam negeri
Setara dan saling menguntungkan, serta
Berdampingan dengan damai
Melihat kenyataan di atas, keberadaan Gerakan Negara-Negara
Non-Blok secara tegas mengacu pada hasil-hasil kesepakatan dalam
5

Konferensi Asia-Afrika di Bandung 1955. Penggunaan istilah bangsabangsa non-blok atau tidak memihak adalah pernyataan bersama untuk
menolak melibatkan diri dalam konfrontasi ideologis antara Barat-Timur
dalam suasana Perang Dingin. Lebih lanjut, bangsa-bangsa yang
tergabung dalam Gerakan Non-Blok lebih memfokuskan diri pada upaya
perjuangan pembebasan nasional, menghapuskan kemiskinan, dan
mengatasi keterbelakangan di berbagai bidang. Dengan demikian, jelas
terang bagi kita besarnya kontribusi Konferensi Bandung bagi
perkembangan Gerakan Non-Blok sebagai gerakan politik dari negaranegara yang menentang perang dingin.
C.

PERTEMUAN PERTEMUAN
Pertemuan-pertemuan tingkat tinggi yang diadakan oleh Negaranegara Non Blok meliputi :
1. Summit Conferences (Konferensi Tingkat Tinggi/KTT);
Pertemuan ini merupakan pertemuan tertinggi dan dihadiri oleh
para Kepala Negara/Kepala Pemerintahan seluruh Negara anggota Non
Blok. Pertemuan ini merupakan pertemuan puncak dan sering disebut
dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT). Keputusan-keputusan penting
akan diputuskan dalam pertemuan tersebut. Pertemuan tingkat tinggi ini
diselenggarakan setiap tiga tahun. Dalam membahas masalah-masalah
yang ada, pertemuan ini dibagi menjadi dua komite yaitu Komite
mengenai issue-issue politik dan Komite mengenai issue-issue ekonomi
dan social.
2. Ministerial Conferences;
Konferensi ini merupakan pertemuan para menteri, yang bertujuan :
Meninjau/memeriksa perkembangan-perkem-bangan dan implementasi
dari keputusan-keputusan yang dihasilkan KTT.
Menyiapkan KTT berikutnya.
Mendiskusikan hal-hal yang dianggap penting yang akan dibawa ke KTT.
Konferensi tingkat menteri terdiri dari :
Ministerial Meetings in New York;
Extraordinary Ministerial Meetings;
Ministerial Meetings of the Coordinating Bureau;
Meetings of the Ministerial Committee on Methodology;
Meetings of the Standing Ministerial Committee on Economic Cooperation;
Ministerial Meetings in various fields of International Cooperation.
Selain pertemuan tingkat tinggi tersebut diatas, pertemuan lainnya
yang diselenggarakan adalah working group, task forces, contact groups
and Committee.
Sampai saat ini telah diselenggarakan KTT sebanyak 14 kali dan
bertempat di Negara-negara anggota GNB, yaitu :

D.

NEGARA ANGGOTA
Setelah hampir 50 tahun sejak disepakati Dasasila Bandung yang
menjadi landasan semangat antikolonialisme di Asia Afrika, lalu
dilanjutkan dengan Konferensi di Beograd yang merumuskan GNB, secara
kuantitas GNB berhasil menggalang anggota dari 25 negara pada tahun
1961 dan saat ini menjadi 116 negara (terlampir) ditambah 17 negara
pengamat.

Negara
anggota

Afganistan Afrika Selatan Republik Afrika Tengah Aljazair


Angola Antigua dan Barbuda Arab Saudi Bahama
Bahrain Bangladesh Barbados Belarus Belize Benin
Bhutan Bolivia Botswana Brunei Burkina Faso Burundi
Chad Chili Djibouti Dominika Republik Dominika
Ekuador Mesir Guinea Khatulistiwa Eritrea Ethiopia
Filipina Gabon Gambia Ghana Grenada Guatemala
Guinea
Guinea-Bissau
Guyana
Honduras
India
Indonesia Iran Jamaika Kamboja Kamerun Kenya
Kolombia Komoro Republik Kongo Republik Demokratik
Kongo Korea Utara Kuba Kuwait Laos Lebanon
Lesotho Liberia Libya Madagaskar Maladewa Malawi
Malaysia Mali Mauritania Mauritius Mongolia Maroko
Mozambik Myanmar Namibia Nepal Nikaragua Niger
Nigeria Oman Pakistan Palestina Panama Pantai Gading
Papua Nugini Peru Qatar Rwanda Saint Lucia Saint
Vincent dan Grenadines Sao Tome dan Principe Senegal
Seychelles Sierra Leone Singapura Somalia Sri Lanka
Sudan Suriname Swaziland Suriah Tanjung Verde
Tanzania Thailand Timor Leste Togo Trinidad dan Tobago
Tunisia
Turkmenistan
Uganda
Uni
Emirat
Arab
Uzbekistan
Vanuatu
Venezuela
Vietnam
Yaman
Yordania Zambia Zimbabwe

Armenia Azerbaijan Brasil Republik Rakyat Cina El


Negara
Salvador Kazakhstan Kosta Rika Kroasia Kirgizstan
pemantau
Meksiko Montenegro Serbia Ukraina Uruguay
Organisasi
Uni Afrika Liga Arab Perserikatan Bangsa-Bangsa
pemantau
Hal tersebut diatas membuktikan menguatnya sentiment
antikolonialisme pasca Perang Dunia II. Format politik GNB selanjutnya
berusaha mempertahankan posisi sebagai zona netral karena dalam
periode Perang Dingin, Negara Asia Afrika dan Amerika Latin
membutuhkan banyak waktu untuk tidak terjebak peperangan. Selain itu,
kebutuhan bagi Negara-negara Asia Afrika lainnya untuk merasakan
kehidupan bersama sebagai black side area tatanan dunia baru telah
8

menjadikan nasionalisme sebagai factor terpenting. Meski demikian, GNB


masih diwarnai inkonsistensi.
E.

MASALAH-MASALAH ANTAR NEGARA


Disadari bahwa meskipun Negara-negara anggota GNB sendiri
berupaya memegang teguh prinsip-prinsip dan cita-cita yang dianut oleh
GNB sebagaimana tertuang dalam Dasasila Bandung, namun bukan
berarti bahwa selama ini tidak ada masalah-masalah internal GNB.
Diantara masalah-masalah yang menonjol adalah adanya berbagai
perselisihan yang terjadi diantara Negara-negara anggota GNB sendiri.
Perselisihan antara Negara anggota tertentu itu, selain mengganggu
suasana kerjasama intern GNB, juga adakalanya menghambat jalannya
sidang-sidang GNB. Disamping itu, disadari pula adanya kesulitan dalam
mencapai kesepakatan untuk hal-hal tertentu yang disebabkan juga oleh
penerapan prinsip konsensus secara kaku.
PERANAN INDONESIA DALAM GERAKAN NON BLOK
A. INDONESIA DAN GNB
Bagi Indonesia, Gerakan Non Blok merupakan wadah yang tepat
bagi Negara-negara berkembang untuk memperjuangkan cita-citanya dan
untuk itu Indonesia senantiasa berusaha secara konsisten dan aktif
membantu berbagai upaya kearah pencapaian tujuan dan prinsip-prinsip
Gerakan Non Blok.
GNB mempunyai arti yang khusus bagi bangsa Indonesia yang
dapat dikatakan lahir sebagai Negara netral yang tidak memihak. Hal
tersebut tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa
kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
penjajahan diatas dunia haurs dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan. Selain itu diamanatkan pula bahwa
Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Kedua mandat
tersebut juga merupakan falsafah dasar GNB.
Sesuai dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif, Indonesia
memilih untuk menentukan jalannya sendiri dalam upaya membantu
tercapainya perdamaian dunia dengan mengadakan persahabatan dengan
segala bangsa.
Sebagai implementasi dari politik luar negeri yang bebas dan aktif
itu, selain sebagai salah satu Negara pendiri GNB, Indonesia juga
senantiasa setia dan commited pada prinsip-prinsip dan aspirasi GNB.
Sikap ini secara konsekuen diaktualisasikan Indonesia dalam
kiprahnya pada masa kepemimpinan Indonesia pada tahun 1992 1995
diawal era pasca perang dingin. Pada masa itu, Indonesia telah berhasil
membawa GNB untuk mampu menentukan arah dan secara dinamis
menyesuaikan diri pada setiap perubahan yang terjadi dengan menata
kembali prioritas-prioritas lama dan menentukan prioritas-prioritas baru
dan menetapkan orientasi serta pendekatan yang baru pula.
9

B. TUAN RUMAH KTT X GNB


Indonesia pernah menjadi tuan rumah KTT GNB yaitu KTT X yang
berlangsung pada tanggal 1 7 September 1992 di Jakarta dan Bogor.
Selama tiga tahun dipimpin Indonesia, banyak kalangan menyebut,
GNB berhasil memainkan peran penting dalam percaturan politik global.
Lewat Jakarta Message, Indonesia memberi warna baru pada gerakan ini.
Antara lain, dengan meletakkan titik berat kerjasama pada pembangunan
ekonomi dengan menghidupkan kembali dialog Selatan-Selatan.
Hal tersebut diatas, dirasa sangat perlu sebab Komisi Selatan dalam
laporannya yang berjudul The Challenge to the South (1987),
menegaskan bahwa negara-negara Selatan harus mengandalkan
kemampuannya sendiri, kalau sekedar berharap pada kerjasama UtaraSelatan ibarat pungguk merindukan bulan. Sebaliknya, dialog SelatanSelatan akan memperkuat posisi tawar (bargaining-position) Negaranegara berkembang meski hal ini masih harus dibuktikan.
Kendati lebih mengedepankan kepentingan ekonomi, tetapi politik
dan keamanan Negara-negara sekitar tetap menjadi perhatian. Dengan
profil positifnya selama ini, Indonesia dipercaya untuk turut
menyelesaikan berbagai konflik regional, antara lain : Kamboja, gerakan
separatis Moro di Filipina dan sengketa di Laut Cina Selatan.
Konflik Kamboja mereda setelah serangkaian pembicaraan Jakarta
Informal Meeting (I & II) serta Pertemuan Paris yang disponsori antara lain
oleh Indonesia.
KTT X GNB di Jakarta berhasil merumuskan Pesan Jakarta yang
disepakati bersama. Dalam Pesan Jakarta tersebut terkandung visi GNB
yaitu :
Hilangnya keraguan sementara anggota khususnya mengenai relevansi
GNB setelah berakhirnya Preang Dingin dan ketetapanhati untuk
meningkatkan kerjasama yang konstruktif serta sebagai komponen
integral dalam arus utama (mainstream) hubungan internasional;
Arah GNB yang lebih menekankan pada kerjasama ekonomi internasional
dalam mengisi kemerdekaan yang telah berhasil dicapai melalui cara-cara
politik yang menjadi ciri menonjol perjuangan GNB sebelumnya.
Adanya kesadaran untuk semakin meningkatkan potensi ekonomi Negaranegara anggota melalui peningkatan kerjasama Selatan-Selatan.
Setelah KTT Jakarta, GNB dapat dikatakan telah memperoleh
kembali kekuatan dan keteguhannya serta kejelasan akan tujuantujuannya yang murni.
Selama mengemban kepemimpinan GNB, Indonesia telah
melakukan upaya-upaya penting dalam meningkatkan kerjasama SelatanSelatan, menghidupkan kembali dialog Utara-Selatan dan berupaya untuk
penghapusan hutang Negara-negara berkembang serta memperjuangkan
revitalisasi dan restrukturisasi PBB. Demikian pula, Indonesia telah
berhasil membawa GNB kearah pendekatan baru berupa kemitraan,
dialog dan kerjasama dengan meninggalkan sikap konfrontasi serta
retorika. Dengan pendekatan baru itu, GNB mampu berkiprah secara
10

konstruktif dalam percaturan dunia, terutama dalam interaksinya dengan


Negara-negara maju dan organisasi/lembaga internasional.
Dalam bidang ekonomi, selama menjadi Ketua GNB, Indonesia juga
secara konsisten telah mengupayakan pemecahan masalah hutang luar
negeri negara-negara miskin baik pada kesempatan dialog dengan Ketua
G-7 maupun dengan menyelenggarakan Pertemuan Tingkat Menteri GNB
mengenai Hutang dan Pembangunan yang diselenggarakan di Jakarta
pada bulan Agustus 1994 serta berbagai seminar mengenai penyelesaian
hutang luar negeri.
Dari upaya-upaya tersebut telah dicapai beberapa kemajuan yaitu
antara lain telah disepakatinya upaya untuk melakukan pengurangan
substansial terhadap hutang bilateral.
Sedangkan untuk hutang multilateral, dimana lembaga Bretton
Woods semula enggan untuk membahasnya, pada akhirnya telah
mendapatkan perhatian Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional
dengan diluncurkannya Prakarsa HIPCs (Heavily Indebted Poor Countries);
Peningkatan Fasilitas Penyesuaian Struktural (Enhanced Structural
Adjustment Facility) dan pembentukan Dana Perwalian oleh Bank Dunia
serta komitmen negara-negara Paris Club bagi penyelesaian hutang
bilateral dengan menaikkan tingkat pengurangan beban hutang dari 67%
menjadi 80%. Hal ini merupakan suatu keberhasilan upaya GNB dalam
kerangka memerangi kemiskinan.
Melalui pendekatan baru yang dikembangkan sewaktu Indonesia
menjadi Ketua, GNB telah berhasil mengubah sikap negara-negara
anggota GNB tertentu yang pada intinya menerapkan standard ganda
terhadap lembaga Bretton Woods. Disatu pihak secara bilateral negaranegara anggota GNB termasuk ingin memanfaatkan dana yang tersedia
dari Bretton Woods, tetapi secara politis menunjukkan sikap apriori
terhadap Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional. Seperti diketahui,
bahwa pengambilan keputusan pada lembaga Bretton Woods pada
prinsipnya didasarkan atas besarnya jumlah kekayaan anggota, dan ini
dapat berarti selalu merugikan kepentingan negara-negara berkembang.
Namun sekarang, dapat dikatakan bahwa telah terjalin hubungan yang
baik dimana lembaga Bretton Woods telah mau mendengarkan
argumentasi dan mempertimbangkan usulan-usulan GNB.

11

Anda mungkin juga menyukai