Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH BAHASA ARAB

"Na'at dan Idhofa"

Nama : Mohammad Noval


Kelas : XII IPS 3

MAN 16 JAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Bahasa arab merupakan bahasa yang penting bagi umat islam dalam
mempelajari al-Qur’an. Untuk memudahkan dalam mempelajari dan memahami isi
dan makna al-Qur’an di perlukannya memahami dan mengerti tentang tata bahasa
arab. Salah satunya idhofah yang sebagian orang belum mengerti arti dan cara
penggunaan idhofah dalam suatu kalimat.
Idhofah merupakan penyandaran suatu isim kepada isim lain sehingga menimbulkan
makna yang spesifik. Idhofah terdiri dari mudhof dan mudhof ilaih. Banyak juga
yang kurang memahami dan membedakan mudhof dan mudhof ilaih. Dengan
membahas idhofah otomatis juga akan membahas mudhof dan mudhof ilaih dan ciri-
cirimya. Dan juga dapat membuat kalimat-kalimat dalam bahasa arab dengan baik
dan benar, bisa memposisikan idhofah dalam suatu kalimat karena sudah mengetahui
mudhof dan mudhof ilaihnya.
Adanya makalah yang berjudul “Tata Bahasa Arab Idhofah” akan membahas tentang
idhofah, macam-macam idhofah, hukum-hukum idhofah, cara penggunaan dan
contoh-contoh idhofah, sehingga dapat dimengerti dan diaplikasikan dalam
penggunaan bahasa arab.
1.2  Rumusan masalah
Dari uraian latar belakang diatas, rumusan masalah yang diambil ialah :
         Apakah pengertian dari idhofah dan bagaimana hukum idhofah?
         Apa sajakah macam-macam idhofah beserta contohnya?

1.3  Tujuan
Tujuan dari makalah ini ialah dapat menjelaskan pengertian dan macam-
macam idhofah beserta contohnya yang disertai dengan hukum-hukum idhafah. untuk
dipahami oleh pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Idhofah
َ ِ ‫ ) اِاْل‬adalah penyandaran suatu isim (kata benda) kepada isim lain
Idhofah ( ُ‫افَة‬-‫ض‬
sehingga menjadi satu kesatuan dan menimbulkan pengertian yang lebih spesifik.
Idhofah tersusun dari dua bagian isim yaitu mudhof dan mudhof ilaih. Bagian yang

َ ‫) اَ ْل ُم‬, dan bagian yang


pertama yaitu kata yang disandarkan disebut mudhof ( ُ‫ضاف‬
َ ‫) ِٕالَ ْي ِه اَ ْل ُم‬. Contohnya adalah
kedua yaitu kata yang disandari disebut mudhof ilaih ( ُ‫ضاف‬
ُ‫ ِكتَاب‬. ُ‫ ااْل ُ ْستَا ِذ ِكتَاب‬adalah mudhof. Dan ‫ ااْل ُ ْستَا ِذ‬adalah mudhof ilaih.
Secara umum, kandungan makna idhofah mempunyai tiga arti :
a. Bermakna ‫( ِﻣ ْﻦ‬dari)
Contoh:
‫( ﺧَﺎﺗَ ُﻢ َﺣ ِﺪ ْﻳ ٍﺪ‬Cincin besi) Maknanya adalah, ‫ﺪ‬-ٍ ‫( ﺧَﺎﺗَ ٌﻢ ِﻣ ْﻦ َﺣ ِﺪ ْﻳ‬Cincin dari besi) .
b. Bermakna ‫( ِﻝ‬milik)
Contoh:
ٌ ‫( ﺑَﻴ‬Rumah milik Ali).
ُ ‫( ﺑَﻴ‬Rumah Ali) Maknanya adalah, ‫ْﺖ ﻟِ َﻌﻠِ ٍّﻲ‬
‫ْﺖ َﻋﻠِ ٍّﻲ‬
c. Bermakna ِ‫( ﻲﻓ‬di dalam)
Contoh:
‫( َﻋ َﺬﺍﺏُ ﺍﻟﻘَﺒ ِْﺮ‬Azab Kubur) Maknanya adalah, ‫( َﻋ َﺬﺍﺏٌ ﻓِﻲ ﺍﻟﻘَﺒ ِْﺮ‬Azab di dalam kubur).

2.2 Hukum-hukum Idhofah


Dalam penulisan idhofah terdapat hukum-hukum atau syarat-syarat yang
harus dipenuhi, yaitu :
a.         Dalam susunan idhofah, mudhof tidak didahului alif lam (‫)ال‬.

Contoh: Mudhof =  ‫ال َّرسُوْ ُل‬

mudhof ilaih =  ُ‫هللا‬

Susunan idhofahnya adalah,  ِ‫ َرسُوْ ُل هللا‬  (Rasulullah)

Mudhof = ُ‫البَاب‬

ِ ‫ْال َمس‬
 mudhof ilahi = ُ‫ْجد‬
ِ ‫بَابُ ْال َمس‬  (Pintu Masjid)
Susunan idhofahnya adalah,‫ْج ِد‬
b.         Akhiran pada mudhof dalam idhofah tidak boleh tanwin.
Contoh: Mudhof =  ٌ‫حقِ ْيبِة‬
َ
 mudhof ilaihi =  ‫ح َّم ٌد‬
َ ‫ُم‬
َ ‫ َحقِ ْيبَةُ ُم‬  (Tas Muhammad)
Susunan idhofahnya adalah,‫ح َّم ٍد‬

Mudhof =  ‫ج َّوا ٌل‬


َ
mudhof ilaihi = ‫ح َّم ٌد‬
َ ‫ ُم‬  
Susunan idhofahnya adalah,‫ح َّم ٍد‬
َ ‫ َج َّوا ُل ُم‬  (Handphone Muhammad)
c.         Membuang nun mutsanna atau jamak pada mudhof dalam idhofah.
Contoh: Mudhof = ‫ان‬
ِ َ‫ِكتَاب‬
mudhof ilaihi = ‫ح َّم ٌد‬
َ ‫ ُم‬  
Susunan idhofahnya adalah ,‫ح َّم ٍد‬
َ ‫ ِكتَابَا ُم‬  (Kitab Muhammad)
Mudhof = ‫ن‬-َ ْ‫ ُم َد ِّرسُو‬  

mudhof ilaihi = ‫ َم ْعهَ ٌد‬  

Susunan idhofahnya adalah,‫ ُمدَرِّ سُوْ َم ْعهَ ٍد‬  (Para pengajar ma’had)


Sedangkan aturan mudhof ilaih yaitu:
a.         Diawali dengan alif lam (‫)ال‬. Selalu menempati status majrur (yaitu
menggunakan tanda kasrah).
Contoh: ‫جا ِم َع ِة‬ ِ َ‫ال َم ْكت‬ (kantor)  diawali dengan alif lam dan berharokat
َ ‫ال‬, (kampus) ,‫ب‬
kasroh.
b. Diawali alif lam (‫ )ال‬tetapi harokat kasroh tanwin.

Contoh : ‫ح َّم ٍد‬ ٍ ‫بَ ْي‬ (rumah) tidak boleh menggunakan alif lam.
َ ‫ ُم‬ (Muhammad), ‫ت‬
c.         Tidak berupa kata sifat, sebab apabila berupa kata sifat, susunannya berupa
menjadi bukan lagi idhofah.
Contoh idhofah yang lain:
‫ْج ُد الجا َ ِم َع ِة‬
ِ ‫( َمس‬Masjid kampus), ‫ُورةُ الفَاتِ َح ِه‬
َ ‫( س‬Surat Al-Fatihah) dan lain-lain.
2.3 Macam-macam Idhofah
Idhofah dibagi menjadi dua, yaitu:
1.         Idhofah maknawiyyah yaitu idhofah yang memberikan faedah mema’rifatkan
(sehingga dapat menimbulkan perubahan dari nakiroh menjadi ma’rifat atau
sekurang-kurangnya taksis/tidak berarti umum betul). Definisinya adalah keadaan
mudhof bukan merupakan isim sifat yang dimudhofkan. Artinya tidak merupakan
isim sifat sama sekali.
Contoh:
‫ ِم ْفتا َ ُح‬ ‫ت‬
ِ ‫( البَ ْي‬kunci rumah)
ُ‫ ِكتاَب‬ ‫( التِ ْل ِم ْي ِذ‬Buku murid)
‫( َم ْكتَبُ بَ ِر ْي ٍد‬Kantor pos)

2.         Idhofah lafaziyyah yaitu idhofah yang tidak memberikan faedah


mema’rifatkan mudhof (yaitu sekedar untuk meringankan bacaannya saja).
Definisinya adalah keadaan mudhof merupakan isim sifat yang di mudhofkan.
Contoh:
‫َظ ْي ُم ااْل َ َم ِل‬
ِ ‫( ع‬Yang besar cita-citanya)
ِ ‫ع ْالقَ ْل‬
‫ب‬ -ُ ‫( ُم َر َّو‬Yang di pelihara hatinya)
‫( قَلِ ْي ُل ْال ِحيَ ِل‬Sedikit tipu muslihatnya)

Dalam idhofah lafazziyah, penambahan alif lam pada mudhof dibolehkan, karena
sesungguhnya dari sisi makna bukanlah mudhof.
Contoh:

ِ ‫ْال َج ْع ُد ال َّشع‬
 ‫ْر‬
Rambut yang bergumpal (alif lam berada pada lafaz yang di idhofati oleh mudhof
ilaih itu).
Adapun adanya alif lam itu pada isim sifat, bisa dianggap cukup (alif lam pada
mudhofnya saja, tidak ada pada mudhof ilaihnya), yaitu kalau isim sifat itu tasniyah
atau jamak mudzakar salim.
Contoh:
‫ْال ُم َعلِّ ُموْ زَ ْي ٍد‬
Orang-orang (banyak) yang mengajari zaid
‫ْال ُم َعلِّما َ َز ْي ٍد‬
Dua orang yang mengajari zaid.

2.2 Na’at
Na’at atau Adjective (keadaan kata benda) ,Menurut syaikh imam ibnu malik dalam
kitabnya nadzam alfiyyah, redaksinya sebagai berikut :
َ َ‫ بِ َو ْس ِم ِه اَوْ َوس ِْم َما بِ ِه ا ْعتَل‬# ‫ق‬
‫ق‬ ُ ‫فَالنَّع‬
َ َ‫ْت تَابِ ٌع ُمتِ ُّم َما َسب‬
Na’at adalah isim yang mengikuti kata sebelumnya yang fungsinya menyempurnakan
kata yang diikutinya, baik kepada kata itu sendiri atau dengan kata yang dihubungkan
dengan kata yang dina’atinya.
Contoh : ‫َجا َء َز ْي ٌد ال َعاقِ ُل‬
Nah , kata ‫ ال َعاقِ ُل‬adalah posisinya sebagai na’at atau adjective. Harkat dan I’robnya
mengikuti kata sebelumnya.
Na’at harus menyesuaikan dengan man’utnya dari segala aspeknya.
Seperti yang Syaikh ibn malik tuturkan :
‫ لما تال كامرر بقوم كرماء‬# ‫وليعط في التعريف والتنكير ما‬
‫ سوى هما كالفعل فاقف ما قفوا‬# ‫وهو لدى التوحيد والتذكير او‬

II.2. PEMBAGIAN Na'at


Na’at dapat dikategorikan menjadi 2 bagian :
• Ditinjau dari segi amalnya
• Ditinjau dari segi jenis kalimat yang posisinya menjadi na’at
A. Na’at ditinjau dari segi amalnya
Na’at ditinjau dari segi amalnya maka terbagi 2 :
I. Naat Haqiqi
Yaitu naat yang merafa’kan isim dhomir mustatir (yang di simpan) yang fungsinya
isim dhamir (kata ganti) tersebut kembali pada man’ut (kata yang disifati/objek) nya.
Contoh : ‫( َجا َء َز ْي ٌد ال َعاقِ ُل‬telah datang zaid yang berakal)
Nah, dalam kata al-aqilu itu sebenarnya menyimpan dhamir (kata ganti) yang
dirafakan oleh al-aqilu itu sendiri, yang fungsinya kata ganti tersebut akan kembali
kepada man’utnya (subjek yang disifatinya ) yaitu zaid, kata ganti yang seuai adalah
‫ ه َُو‬menunjukan dia seorang laki-laki.
Cara mengetahui na’at haqiqi adalah dengan menentukan satu per satu dari 4 poin
berikut:
• Dalam segi I’rabnya (rafa, nashab, jarnya )
• Dalam segi ma’rifat nakirahnya
• Dalam segi mudzakar muannasnya
• Dalam segi mufrad , tasniyah atau jama’nya.
II. Na’at Sababi
Yaitu naat yang merafa’kan isim dzohir setelahnya yang mana isim dzohir tersebut
mempunyai isim dhomir , fungsinya untuk kembali pada subjeknya. Atau na’at sababi
ini adalah na’at yang mensifati objek dengan kata yang berkaitan dengan objek.
Contoh : ُ‫( َجا َء َز ْي ٌد أل َعاقِلَةُ اُ ُّمه‬telah datang zaid yang ber’aqal ibunya)
Lafadz ‫ العاقلة‬tersebut posisinya adalah sebagai na’at. Na’atnya na’at sababi. Karena
merafa’kan isim dzohir setelahnya ُ‫ اُ ُّمه‬yang mempunyai dhamir untuk kembali kepada
subjeknya ُ‫ ه‬yaitu ‫ َز ْي ٌد‬.
Naat sababi bisa diketahui dengan menentukan 2 dari 2 poin berikut :
• Dalam segi I’rabnya
• Dalam segi ma’rifat nakirahnya
Segi mufrad tasniyah jama’nya dan mudzakar muannasnya tidak disebutkan karena
naat sababi menyesuaikan dengan isim dzohir yang ia rafa’kan setelahnya.
B. Na’at ditinjau dari jenis kalimatnya
Na’at jika ditinjau dari jenis kalimatnya (baca: kata ) maka terbagi 2:
1. Na’at Musytaq
Yaitu na’at yang diambil dari kata yang dapat berubah-ubah (mutasorrif). Menurut
syaikh ahmad ibn abdil bari al-ahdal, dalam kitabnya kawakibuddurriyyah, musytaq
disini adalah :
َ َ‫احبِ ِه َو ت‬
‫ض ُّم ِن َم ْعنَى فِ ْع ٍل َو ُحرُوْ فِ ِه‬ ِ ‫ص‬ ٍ ‫َما َد َّل َعلَى َح َد‬
َ ‫ث َو‬
Isim yang menunjukan hadats (pekerjaan) dan yang memiliki hadats serta
mengandung ma’na fi’il dan huruf-hurufnya.
Na’at musytaq berjumlah 4, diantaranya :
• Isim Fail, contoh : ‫َجا َء زَ ْي ٌد ال َعاقِ ُل‬
• Isim Maf’ul, contoh : ٌ‫ه َذا عَم ٌر َمضْ روْ ب‬
• Isim shifat musyabbahat (menyerupai isim fa’il, namun diambil dari fiil lazim),
contoh : ‫ْت َر ُجاًل َح َسنَ ْال َوجْ ِه‬
ُ ‫َرأي‬
• Isim tafdhil (isim yang mengandung makna lebih),
contoh : ‫مررت برجل اعلم منك‬
‫ كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه‬:
‫ وانعت بمشتق كصعب وذرب‬#
2. Na’at Muawwal bilMusytaq
Yaitu na’at yang diambil/terbuat dari isim-isim yang jamid (ghoir
mutasorrif/tetap) . lalu di translate-lah isim-isim jamid yang menjadi na’at itu ke isim
musytaq. Karena sejatinya na’at itu terbuat dari isim musytaq, maka di upayakanlah
agar na’at yang terbuat dari isim jamid pun bisa sejajar dengan naat musytaq dengan
cara di ta’wil.
• Pengertian na’at musytaq : ‫يُفِ ْي ُد ْال َم ْعنَى ْال ُم ْشتَق َما‬
Yaitu na’at yang mengandung makna isim musytaq.
Na’at muawwal bil musytaq ada 6, diantaranya :
• Isim Isyarah (kata tunjuk) , contoh : ‫ت بِ َز ْي ٍد هَ َذا‬
ُ ْ‫ َم َرر‬bentuk isim musytaqnya : ‫الحاضر‬
• Isim Maushul (kata sambung ), contoh : ‫ت بِ َز ْي ٍد الَّ ِذيْ قَا َم‬
ُ ْ‫ َم َرر‬bentuk isim musytaqnya :
‫القائم‬
• ْ‫ ُذو‬bermakna “punya / milik “, contoh : ‫ت‬
ُ ْ‫ بِ َز ْي ٍد ِذيْ َما ٍل َم َرر‬bentuk isim musytaqnya :
‫مال صاحب‬
ّ ,
• Isim Nasab (nisbat / hubungan / bangsa ) atau yang berakhiran huruf ‫ي‬
contoh : ‫ مررت برجل دمشق ّي‬bentuk musytaqnya : ‫الى دمشق منسوب‬
‫ كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه‬:
‫وشبهه كذا وذي والمنتسب‬
• Jumlah , tapi naat yang terbuat dari jumlah mempunyai criteria tertentu :
o Man’utnya harus dari isim nakirah
o Jumlahnya bukan dari jumlah tholabiyah (kata perintah)
Contoh :‫ واتقوا يوما ترجعون فيه الى هللا‬bentuk musytaqnya : ‫راجعكم‬
‫ كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه‬:
‫ فأعطيت ما أعطيته خبرا‬# ‫ونعتوا بجملة من ّكرا‬
‫ وان اتت فالقول اضمر تصب‬# ‫وامنع هنا ايقاع ذات الطلب‬
• Masdar , criteria nya harus mufrad mudzakar (muthlaq. Meski man’utnya bukan
mufrad mudzakar) . contoh : ‫مررت برجل عدل‬
bentuk musytaqnya : ‫ذو عدل‬
‫كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه‬
‫ فلتزموا االفراد والتذكير‬# ‫ونعتوا بمصدر كثيرا‬

II.3. Fungsi Na’at


Na’at mempunyai fungsi tersendiri jika di sandarkan pada kalimat-kalimat tertentu.
Diantara fungsinya adalah sebagai berikut ;
– Menkhususkan man’ut (‫ ) تخصيص المنعوت‬dengan syarat man’utnya harus dari isim
nakirah .
contoh : ‫مررت برجل صالح‬
– Menjelaskan man’ut (‫ ) توضيح المنعوت‬dengan syarat man’ut harus dari isim ma’rifat .
Contoh : ‫جاء زيد العالم‬
– Hanya memuji ( ‫)مجرّد المدح‬. Contoh : ‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬
– Hanya mencela ( ‫)مجرّد الذ ّم‬. Contoh : ‫اعوذ باهلل من ال ّشيطان الرجيم‬
– Prihatin (‫) ترحم‬. Contoh : ‫الله ّم ارحم عبدك المسكين‬
– Menegaskan (‫) للتوكيد‬. Contoh : ‫تلك عشرة كامل‬

II.4. KAIDAH-KAIDAH NAAT


• Jika ada sifat / na’at lebih dari satu dan berbeda man’utnya , maka, na’at tersebut
harus dipisahkan dengan haraf athaf.
Contoh : ‫مررت بالزيدين الكريم والبخيل‬
‫ كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه‬:
‫ فعاطفا فرّقه ال اذاأتلف‬# ‫ونعت غير واحد اذااختلف‬
• Jika ada na’at dari 2 ma’mul (objek ) yang sama predikatnya (secara ma’na) maka
I’rabnya mengikuti man’ut baik itu rafa’, nasab atau jer.
Contoh : ‫ذهب زيد و انطلق عمرو العاقالن‬
• Tapi jika berbeda predikatnya (berlawanan) , maka I’rabnya mesti Qatha’ dan
dilarang itba’.
Contoh : qata’ ke nashob (menjadi maf’ul dari fiil fail yang disimpan)
‫جاء زيد وذهب عمرو العاقلين اي اعني العاقلين‬
Qata’ ke rafa’ (menjadi khabar dari mubtada yang disimpan)
‫جاء زيد وذهب عمرو العاقالن اي هما العاقالن‬
‫ كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه‬:
‫ وعمل اتبع بغير إستثناء‬# ‫ونعت معمولي وحيدي معنى‬
• Jika na’at nya berulang-ulang (banyak) karena man’ut tidak bisa dijelaskan kecuali
dengan menggunakan na’at yang banyak, maka semua I’rab na’at tersebut diikutkan
ke man’ut.
Contoh : ‫جاء زيد الفقيه الظريف العالم‬
‫ كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه‬:
ّ
‫لذكرهن اتبعت‬ ‫ مفتقرّا‬# ‫وان نعوت كثرت وقد تلت‬
• Jika na’atnya berulang-ulang maka, :
– Jika man’ut sudah jelas tanpa harus memakai semua naat , maka naat yang ada,
I’rabnya boleh qatha’ boleh itba’.
Contoh : Dalam lafadz :‫هللا الرحمن الرحيم بسم‬
– Tapi jika man’ut itu tidak bisa dijelaskan kecuali dengan memakai satu na’at yang
ditentukan (muayyan), na’at sisanya hanya pelengkap, maka na’at yang ditentukan
tersebut I’rabnya mesti itba’, dan na’at pelengkap I’rabnya boleh qatha’ boleh itba’.
Contoh : misalnya ada 2 zaid, yang satu pintar yang lainnya bodoh. Tapi dalam
kedermawanannya derajatnya sama. Maka bodoh dan pintar itu posisinya sebagai
na’at muayyan dan dermawan menjadi pelengkap.
‫جاء زيد العال ُم الكري ُم الكري َم‬
‫جاء زيد البالد الكري ُم الكري َم‬
‫ كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه‬:
‫ بدونها او بعضهااقطع معلنا‬# ‫واقطع اواتبع ان يكن معيّنا‬
• Jika I’rab na’at di qatha’, maka :
– Bisa diqatha’ke Nashob, dengan menyimpan fiil dan fail, maka na’at itu
kedudukannya sebagai maf’ul.
Contoh : ‫مررت بزيد الكري َم اي اعني الكري َم‬
– Bisa diqatha ke Rafa’, dengan menyimpan mubtada, maka na’at kedudukannya
menjadi khabar.
Contoh :‫بزيد الكري ُم اي هو الكري ُم مررت‬
‫ كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه‬:
‫ مبتدأ او ناصبا لن يظهرا‬# ‫وارفع اونصب ان قطعت مضمرا‬
Catatan : jika na’at I’rabnya sudah diqatha’ (rofa / nashob) dan faidah naatnya
memuji, mencela, dan mengasihani, maka hukum menyimpan fiil / mubtada adalah
wajib. Tapi jika faidahnya mengkhususkan maka menyimpan mubtada atau fiil-fail
hukumnya tidak wajib.
• Man’ut bisa dibuang dan hanya menetapkan na’at, jika ada dalil yang menunjukan
adanya man’ut.
Contoh : ‫ إن اعمل سابغات أي دروعا سابغات‬: ‫قوله تعالى‬
• Begitu juga na’at bisa dibuang dan hanya menetapkan man’ut, jika ada dalil yang
menunjukan adanya na’at. Tetapi itu hanya minoritas.
ّ ‫ قالوا األن جئت بالح‬: ‫قوله تعالى‬
Contoh : ‫ق اي البين‬
‫ كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه‬:
‫ يجوز حذفه وفي النعت يقل‬# ‫وما من المنعوت والنعت عقل‬
BAB III
KESIMPULAN

NA’AT

Na’at adalah isim yang mengikuti kata sebelumnya yang fungsinya menyempurnakan
kata yang diikutinya, baik kepada kata itu sendiri atau dengan kata yang dihubungkan
dengan kata yang dina’atinya.

SKEMA PEMBAGIAN NA’AT

Isim Fail
Isim Maf’ul
Shifat Musyabahat
Isim Tafdhil
Isim Dhamir
Isim Isyaroh
Isim Nisbat
‫ذو بمعنى صاحب‬
Masdar
Jumlah
IDHOFAH

‫ اإلضــــافة‬menghubungkan satu isim dengan isim lain di belakang, dengan


memperkirakan jalinan hubungan itu dengan huruf Jar, isim yang pertama ( ‫مضـــاف‬
) dan kedua dinamakan ( ‫) مضــاف إلية‬. Dengan istilah yang lebih mudah (
‫ ) مضـــاف‬yang dimiliki ( ‫ ) مضــاف إلية‬yang memiliki.

 
 
DAFTAR PUSTAKA

Darsono, dkk. 2009. Fasih Berbahasa Arab 3. Tiga Serangkai : Solo


Anggini, Dian. 2013. Makalah Idhofah. (diluvtaec.blogspot.com/2013/06/makalah-
idhofah.html?m=1, diakses 30 Oktober 2013.)
Badar Online. 2010. Syarat-syarat Idhofah. (badaronline.com/dasar/bahasa-arab-
dasar-118-syarat-syarat-idhofah.html, diakses 30 Oktober 2013.)

Anda mungkin juga menyukai