Anda di halaman 1dari 13

"‫ت‬

ُ ‫ت َوال َْم ْنعُ ْو‬


ُ ‫َّع‬
ْ ‫"الن‬
MAKALAH INI DIAJUKAN
UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH
“NAHWU”

Dosen pembimbing;
Zam zam Rasyidi, M.Pd

Disusun oleh;
M. Husien Amin
Rijal al-Hadi
M. Nor Syafi’E
A. Sayuti

MAHASANTRI SEMESTER III (TIGA)


PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB (PBA) B
SEKOLAH TINGGI ILMU AL-QUR’AN (STIQ) AMUNTAI
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Bismillahirrahmanirrahiim. Puji syukur Alhamdulillah, kami panjatkan


kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan nikmat, taufik serta
hidayah-Nya yang sangat besar sehingga kami akhirnya dapat menyelesaikan Tugas
Perkuliahan yaitu “Nahwu” tepat pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada Mu’allim Zam zam Rasyidi, M.Pd
selaku Dosen pembimbing Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an. Dalam menyusun
makalah ini yang berjudul “Na’at Man’ut” sebagai bahan pembelajaran.

Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini juga masih memiliki banyak kekurangan.
Maka dari itu kami mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca sekalian
demi kelancarannya diskusi kita.

Wassalamu’alaikum Warahmatulah Wabarakatuh.

Amuntai, 03 Desember 2019

Revisi Kelompok 9

i
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hubungan Hukum Islam dengan Pengetahuan Bahasa Arab merupakan
sesuatu sangat yang sangat erat dan tak dapat dipisahkan. Alasannya sangat jelas,
karena sumber pokok dari hukum Islam itu adalah Al-Qur’an dan Hadits yang
memakai atau menggunakan bahasa Arab standar sesuai dengan kaidah-kaidah
bahasa Arab.
Bahasa Arab adalah Bahasa Al-Qur’an dan setiap Muslim harus terlebih
dahulu menggali atau faham dengan kaidah-kaidahnya, serta tiada jalan lain kecuali
harus mampu menggali dari sumber asalnya, yaitu al-Qur’an dan Hadist. Jadi untuk
memahami isi kandungan al-Qur’an maupun al-Hadist secara baik, sebagai umat
islam harus mampu pula memahami kandungan-kandungan yang terdapat dalam ayat
maupun hadist yang sedang dibacanya, baik struktur kalimatnya, bentuk kalimat,
kosa katanya dan lain-lain.
Sering kali kita temui kalimat bahasa Arab yang memiliki struktur kalimat
yang berbeda-beda, akan tetapi makna dan tujuannya sama, khususnya yang terdapat
di Al-Qur’an maupun Hadist, yang mana kalimat-kalimat tersebut sering diikutkan
atau dihubungkan dengan kalimat sebelumnya berdasarkan sifat dan lain lain..

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Pengertian Na’at Man’ut?
2. Apa pembagian Na’at Man’ut ?
3. Apa Fungsi Naat Man’au ?
4. Beberapa Kaidah Naat Man’ut ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu Na’at Man’ut.
2. Untuk mengetahui pembagian Na’at Man’ut.
3. Untuk mengetahui fungsi Naat man’ut.
4. Untuk mengetahui Kaidah-kaidah Naat Man’ut.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Na’at Man’ut

.‫ض ِه َوَت ْع ِريِْف ِه َو َتْن ِكرْيِ ِه‬ ِ ‫اَلنَّعت تَابِع لِْلمْنعو‬


ِ ‫ت يِف رفْعِ ِه ونَصبِ ِه وخ ْف‬
ََ ْ َ َ ُْ َ ٌ ُ ْ
1
.‫ت بَِزيْ ٍد الْ َعا قِ ِل‬ ِ
ُ ‫ َو َمَر ْر‬, ‫ت َزيْ ًدا الْ َعاق َل‬
ِ
ُ ْ‫ َو َرأَي‬, ‫ قَ َام َزيْ ُد الْ َعاق ُل‬: ‫َت ُق ْو ُل‬
Artinya : Na’at (sifat) ialah lafadz yang mengikuti pada lafadz yang di ikutinya,
baik dalam hal Rofa’, nashob, khofadh (jar), ma’rifah, maupun nakirahnya.

 Apabila Rofa’ :
‫ قَ َام َزيْ ُد الْ َعاقِ ُل‬: Zaid yang berakal telah berdiri
 Apabila Nashob :
‫ت َزيْ ًدا الْ َعاقِ َل‬
ُ ْ‫ َو َرأَي‬: Aku telah melihat Zaid yang berakal
 Apabila Khofadh :
‫ت بَِزيْ ٍد الْ َعا قِ ِل‬
ُ ‫ َو َمَر ْر‬: Aku telah berjumpa Zaid yang berakal

Maksudnya:
Tabi’ yang menyempurnakan makna lafadz yang diikutinya dengan menjelaskan
salah satu diantara sifat-sifatnya atau sifat yang berkaitan (ta’alluq) kepadanya.

Contoh: ‫الْ َعاقِل‬ ‫( قَ َام َزيْ ٌد‬Zaid yang berakal telah berdiri), Berakal yaitu sifat Zaid.
ُ

B. Pembagian Na’at Man’ut


Na’at dapat dikategorikan menjadi 2 bagian :
• Ditinjau dari segi amalnya
• Ditinjau dari segi jenis kalimat yang posisinya menjadi na’at
 Na’at ditinjau dari segi amalnya
Na’at ditinjau dari segi amalnya maka terbagi 2 :
1. Na’at Haqiqiy.
2. Na’at Sababy.

1
Moch Anwar, Ilmu Nahwu : Terjemahan Matan Al – Anjurumiyyah dan ‘Imrithy Berikut
Penjelasannya,Cet.48,( Bandung:Sinar Baru Algensindo,2018,), h.101

2
 Na’at Haqiqy adalah :
ِ ‫هو ما يبنِّي ِص َفةً ِمن ِص َف‬
‫ات َمْتُب ْو ِع ِه‬ ْ ُ َُ َ َ ُ
Na’at yang menjelaskan salah satu sifat dari beberapa sifatnya matbu’/maushuf.
‫ب‬ ِ ِ
Contoh: ُ ْ‫( َجاءَ َخال ٌد األَدي‬telah datang kholid yang bertatakrama )
“Yakni lafazh menjelaskan salah satu sifatnya kholid,yang mungkin
ganteng,dermawan,kaya,pandai Dll..

Cara mengetahui na’at haqiqi adalah dengan menentukan satu per satu dari 4 poin
berikut:
• Dalam segi I’rabnya (rafa, nashab, jarnya )
• Dalam segi ma’rifat nakirahnya
• Dalam segi mudzakar muannasnya
• Dalam segi mufrad , tasniyah atau jama’nya.

 Na’at Sababi adalah :


ِ ‫هوما يبنِّي ِص َفةً ِمن ِص َف‬
‫ات َما لَهُ َت َعلُّ ٌق مِب َْتُب ْو ِع ِه َو ْارتِبَا ٌط بِِه‬ ْ ُ َُ َ َ ُ
Na’at yang menjelaskan salah satu sifat-sifatnya lafadz yang berada setelahnya
yang masih berkaitan dengan matbu’nya atau mauhufnya.2
Contoh : ُ‫جتُه‬ ِ
َ ‫( َجاءَ َزيْ ٌد اجلَمْيلَةُ َز ْو‬telah datang zaid yang cantik istrinya)
Lafadz ُ‫ اجلَ ِمْيلَة‬tersebut posisinya adalah sebagai na’at. Na’atnya na’at sababi. Karena

merafa’kan isim dzohir setelahnya ُ‫جتُ ه‬


َ ‫ َز ْو‬yang mempunyai dhamir untuk kembali
kepada subjeknya ُ‫ ه‬yaitu ‫زَ ْي ٌد‬.
Naat sababi bisa diketahui dengan menentukan 2 dari 2 poin berikut :
• Dalam segi I’rabnya.
• Dalam segi ma’rifat nakirahnya.
Segi mufrad tasniyah jama’nya dan mudzakar muannasnya tidak disebutkan karena
naat sababi menyesuaikan dengan isim dzohir yang ia rafa’kan setelahnya.3

2
Abu An’im, Sang Pangeran Nahwu Al-Ajurumiyyah, (Kediri: Mu’jizat Group, 2009), h.216
3
Badar Online, Syarat-syarat Idhofah. (badaronline.com/dasar/bahasa-arab-dasar-118-syarat-syarat-
idhofah.html, diakses 30 Oktober 2019.)

3
 Na’at ditinjau dari jenis kalimatnya.
Na’at jika ditinjau dari jenis kalimatnya (baca: kata ) maka terbagi 2:
1. Na’at Musytaq
2. Na’at Muawwal
 Na’at Musytaq adalah :

‫ض ُّم ِن َم ْعىَن فِ ْع ٍل َو ُحُر ْوفِ ِه‬ ِ ِ ‫ثو‬


َ َ‫صاحبِه َوت‬
ٍ
َ َ ‫َما َد َّل َعلَى َح َد‬
“Isim yang menunjukan hadats (pekerjaan) dan orang yang memiliki hadats serta
mengandung ma’na fi’il dan huruf-hurufnya.”
Yaitu na’at yang diambil dari kata yang dapat berubah-ubah (mutasorrif).

Na’at musytaq berjumlah 4, diantaranya :

• Isim Fail, contoh: ٌ ‫ضا ِر‬


ً‫ب َعْبدا‬ َ ‫( َه َذا َر ُج ٌل‬ini laki-laki yang memukul hamba
sahaya)

• Isim Maf’ul, contoh : ‫ب‬


ٌ ‫رو‬
ْ‫ض‬ ْ ‫َم‬ ‫مر‬
ٌ ‫ه َذا َع‬ (ini hamba sahaya yang dipukul)

• Isim shifat musyabbahat (menyerupai isim fa’il, namun diambil dari fiil lazim),

contoh : ‫س َن الْ َو ْج ِه‬


َ ‫ت َر ُجاًل َح‬
ُ ْ‫( َرأي‬Saya melihat seorang laki-laki yang tampan wajahnya)
• Isim tafdhil (isim yang mengandung makna lebih)
contoh : َ‫ت بِ َر ُج ٍل أَ ْعلَ َم ِم ْنك‬
ُ ْ‫( َم َرر‬Saya bertemu laki-laki yang lebih alim darimu)

 Na’at Muawwal adalah :

‫ض ُّم ِن َم ْعىَن فِ ْع ٍل ُد ْو َن ُحُر ْوفِ ِه‬ ِ ِ ِ ِ ِ


َ َ‫ُه َو اجْلَام ُد الَّذي يُفْي ُد م َن الْ َم ْعىَن َما يُفْي ُدهُ الْ ُم ْشتَ ُّق َوت‬
“Adalah lafadz jamid (yang tidak bisa ditashrif) yang memiliki makna yang
dimiliki lafadz musytaq, dan mengandung makna fi’il, bukan hurufnya.”

Yaitu na’at yang diambil/terbuat dari isim-isim yang jamid (ghoir


mutasorrif/tetap) . lalu di translate-lah isim-isim jamid yang menjadi na’at itu ke isim
musytaq. Karena sejatinya na’at itu terbuat dari isim musytaq, maka di upayakanlah
agar na’at yang terbuat dari isim jamid pun bisa sejajar dengan naat musytaq dengan
cara di ta’wil.

4
Na’at muawwal bil musytaq ada 6, diantaranya :
• Isim Isyarah (kata tunjuk) , contoh : ‫ت بَِزيْ ٍد َه َذا‬
ُ ‫( َمَر ْر‬Saya berjumpa Zaid yang ini)
ِ ‫احل‬
bentuk isim musytaqnya : ‫اض ُر‬َ
ِ ٍ
َ َ‫ت بَِزيْد الَّذ ْي ق‬
• Isim Maushul (kata sambung), contoh : ‫ام‬ ُ ‫( َمَر ْر‬Saya telah berjumpa
Zaid yang berdiri), bentuk isim musytaqnya : ‫ال َقائِ ُم‬

ّ ,
• Isim Nasab (nisbat / hubungan / bangsa ) atau yang berakhiran huruf ‫ي‬
ِ
َ ‫ت بَِر ُج ٍل د َم‬
contoh : ‫ش ْق ِّي‬ ُ ‫( َمَر ْر‬Aku telah berjumpa laki-laki bangsa Damaskus)
bentuk musytaqnya : ‫ش ِق ِّي‬
ْ ‫ب ِد َم‬
ِ ‫اَلْمْنسو‬
ُْ َ
• Jumlah , tapi naat yang terbuat dari jumlah mempunyai kriteria tertentu :
ِ ‫( َو َّات ُقوا يوما ُترجعو َن فِي ِه اِىِل‬Dan takutlah pada hari kiamat yang mana kamu
Contoh :‫اهلل‬ ْ ُْ َ ْ ً َْ ْ
ِ‫ر‬
semua dikembalikan kepada Allah), bentuk musytaqnya : ‫اجعُ ْو َن‬ َ
• Masdar , kriteria nya harus mufrad mudzakar muthlaq. Meski man’utnya bukan

mufrad mudzakar) . contoh : ‫ج ٍل َع ْد ٍل‬ ِ ُ ‫ َمرر‬, bentuk musytaqnya : ‫ َع ِاد ٍل‬4


ُ ‫ت بَر‬ َْ
C. Fungsi Na’at dan Man’ut
Na’at mempunyai fungsi tersendiri jika di sandarkan pada kalimat-kalimat
tertentu. Diantara fungsinya adalah sebagai berikut ;
– Men-khusus-kan man’ut ( ‫ ) ختصيص املنعوت‬dengan syarat man’utnya harus dari isim

nakirah . Contoh : ‫ص الِ ٍح‬


َ ‫ت بَِر ُج ٍل‬
ُ ‫( مَ َر ْر‬Aku telah berjumpa dengan laki-laki yang
sholeh).
– Menjelaskan man’ut (‫وت‬bb‫يح المنع‬bb‫ ) توض‬dengan syarat man’ut harus dari isim
ma’rifat . Contoh : ‫َجا َء َز ْي ٌد ْال َعالِ ُم‬
– Hanya memuji ( ‫)مجرّد المدح‬. Contoh : ‫بِس ِْم هللاِ الرَّحْ َم ِن ال َّر ِحي ِْم‬

Syamsuddin Muhammad, ILMU NAHWU Terjemah MUTAMMIMAH AJJURUMIYAHI,


4

(Surabaya, Al-Hidayah,2012), h.217

5
– Hanya mencela ( ‫)مجرّد الذ ّم‬. Contoh : ‫ان ال َّر ِجي ِْم‬ ِ َ‫اَ ُعوْ ُذ بِاهللِ ِمنَ ال َّش ْيط‬
– Prihatin (‫) ترحم‬. Contoh : َ‫ك ْال ِم ْس ِك ْين‬
َ ‫اَللَّهُ َّم ارْ َح ْم َع ْب َد‬
َ ‫تِ ْل‬5
– Menegaskan (b‫) للتوكيد‬. Contoh : ٌ‫ك َع َش َرةٌ كاملة‬

5
Abu Ahmad ‘Abdullah, Sa’id, bin Tsabit Al-Wushabi,____. Ilmu Nahwu: Terjemahan At-
Tuhfatul Wushabiyyah Fi Tashil Matn Al-Aajrumiyyah, ( ____: Maktabah Ismail ‘Isa, 2018), h.142

6
D. Kaidah-kaidah Naat dan Man’ut6
Beberapa Kaidah-kaidah yang mengedepankan materi ini, yang diikutkan
maupun yang mengikut padanya dari beberapa segi, diantaranya:
 Jika ada sifat / na’at lebih dari satu dan berbeda man’utnya , maka na’at
tersebut harus dipisahkan dengan huruf ‘Athaf.
Contoh : ‫الزيْ َديْ ِن الْ َك ِرمْيِ َوالْبَ ِخْي ِل‬
َّ ِ‫ت ب‬
ُ ‫َمَر ْر‬ (Aku telah bertemu 2 orang Zaid yang
mulia dan yang kikir).
 Jika ada na’at dari 2 ma’mul (objek) yang sama predikatnya (secara ma’na)
maka I’rabnya mengikuti man’ut baik itu rafa’, nasab atau khofadh (jar).
Contoh : ‫ب َزيْ ٌد َوانْطَلَ َق َع ْم ُرو الْ َعاقِاَل ِن‬
َ ‫ذَ َه‬
 Tapi jika berbeda predikatnya (berlawanan) , maka I’rabnya mesti Qatha’ dan
dilarang itba’. Contoh :
o Qata’ ke nashob (menjadi maf’ul dari fiil fail yang disimpan)

‫ب َع ْم ُرو الْ َعاقِلَنْي ِ أي أَ ْعنَي العاقلين‬


َ ‫َجاءَ َزيْ ٌد َو َذ َه‬
o Qata’ ke rafa’ (menjadi khabar dari mubtada yang disimpan)

‫ب َع ْم ُرو الْ َعاقِاَل ِن أي هما العاقالن‬


َ ‫َجاءَ َزيْ ٌد َو َذ َه‬
 Jika na’at nya berulang-ulang (banyak) karena man’ut tidak bisa dijelaskan
kecuali dengan menggunakan na’at yang banyak, maka semua I’rab na’at
tersebut diikutkan ke man’ut.
Contoh : ُ‫ف الْ َعامِل‬ ِ
ُ ْ‫َجاءَ َزيْ ٌد الْ َفقْيهُ الْظَ ِري‬
 Jika na’atnya berulang-ulang maka, :
o Jika Man’ut sudah jelas tanpa harus memakai semua naat, maka naat yang
ada, I’rabnya boleh qatha’ boleh itba’.
Contoh : ‫الر ِحْي ِم‬ ِ ‫بِس ِم‬
َّ ‫اهلل الرَّمْح َ ِن‬ ْ
o Tapi jika man’ut itu tidak bisa dijelaskan kecuali dengan memakai satu
na’at yang ditentukan (muayyan), na’at sisanya hanya pelengkap, maka

6
http://www.google.com/amp/s/wakidyusuf.wordpress.com/2017/03/19/nahwu-sharraf-7-
%25E2%2580%258Bisim-isim-yang-irobnya-diikutkan-tabi-naat-athaf-taukid-badal/amp/
(Diakses pada tanggal. 03 Desember 2019, Pukul 21:28). “Bab Naat”

7
na’at yang ditentukan tersebut I’rabnya mesti itba’, dan na’at pelengkap
I’rabnya boleh qatha’ boleh itba’.

Contoh : َ‫جاءَ َزيْ ٌد الْ َعامِلُ الْ َك ِرمْيُ الْ َك ِرمْي‬


َ
ِ
َ‫َجاءَ َزيْ ٌد الْبَال ُد الْ َك ِرمْيُ الْ َك ِرمْي‬
Misalnya ada 2 zaid, yang satu pintar yang lainnya bodoh. Tapi dalam
kedermawanannya derajatnya sama. Maka bodoh dan pintar itu posisinya
sebagai na’at muayyan dan dermawan menjadi pelengkap.

 Jika I’rab na’at di qatha’, maka :


o Bisa diqatha’ke Nashob, dengan menyimpan fiil dan fail, maka na’at itu
kedudukannya sebagai maf’ul.

Contoh : ‫الكريم‬
َ ‫ت بَِزيْ ٍد الْ َك ِرمْيَ أي أعني‬
ُ ‫َمَر ْر‬
o Bisa diqatha ke Rafa’, dengan menyimpan mubtada, maka na’at
kedudukannya menjadi khabar.
Contoh : ‫الكريم‬
ُ ‫ت بَِزيْ ٍد الْ َك ِرمْيُ أي هما‬
ُ ‫َمَر ْر‬
Catatan : Jika na’at I’rabnya sudah diqatha’ (rofa / nashob) dan faidah
naatnya memuji, mencela, dan mengasihani, maka hukum menyimpan fiil
atau mubtada adalah wajib. Tapi jika faidahnya mengkhususkan maka
menyimpan mubtada atau fiil-fail hukumnya tidak wajib.

a) Man’ut bisa dibuang dan hanya menetapkan na’at, jika ada dalil yang
menunjukan adanya man’ut.
Contoh : ‫دروعا سابغات‬ ٍ َ‫ إِ َّن أَعمل سابِغ‬: ‫َقولُه َتعاىَل‬
ً ‫ات أي‬ َ ُ َْ َ ُْ

b) Begitu juga na’at bisa dibuang dan hanya menetapkan man’ut, jika ada dalil
yang menunjukan adanya na’at. Tetapi itu hanya minoritas.
Contoh : ‫ت بِاحْلَ ِّق أي البين‬ ِ
َ ‫ قَالُْوا األن جْئ‬: ‫َق ْولُهُ َت َعاىَل‬

8
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan

.‫ض ِه َوَت ْع ِريِْف ِه َوَتْن ِكرْيِ ِه‬ ِ ‫اَلنَّعت تَابِع لِْلمْنع‬


ِ ‫ت يِف رفْعِ ِه ونَصبِ ِه وخ ْف‬
ََ ْ َ َ َُ ٌ ُ ْ
Tabi’ yang menyempurnakan makna lafadz yang diikutinya dengan menjelaskan
salah satu diantara sifat-sifatnya atau sifat yang berkaitan (ta’alluq) kepadanya.

Contoh: ‫الْ َعاقِل‬ ‫( قَ َام َزيْ ُد‬Zaid yang berakal telah berdiri), Berakal yaitu sifat Zaid.
ُ

Naat dikategorikan menjadi dua, yaitu: Ditinjau dari segi amalnya dan dari jenis
kalimat yang posisinya menjadi na’at.

 Na’at ditinjau dari segi amalnya maka terbagi dua, yaitu :


a) Na’at Haqiqiy (secara langsung).

b) Na’at Sababy (secara tidak langsung tetapi tetap ada hubungan)

 Na’at jika ditinjau dari jenis kalimatnya maka terbagi dua, yaitu :
a) Na’at Musytaq (bisa di-tashrif)
b) Na’at Muawwal tidak bisa di-tashrif)

Na’at mempunyai fungsi tersendiri jika di sandarkan pada kalimat-kalimat


tertentu. Diantara fungsinya adalah, sebagai berikut ;
a) Men-khusus-kan man’ut dengan syarat man’utnya harus dari isim nakirah.
b) Menjelaskan man’ut dengan syarat man’ut harus dari isim ma’rifat.

Beberapa Kaidah-kaidah yang mengedepankan materi ini, yang diikutkan


maupun yang mengikut padanya dari beberapa segi, diantaranya:

a) Jika na’at nya berulang-ulang (banyak) karena man’ut tidak bisa dijelaskan
kecuali dengan menggunakan na’at yang banyak, maka semua I’rab na’at
tersebut diikutkan ke man’ut.
b) Man’ut bisa dibuang dan hanya menetapkan na’at, jika ada dalil yang
menunjukan adanya man’ut.

9
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Moch.2018, Ilmu Nahwu : Terjemahan Matan Al – Anjurumiyyah dan


‘Imrithy Berikut Penjelasannya,Bandung:Sinar Baru Algensindo.

Arra’ini, Syamsuddin Muhammad, 2001, ILMU NAHWU Terjemah


MUTAMMIMAH AJJURUMIYAHI,Surabaya, Al-Hidayah.

An’im, Abu, 2009,Sang Pangeran Nahwu Al-Ajurumiyyah,Kediri: Mu’jizat Group.

‘Abdullah, Abu Ahmad, Sa’id, bin Tsabit Al-Wushabi,____. Ilmu Nahwu:


Terjemahan At-Tuhfatul Wushabiyyah Fi Tashil Matn Al-Aajrumiyyah,
____: Maktabah Ismail ‘Isa.

Badar Online. 2010. Syarat-syarat Idhofah. (badaronline.com/dasar/bahasa-arab-


dasar-118-syarat-syarat-idhofah.html, diakses 30 Oktober 2013.)
http://www.google.com/amp/s/wakidyusuf.wordpress.com/2017/03/19/nahwu-
sharraf-7-%25E2%2580%258Bisim-isim-yang-irobnya-diikutkan-tabi-naat-
athaf-taukid-badal/amp/

10

Anda mungkin juga menyukai