Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH AIK 2

TOKOH PEMBAHARUAN DUNIA ISLAM

SAYYID MUHAMMAD RASYID RIDHA

Disusun oleh :

Boby Pranata (G2D018007)

Ilham Margining Tri Utami (G2D018017)

Rizkia Melinda (G2D018028)

Hanif Alifia Giyanti (G2D018039)

Anggun Sebti Sabila (G2D018048)

Tasya Rafida Aziz (G2D018059)

Jl. Kedung Mundu Raya No.18, Kedungmundu, Kec. Tembalang, Kota


Semarang, Jawa Tengah 5027
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga berhasil menyelesaikan makalah ini alhamdulillah tepat
pada waktunya yang berjudul “Tokoh Pembaharu Dunia Islam : Sayyid Muhammad Rasyid
Ridha”

Makalah ini berisikan tentang informasi Sayyid Muhammad Rasyid Ridha atau yang lebih
khususnya membahas Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, diharapkan makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang Sayyid Muhammad Rasyid Ridha.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Aamiin.
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini, muncul begitu banyak tantangan yang mesti dihadapi oleh umat Islam.
Adanya keterbelakangan dan kegelapan dalam ilmu pengetahuan modern, serta ada dan
melekatnya paham fatalisme serta pemahaman yang keliru terhadap Islam, yang secara tidak
langsung turut andil dalam usaha penghambatan kemajuan tersebut.
Islam senantiasa memberikan respon terhadap berbagai problematika yang muncul.
Respon Islam tersebut, tidaklah lepas dari peran yang diberikan oleh tokoh yang
mengerahkan segenap kemampuan intelektualnya untuk terus melakukan pembaruan
terhadap berbagai paham yang ada dalam Islam.
Dari berbagai masalah-masalah yang terjadi, pemuka Islam mulai memikirkan cara
untuk mengatasi hal tersebut. Dengan cara menimbulkan ide-ide yang dapat membawa
pembaharuan dikalangan umat Islam. Salah satu pemuka Islam yang resah terhadap
kemunduran Islam pada masa itu adalah Rasyid Ridha. Rasyid Ridha ingin mengadakan
pembaharuan disegala bidang. Rasyid Ridha melihat umat Islam banyak mengikuti peradaban
Barat dan banyak meninggalkan nilai-nilai keIslaman serta banyak umat Islam yang terpecah
belah oleh perebutan kekuasaan.
Dalam Sejarah pemikir Islam modern, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha merupakan
tokoh pembaharu Islam yang hidup pada kondisi zaman dalam kekacauan dan keterpurukan
lantaran kebanyakan mereka telah meninggalkan petunjuk-petunjuk al Qur’an. Rasyid Ridha
adalah satu dari sekian banyak pembaru, yang telah banyak menularkan serta
menyumbangkan banyak ide dan pemikirannya bagi kemajuan umat. Dan pada kesempatan
kali ini, kami akan sedikit mengulas mengenai Rasyid Ridha serta beberapa hal yang
berkaitan dengannya.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah kami paparkan, maka yang menjadi fokus
dalam makalah ini adalah :
 Apa pemikiran pembaharuan Rasyid Ridha dalam bidang agama, pendidikan
dan politik ?
 Apa kontribusi yang diberikan oleh Rasyid Ridha bagi umat islam ?

C. TUJUAN
 Mengetahui secara jelas riwayat hidup Rasyid Ridha
 Mengetahui pemikiran pembaharuan Rasyid Ridha
 Mengetahui hasil karya Rasyid Ridha
BAB II

PEMBAHASAN

A. KELAHIRAN SAYYID MUHAMMAD RASYID RIDHA


Sayyid Muhammad Rasyid Ridha dilahirkan di Qalmun wilayah pemerintahan
Tarablus Syam pada tahun 1282 H/1865 M. Dia adalah Muhammad Rasyid Ibn Ali
Ridha Ibn Muhammad Syamsuddin Ibn Muhamad Bahauddin Ibn Manla Ali
Khalifah. Keluarganya dari keturunan terhormat berhijrah dari Bagdad dan menetap
di Qalmun. Kelahirannya tepat pada 27 Jumadil Tsani tahun 1282 H/18 Oktober tahun
1865 M. Kota kelahirannya adalah daerah dengan tradisi kesalehan Sunni yang kuat,
tempat tarekat-tarekat memainkan peranan aktifnya.
Ayah dan Ibu Sayyid Sayyid Muhammad Rasyid Ridha berasal dari
keturunan al-Husayn putra Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah, Putri Rasulullah itu
sebabnya Sayyid Muhammad Rasyid Ridha menyandangg gelar al-sayyid di depan
namanya dan sering menyebut tohoh-tokoh ahl al-bayt seperti Ali ibn Abi Thalib, al-
Husyan dan Ja’far al –Shadiq dengan Jadduna (nenek moyang kami).

B. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN


Semasa kecilnya (usia tujuh tahun) , Rasyid Ridha dimasukkan oleh orang
tuanya ke madrasah tradisional di desanya, Qalamun, untuk belajar membaca
Alquran, belajar menulis, dan berhitung. Berbeda dengan anak-anak seusianya,
Rasyid kecil lebih sering menghabiskan waktunya untuk belajar dan membaca buku
daripada bermain, dan sejak kecil memang ia telah memiliki kecerdasan yang tinggi
dan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan. Sayyid Muhammad Rasyid Ridha
memperoleh pendidikan yang lebih modern di Madrasah Ibtidaiyyah al –Rusydiyyah
di Tripoli. Di madrasah itu diajarkan ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu tauhid, ilmu fiqih,
ilmu bumi dan matematika. Bahasa pengantar adalah bahasa turki, karena madrasan
ini adalah milik pemerintah yang bertujuan untuk mempersiapkan sumber daya
manusia yang akan menjadi pegawai pemerintahan Turki Usmani.
Oleh karena enggan menjadi pegawai pemerintah, Rasyid Ridha kemudian
keluar dari madrasah al –Rusydiyyah setelah lebih kurang satu tahun belajar di sana.
Selanjutnya, pada tahun 1299 atau 1300 H, Rasyid Ridha memasuki Madrasah
Wathaniyyah Islamiyyah yang didirikan dan dipimpin oleh Syekh Husayn al-Jisr
seorang ulama besar Libanon yang telah dipengaruhi oleh ide-ide pembaruan yang
digulirkan oleh Sayyid Jamal al-Din al-Afghani dan Syekh Muhammad Abduh. Sang
gurulah yang telah banyak berjasa dalam menumbuhkan semangat ilmiah dan ide
pembaruan dalam diri Rasyid Ridha di kemudian hari. Di antara pikiran gurunya yang
sangat berpengaruh adalah pernyataan bahwa satu-satunya jalan yang harus ditempuh
umat Islam untuk mencapai kemajuan adalah memadukan pendidikan agama dan
pendidikan umum dengan metode modern. Hal tersebut didasari kenyataan sekolah-
sekolah yang didirikan bangsa Eropa saat ini banyak diminati oleh para pelajar dari
seluruh penjuru dunia, padahal tidak disajikan pelajaran agama di dalamnya.
Namun, Rasyid Ridha tidak dapat lama belajar di sekolah ini karena sekolah
tersebut terpaksa ditutup setelah mendapat hambatan politik dari pemerintah Kerajaan
Usmani. Untuk tetap melanjutkan studinya, dia pun pindah ke salah satu sekolah
agama yang ada di Tripoli. Meskipun sudah pindah sekolah, tetapi hubungan Ridha
dengan guru utamanya saat di Madrasah Al-Wathaniyyah Al-Islamiyyah terus
berlanjut. Selain belajar pada syekh Husayn al-Jisr, Rasyid Ridha juga pernah belajar
pada ulama-ulama besar yang lain, seperti Syekh ‘Abdulghani al-Rafi’i, Syekh
Muhammad al-Qawaqiji, dan Syekh Mahmud Nasyabah. Kepada Syekh ‘Abdulghani
al-Rafi’i, Syekh Muhammad al-Qawaqiji Rasyid Ridha belajar ilmu-ilmu bahasa Arab
beserta sastranya dan tasawuf, sedangkan pada syekh Mahmud Nasyabah ia belajar
fiqh al-Syafi’i dan hadits. Berkat didikan syekh Mahmud Nasyabah itulah pula,
Rasyid Ridha kelak menjadi seorang pakar fiqh dan pakar hadits.

C. PEMIKIRAN PEMBAHARUAN RASYID RIDHA


Pada tahun 1898 Rasyid Ridha hijrah ke Kairo dengan maksud berguru dan
bergabung dengan Muhammad Abduh. Langkah pertama yang dilakukan Rasyid di
Mesir adalah mendesak Abduh untuk menerbitkan sebuah majalah sebagai corong
mereka. Menurut Rasyid, hal ini penting karena cara yang tepat untuk menyembuhkan
penyakit umat ialah pendidikan serta menyiarkan ide-ide yang pantas untuk
menentang kebodohan dan pikiran-pikiran yang mengendap dalam diri umat seperti
fatalistik dan khurafat.  Abduh menyetujui saran muridnya itu, kemudian terbitlah
sebuah majalah yang diberi nama al-Manar. Nama yang diusulkan Rasyid dan
disetujui Abduh. Dalam terbitan perdananya dijelaskan bahwa tujuan al-Manar sama
dengan al-‘Urwah al-Wusqa, yakni sebagai media pembaharuan dalam bidang agama,
sosial, ekonomi, menghilangkan faham-faham yang menyimpang dari agama Islam,
peningkatan mutu pendidikan, dan  membela umat Islam dari kebuasan politik Barat.
1. Ide Pembaharuan Bidang Agama
Ada beberapa faktor yang menyebabkan umat Islam lemah dan jauh
ketinggalan oleh orang Barat, di antaranya Islam telah kemasukan ajaran-
ajaran yang nampaknya Islam, tetapi sebenarnya bukan. Hal itu
menyebabkan umat Islam melaksanakan ajaran yang tidak sesuai lagi 
dengan ajaran Islam sebenarnya.
Menurut Rasyid Ridha, umat Islam dapat mengejar ketinggalannya
dari bangsa Eropa, jika mereka kembali kepada ajaran Islam sebenarnya
sebagaimana telah diajarkan  Nabi Muhammad saw dan dipraktekkan oleh
sahabat. Dengan demikian, Rasyid menganjurkan untuk menggali kembali
teks al-Qur’an.
Ijtihad adalah modal awal demi keberlangsungan syariat Islam yang
memenuhi seluruh kebutuhan pembaruan “karena syariat Islam adalah
syariat penutup dari Tuhan, dan hikmah dari semua itu adalah bahwasanya
Allah swt,  telah menyempurnakan agama ini dan menjadikannya agama
yang universal antara ruh dan jasad, dan memberikan kesempatan seluas-
luasnya pada umatnya untuk berijtihad yang benar dan dalam
mengambil istinbat. Kedua sisi ini sangat sesuai dengan kemaslahatan
manusia di setiap tempat dan waktu.

2. Ide Pembaharuan Bidang Pendidikan


Menurut Rasyid Ridha, membangun sarana pendidikan adalah lebih
baik dibandingkan membangun masjid. Menurutnya, masjid tidak besar
nilainya apabila mereka yang shalat di dalamnya hanyalah orang-orang
bodoh. Akan tetapi dengan membangun sarana dan prasarana pendidikan,
akan dapat menghapuskan kebodohan. Dengan begitu, pekerjaan duniawi
dan ukhrawi akan menjadi baik dan teratasi.
Ia juga mengadakan berubahan kurikulum dengan melakukan
penambahan materi-materi seperti Teologi, Pendidikan Moral, Sosiologi,
Ilmu Bumi, Sejarah, Ekonomi, Ilmu Hitung, Ilmu Kesehatan, Bahasa-
Bahasa Asing dan Ilmu Mengatur Rumah Tangga (kesejahteraan keluarga)
yaitu di samping ilmu-ilmu seperti Fiqh, Tafsir, Hadits, dan lain-lainnya
yang biasa diberikan di madrasah-madrasah tradisional.
Pada tahun 1909, ia menerima banyak keluhan mengenai aktivitas
missi Kristen di negara-negara Islam, dan untuk menandingi aktivitas
tersebut, ia melihat perlunya diadakan dan dibangun sebuah sekolah missi
Islam. Akhirnya, pada tahun 1912, ia berhasil mendirikan sekolah yang
dimaksud, dengan nama al-Da’wah wa al-Irsyad. Namun sayangnya,
sekolah missi tersebut tidaklah berumur panjang, karena terpaksa harus
ditutup pada tahun 1914, yaitu ketika pecahnya perang dunia I.
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, berpandangan bahwasanya
untuk mengarahkan dan membawa umat Islam pada kemajuan, kuncinya
terletak pada upaya memperbarui pendidikan dengan segenap komponen
yang ada di dalamya. Serta, diarahkan kepada upaya melahirkan manusia
yang memiliki keunggulan dalam bidang ilmu agama dan umum.

3. Ide Pembaharuan Bidang Politik


Rasyid Ridha mengembangkan gagasan modernisme Islam yang
awalnya digagas oleh kedua gurunya Jamaluddin al-Afghani dan
Muhammad Abduh. Ridha mempelajari kelemahan-kelemahan masyarakat
muslim saat itu, dibandingkan masyarakat kolonialis Barat, dan
menyimpulkan bahwa kelemahan tersebut antara lain kecenderungan umat
untuk mengikuti tradisi secara buta (taqlid), minat yang berlebihan
terhadap dunia sufi dan kemandegan pemikiran ulama yang
mengakibatkan timbulnya kegagalan dalam mencapai kemajuan di bidang
sains dan teknologi. Beliau berpendapat bahwa kelemahan ini dapat diatasi
dengan kembali ke prinsip-prinsip dasar Islam dan melakukan ijtihad
dalam menghadapi realita modern.
Ia memainkan peran yang cukup besar dalam politik Suriah,
mengadakan negosiasi-negosiasi dengan inggris pada masa perang,
sebagai presiden kongres Suriah tahun 1920, sebagai anggota delegasi
Suriah-Palestina di Jenewa pada 1921, dan komite politik di Kairo selama
Revolusi Suriah 1925-1926.
Seperti telah tertera di atas, bahwasanya Rasyid Ridha telah memulai
kiprahnya di dunia politik semenjak masih berada di tanah airnya, dan
setelah pindah ke Mesir ia juga ingin meneruskan kegiatan politiknya.
Akan tetapi, atas nasehat Muhammad Abduh, ia menjauhi lapangan
politik. Setelah gurunya meninggal, barulah ia memulai bermain kembali
dalam lapangan politik.
Di dalam majalah al-Manar ia mulai menulis dan memuat karangan-
karanga yang menentang pemerintahan absolut kerajaan Usmani.
Selanjutnya, ia juga memuat tentang tulisan-tulisan yang menentang
politik Inggris dan Prancis untuk membagi-bagi dunia Arab di bawah
kekuasaan mereka masing-masing.
Sebagaimana halnya Afghani, Rasyid Ridha juga melihat perlunya
dihidupkan kembali kesatuan umat Islam. karena menurutnya, salah satu
sebab lain bagi kemunduran umat islam ialah adanya perpecahan yang
terjadi di kalangan umat. Kesatuan yang dimaksudkan bukanlah kesatuan
yang didasarkan atas kesatuan bahasa ataupun bangsa, tetapi kesatuan atas
dasar keyakinan yang sama. Oleh karena itu, ia tidak setuju dengan
gerakan nasionalisme. Ia beranggapan bahwasanya faham nasionalisme
bertentangan dengan ajaran persaudaraan seluruh umat dalam Islam.
Karena, dalam persaudaraan Islam, tidaklah dikenal adanya perbedaan
bahasa, tanah air maupun bangsa.
Menurut Rasyid Ridha, hukum dan undang-undang tidak dapat
dijalankan tanpa kekuasaan dari pemerintah. Oleh karena itu, kesatuan
umat memerlukan suatu bentuk negara. Negara yang dianjurkan olehnya
adalah negara dalam bentuk kekhalifahan. Kepala negara ialah khalifah.
Khalifah, karena mempunya kekuasaan legislatif, harus mempunyai sifat
mujtahid. Tetapi, khalifah tidak boleh bersifat absolut. Ulama merupakan
pembantu-pembantunya yang utama dalam soal memerintah umat.
Khalifah adalah mujtahid besar dan di bawah kekhalifahan lah, kemajuan
dapat dicapai dan kesatuan umat dapat diwujudkan. Sedangkan, kedaulatan
umat tetap berada di tangan umat dan berdasarkan prinsip musyawarah.
Idenya mengenai kekhalifahan tersebut, ia tuangkan dalam karyanya
yang berjudul al-Khilafah.

D. KARYA-KARYA RASYID RIDHA


Majalah al-Manar mulai terbit pada tanggal 22 Syawal 1315 H/ 15 Maret 1898
M. Pada mulanya majalah tersebut terbit dalam bentuk tabloid, sekali dalam
seminggu, kemudian setengah bulan sekali, kemudian sebulan sekali, dan kadang-
kadang sembilan nomor dalam setahunnya. Majalah tersebut dapat diterbitkan Rasyid
Ridha seorang diri hingga akhir hayatnya. Apa yang telah dilakukan oleh Rasyid
Ridha adalah prestasi besar yang sulit ditandingi orang lain. Selama al-Manar terbit,
sebayak 34 jilid besar dan setiap jilidnya berisi 1000 halaman telah terkumpul
seluruhnya.
Tafsir Al-Qur’an karya Rasyid Ridha itu berjudul Tafsir al-Qur’an al Hakim
(Tafsir Al-Manar) bagian pertamanya, yaitu surat al-Fatihah sampai dengan surat al-
Nisa ayat 125 merupakan hasil kerjasama dengan gurunya, Syekh Muhammad Abduh.
Sedangkan bagian keduanya, yaitu dari surat al-Nisa ayat 126 sampai dengan surat
Yusuf ayat 110 adalah hasil karyanya secara mandiri.
Karya-karya yang dihasilkan semasa hidup Rasyid Ridha pun cukup banyak.
Antara lain, Tarikh Al-Ustadz Al-Imama Asy-Syaikh ‘Abduh (Sejarah Hidup Imam
Syaikh Muhammad Abduh), Nida’ Li Al-Jins Al-Latif (Panggilan terhadap Kaum
Wanita), Al-Wahyu Muhammad (Wahyu Allah yang diturunkan kepada Muhammad
SAW), Yusr Al-Islam wa Usul At-Tasyri’ Al-‘Am (Kemudahan Agama Islam dan
dasar-dasar umum penetapan hukum Islam), Al-Khilafah wa Al-Imamah Al-Uzma
(Kekhalifahan dan Imam-imam besar), Muhawarah Al-Muslih wa Al-Muqallid
(dialog antara kaum pembaharu dan konservatif), Zikra Al-Maulid An-Nabawiy
(Peringatan Kelahiran Nabi Muhammad SAW), dan Haquq Al-Mar’ah As-Salihah
(hak-hak wanita Muslim).
Setelah berjuang dengan segala kecerdasan dan kemampuan yang ada padanya
untuk kemajuan dan kejayaan Islam, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha berpulang ke
rahmatullah dalam usia 70 tahun pada kamis, 23 Jumadil al-Ula 1354 H/ 22 Agustus
1935 M
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Jadi dapat disimpulkan, bahwa ide pemikiran dan pembaharuan Rasyid Ridha sangat
dibutuhkan. Karena mempunyai kontribusi yang sanggat tinggi untuk kemajuan umat Islam.
Diantaranya, di bidang pendidikan Rasyid Ridha sangat menginginkan adanya perpaduan
antara pendidikan Agama dengan pendidikan Umum, untuk membentuk generasi yang tidak
hanya mempunyai ilmu dan wawasan yang luas tetapi juga mempunyai akhlak dan pribadi
yang mencerminkan seorang pemimpin yang bersih. Dan memusatkan perhatian pada
reformasi intelektual Islam, pembaharuan ilmu syari’at dan bahasa Arab serta
membangkitkan lembaga-lembaga yang membentuk pemikiran umat Islam.
Dibidang agama, Rasyid Ridha menginginkan umat Islam menggali kembali teks al-
Qur’an dan Hadis. Dengan cara, Mempertahankan syari’at Islam beserta ilmu-ilmunya,
Menyebarluaskan fatwa-fatwa kontemporer dan menetapkan al-Qur’an antara fiqih
kontemporer dan fiqih ahkam, Memberikan penerangan kepada umat tentang perbedaan
antara agama dan tradisi yang ada di masyarakat. Dibidang politik, Rasyid Ridha
memberikan pemahaman tentang persatuan umat. Serta memandang politik dengan
pandangan universalitas Islam.
Ridha mempunyai pemikiran yang konservatif. Dia sangat terikat kepada pemikiran
pada tradisi dan zaman klasik dan dia juga masih terikat pemikiran ulama abad pertengahan,
dan Ridha juga menolak negara kesatuan berdasarkan kebangsaan menurut konsep
barat.Tidak ditemui pendapatnya mengenai sumber kekuasaan bagi pemerintahan, yang
jelas bukan dari rakyat, karena khalifah dipilih oleh anggota ahl al-halli wa al-‘aqd yang
Ridha sebut ahl al-ikhtiyar(orang yang berhak memilih) dan pengangkatan
khalifah dilakukan oleh para anggota ahl al-halli wa al-‘aqd, dan mengenai tugas khalifah,
menurut Rasyid Ridha,tidak hanya berfungsi menegakkan syaria’at agama tetapi juga
berfungsi dalam urusan dunia

Anda mungkin juga menyukai