Anda di halaman 1dari 11

RASYID

RIDHA
“Ide-ide
Pembaharuan
Rasyid Ridha”
Oleh :
Ahmad Janjani
Ahmad Rijaluddin Ya’lu
Fitri Amalia
PEMBAHASAN

Pemikiran Ijtihad
Biografi dan Modernisme
Latar Belakang Islam
Pemikiran
Biografi
Rasyid Ridha memiliki nama lengkap Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Syamsuddin bin Baha'uddin Al-Qalmuni Al-Husaini.
Namun, dunia Islam lebih mengenalnya dengan nama Muhammad Rasyid Ridha. Dilahirkan pada 27 Jumadil Awal 1282 H atau 8
Oktober 1865 M. di daerah Qalamun yang terletak di pantai laut tengah,sekitar 3 mil jauhnya di sebelah selatan Kota Tripoli
Libanon. Saat itu libanon merupakan bagian dari kerajaan Turki Usmani. Muhammad Rasyid Ridha dilahirkan dan dibesarkan
dalam lingkungan keluarga terhormat dan taat beragama.

Dalam sebuah sumber dikatakan bahwa Rasyid Ridha masih memiliki pertalian darah dengan Husin bin Ali bin Abi Thalib, cucu
Nabi Muhammad SAW. Ayah dan ibu Ridha berasal dari keturunan Al-Husyan putra Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah putri
Rasulullah SAW. Itulah sebabnya ia mendapat gelar Al-Sayyid di depan namanya dan sering menyebut tokoh-tokoh ahl al-bayt
seprti Ali Ibn Abi Al-Thalib, Al-Husayn dan ja’far al-shadiq. Karena dari latar belakang keluarga yang terhormat maka Rasyid
Ridha sering belajar kepada orang tuanya.
Biografi
Ditilik dari latar belakang keluarga yang beraliran Asy’ariyyah yang mencintai tasawuf, kehidupanya tidak pernah lepas dari
kehidupan seorang sufi yang tidak terlalu mencintai kemewahan duniawi. Setelah mendapat asuhan yang religius dari keluarganya, menginjak
usia tujuh (7) tahun rasyid ridha dimasukkan oleh orang tuanya ke madrasah tradisional taman pendidikan yang disebut al-Kuttab di desa,
Qalamun, untuk belajar membaca Al-Qur’an, menulis, dan berhitung. Kehidupan di taman pendidikan tersebut beraliran Asy’ariyyah yang
mencintai tasawuf.

Sejak kecil Rasyid Ridha memang memiliki kecerdasan yang menonjol dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Oleh sebab itu
teman-temanya banyak yang mendekati dia untuk bertanya tentang pelajaran. Setelah menamatkan pendidikan di madrasah tradisional Al-
Kuttab beliau tidak langsung melanjutkan ke lembaga yang lebih tinggi,tetapi hanya melanjutkannya dengan belajar kepada orang tuanya dan
ulama setempat. Baru ketika menginjak usia 17 tahun, ia melanjutkan ke madrasah Al-Wathaniyyah Al-Islamiyyah yang terletak di Tripoli
(Libanon), yaitu sekolah milik pemerintah di Kota Tripoli untuk belajar nahwu, sharaf, aqidah, fiqh, berhitung dan ilmu bumi dan
matematika.

Para pelajar dipersiapkan untuk menjadi pegawai pemerintah. Karena enggan menjadi pegawai pemerintah, Rasyid Ridha memutuskan
untuk keluar dari sekolah tersebut setelah belajar selama satu setengah tahun. Setahun kemudian Rasyid Ridha melanjutkan pendidikannya di
sekolah yang tergolong modern. Sekolah tersebut didirikan oleh Syaikh Hasan Al-Jisr, seorang ulama besar libanon yang telah banyak
dipengaruhi ide-ide pembaruan yang digulirkan oleh Al-Sayyid Jamal al-Din Al-Afgani dan syekh Muhammad Abduh.
LATAR BELAKANG PEMIKIRAN
Berawal dari buah pemikirannya bahwa umat Islam dapat bangkit dan Islam akan menemukan kembali identitasnya yang asli dilakukan dengan cara

kembali kepada petunjuk

al-Quran dan pemahaman Sunnah yang tepat dan mengikuti petunjuk para salaf ash-shâlih.Rasyîd Ridhâ juga mengingatkan agar umat Islam berpedoman

seperlunya terhadap karyakarya para madzâhib dengan tidak mengadopsi secara membabi buta terhadap pendapat yang tidak relevan dengan konteks

kekinian.Dalam konteks ini, Rasyîd Ridhâ melihat perlunya mereformasi sistem hukum Islam dan memperbaiki pemerintahan Islam yakni sistem

kekhalifahan. Rasyîd Ridhâ mendefinisikan khilafah dalam satu makna dengan alimâmah al-`uzhmâ dan imârah al-mukminîn, yang artinya suatu lembaga

yang mengurus pemerintahan Islam untuk kemaslahatan agama dan dunia. Ia setuju dengan definisi atTaftazânî, seorang ulama kalam, yang mendefinisikan

khilafah sebagai institusi di masa pemerintahan Rasulullah saw. yang berfungsi mengatur kepentingan umum baik masalah agama atau dunia.

Rasyîd Ridhâ juga sepakat dengan pengertian khilafah yang dikemukakan alMâwardî; bahwa didirikannya khilafah ialah untuk menjalankan fungsi

kenabian dalam melindungi agama dan mengatur dunia. Sementara ar-Râzî, yang juga dikutip Rasyîd Ridhâ, mendefinisikan khilafah dengan tambahan

mengaitkan (qayyid) pada kata syakhshy (individu) yaitu khilafah merupakan institusi yang berfungsi mengatur kepentingan umum baik agma maupun

dunia bagi setiap individu.Pada spektrum ini, Rasyîd Ridhâ dianggap sebagai seorang tokoh yang memiliki paham tradisionalisme.
LATAR BELAKANG PEMIKIRAN

• VISI dan Misi Ridha dalam Memperbaiki Kondisi Umat


Kemungkinan rasyid ridha mulanya menganut teologi as-ariyah atau setidaknya pernah dipengaruhi
oleh teologi tersebut. Karena, ayahnya adalah seorang sunni bermadzhab syafi’I, Guru-gurunya juga
ulama sunni bermadzhab syafi’I dan menyenangi tasawuf. Maka, tidak mengherankan jika rasyid
dididik oelh mereka untuk menjadi seorang sunni-asyari yang bermadzhab syafi’I dan menyenangi
tasawuf secara langsung maupun tidak langsung.

Ide pembaharuan ridha adalah kemunduran umat islam dalam berbagai aspek kehidupan lantaran
mereka tidak lagi menganut ajaran-ajaran islam yang sebenarnya. Perilaku mereka pun menyimpang.
LATAR BELAKANG PEMIKIRAN

• Selain itu , ridha mengatakan bahwa salah satu sebab kemunduran


umat islam adalah sudah membudaya faham jabariyah (fatalis).
Sebaliknya kemajuan bangsa eropa adalah sudah membudayanya
faham iktisar (dinamis).
PEMIKIRAN RASYID RIDHA
PANDANGAN TERHADAP IJTIHAD

Rasyid Ridha dalam beristimbat terlebih dahulu melihat nash, bial tidak ditemukan di dalam nash di
dalam nash, ia mencari pendapat sahabat, bila terdapat pertentangan ia memilih pendapat yang
paling dekat dengan dengan Al-Qur’an dan Sunnah dan bila tidak ditemukan, ia berijtihad atas dasar
Al-Qur’an dan Sunnah.
Dalam hal ini, Rasyid Ridha melihat perlu diadakah tafsir modern dari AlQur’an yaitu tafsiran
yang sesuai dengan ide-ide yang dicetuskan gurunya, Muhammad Abduh. Ia menganjurkan kepada
Muhammad Abduh supaya menulis tafsir modern. Muhammad Abduh tidak sepaham dengannya
dalam hal ini. Namun karena selalu didesak, Muhammad Abduh akhirnya setuju, untuk memberikan
kuliah tafsir Al-Qur’an di al-Azhar. Kuliah-kuliah tafsir itu dimulai pada tahun 1899 dan keterangan-
keterangan yang diberikan oleh Muhammad Abduh dalam kuliahnya inilah yang kemudian dikenal
dengan tafsir al-Manar.
PEMIKIRAN RASYID RIDHA
MODERNISME MUHAMMAD RASYID RIDHA
Dimensi pemikiran Muhammad Rasyîd Ridhâ terlihat dari gaya pemahamannya yang modernis dan
kontekstualis terhadap beberapa persoalan keagamaan. Rasyîd Ridhâ sangat concern dengan usaha
pembaharuan di bidang hukum Islam. Dalam karya besarnya Tafsîr al-Manâr,Rasyîd Ridhâ menekankan
perlunya umat Islam kembali kepada “ruh” hukum Islam dan diperlukannya pengetahuan yang memadai tentang
prinsip-prinsip ditegakkannya syariat. Untuk itu diperlukan pemahaman kontekstualis dan pengertian secara
logika (akal) terhadap nash-nash hukum sebelum hukum itu diaplikasikan di tengah-tengah umat,dengan
demikian makna dan hikmah disyariatkannya hukum-hukum itu menjadi jelas.
PEMIKIRAN RASYID RIDHA

Rasyîd Ridhâ juga menolak fanatisme mazhab dan menganjurkan supaya toleransi bermazhab
dihidupkan dan perlunya membuka pintu ijtihad seluas-luasnya. Bagi Rasyîd
Ridhâ ijtihad yang benar adalah ijtihad yang menjunjung tinggi supremasi kedudukan alQuran dan
Sunnah Nabi Muhammad saw. Dalam konteks ini, Muhammad Asad menyatakan bahwa ijtihad yang
dihasilkan oleh para sahabat Nabi tidaklah mutlak dianggap sumber hukum, oleh karena hasil ijtihad
sahabat terbatas pada persoalan,pengalaman dan kondisi sosio kultural waktu itu, sedangkan
kompleksitas persoalan yang muncul dewasa ini jauh berbeda dengan yang dialami para sahabat
Nabi.
Rasyîd Ridhâ memfokuskan perhatiannya mengadakan modernisasi di bidang hukum Islam dengan
mengedepankan supremasi al-Quran dan sunnah.
PEMIKIRAN RASYID RIDHA
Rasyîd Ridhâ berpendapat bahwa umat Islam mundur karena tidak lagi menganut ajaran Islam yang
sebenarnya. Maryam Jameelah mengemukakan, ada empat point yang diperjuangkan Rasyîd Ridhâ dalam
wacana modernisme Islam yaitu :

1). Pemurnian (purifikasi) 2). Reformasi pendidikan tinggi Islam sesuai dengan
ajaran Islam dari pengaruh-pengaruh menyimpang, tantangan zaman modern
khususnya terhadap ajaran-ajaran sufisme dan
tarekat yang sesat

3). Reinterpretasi doktrin Islam menurut 4). Mempertahankan integritas dunia Islam dari
pemahaman modern dan rongrongan Barat.

Anda mungkin juga menyukai