Anda di halaman 1dari 17

HUKUM ISLAM PADA MASA KEMUNDURAN/STAGNASI

Makalah
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tarikh Tasyri
Dosen Pengampu Dr. Didi Sumardi, M.Ag

disusun:
Risma Amelia NIM 1223060101
Xa Aulia Qurotuain NIM 1223060120
Yulianisa Damayanti NIM 1223060126

JURUSAN HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas ke hadirat Allah Swt. Karena atas berkat dan rahmatnya
penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Hukum Islam pada Masa
Kemunduran/Stagnasi” ini tepat pada waktunya. Selawat serta salam mudah-
mudahan tetap tercurahlimpahkan kepada Nabi Muhammad saw., mudah-mudahan
sampai juga kepada para sahabatnya, keluarganya, tabiin tabiat, hingga sampai
kepada umatnya.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu Dr. Didi
Sumardi , M.Ag yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
maka dari itu saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan untuk memperbaiki
penulisan makalah kedepannya.

Bandung, Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ....................................................................................... II
DAFTAR ISI ................................................................................................... III
BAB 1 ................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .............................................................................................. 4
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH........................................................................ 4
1.2 RUMUSAN MASALAH PENELITIAN ............................................................ 5
1.3 TUJUAN PENELITIAAN .............................................................................. 5
1.4 MANFAAT PENELITIAN ............................................................................. 5
BAB 2.................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ................................................................................................. 6
2.1. PEMIKIRAN TOKOH HUKUM ISLAM PADA MASA KEMUNDURAN .................. 6
2.2. FORMAT HUKUM ISLAM PADA MASA KEMUNDURAN ................................... 8
2.3. UPAYA PARA ULAMA MENGATASI KEMUNDURUAN ISLAM ......................... 11
BAB 3 ............................................................................................................... 16
PENUTUP ........................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 17

iii
4

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Agama Islam merupakan agama yang paling banyak mengalami konflik


internal.Sejak masa awal, sepeninggal Nabi Muhammad Saw, konflik dan
kekerasan hampir tidak pernah mereda dan menjadi fenomena kesejarahan,
serta berlangsung dalam seluruh kurun waktu peradaban. Islam merupakan
agama yang dipeluk mayoritas penduduk di Indonesia.Sebagai agama yang
banyak dipeluk oleh penduduknya.
Islam tentunya mempunyai peranan penting dalam perjalanan bangsa.
Namun, Islam ternyata juga memiliki kemajemukannya sendiri, baik pada
karakteristik ajaran, umat dan juga simbol keagamaan.
Sejak abad ke-19 M. Pemikiran modern dalam Islam muncul di
kalangan para pemikir Islam yang menaruh perhatian pada kebangkitan Islam
setelah mengalami masa kemunduran dalam segala bidang sejak jatuhnya
kekhilafahan bani Abbasiyah di Baghdad pada 1258 M. akibat serangan Hulagu
yang meluluhlantakan bangunan peradaban Islam yang pada waktu itu
merupakan mercusuar peradaban dunia. Lahirnya pemikiran modern dalam
Islam ini dilatar belakangi oleh 2 (dua) faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor
internal.
Peradaban Islam dalam dunia modern diabad milenia ini mulai
menunjukkan geliat kemajuan menyusul peradaban eropa yang mash didepan
jauh, kemunduran peradaban Islam dalam kancah dunia tidak terlepas dari
beberapa hal, diantaranya: pertama, kuatnya doktrin tertutupnya pintu ijtihad
dalam Islam khususnya dibidang pendidikan dan fiqh. Kedua, maindset
penganut Islam masih terjebak dalam perdebatan simbol keagamaan dan ritual,
belum mengarah pada perdebatan sains dan teknologi padahal perkembangan
peradaban manusia (Hadrah al-insan) serta kebutuhan masyarakat dari tahun ke
5

tahun semakin bertambah, sehingga dituntut selalu survive agar tidak tergilas
dengan perkembangan zaman.
Seiring dengan berjalannya waktu sejarah peradaban agama di dunia
tidak terlepas dari 4 siklus/tahap, hal ini pula terjadi pada agama Islam, 4 tahap
tersebut pertama; tahap pertumbuhan munculnya Islam mulai kelahiran Nabi
dan sampai akhir masa Umaiyah (abad 6H-9H / 570M-850M). kedua, tahap
kejayaan: masa dinasti Abbasiyah (9H-12H / 850M-1258M), tahap ketiga;
tahap Kemunduran: setelah jatuhnya Bagdad oleh tentara Tartar (13H-18H /
1258M-1848M), keempat, tahap pembaharuan: intensif mulai abad (18H-
sekarang/1849 M-sekarang).

1.2 Rumusan Masalah Penelitian


1. Bagaimana pemikiran para tokoh hukum islam pada masa kemunduran?
2. Bagaimana format hukum islam pada masa kemunduran?
3. Apa saja upaya para ulama dalam mengatasi kemunduran?

1.3 Tujuan Penelitiaan

1. Mendeskripsikan pemikiran para tokoh hukum islam pada masa


kemunduran
2. Mendeskripsikan format hukum islam pada masa kemunduran, dan
3. Mendeskripsikan upaya para ulama dalam mengatasi kemunduran.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Menambah informasi dan wawasan tentang hukum islam pada masa


kemunduran
2. Menambah informasi dan wawasan tentang upaya para ulama mengatasi
kemunduran.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Pemikiran Tokoh Hukum Islam pada Masa Kemunduran

Muhammad Rasyid Ridha termasuk ulama yang produktif dalam


menulis gagasan-gagasan pembaharuan Islam dalam spektrum yang luas,
hingga saat ini karyanya masih banyak dikaji oleh para peminat kajian
Islam. Aspek-aspek pembaharuannya meliputi: a. Dibidang pendidikan
Rasyid Ridha sangat menginginkan adanya perpaduan antara pendidikan
Agama dengan pendidikan Umum, untuk membentuk generasi yang tidak
hanya mempunyai ilmu dan wawasan yang luas tetapi juga mempunyai
akhlak dan pribadi yang mencerminkan seorang pemimpin yang bersih. Dan
memusatkan perhatian pada reformasi intelektual Islam, pembaharuan ilmu
syari‟at dan bahasa Arab serta membangkitkan lembaga-lembaga yang
membentuk pemikiran umat Islam. b. Dibidang agama, Rasyid Ridha
menginginkan umat Islam menggali kembali teks al-Qur‟an dan Hadis.
Dengan cara: 1. Mempertahankan syari‟at Islam beserta ilmu- ilmunya.2.
Menyebarluaskan fatwa-fatwa kontemporer dan menetapkan al-Qur‟an
antara fiqih kontemporer dan fiqih ahkam.3. Memberikan penerangan
kepada umat tentang perbedaan antara agama dan tradisi yang ada di
masyarakat. Sedangkan dibidang politik, Rasyid Ridha memberikan
pemahaman tentang persatuan umat. Serta memandang politik dengan
pandangan Universalitas Islam.
Walaupun Rasyid Ridha mengakui kemajuan peradaban Barat, tetapi
dia tidak setuju dengan ide kebangsaan yang dibawa bangsa Barat. Menurut
Rasyid, umat Islam tidak perlu meniru ide kebangsaan Barat, karena dalam
Islam rasa kebangsaan itu dibangun atas dasar keagamaan. Sejalan dengan
konsepnya ini, Rasyid merindukan pulihnya kesatuan dan persatuan umat.
Ia mengajak umat Islam untuk bersatu kembali di bawah satu sistem hukum
dan moral. Untuk melaksanakan hukum harus ada kekuasaan dalam bentuk

6
negara. Negara yang dianjurkan Rasyid Ridha ialah negara dalam bentuk
kekhalifahan. Kepala negara dibantu oleh ulama-ulama pembantu. Khalifah
hendaklah seorang mujtahid, karena ia mempunyai kekuatan legislatif. Di
bawah kekhalifahan seperti inilah kesatuan dan kemajuan umat dapat
tercapai.15
Konsep kekhalifahan yang diajukan Rasyid sebagai yang termuat dalam
buku al-Khalifah, kelihatannya semata-mata hasil renungan dan
pandangannya terhadap sejarah perjalanan khalifah al-Rasyidin. Dia hanya
melihat pada fungsi negara dengan mengenyampingkan persepsi negara
ditinjau dari sudut pertumbuhan penduduk. Dengan kata lain, Rasyid kurang
menghayati dinamika sejarah pemerintahan Islam pada zaman klasik dan
pertengahan. Secara administrasi, sistem kekhalifahan itu memancing
instabilitas dan perebutan kekuasaan karena secara langsung menutup
kreativitas dan aspirasi rakyat. Tampaknya sistem kekhalifahan sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan zaman.16
Pendedahan awalnya terhadap gerakan politik danislahtercetus setelah
terbaca jurnal al-‘Urwa al-Wuthqa yang diterbitkan pada tahun 1884 (yang
dikeluarkan secara berkala selama 8 bulan) di Paris, oleh Jamal al-Din al-
Afghani yang mengungkapkan ide-ide pembaharuan dan mengapungkan
faham anti kolonialisme, pemberdayaan reformasi dan pemacuan ijtihad.
Ridha menjelaskan tentang idealisme pemikiran yang dizahirkan
dalamal-‘Urwa al-Wuthqadengan katanya: “Aku menemui salinan al-
‘Urwa al-Wuthqa daripada kertas-kertas dalam simpanan ayah. Setelah aku
membaca artikel-artikelnya yang menyeru kepada gagasan Pan-Islamisme,
meraih semula kegemilangan, kekuatan dan keunggulan Islam, penemuan
semula ketinggian dan kedudukan yang pernah dimilikinya, dan
pembebasan umatnya daripada dominasi luar, aku sangat teruja sehingga
seperti memasuki fasa baru dalam hidupku. Dan aku sangat tertarik dengan
metodologi yang diketengahkan dalam artikel-artikel ini dalam melakar dan
membuktikan hujahnya dalam perbahasan dengan bersandarkan ayat-ayat

7
al-Qur’an, dan tentang tafsirnya yang tiada seorang mufassir telah menulis
sepertinya.”
menggabungkan nilai spirituil dan sosial, sivil dan militer, dan bahawa
kekuatan militernya adalah untuk melindungi keadilan undang- undang,
petunjuk dan wibawa umat, dan bukan untuk mengerahkan kepercayaan
dengan paksa; dan (3) bagi umat Islam tidak ada faham kebangsaan dan
nasionalisme kecuali terhadap agama mereka, oleh itu mereka semuanya
bersaudara di mana perbezaan ras dan darah keturunan tidak harus
memisahkan kesatuan mereka, tidak juga perbezaan bahasa dan kerajaan
mereka.”
Semangat yang dipugar daripada pembacaan al-‘Urwa al-Wuthqa ini
terus menggilap karakter dan mengukuhkan daya perjuangan Ridha, yang
mengilhamkannya untuk berhijrah ke Mesir dan bergabung dengan al-
Afghani dan Abduh bagi melanjutkan perjuangan Pan-Islamisme: “Setelah
beliau [al-Afghani] meninggal, harapanku semakin tinggi untuk menemu
wakilnya Shaykh Muhammad Abduh untuk meraih ilmu dan pandangannya
tentang reformasi Islam. Aku menunggu sehingga terbukanya peluang pada
bulan Rajab tahun 1315 (1897) dan itu adalah sebaik saja aku menamatkan
pengajian di Tripoli, memperoleh status ‘alim, dan tauliah untuk mengajar
secara bebas, daripada mentor-ku, Shaikh Husayn al-Jisr. Kemudian itu aku
lansung berhijrah ke Mesir dan melancarkan al-Manar untuk menyeru
kepada pembaharuan.”

2.2. Format Hukum Islam pada Masa Kemunduran

Periode ini dimulai dari abad 10-11 M (310 H/' sejak berakhirnya
kekuasaan Bani Abbas sampai abad ke 19. Periode ini, ditandai dengan
menyebarka pusat-pusat kekuasaan Islam di beberapa wilayah, sehingga
umat Islam sendiri dapat dikatakan dalam kondisi yang lemah dan berada
dalam kegetiran.? Dalam kondisi tersebut, jika keadaan negara (daulah)
lemah, maka akan muncul banyak fitnah dan mihnah, sehingga hilanglah

8
pesaudaraan dan persatuan di kalangan umat Islam dan sebaliknya menjadi
permusuhan.
Pada masa ini, hukum Islam mulai mengalami stagnasi (jumud). Hukum
Islam tidak lagi digali dari sumber utamanya (al-Qur'an dan Sunnah), para
ulama pada masa ini lebih banyak sekedar mengikuti dan mempelajari
pikiran dan pendapat dalam mazhab yang sudah ada (taqlid). Dari sini
terlihat mulai ada kecenderungan baru, yakni mempertahankan kebenaran
mazhabnya dengan mengabaikan mazhab lain, seolah-olah kebenaran
merupakan hak prerogatif mazhab yang di anutnya, sehingga tak salah jika
masa ini merupakan fase pergeseran orientasi dari al-Qur'an dan Sunnah
menjadi orientasi kepada pendapat ulama.
Kemunduran umat Islam disebabkan oleh dua faktor, yakni faktor
internal yang timbul dari umat Islam itu sendiri:
Ulama tidak lagi mengambil hukum dari sumbernya yang utama, yakni
al-Qur'an dan hadis, melainkan beralih ke pendapat-pendapat imam
mazhab. Mereka berpendapat bahwa pendapat imam mazhab itu sepadan
dengan nash (al-Qur'an dan Sunnah) yang tidak dapat diubah, digugat, atau
diganti." Berkembang serta meluasnya khurafat, takhayyul, dan mistik di
kalangan masyarakat Islam yang merusak kemurnian tauhid.
Munculnya kejumudan berfikir karena hilangnya semangat ijtihad.
Ulama mengalami frigiditas (dingin, tidak sensitif) akibat kelesuan berfikir
sehingga tidak lagi mampu menghadapi perkembangan zaman dengan
menggunakan akal fikiran yang sehat dan merdeka serta bertanggung jawab.
Ulama terlalu banyak mengkaji dan sikap kagum yang berlebihan
terhadap pemikiran dan pendapat ulama mazhabnya sehingga terlena dan
kehilangan kepercayaan diri, seolah-olah kemampuan mereka lebih rendah
dari ulama-ulama sebelumnya. Dari sikap seperti ini, maka lahirlah
anggapan:
Setiap orang dewasa diwajibkan menganut salah satu mazhab figh dan
diharamkan untuk keluar dari mazhabnya. Dilarang untuk mengambil
pendapat selain pendapat imam mazhab yang dianut (mencampur aduk

9
mazhab/talfiq). Guru yang terdahulu pasti lebih mengetahui makna nash
daripada kita. Pendapat ulama mujtahid pasti benar dan sejajar dengan
syari'at, schingga pendapatnya sama dengan agama itu sendiri. Para ulama
terdahulu (pendiri mazhab dan pengikutnya) sangat produktif dan kreatif,
hampir seluruh lapangan ijtihad dijajaki sehingga seolah-olah tidak
memberikan sisa untuk melakukan ijtihad untuk ulama sesudah mereka,
bahkan ijtihad mereka sudah sampai kepada hal-hal yang belum ada dan
terjadi (figh iftiradhi).
Munculnya ulama-ulama yang tidak mumpuni (uncapable), yakni
orang-orang yang sebenarnya tidak mempunyai kelayakan untuk berijtihad,
namun ia memaksakan diri untuk melakukan ijihad dan mengeluarkan
produk hukum dalam bentuk fatwa yang membingungkan masyarakat.
Adanya intervensi kekuasaan (sultan/khalifah) yang menganjurkan agar
mengikuti mazhab yang dianutnya. Hal ini sangat besar pengaruhnya
terhadap taklid. Disamping itu, sultan hanya akan mengangkat gadhi dan
mufti yang semazhab dengannya.
Secara umum, pemerintahan sudah tidak memperhatikan lagi
perkembangan ilmu pengetahuan, seperti perhatian yang pernah diberikan
oleh masa Abbasiyah awal (Harun al-Rasyid, al-Amin dIl). Khalifah lebih
banyak menghambur-hamburkan hartanya untuk berpesta pora dan maksiat.
Kesatuan dan keutuhan pemerintahan Islam telah pecah, hal ini
menyebabkan menurunnya kewibawaan pengendalian perkembangan
hukum. Bukan hanya dikalangan penguasa pemerintahan, tenyata antara
ulamapun terjadi persaingan yang tidak sehat yang menyebabkan diantara
mereka saling menghasut.
Adanya fatwa yang menyatakan bahwa pintu ijtihad sudah tertutup, dan
cukuplah berpegang teguh pada ijtihad-ijtihad yang telah dilakukan oleh
ulama terdahulu.
Munculnya kesenangan masyarakat kepada harta secara berlebihan
(materialistik).

10
Munculnya saling curiga antar pengikut mazhab, bahkan saling
menghina yang tujuannya untuk meninggikan mazhab yang dianutnya dan
merendahkan mazhab yang lainnya, misalnya:
Para pengikut Imam Hanifah menghina pengikut Mazhab Syafi'1, yang
manyebut bahwa Imam Syafi'i bukan keturunan Quraisy, tetapi keturunan
budak-budak Quraisy.
Pengikut Imam Malik mengatakan bahwa Imam Syafi i adalah
pembantu Imam Malik.
Pengikut Imam Syafi'i mengatakan bahwa Ahmad bin Hambal adalah
pembantu Imam Syafi'i. Sementara faktor eksternal yang menyebabkan
terjadinya kemunduran dan kevakuman adalah :
Bangkitnya kalangan kristen Eropa (renaisance) yang menyebabkan
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di kalangan mereka.
Adanya serbuan bangsa Mongol yang meluluh-lantakan peradaban
Islam, yang berabad-abad lamanya dibangun."
Munculnya beberapa negara baru, baik di Eropa maupun di belahan
dunia lain, seperti Afrika, Timur Tengah, dan Asia. Keadaan demikian
membawa kepada ketidak stabilan politik yang berpengaruh pada
perkembangan pemikiran.

2.3. Upaya para Ulama Mengatasi Kemunduruan Islam

Seiring dengan berkembangnya jaman, manusia mampu melahirkan


berbagai macam karya seni di dunia ini, sehingga dampak dari kemajuan ini
mengakibatkan termarjinalkannya manusia yang tidak bisa mengikuti
perubahan dan perkembangan dunia. Perubahan adalah merupakan sesuatu
yang mustahil untuk dibendung dan dihindari. Hal ini mengakibatkan para
agamawan harus memutar otak agar agama yang diyakininya dapat bertahan
dalam arus globalisasi dunia.
Menurut (Nasution, 1992), “Pembaharuan adalah pemikiran, aliran,
gerakan, dan usaha-usaha untuk mengubah paham-paham dan adat istiadat

11
institusi lama dan lain-lain untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman
dan paham-paham baru yang terjadi sebagai akibat dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi”. Sedangkan modernisasi secara etimologis
berasal dari kata modern yang telah baku menjadi bahasa Indonesia dengan
arti pembaruan. Modernisasi merupakan proses perubahan untuk
memperbaiki keadaan, baik dari segi cara, konsep dan serangkaian metode
yang bisa diterapkan dalam rangka mengantarkan keadaan yang lebih baik.
Menurut (Khalil, 2016), “Gerakan pembaharuan Islam adalah suatu
upaya untuk menyesuaikan (kontekstualisasi) ajaran Islam dengan
perkembangan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern. Dalam bahasa Arab, gerakan pembaharuan disebut
dengan tajdîd. Secara harfiah tajdîd berarti pembaharuan, dan pelakunya
disebut dengan mujaddid. Tradisi pembaharuan dalam Islam sebenarnya
telah berlangsung lama sejak masa-masa awal sejarah Islam. Karena dalam
Islam setiap kali terjadi masalah baru yang belum ada ketentuan hukum
sebelumnya, maka kaum muslim segera akan mencari jawabannya (ber-
ijtihad) melalui metode ijma’, qiyas dan sebagainya dengan tetap merujuk
pada al- Qur’an dan al-Hadits”.
Namun demikian, “istilah tajdid atau pembaharuan dalam Islam baru
populer pada awal abad ke-18 M, tepatnya setelah munculnya gaung
pemikiran dan gerakan pembaharuan Islam di Mesir, sebagai imbas dari
persinggungan politik dan intelektual antara Islam dengan dunia Barat”.
Dengan demikian, peralihan dalam agama Islam bukan berarti
mengubah, mengurangi, atau menambahi teks al-Qur’an maupun al-hadits,
melainkan hanya menyesuaikan pemahaman atas keduanya dalam
menjawab tantangan zaman yang senantiasa berubah (kontekstualisasi
ajaran Islam). Hal ini, menurut para tokoh pembaharuan Islam,
“dikarenakan terjadinya kesenjangan antara yang dikehendaki al-Qur’an
dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat. Oleh karenanya diperlukan
upaya pembaharuan dalam pemikiran dan keagamaan masyarakat sehingga
dapat sejalan dengan spirit al-Qur’an dan as-Sunnah”.

12
Sebagian besar kalangan berpandangan “bahwa agama Islam itu
dinamis sebagai konsekuensinya adalah perlu adanya reinterpretasi dan
pembaharuan terhadap teks-teks keagamaan sehingga agama Islam tetap
bisa relevan dengan kondisi dan situasi apapun. Hal inilah yang mendorong
Muhammad Abduh sebagai salah satu tokoh pembaharu Islam untuk
melakukan upaya pembaharuan dalam Islam, karena kebanyakan umat
Islam sudah terperangkap dalam praktik-praktik keagamaan yang keliru
sehingga mengakibatkan mereka terperangkap dalam kejumudan yang
mengakibatkan umat Islam secara keseluruhan berada dalam kemunduran”.
Menurut (Ira, 2000), “Berbagai upaya dilakukan Muhammad Abduh
agar agama Islam dapat berperan dalam membentuk masyarakat modern
bukan justru sebaliknya. Upaya tersebut menurut Abduh harus dimulai dari
segala penjuru bidang terutama melalui pendidikan. Karena hanya dengan
pendidikan yang baiklah akan memunculkan ide-ide yang cemerlang
sehingga masyarakat bisa merdeka dalam arti yang seluas-luasnya, merdeka
dari segala bentuk penindasan yang tidak manusiawi. Pembaharuan
modernisme di Mesir yang dilakukan oleh Muhammad Abduh menaruh
perhatian besar terhadap pertahanan masyarakat Muslim dalam menghadapi
Eropa. Bagi Abduh persoalan utama bukanlah politik, namun sikap
keagamaan ketika Muslim mengadopsi cara-cara Eropa, mampu atau
tidaknya masyarakat mempertahankan vitalitas Islam”. Penelitian ini
dilakukan bertujuan untuk menghilangkan dampak aliran jumud pemeluk
Islam yang tidak menginginkan peralihan dan tidak mau menerima
peralihan, pemeluk agama Islam kebanyakan menganut prinsip pada adat
kebiasaan yang sudah turun temurun. Untuk mengarahkan partisipasi dalam
dunia perpolitikan yang demokratis berdasarkan musyawarah mufakat dan
menjunjung tinggi kewibawaan bangsa dan negaranya; Untuk
mengkombinasikan sistem pengajaran konvensional yang hanya
mengandalkan ilmu-ilmu agama dengan pengetahuan umum yang bersifat
lebih modern; Untuk mengimplementasikan norma-norma keagamaan yang

13
mementingkan akal pikiran dan ijtihad demi menyelesaikan persoalan yang
ada.
Pembaharuan hukum secara praktis dilakukan oleh “Abduh setelah ia
menjabat sebagai mufti negara dimana Abduh banyak mengeluarkan fatwa-
fatwa keagamaan dengan tidak menganut mazhab dan aliran tertentu. Hal
ini disebabkan keyakinan akan pentingnya akal dan ijtihad untuk
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi saat itu. Salah satu
pendapatnya yang berbeda dengan pandangan ulama tradisional, seperti
menyembelih lembu setelah dipukuli hingga lemas dan tidak menyebut
nama Allah, yang dihukumi Abduh sebagai sah dan halal dagingnya.
Sebagai seorang ulama yang sanggup dan berani mengadakan ijtihad, bebas
fatwanya menggambarkan ketidakterikatan pada pendapat ulama pada
masa-masa sebelumnya, yakni dia memakai prinsip talfiq. Abduh sangat
menolak umat Islam yang mencari sistem hukum yang tidak sejalan dengan
tradisi budaya dan masyarakat. Abduh menolak adopsi sistem hukum barat
untuk umat Islam. Menurut Abduh, hukum yang akan dijalankan harus
sesuai dengan kepribadian masyarakat itu sendiri. Hukum Barat hanya
sesuai dengan kepribadian dan identitas masyarakat Barat yang sangat
menjunjung tinggi semangat libralisme. Abduh beranggapan bahwa jika ini
diterapkan untuk masyarakat Muslim, maka mereka akan kehilangan
identitasnya sebagai masyarakat yang religius. Ini akan membuat
masyarakat muslim mengalami perpecahan”.
Pemikiran pembaharuan atau modernisasi dalam Islam adalah
merupakan suatu upaya atau proses reinterpretasi terhadap berbagai paham-
paham keagamaan, sebagai dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern. Dengan demikian pembaruan dalam Islam bukan berarti
mengubah, mengurangi atau menambah teks Al-Qur’an dan hadist,
melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduanya.
Kemunculan gerakan pembaruan Islam tidak bisa dipisahkan dari
kondisi obyektif kaum Muslim di satu sisi dan tantangan Barat yang muncul
di sisi lain. Selain itu kemunculan gerakan pembaruan ini juga dilatar

14
belakangi oleh dua faktor yaitu ; Faktor internal umat Islam: paham tauhid
yang telah dinodai dengan praktik-praktik kekufuran dan kejumudan yang
menyebabkan umat islam berhenti berpikir dan perpecahan di kalangan
umat Islam dan Faktor eksternal sebagai hasil kontak antara dunia Islam
dengan Barat.
Muhammad Abduh sebagai salah satu tokoh modernisasi Islam
berusaha melakukan pembaharuan dari berbagai aspek terutama melalui
jalur pendidikan, seperti pembaharuan di bidang sistem lembaga,
kurikulum, dan metode pengajaran yang mengintegrasikan ilmu
pengetahuan. Pengaruh pembaharuan Islam di Indonesia ditandai dengan
munculnya gerakan modernis yang menggunakan organisasi sebagai alat
perjuangannya dan bergerak mengadakan pembaharuan Islam dalam
pemurnian tauhid dengan melalui bidang sosial, pendidikan dan da’wah.
Hal ini yang dilakukan oleh organisasi- organisasi seperti, Muhammadiyah,
Sumatra Tawalib dan Al-Irsyad.

15
BAB 3
PENUTUP

Peradaban Islam dalam dunia modern diabad milenia ini mulai


menunjukkan geliat kemajuan menyusul peradaban eropa yang mash didepan
jauh, kemunduran peradaban Islam dalam kancah dunia tidak terlepas dari
beberapa hal, diantaranya: pertama, kuatnya doktrin tertutupnya pintu ijtihad
dalam Islam khususnya dibidang pendidikan dan fiqh. Kedua, maindset
penganut Islam masih terjebak dalam perdebatan simbol keagamaan dan ritual,
belum mengarah pada perdebatan sains dan teknologi padahal perkembangan
peradaban manusia (Hadrah al-insan) serta kebutuhan masyarakat dari tahun ke
tahun semakin bertambah, sehingga dituntut selalu survive agar tidak tergilas
dengan perkembangan zaman.

16
DAFTAR PUSTAKA

Asep Hilmi, PEMIKIRAN MODERN HUKUM ISLAM RASYID RIDHA.


TAZKIYAJurnal Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan 192Vol.
18No. 2(Juli-Desember) 2017. Staf Dinas Sosial Kabupaten Serang,
Banten
Imam Fawaid, KONSEP PEMIKIRAN ATH-THUFI TENTANG MASHLAHAH
SEBAGAI METODE ISTINBATH HUKUM ISLAM. JURNAL LISAN AL-
HAL, 299 Volume 8, No. 2,Desember 2014, IAI Ibrahimy Situbondo
Muhsin, Achmad Ruslan, UPAYA UPAYA-UPAYA PEMBAHARUAN DAN
MODERNISASI ISLAM MUHAMMAD ABDUH-UPAYA
PEMBAHARUAN DAN MODERNISASI ISLAM MUHAMMAD
ABDUH, Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris P-ISSN
2527-9610 E-ISSN 2549-8770

17

Anda mungkin juga menyukai