Tentang
MUHAMMAD ABDUH
Disusun Oleh
DOSEN PENGAMPU
DANIL FORLANDA M.Ag
1445 H / 2023 M
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita penjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia Nya kepada kita ,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.Makalah ini berjudul “MUHAMMAD ABDUH, Pemikiran dan Pengaruhnya
Terhadap Keamajuan Islam”
Terimakasih kami ucapkan kepada teman-teman yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalaj ini .Sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat
waktu.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca ,terlepas dari itu kami
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan maka dari itu kritik dan saran
yang membangun kami butuhkan .
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembaharuan pemikiran merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan. Berfikir
dan mengadakan pembaharuan merupakan salah satu kristalisasi dari eksistensi
kehidupan. Melalui hasil pemikirannya, manusia senantiasa beroientasi pada
kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Dalam konteks Islam, pembaharuan
Islam atau pemikiran Islam modern muncul sebagai akibat dari perubahan besar dalam
berbagai bidang kehidupan manusia, seiring dengan kemajuan pesat dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi modern. Tidak heran, kalau kemudian muncul masalah-
masalah serius dalam bidang keagamaan, dan bagaimana merelevansikannya
dengan kondisi ke-kini-an (modern).
Salah satu sebabnya adalah, karena dalam agama terdapat ajaran yang mutlak
(obsolut, qath’i). Aspek ajaran ini diyakini sebagai dogma yang harus dianut.
Sikap dogmatis ini mendorong orang menjadi tertutup, eksklusif, dan tidak
menerima pendapat dan pemikiran baru yang –dianggap - bertentangan dengan
dogma tersebut. Sikap dogmatis juga, membuat orang berpegang teguh pada pendapat
dan pemikiran lama dan tidak bisa menerima perubahan. Dogmatisme membuat orang
bersikap tradisional, statis, dan tidak rasional.
Hal inilah yang tidak dikehendaki oleh para tokoh pembaharuan pemikiran
Islam. Ummat Islam harus rasional, modern dan menerima perubahan dan
pembaharuan. Hal ini karena Islam merupakan system ajaran universal yang
“mashalih likulli zaman wa almakan” (relevan dengan setiap zaman dan tempat
(keadaan)”. Menurut mereka, pintu ijtihad belum tertutup. Pintu ijtihad masih –dan
terus – terbuka. Masih banyak hal yang perlu di-ijtihad-kan. Masih banyak aspek ajaran
Islam yang bersifat relatif (nisbi, dzanni).
Dan ini harus difikirkan serta dicarikan penafsiran dan pemahaman baru sesuai
dengan tuntutan zaman. Islam menghendaki rekonstruksi sosio-moral dan sosio-etnik
4
masyarakat muslim, atau sesuai –atau paling tidak mendekati- dengan tatanan
kehidupan Islam ideal.1 Dalam pada itu, Muhammad Abduh dikenal sebagai tokoh
pemikir yang independen dan bersikap liberal, karena banyak bersentuhan dengan
peradaban barat. Karena itulah, penting untuk mengetahui bagaimana corak pemikiran
salah satu tokoh pemikir Islam yang membawa perubahan yang besar bagi dunia Islam,
khususnya Mesir.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka beberapa masalah yang penulis angkat
dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1
Hamdani Hamid. Pemikiran Modern dalam Islam. (Kemenag, 2012). Hlm: 75.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi
Nama lengkapnya adalah Muhammad Ibn Abdul Hasan Khairullah 2. Ia lahir di
suatu desa di Mesir Hilir, Mahallah Nasr, pada tahun 18493, namun tidak diketahui
secara pasti daerahnya. Ayahnya bernama Abduh Hasan Khairullah yang berasal dari
Turki, sedangkan ibunya kurang diketahui identitasnya, selain disebutkan dalam
riwayat bahwa ia termasuk dari keturunan bangsa Arab, Umar Ibn Khatab. Masa kecil
Abduh tumbuh di sebuah desa yang tidak terlalu mementingkan pendidikan formal,
namun tidak mengabaikan pendidikan agama. Kedua orang tua Abduh selalu
mendorong dirinya untuk belajar membaca dan menghafal Al Qur’an. Sampai
kemudian, di tahun 1862 Abduh dikirim ke Tanta untuk belajar Islam lebih dalam dan
memahami ilmu Nahw, Fiqh, Sharf, bahasa Arab, dan lain sebagainya. Namun masa
dua tahun di Tanta itu dilaluinya dengan sia-sia karena ia tidak mampu untuk
menyerapa apa yang dipelajarinya.
2
Ibid.
3
Harun Nasution. Pembaharuan dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan). (Jakarta: Bulan
Bintang, 1992). Hlm: 58.
4
Ibid. Hlm: 56.
6
Setelah merampungkan studinya di Tanta, kemudian ia melanjutkan belajar di Al
Azhar pada tahun 1886. Saat ia di Al Azhar, Jamaluddin Al Afghani datang ke Mesir
dalam perjalanannya ke Istambul. Ini menjadi pertemuan pertama Abduh dengan tokoh
Islam yang sangat berpengaruh pada saat itu. Kemudian pada tahun 1871, ia menjadi
murid Jamaluddin Al Afghani yang paling setia dan mulai belajar filsafat di bawah
bimbingannya.5
1) Kedudukan Akal
Dalam Al Islam Din Al Ilm wa Al Madaniyah, Abduh menyatakan bahwa
kebudayaan yang dibawa oleh orang-orang bukan Arab ke dalam dunia Islam dapat
5
Ibid. Hlm: 60-61.
6
Ibid.
7
menyebabkan kejumudan. Dengan masuknya mereka ke dalam dunia Islam, adat-
istiadat dan faham animism mereka turut mempengaruhi umat Islam, sehingga menjadi
jumud dan taklid, tidak memfungsikan akalnya secara maksimal. Umat Islam hanya
diajarkan untuk mengkonsumsi hasil pemikiran yang telah matang, tidak turut
mengolahnya menjadi sebuah pemikiran yang kreatif. Mereka membawa ajaran-ajaran
yang akan membuat rakyat berada dalam keadaan statis, seperti pujaan yang terlalu
membuta pada para wali, ulama, dan taklid kepada ulama-ulama terdahulu. Karena hal
seperti itu, maka akal dan pemikiran umat Islam menjadi beku dan berhenti tidak
meghasilkan sesuatu yang baru, yang sesuai dengan zaman.
Menurut Abduh, hal seperti ini adalah bid’ah dan harus dihilangkan dengan cara
membawa kembali umat Islam ke dalam ajaran-ajaran Islam yang semula, yang ada
pada zaman sahabat dan ulama salaf. Namun, tidak cukup jika hanya kembali pada
ajaran Islam yang semula itu. Seperti yang dianjurkan oleh Muhammad Abd Al Wahab,
karena zaman dan suasana umat Islam sekarang telah jauh berubah, maka ajaran-ajaran
Islam pun harus disesuaikan dengan keadaan modern zaman sekarang. Muhammad
Abduh menyatakan bahwa ajaran-ajaran Islam terbagi menjadi dua kategori, yakni
Ibadat dan mu’amalat.7 Untuk kategori ibadat, banyak sekali sumber yang disajikan
dalam Al Quran dan Hadis. Sedangkan untuk muamalat sendiri, sebagai sebuah ilmu
tentang hidup bermasyarakat, maka itu hanya sebagian kecil yang tercantum dalam Al
Quran dan hadis, sehingga untuk pengajarannya bisa disesuaikan dengan
perkembangan zaman.
Untuk menyesuaikan dasar-dasar pengajaran itu dengan dunia modern, maka perlu
diadakan interpretasi baru, karena itulah perlu untuk dibuka pintu ijtihad demi
terbukanya alam pikiran baru dalam dunia umat Islam. Namun, hanya orang-orang
tertentu yang memenuhi syarat yang boleh dan berhak untuk melakukan ijtihad itu.
Untuk orang-orang awam cukup mengikuti hasil ijtihad dari madzhab yang diikutinya.
Ijtihad ini dijalankan langsung pada Al Quran dan Hadis sebagai sumber utama
7
Pemabaharuan Dalam Islam. Ibid. Hlm: 62-63.
8
pengajaran umat Islam di seluruh dunia. Bentuk pengajaran muamalat ini yang lebih
penting untuk di-ijtihadi, sehingga sesuai dengan kemajuan zaman yang semakin
modern. Sedangkan untuk ibadat, karena merupakan sebuah bentuk kemonikasi antara
manusia dan Tuhan, maka tidak harus mengikuti perubahan zaman, cukup dilakukan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Al Quran dan Hadis. Itu bukan merupakan
lapangan ijtihad.
Akal yang terlepas dari ikatan tradisi akan dapat memikirkan dan memperoleh
jalan-jalan menuju sebuah kemajuan. Pemikiran akallah yang memunculkan sebuah
ilmu pengetahuan. 9 Ilmu pengetahuan adalah salah satu dari penyebab kemajuan umat
Islam di masa lampau, dan juga salah satu kemajuan barat di masa sekarang. Karena
itulah untuk mencapai sebuah kesuksesan dan kecermelangan yang sempat hilang,
umat Islam harus segera kembali mempelajari dan mementingkan ilmu pengetahuan.10
2) Fungsi Wahyu
Kenabian dan wahyu Allah ini adalah berdasarkan sifat Maha Pengasih Allah dan
ketidakdewasaan manusia dalam persepsi dan motivasi ethisnya. Para Nabi adalah
manusia-manusia luar biasa yang karena kepekaan dan ketabahan mereka. Karena
wahyu Allah yang mereka terima hingga kemudian disampaikan kepada umat dengan
8
Ibid. Hlm: 65.
9
Ibid.
10
Ibid. Hlm: 66.
9
ulet dan simpatik, maka itu akan mengalihkan hati nurani manusia dari ketenangan
tradisional dan tensi hipomoral ke dalam sebuah kesadara untuk mengenal Tuhan
dengan benar dan sesuai. Al Quran memandang kenabian sebagai sebuah fenomena
yang bersifat universal. Ajaran atau wahyu yang mereka bawa pun bersifat dan harus
diyakini dan diikuti oleh semua manusia.11
Beberapa modernis muslim sangat yakin bahwa dengan melalui Islam beserta
kitabnya, umat manusia telah mencapai kedewasaan rasional dan tidak memerlukan
wahyu Tuhan lagi untuk menjalankan kehidupannya di dunia. Namun karena umat
manusia masih mengalami kebingungan moral, mereka seringkali tidak dapat
mengimbangi derap kemajuan ilmu pengetahuan, maka perjuangannya moralnya harus
tetap bergantung dan berpegang teguh pada kitab-kitab Allah untuk mendapatkan
petunjuk, agar menjadi konsisten dan berarti. Pemahaman mengenai petunjuk Allah ini
tidak lagi tergantung pada pribadi “pilihan” namun telah memiliki sebuah fungsi yang
kolektif.12
11
Fazlur Rahman. Tema Pokok Al Quran. (Bandung: PUSTAKA, 1983). Hlm: 117.
12
Ibid. Hlm: 119.
13
Pemikiran Modern Dalam Islam. Loc. Cit. Hlm: 87.
14
Pembaharuan Dalam Islam. Loc.Cit. Hlm: 65.
10
wahyu yang dibawa Nabi Muhammad. Ilmu pengetahuan modern seharusnya harus
sesuai dan berdasar pada hukum Islam yang sebenarnya.15
Dengan cara di atas, mengerti dan memahami segala sesuatu secara mendalam, ini
akan menghilangkan faham jumud dalam kehidupan umat Islam, dan digantin dengan
faham dinamika. Karena itulah umat Islam akan senantiasa berubah untuk merubah
nasibnya dengan usaha sendiri agar bisa menjalani kehidupan yang lebih baik lagi.
Dalam hal ini, jelas sekali bahwa Abduh sangat mendukung faham Qadariyah yang
lebih mengedepankan usaha mandiri daripada tunduk pasrah terhadap keadaan yang
membelenggu.
15
Ibid.
16
Ibid. Hlm:66.
11
memberikan pengaruh yang luas tidak hanya di Mesir, tetapi juga bagi negara-negara
Muslim di dunia, termasuk di Indonesia.17
17
Pemikiran Modern Dalam Islam. Loc. Cit. Hlm: 90.
18
Pembaharuan dalam Islam. Loc. Cit. Hlm: 68.
19
Pemikiran Modern dalam Islam. Ibid.
12
intelektual lainnya untuk menghidupkan semangat perubahan dan kemajuan bagi
ummat Islam.20
20
Ibid. Hlm: 90-91.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Abduh dalam perjuangannya untuk mengembalikan kemajuan umat Islam,
memberikan penyadaran kepada umat Islam untuk lepas dari tradisi jumud dan taklid
yang hanya tunduk patuh pada dogma ulama salaf yang sudah tidak sesuai dengan
perkembangan zaman. Akal sebagai salah satu karunia terbesar yang Tuhan
anugerahkan bagi manusia harus senantiasa dimanfaatkan dengan cara berfikir dinamis
demi kemajuan bersama.
Namun daripada itu, ajaran-ajaran yang diturunkan Tuhan melalui Nabinya yang
berupa wahyu juga tidak boleh untuk dikesampingkan. Akal dalam melaksanakan
ijtihadnya harus berrdasarkan pada ajaran wahyu sebagai ciptaan Tuhan dan dasar
utama umat Islam, yakni Al Quran dan Hadis.
Manusia dalam menjalani kehidupannya berhak untuk memilih hal yang terbaik
dalam hidupnya, selagi tidak bertentangan dengan Hukum Tuhan. Dan semua yang
ditentukan oleh Tuhan, manusia diwenangkan untuk berikhtiar dalam memperoleh
kebaikan dalam hidupnya, sehingga bisa mencapai kebahagiaan. Namun segalanya
tetap ada dalam kekuasaan Tuhan yang memutuskan kahir dari segalanya. Selagi
manusia berbuat baik, maka Tuhan pun akan memberikan yang terbaik sesuai dengan
apa yang diusahakannya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Abduh dan Ridha (Perbedaan antara Guru dan Murid), pdf.
Hamdani, Hamid. 2012. Pemikiran Modern Dalam Islam. Jakarta: Direktorat Jendral
Kementrian Agama.
Nasution, Harun. 1992. Pembaharuan Dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan).
Jakarta: Bulan Bintang.
15